Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

“HERNIA INGUINAL LATERALIS”

DI RUANG 19 RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Profesi Ners

Departemen Surgikal

Oleh :
Hikmatul Uyun
NIM. 190070300111034

PROGRAM PROFESI NERS

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2019
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Jl. Veteran Malang – 65145, JawaTimur – Indonesia

Telp. (62) (0341) 551611 – Fax. (62) (0341) 564755

http://fk.ub.ac.id/

LEMBAR PENGESAHAN

LP (Laporan Pendahuluan) Hernia Inguinal Lateralis dan ASKEP (Asuhan Keperawatan)


Hernia Inguinal Lateralis ini dibuat dalam rangka PRAKTIK DEPARTEMEN SURGIKAL mahasiswa
Pendidikan Profesi Ners Universitas Brawijaya Malang di Ruang 19
Rumah Sakit Daerah dr.Saiful Anwar Malang

Malang, 6 November 2019

Mahasiswa

Hikmatul Uyun

NIM. 190070300111034

Mengetahui,

Pembimbing Institusi, Pembimbing Lahan,

________________________ ________________________

NIP. NIP.
A. Definisi
Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau
bagian lemah dari dinding rongga yang bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi perut
menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskulo-aponeurotik dinding
perut. Hernia terdiri atas cincin, kantong dan isi hernia (karnadihardja, 2005)
Hernia (Latin) merupakan penonjolan bagian organ atau jaringan melalui
lobang abnormal. (Dorland,1998). Hernia merupakan protusi atau penonjolan isi suatu
rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada
hernia abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan
muskolo-aponeurotik dinding perut. Hernia terdiri atas cincin, kantong, dan isi hernia.
(Jong, 2004).
Hernia iguinalis lateralis adalah suatu keadaan dimana sebagian usus masuk
melalui sebuah lubang pada dinding perut ke dalam kanalis inguinalis. Kanalis
inguinalis adalah saluran berbentuk tabung, yang merupakan jalan tempat turunnya
testis (buah zakar) dari perut ke dalam skrotum (kantung zakar) sesaat sebelum bayi
dilahirkan

B. Anatomi Fisiologi

Lapisan dinding kulit abdomen terdiri dari, lemak subkutan, scarpa’s fascia,
peritoneum hesselbach’s triangle, external oblique, internal oblique, transversus
abdominis, transversalis fascia. Dan di batasi oleh artery epigastrika inferior,
ligamentum inguinal dan lateralnya di batasi oleh rectus sheath (Schwartz, 1989).
Canalis inguinalis merupakan saluran oblik yang menembus bagian bawah dinding
anterior abomen dan terdapat pada kedua jenis kelamin. Canalis inguinalis terletak
sejajar dan tepat di atas ligamentum inguinale. Dining canalis inguinalis di bentuk oleh
muskulus obliquus externus abdominis dan di bentuk oleh facsia abdominalis (snell,
2006).
a. Usus halus

Panjangnya kira-kira 2-8 m dengan diameter 2,5 cm. Berentang dari sphincter
pylorus ke katup ileocecal. Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari
(duodenum) panjangnya 25 cm, usus kosong (jejunum) 1-2 m, dan usus penyerapan
(ileum) 2-4 m.

1). Usus dua belas jari (Duodenum)

Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak
setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua
belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale
dan berakhir di ligamentum Treitz.

Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus
seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada
derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari
pankreas dan kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum
digitorum, yang berarti dua belas jari.

2). Usus Kosong (jejunum)

Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian
kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan
(ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2
meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan
dalam tubuh dengan mesenterium. Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang
berarti "lapar" dalam bahasa Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Latin,
jejunus, yang berarti "kosong".

3). Usus Penyerapan (illeum)

Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada
sistem pencernaan manusia, ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah
duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7
dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam
empedu.
b. Usus Besar

Usus besar dimulai dari katup ileocecal ke anus dan rata-rata panjangnya 1,5 m
dan lebarnya 5-6 cm.Usus besar terbagi kedalam cecum, colon, dan rectum.
Vermiform appendix berada pada bagian distal dari cecum. Colon terbagi menjadi
colon ascending, colon transversal, colon descending, dan bagian sigmoid. Bagian
akhir dari usus besar adalah rectum dan anus. Sphincter internal dan eksternalpada
anus berfungsi untuk mengontrol pembukaan anus.(Brunner & Suddarth, 2001).

Fisiologi

Fungsi usus halus adalah :

a. Sekresi mukus. Sel-sel goblet dan kelenjar mukosa duodenum akan mensekresi
mukus guna melindungi mukosa usus.

b. Mensekresi enzim. Sel-sel mikrovilli (brush border cell) mensekresi sucrase,


maltase, lactase dan enterokinase yang bekerja pada disakarida guna membentuk
monosakarida yaitu peptidase yang bekerja pada polipeptida, dan enterokinase
yang mengaktifkan trypsinogen dari pankreas.

c. Mensekresi hormon. Sel-sel endokrin mensekresi cholecystokinin, secretin, dan


enterogastrone yang mengontrol sekresi empedu, pancreatic juice, dan gastric juice.

d. Mencerna secara kimiawi. Enzim dari pankreas dan empedu dari hati masuk
kedalam duodenum.

e. Absorpsi. Nutrisi dan air akan bergerak dari lumen usus kedalam kapiler darah dan
lacteal dari villi.
f. Aktifitas motorik. Mencampur, kontraksi dan peristaltik. Gerakan mencampur
disebabkan oleh kontraksi serabut otot sirkuler pada usus menyebabkan chyme
kontak dengan villi untuk diabsorpsi.

Fungsi utama usus besar adalah :

a. Sebagai aktifitas motorik. Gerakan mengayun dan peristaltik akan menggerakkan


zat sisa menuju kebagian distal.

b. Sekresi. Pada umumnya memproduksi mukus yangmelindungi mukosas akan tidak


mengalami injury, melunakkan feces yang memungkinkan bergerak dengan lancar
kearah pelepasan dan menghambat pengaruh pembentukan keasaman oleh
bakteri.

c. Absorpsi air, garam, dan chlorida. Colon mempunyai kemampuan mengabsorpsi


90% air dan garam dan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.

d. Mensintesa vitamin. Bakteri pada usus halus akan mensintesa vitamin K, thiamin,
riboflavin, vitamin B12, dan folic acid.

e. Membentuk feses. Feses terdiri dari ¾ air dan ¼ massa padat. Massa padat
termasuk sisa makanan dan sel yang mati. Pigmen empedu memberikan warna
pada feses. Dan menstimulasi gerakan isi usus kearah pelepasan.

f. Defekasi. Yaitu aktifitas mengeluarkan feces dari dalam tubuh keluar. Pada saat
feses dan gas berada dalam rektum, tekanan dalam rektum meningkat,
menyebabkan terjadinya refleks defekasi.

C. Etiologi
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena sebab
yang didapat. Hernia dapat dijumpai pada setiap usia. Lebih banyak pada lelaki
ketimbang perempuan. Berbagai faktor penyebab berperan pada pembentukan pintu
masuk hernia pada anulus internus yang cukup lebar sehingga dapat dilalui oleh
kantong hernia dan isi hernia. Selain itu diperlukan pula faktor yang dapat mendorong
isi hernia melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar itu.

Pada orang yang sehat, ada tiga mekanisme yang dapat mencegah terjadinya
hernia inguinalis, yaitu kanalis inguinalis yang berjalan miring, adanya struktur
m.oblikus internus abdominis yang menutup anulus inguinalis internus ketika
berkontraksi dan adanya fasia transversa yang kuat yang menutupi trigonum
Hasselbach yang umumnya hampir tidak berotot. Gangguan pada mekanisme ini dapat
menyebabkan terjadinya hernia.

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya hernia inguinalis


antara lain:

1. Kelemahan aponeurosis dan fasia tranversalis,

2. Prosesus vaginalis yang terbuka, baik kongenital maupun didapat,

3. Tekanan intra abdomen yang meninggi secara kronik, hipertrofi prostat, konstipasi,
dan asites,

4. Kelemahan otot dinding perut karena usia,

5. Defisiensi otot,

6. Hancurnya jaringan penyambung oleh karena merokok, penuaan atau penyakit


sistemik.

Pada neonatus kurang lebih 90 % prosesus vaginalis tetap terbuka, sedangkan


pada bayi umur satu tahun sekitar 30 % prosesus vaginalis belum tertutup. Akan tetapi,
kejadian hernia pada umur ini hanya beberapa persen. tidak sampai 10 % anak
dengan prosesus vaginalis paten menderita hernia. Pada lebih dari separuh populasi
anak, dapat dijumpai prosesus vaginalis paten kontralateral, tetapi insiden hernia tidak
melebihi 20 %. Umumnya disimpulkan adanya prosesus vaginalis yang paten bukan
merupakan penyebab tunggal terjadinya hernia, tetapi diperlukan faktor lain, seperti
anulus inguinalis yang cukup besar.

Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi anulus
internus turut kendur. Pada keadaan itu tekanan intraabdomen tidak tinggi dan kanalis
inguinalis berjalan lebih vertikal. Sebaliknya bila otot dinding perut berkontraksi, kanalis
inguinalis berjalan lebih transversal dan anulus inguinalis tertutup sehingga dapat
mencegah masuknya usus ke dalam kanalis inguinalis. Kelemahan otot dinding perut
antara lain terjadi akibat kerusakan n.ilioinguinalis dan iliofemoralis setelah
apendektomi. Jika kantong hernia inguinalis lateralis mencapai skrotum, hernia disebut
hernia skrotalis.
D. Klasifikasi Hernia Inguinalis
Secara umum hernia diklasifikasikan menjadi:

1. Hernia eksterna, yaitu jenis hernia dimana kantong hernia menonjol secara
keseluruhan (komplit) melewati dinding abdomen seperti hernia inguinal (direk dan
indirek), hernia umbilicus, hernia femoral dan hernia epigastrika.

2. Hernia intraparietal, yaitu kantong hernia berada didalam dinding abdomen.

3.Hernia interna adalah hernia yang kantongnya berada didalam rongga abdomen
seperti hernia diafragma baik yang kongenital maupun yang didapat.

4. Hernia reponibel (reducible hernia), yaitu apabila isi hernia dapat keluar masuk.
Usus keluar jika berdiri atau mengedan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong
masuk perut, tidak ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus.

5. Hernia ireponibel (inkarserata), yaitu apabila kantong hernia tidak dapat kembali ke
abdomen. Ini biasanya disebabkan oleh perlengkatan isi kantong pada peritoneum
kantong hernia. Hernia ini disebut hernia akreta, merupakan jenis hernia ireponibel
yang sudah mengalami obstruksi tetapi belum ada gangguan vaskularisasi.

6. Hernia strangulasi adalah hernia yang sudah mengalami gangguan vaskularisasi.

Sedangkan berdasarkan lokasinya hernia dikalsifikasikan menjadi :

A. Hernia inguinalis

- Hernia inguinalis indirek (lateral)

Hernia inguinalis lateralis adalah hernia yang melalui anulus inguinalis


internus yang terletak di sebelah lateral vasa epigastrika inferior, menyusuri kanalis
inguinalis dan keluar ke rongga perut melalui anulus inguinalis eksternus.

- Hernia inguinalis direk (medialis)

Hernia inguinalis direk adalah hernia yang kantongnya menonjol langsung ke


anterior melalui dinding posterior canalis inguinalis medial terhadap arteri vena
epigastrika inferior. Pada hernia ini mempunyai conjoint tendo yang kuat, hernia ini
tidak lebih hanya penonjolan umum dan tidak pernah sampai ke skrotum. Hernia ini
sering ditemukan pada laki-laki terutama laki-laki yang sudah lanjut usia dan tidak
pernah ditemukan pada wanita. Hernia direk sangat jarang bahkan tidak pernah
mengalami strangulasi atau inkaserata. Faktor predisposisi yang dapat menyebabkan
hernia inguinalis direk adalah peninggian tekanan intraabdomen konik dan
kelemahan otot dinding di trigonom Hasselbach, batuk yang kronik, kerja berat dan
pada umumnya sering ditemukan pada perokok berat yang sudah mengalami
kelemahan atau gangguan jaringan-jaringan penyokong atau penyangga dan
kerusakan dari saraf ilioinguinalis biasanya pada pasien denga riwayat apendektomi.
Gejala yang sering dirasakan penderita hernia ini adalah nyeri tumpul yang biasanya
menjalar ke testis dan intensitas nyeri semakin meningkat apabila melakukan
pekerjaan yang sangat berat.

B. Hernia femoralis

Hernia femoralis pada lipat paha merupakan penonjolan kantong di bawah


ligamentum inguinal di antara ligamentum lakunare di medial dan vena femoralis di
lateral. Hernia ini sering ditemukan pada wanita dibanding laki-laki dengan
perbandingan 2:1 dan pada umumnya mengenai remaja dan sangat jarang pada
anakanak. Pintu masuk dari hernia inguinalis adalah anulus femoralis, selanjutnya isi
hernia masuk kedalam kanalis femoralis yang berbentuk corong sejajar dengan vena
femoralis sepanjang kurang lebih 2 cm dan keluar dari fosa ovalis di lipat paha.

Hernia femoralis disebabkan oleh peninggian tekanan intraabdominal yang


kemudian akan mendorong lemak preperitonial ke dalam kanalis femoralis yang akan
menjadi pembuka jalan terjadinya hernia. Faktor penyebab lainnya adalah kehamilan
multipara, obesitas dan degenerasi jaringan ikat karena usia lanjut. Penderita dengan
hernia femoralis sering mengeluhkan nyeri tanpa pembengkakan yang dapat di palpasi
dalam lipat paha. Nyerinya bersifat nyeri tumpul dan jika telah terjadi obstruksi dapat
menimbulkan muntah dan gangguan konstipasi. Hernia femoralis sering terjadi
inkaserata dan biasanya terjadi dalam 3 bulan atau lebih. Apabila sudah terjadi
inkaserata maka penderita akan merasakan nyeri yang begitu hebat dan dapat terjadi
shok. Pembengkakan sering muncul di bawah ligamentum inguinal.
C. Jenis hernia yang lain-lain

1. Hernia umbilikalis

Umbilikus adalah tempat umum terjadinya herniasi. Hernia umblikalis lebih


sering terjadi pada wanita, kegemukan dengan kehamilan berulang-ulang merupakan
prekusor umum. Asites sering mengekserbasi masalah ini. Strangulasi kolon dan
omentum umum terjadi. Ruptura sering terjadi pada sirosis asitik kronik, suatu kasus
dimana diperlukan segera dekompresi portal atau pintas nevus peritoneal secara
darurat.

Hernia umbilikalis umum pada bayi dan menutup secara spontan tanpa terapi
khusus jika defek aponeurosis berukuran 1,5 cm atau kurang. Perbaikan diindikasikan
pada bayi dengan defek hernia yang diameternya lebih besar dari 2,0 cm dan dalam
semua anak dengan hernia umbilikalis yang masih ada pada usia 3-4 tahun. Perbaikan
klasik untuk hernia umbilikalis adalah hernioplasti Mayo. Operasi terdiri dari imbrikasi
vest-over-pants dari segmen aponeurosis superior dan inferior. Hernia umbilikalis lebih
besar, lebih suka ditangani dengan protesis.

2. Hernia paraumbilikalis.

Hernia para umbilikalis merupakan hernia melalui suatu celah di garis tengah di
tepi kranial umblikus, jarang terjadi di tepi kaudalnya. Penutupan secara spontan jarng
terjadi sehingga dibutuhkan operasi koreksi.

3. Hernia ventralis

Kebanyakan hernia ventralis disebabkan oleh insisi pada tubuh yang


sebelumnya tidak sembuh secara tepat atau terpisah karena tegangan abnormal.
Cacat ini memungkinkan penonjolan suatu hernia dan operasi umumnya
direkomendasikan.. Jika cacat ini berukuran kecil atau sedang , maka tindakan ini relatf
jelas dan memuaskan tetapi apabila hernia ventralsinya besar dan fasianya jelek,
merupakan prognosa yang jelek pada hernia ventralis. Pada umumnya tindakan yang
dilakukan adalah operasi dengan memobilisasi jaringan denga cermat dan untuk
mencapai penutupan langsung primer jika mungkin. Kadang-kadang penggunaan kasa
protesis

seperti kasa marlex atau fasia lata diindikasikan.

4. Hernia epigastrika

Hernia yang keluar melalui defek di linea alba di antara umbilikus dan prosesus
xipoideus. Isi hernia berupa penonjolan jaringan lemak preperitoneal dengan atau
tanpa kantong peritoneum.

5. Hernia lumbalis

Di daerah lumbal antara iga XII dan krista iliaka, ada dua buah trigonum
masing-masing trigonum kostolumbal superiorn (Grinfelt) berbentuk segitiga terbalik
dan trigonum kostolumbalis inferior atau trigonum iliolumbalis (Petit) berbentuk
segitiga. Trigonum Grijfelt di batasi di kranial oleh iga XII, di anterior oleh tepi bebas m.
Obligus internus abdominis, sedangkan tutupnya m. Latisimussdorsi. Trigonum petit
dibatasi di kaudal oleh krista iliaka, di anterior oleh tepi bebas m.obligus eksternus
abdominis, dan posterior oleh tepi bebas m. Latisimuss dorsi. Dasar segitiga ini adalah
m. Oblikus internus abdominis dan tutupnya adalah fasia superfisialis. Hernia pada
kedua trigonum ini jarang dijumpai. Pada pemeriksaan fisik tampak dan teraba
benjolan di pinggang di tepi bawah tulang rusuk XII atau di tepi kranial panggul dorsal.
Diagnosis di tegakkan dengan memeriksa pintu hernia. Diagnosis banding adalah
hematoma, abses dingin atau tumor jaringan lunak. Pengelolaan terdiri dari atas
herniotomi dan hernioplasti. Pada hernioplasti dilakukan juga penutupan defek.

6. Hernia Littre

Hernia yang sangat jarang dijumpai ini merupakan hernia yang mengandung
divertikulum meckel. Hernia Littre dianggap sebagai hernia sebagian dinding usus.
7. Hernia Speighel

Hernia Spieghel adalah hernia interstial dengan atau tanpa isinya melalui fasia
Spieghel. Hernia ini sangat jarang dijumpai. Biasanya dijumpai pada usia 40-70 tahun,
tanpa ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Biasanya terjadi dikanan dan
jarang bilateral. Diagnosis ditegakkan dengan ditemukan benjolan di sebelah Mc
burney bagian kanan maupun sebelah kiri pada tepi lateral m. Rektus Abdominis. Isi
hernia dapat terdiri dari usus, omentum atau ovarium. Sebagai pemeriksaan penunjang
dapat dilakukan ultrasonografi. Pengelolaan terdiri atas herniotomi dan hernioplastik
dengan menutup defek pada m.tranversus abdominis dan m.abdominis internus.
Hernia yang besar sangat membutuhkan suatu protesis.

8. Hernia obturatoria

Hernia obturatoria ialah hernia melalui foramen obturatoria. Dapat berlangsung


dalam empat tahap. Mula-mula tonjolan lemak retroperitoneum masuk ke dalam
kanalis obturatorius, disusul oleh tonjolan peritoneum parietal. Kantong hernia ini
mungkin diisi oleh lekuk usus yang dapat mengalami inkaserasi parsial, sering secara
Richter atau total. Diagnosis dapat ditegakkan atas dasar adanya keluhan nyeri seperti
ditusuktusuk dan parestesia di daerah panggul, lutut, dan bagian medial paha akibat
penekanan pada n. Obturatorius (tanda howship Romberg) yang patognomonik. Pada
colok dubur atau pemeriksaan vaginal dapat ditemukan tonjolan hernia yang nyeri
yang merupakan tanda (Hoeship Romberg). Pengelolaan bedah dengan pendekatan
transperitoneal atau preperitoneal.

9. Hernia perinealis

Hernia perineal merupakan penonjolan hernia pada perineum melalui defek


dasar panggul dapat terjadi secara primer pada perempuan multipara, atau sekunder
setelah operasi melalui perineum seperti prostaktomi atau reseksi rektum secara
abdominoperineal. Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Tanpak dan teraba benjolan diperieneum yang mudah keluar masuk dan jarang
mengalami inkaserasi. Pintu hernia dapat diraba secara bimanual dengan pemeriksaan
rektovaginal. Dalam keadaan ragu-ragu dapat dilakukan pemeriksaan ultrasonografi.

Biasanya pendekatan operatif dengan transperitoneal, perineal atau kombinasi


abdomino dan perineal.
10. Hernia pantalon

Hernia pantalon merupakan kombinasi hernia inguinalis lateralis dengan hernia


inguinalis medial pada satu sisi. Kedua kantong hernia dipisahkan oleh vasa
epigastrika inferior sehingga berbentuk seperti celana. Keadaan ini ditemukan kira –
kira 15% dari hernia inguinalis. Diagnosis umum sukar ditegakkan dengan
pemeriksaan klinis dan biasanya sering ditemukan setelah dilakukan operasi.
Pengelolaan seperti biasanya pada hernia inginalis, herniotomi dan hernioplasti.

E. Patofisiologi
Terjadinya hernia disebabkan oleh dua faktor yang pertama adalah faktor
kongenital yaitu kegagalan penutupan prosesus vaginalis pada waktu kehamilan yang
dapat menyebabkan masuknya isi rongga perut melalui kanalis inguinalis, faktor yang
kedua adalah faktor yang didapat seperti hamil, batuk kronis, pekerjaan mengangkat
benda berat dan faktor usia, masuknya isi rongga perut melalui kanal ingunalis, jika
cukup panjang maka akan menonjol keluar dari anulus ingunalis eksternus. Apabila
hernia ini berlanjut tonjolan akan sampai ke skrotum karena kanal inguinalis berisi tali
sperma pada lakilaki, sehingga menyebakan hernia. Hernia ada yang dapat kembali
secara spontan maupun manual juga ada yang tidak dapat kembali secara spontan
ataupun manual akibat terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding kantong
hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali. Keadaan ini akan
mengakibatkan kesulitan untuk berjalan atau berpindah sehingga aktivitas akan
terganggu. Jika terjadi penekanan terhadap cincin hernia maka isi hernia akan
mencekik sehingga terjadi hernia strangulate yang akan menimbulkan gejala ileus yaitu
gejala obstruksi usus sehingga menyebabkan peredaran darah terganggu yang akan
menyebabkan kurangnya suplai oksigen yang bisa menyebabkan Iskemik. Isi hernia ini
akan menjadi nekrosis. Kalau kantong hernia terdiri atas usus dapat terjadi perforasi
yang akhirnya dapat menimbulkan abses lokal atau prioritas jika terjadi hubungan
dengan rongga perut. Obstruksi usus juga menyebabkan penurunan peristaltik usus
yang bisa menyebabkan konstipasi. Pada keadaan strangulate akan timbul gejala ileus
yaitu perut kembung, muntah dan obstipasi pada strangulasi nyeri yang timbul letih
berat dan kontineu, daerah benjolan menjadi merah (Syamsuhidajat, 2004).

F. Manifestasi Klinis

Pada umumnya keluhan orang dewasa berupa benjolan di inguinalis yang


timbul pada waktu mengedan, batuk, atau mengangkat beban berat dan menghilang
pada waktu istirahat berbaring. Pada inspeksi perhatikan keadaan asimetris pada
kedua inguinalis, skrotum, atau labia dalam posisi berdiri dan berbaring. Pasien diminta
mengedan atau batuk sehingga adanya benjolan atau keadaan asimetris dapat dilihat.
Palpasi dilakukan dalam keadaan ada benjolan hernia, diraba konsistensinya, dan
dicoba mendorong apakah benjolan dapat direposisi. Setelah benjolan dapat direposisi
dengan jari telunjuk, kadang cincin hernia dapat diraba berupa anulus inguinalis yang
melebar (Jong, 2004).

Gejala dan tanda klinis hernia banyak ditentukan oleh keadaaan isi hernia.
Pada hernia reponibel keluhan satu-satunya adanya benjolan di lipat paha yang
muncul pada waktu berdiri, batuk bersin, atau mengejan dan menghilang setelah
berbaring. Keluhan nyeri jarang dijumpai, kalau ada biasanya dirasakan di daerah
epigastrium atau paraumbilikal berupa nyeri viseral karena regangan pada
mesenterium sewaktu satu segmen usus halus masuk ke dalam kantong hernia. Nyeri
yang disertai mual atau muntah baru timbul kalau terjadi inkarserasi karena ileus atau
strangulasi karena nekrosis atau gangren.

Tanda klinis pada pemeriksaan fisik bergantung pada isi hernia. Pada inspeksi
saat pasien mengedan, dapat dilihat hernia inguinalis lateralis muncul sebagai
penonjolan di regio ingunalis yang berjalan dari lateral atas ke medial bawah. Kantong
hernia yang kosong kadang dapat diraba pada vunikulus spermatikus sebagai gesekan
dari dua lapis kantong yang memberikan sensasi gesekan dua permukaan sutera.
Tanda ini disebut tanda sarung tangan sutera, tetapi umumnya tanda ini sukar
ditentukan. Kalau kantong hernia berisi organ, tergantung isinya, pada palpasi mungkin
teraba usus,omentum (seperti karet), atau ovarium. Dengan jari telunjuk atau
kelingking pada anak, dapat dicoba mendorong isi hernia dengan menekan kulit
skrotum melalui anulus eksternus sehingga dapat ditentukan apakah isi hernia dapat
direposisi atau tidak. Dalam hal hernia dapat direposisi, pada waktu jari masih berada
dalam anulus eksternus, pasien diminta mengedan. Kalau ujung jari menyentuh hernia,
berarti hernia inguinalis lateralis, disebut hernia inguinalis lateralis karena menonjol
dari perut di lateral pembuluh epigastrika inferior. Disebut juga indirek karena keluar
melalui dua pintu dan saluran yaitu, anulus dan kanalis inguinalis. Pada pemeriksaan
hernia lateralis akan tampak tonjolan berbentuk lonjong, sedangkan hernia medialis
berbentuk tonjolan bulat. Dan kalau sisi jari yang menyentuhnya, berarti hernia
inguinalis medialis. Dan jika kantong hernia inguinalis lateralis mencapai skrotum,
disebut hernia skrotalis. Hernia inguinalis lateralis yang mencapai labium mayus
disebut hernia labialis. Diagnosis ditegakkan atas dasar benjolan yang dapat
direposisi, atau jika tidak dapat direposisi, atas dasar tidak adanya pembatasan yang
jelas di sebelah cranial dan adanya hubungan ke cranial melalui anulus eksternus.
Hernia ini harus dibedakan dari hidrokel atau elefantiasis skrotum. Testis yang teraba
dapat dipakai sebagai pegangan untuk membedakannya.(Jong, 2004).

G. Penatalaksanaan

a. Konservatif
 Istirahat di tempat tidur dan menaikkan bagian kaki, hernia ditekan secara
perlahan menuju abdomen (reposisi), selanjutnya gunakan alat penyokong.
 Jika suatu operasi daya putih isi hernia diragukan, diberikan kompres hangat
dan setelah 5 menit di evaluasi kembali.
 Istirahat baring
 Pengobatan dengan pemberian obat penawar nyeri, misalnya Asetaminofen,
antibiotic untuk membasmi infeksi, dan obat pelunak tinja untuk mencegah
sembelit.
b. Reposisi
Reposisi tidak dilakukan pada hernia inguinalis strangulate, kecuali pada pasien
anak-anak. reposisi dilakukan secara bimanual. Reposisi dilakukan dengan
menidurkan anak dengan pemberian sedative dan kompres es diatas hernia.
Jika reposisi hernia tidak berhasil dalam waktu enam jam harus dilakukan
operasi segera.

c. Operatif
Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia inguinalis
yang rasional. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis ditegakkan. Prinsip
dasar operasi hernia adalah hernioraphy, yang terdiri dari herniotomi dan
hernioplasti.
d. Herniotomi
Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya.
Kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian
direposisi, kantong hernia dijahit-ikat setinggi mungkin lalu dipotong.
e. Hernioplasti
Pada hernioplasti dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis internus
dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Hernioplasti lebih penting
artinya dalam mencegah terjadinya residif dibandingkan dengan herniotomi.
Dikenal berbagai metode hernioplasti seperti memperkecil anulus inguinalis
internus dengan jahitan terputus, menutup dan memperkuat fasia transversa,
dan menjahitkan pertemuan muskulus tranversus internus abdominis dan
muskulus oblikus internus abdominis yang dikenal dengan nama conjoint
tendon ke ligamentum inguinale poupart menurut metode Bassini, atau
menjahitkan fasia tranversa musculus transversus abdominis, musculus oblikus
internus abdominis ke ligamentum cooper pada metode Mac Vay. Bila defek
cukup besar atau terjadi residif berulang diperlukan pemakaian bahan sintesis
seperti mersilene, prolene mesh atau marleks untuk menutup defek.

Pada umumnya, semua hernia harus diperbaiki, kecuali jika ada keadaan lokal atau
sistemik dari pasien yang tidak memungkinkan hasil yang aman. Pengecualian yang
mungkin dari hal umum ini adalah hernia dengan leher lebar dan kantung dangkal yang
diantisipasi membesar secara perlahan. Bebatan atau sabuk bedah bermanfaat dalam
penatalaksanaan hernia kecil jika operasi merupakan kontraindikasi, tetapi bebatan
merupakan kontraindikasi untuk pasien dengan hernia femoralis.

 Terapi Umum
Terapi konservatif sambil menunggu penyembuhan melalui proses alami
dapat dilakukan pada hernia umbilikalis sebelum anak berumur dua tahun.
Terapi konservatif berupa penggunaan alat penyangga dapat digunakan
sebagai pengelolaan sementara, misalnya pemakaian korset pada hernia
ventralis. Sementara itu, pada hernia inguinalis pemakaian korset tidak
dianjurkan karena selain tidak menyembuhkan, alat ini dapat melemahkan
dinding perut
Umumnya terapi operatif merupakan terapi satu-satunya yang rasional. Usia
lanjut tidak merupakan kontraindikasi operasi elektif. Kalau pasien dengan
hernia inkarserata tidak menunjukkan gejala sistemik dapat dicoba melakukan
reposisi postural. Jika usaha reposisi berhasil, dapat dilakukan operasi
herniorafi elektif setelah 2-3 hari setelah udem jaringan hilang dan keadaan
umum pasien sudah lebih baik.
Jenis-jenis operasi pada hernia : dalam dunia medis tindakan untuk operasi
hernia dibagi menjadi beberapa macam, yaitu herniotomi, herniorafi dan
hernioplasti
1. Herniotomi
Adalah tindakan membuka kantong hernia, lalu memasukkan kembali isi
kantong hernia ke rongga abdomen ada rongga perut, diikuti dengan mengikat
dan memotong kantong hernia. Operasi ini umumnya dilakukan pada pasien
anak dikarenakan penyebabnya adalah proses kongenital dimana prosesus
vaginalis tidak menutup.
2. Herniorafi
Teknik operasi yang bertujuan untuk mengembalikan hernia. Pintu atau cincin
yang lemah akan ditutup kemudian dinding belakang dari hernia disulam atau
dijahit untuk memperkuat posisi agar tidak keluar kembali. Prosedur ini
biasanya dilakukan pada orang dewasa, dikarenakan penyebab hernia oleh
karena lemahnya otot atau fascia dinding belakang abdomen (perut)
Beberapa metode dari herniorafi diantaranya : bassini, ferguson, halsted, Mcfay
dan Sholdice. Akhir-akhir ini metode tindakan herniorafi diganti dengan
pemasangan fasia buatan menyerupai jaring yang terbuat dari bahan prolene.
Dengan pemasangan jaring atau mesh ini dapat mengurangi rasa sakit akibat
adanya tension (tegangan) pada proses penyulaman. Komplikasi yang dapat
ditimbulkan dari prosedur herniorafi berupa hematoma, infeksi luka. Prosedur
herniorafi bisa dilakukan melalui operasi terbuka maupun laparoskopi.
Keunggulan laparoskopi tentunya minimnya luka, proses penyembuhan yang
lebih cepat, dan kekambuhan yang jarang terjadi, namun dengan biaya yang
lebih mahal.
3. Hernioplasti
Tindakan operasi untuk memperkuat cincin inguinalis internal atau memperkuat
dinding yang melemah. Dalam prosedur ini juga dilakukan perbaikan jaringan
yang rusak. Pada hernioplasti klasik terdiri dari tiga prosedur yaitu melakukan
diseksi kanalis inguinalis, perbaikan orifisum miopektinal dan melakukan
penutupan kanalis inguinalis.

H. Komplikasi

Komplikasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia. Isi
hernia dapat tertahan dalam kantong, pada hernia ireponibel ini dapat terjadi kalau isi
hernia terlalu besar, misalnya terdiri atas omentum, organ ekstraperitonial. Disini tidak
timbul gejala klinis kecuali berupa benjolan. Dapat pula terjadi isi hernia tercekik oleh
cincin hernia sehingga terjadi hernia strangulata yang menimbulkan gejala obstruksi
usus yang sederhana. Sumbatan dapat terjadi total atau parsial. Bila cincin hernia
sempit, kurang elastis, atau lebih kaku, lebih sering terjadi jepitan parsial. Jarang
terjadi inkarserasi retrograd, yaitu dua segmen usus terperangkap di dalam kantong
hernia dan satu segmen lainnya berada dalam rongga peritonium, seperti huruf “W”.
Jepitan cincin hernia akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi hernia. Pada
permulaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi udem organ atau struktur di dalam
hernia dan transudasi ke dalam kantong hernia. Timbulnya udem menyebabkan jepitan
pada cincin hernia makin bertambah, sehingga akhirnya peredaran darah jaringan
terganggu. Isi hernia terjadinekrosis dan kantong hernia berisi transudat berupa cairan
serosanguinus.

Kalau isi hernia terdiri atas usus, dapat terjadi perforasi yang akhirnya dapat
menimbulkan abses local, fistel, atau peritonitis, jika terjadi hubungan dengan dengan
rongga perut (Jong, 2004). Gambaran klinis hernia inguinalis lateralis inkarserata yang
mengandung usus dimulai dengan gambaran obstruksi usus dengan gangguan
keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa. Bila sudah terjadi strangulasi karena
gangguan vaskularisasi, terjadi keadaan toksik akibat gangren dan gambaran klinis
menjadi kompleks dan sangat serius. Penderita mengeluh nyeri lebih hebat di tempat
hernia. Nyeri akan menetap karena rangsangan peritoneal. Pada pemeriksaan local
ditemukan benjolan yang tidak dapat dimasukkan kembali disertai nyeri tekan dan
tergantung keadaan isi hernia, dapat dijumpai tanda peritonitis atau abses local. Hernia
strangulata merupakan keadaan gawat darurat. Oleh karena itu, perlu mendapat
pertolongan segera (Jong 2004).
Pathway

Obesitas batuk, kongental,


mengedan, pengangkatan beban

Tekanan intra abdomen meningkat


Rusaknya integritas dinding otot perut
Organ terdorong keluar melalui defek
Mengeluarkan zat-zat
Hernia proteolitik (Bradakini,histamine, Respon nyeri Nyeri
prostaglandin)

Hernia umbikalis Hernia para Hernia Hiatus hernia Hernia insisional


kongenital umbikalis inguinalis
Kantung hernia Kantung hernia
Kantung hernia Kantung hernia Kantung hernia memasuki celah
memasuki
keluar melalui melewati dinding memasuki celah bekas insisi
rongga thorak
umbikalis abdomen inguinal
Terdorong lewat dinding posterior
canalis inguinal yang lemah

Benjolan pada regio inguinal

Abdomen Pembedahan Cemas


terdesak

Mual, muntah Pemasangan Insisi bedah Dampak anestesi


elektroda
Asupan nutrisi kurang Terputusnya SAB
Posisi tidak kontuinitas jaringan
tepat
Ketidakseimbanga Ekstremitas bawah
n nutrisi kurang Mengeluarkan zat-zat Luka terbuka tidak dapat
Resiko injury
dari kebutuhan proteolitik digerakkan
tubuh (Bradakini,histamine,
Port de entry Hambatan
prostaglandin)
kuman mobilitas fisik
Respon nyeri
Resiko infeksi
Nyeri

Kerusakan
integritas kulit
Kekurangan volume cairan dan elektrolit
Isi hernia terjepit oleh Menimbulkan hernia
cincin hernia strangulata

Ketidakefektifan perfusi jaringan


Gangguan perfusi Awalnya terjadi
jaringan isi hernia bendungan vena

Menambah jepitan Odema organ/struktur


pada isi hernia didalam hernia

Perfusi jaringan Terjadi transudasi


semakin terganggu kedalam kantong hernia

Isi hernia nekrosis

Kantong hernia akan


terisi transudat yg
bersifat serosanguinis

Terjadi perforasi Abses lokal Fistel

Resiko infeksi Peritonitis

Sepsis

Hipertermi
Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian Fokus

1. Pengkajian

Pengkajian pasien Post operatif (Doenges, 2000) adalah meliputi :

a. Sirkulasi

Gejala : riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit vascular


perifer, atau stasis vascular (peningkatan risiko pembentukan trombus).

b. Integritas ego

Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis, faktor-faktor stress multiple


misalnya: financial, hubungan, gaya hidup. Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan
ketegangan/peka rangsang, stimulasi simpatis.

c. Makanan / cairan

Gejala: insufisiensi pancreas/DM, (predisposisi untuk


hipoglikemia/ketoasidosis), malnutrisi (termasuk obesitas), membrane mukosa yang
kering (pembatasan pemasukkan / periode puasa pra operasi).

d. Aktivitas atau istirahat

Tanda : mengangkat beban berat, duduk, mengemudi dalam waktu lama,


membutuhkan papan matras untuk tidur, penurunan rentang gerak, tidak mampu
melakukan aktivitas seperti biasa, atrofi otot, gangguan dalam berjalan.

e. Neurosensori

Gejala : kesemutan, kekakuan, kelemahan tangan atau kaki, penurunan reflek


tendon dalam, nyeri tekan atau nyeri abdomen.

f. Pernapasan

Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.

g. Keamanan

Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan.


Tanda:munculnya proses infeksi yang melelahkan, demam.
h. Kenyamanan

Gejala : nyeri seperti ditusuk-tusuk, fleksi pada kaki, keterbatasan mobilisasi.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri berhubungan dengan luka insisi dan distensi abdominal, ditandai dengan
adanya rasa nyeri, perilaku yang sangat hati-hati, melindungi bagian tertentu,
memusatkan diri, mempersempit fokus, perilaku distraksi (tegang, mengerang,
menangis, mondar-mandir, gelisah), raut wajah kesakitan (mata kuyu, terlihat lelah,
gerakan kaku, meringis), perubahan tonus otot, respons autonom (diaforesis),
perubahan tekanan darah dan nadi, dilatasi pupil, penurunan atau peningkatan
frekuensi nafas.

b. Resiko infeksi berhubungan dengan inkontinuitas jaringan sekunder terhadap


tindakan invasive (insisi bedah)

c. Perubahan pola eliminasi konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltic


usus sekunder terhadap efek anesthesi yang ditandai dengan feses keras,
berbentuk, defekasi terjadi kurang dari 3 kali seminggu, bising usus menurun,
melaporkan adanya perasaan penuh pada rectum.

d. Imobilitas fisik berhubungan dengan keterbatasan gerak (Carpenito,2000).

3. Fokus Intervensi dan Rasional

1. Nyeri berhubungan dengan luka insisi

a. Tujuan

Klien melaporkan nyeri berkurang dengan kriteria menunjukkan


perilaku/ketrampilan relaksasi dan aktivitas terapeutik, tampak rileks, tidur dan istirahat
dengan tepat.

b. Intervensi

1) Observasi nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 1-10).

Rasional:pengkajian nyeri mendasari bagi perencanaan intervensi keperawatan.


2) Latih klien menggunakan metode distraksi.

Rasional: Latihan pernafasan dan tehnik relaksasi menurunkan konsumsi O2,


frekuensi nafas, frekuensi jantung, ketegangan otot yang menghentikan siklus nyeri.

3) Ubah posisi yang nyaman, misalnya posisi semifowler dengan bagian lutut ditopang
dengan bantal.

Rasional: posisi yang tepat dapat mengurangi stres pada area insisi.

4) Pantau tanda vital tiap 4 jam.

Rasional: Untuk mengetahui perubahan KU pasien.

5) Berikan tindakan kenyamanan (sentuhan terapeutik, pengubahan posisi, pijatan


punggung).

Rasional: Rangsang kutan mengaftifkan serabut besar yang bereaksi terhadap nyeri
yang mengatur pesan nyeri yang dibawa oleh serabut kecil.

6) Kolaborasi pemberian analgetic sesuai indikasi.

Rasional: Obat-obat anti inflamasi non steroid dianjurkan untuk nyeri pasca operasi
ringan sampai sedang.

2. Resiko infeksi berhubungan dengan inkontiunitas jaringan sekunder terhadap


tindakan invasive/ insisi pembedahan.

a. Tujuan

Klien terbebas dari infeksi selama proses penyembuhan dengan kriteria tidak ada
tanda infeksi.

b. Intervensi

1) Observasi adanya tanda-tanda infeksi.

Rasional: sebagai respon jaringan terhadap infiltrasi pathogen dengan peningkatan


darah dan aliran limfe, penurunan epitelisasi, peningkatan suhu tubuh oleh
rangsangan hipotalamus.

2) Pantau tanda vital, perhatikan demam ringan menggigil, nadi dan pernafasan cepat,
gelisah, peka, disorientasi.
Rasional: untuk mengetahui perubahan KU pasien.

3) Ganti balutan secara sering dengan tehnik steril.

Rasional: dapat mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam luka dan


mengurangi resiko transmisi infeksi pada orang lain.

4) Sarankan klien untuk tidak menyentuh area luka operasi.

Rasional: tanpa cuci tangan dan sarung tangan menambah resiko infeksi pada luka.

5) Anjurkan klien untuk makan TKTP

Rasional: untuk memperbaiki jaringan tubuh harus meningkatkan masukan protein


dan karbohidrat serta hidrasi adekuat untuk transport vaskuler dari oksigen dan zat
sampah.

6) Kolaborasi pemberian antibiotik.

Rasional: sebagai penghambat pertumbuhan dan pembunuh mikroorganisme pada


luka, sehingga luka bersih dan terbebas dari infeksi.

3. Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik usus sekunder terhadap efek


anesthesia.

a. Tujuan

Klien mempunyai pola eliminasi fekal yang normal dengan kriteria mampu
buang air besar dan bising usus normal.

b. Intervensi

1) Observasi adanya distensi, nyeri, dan pembatasan pasien dalam melakukan


mobilisasi.

2) Sarankan klien untuk melakukan mobilisasi secara dini.

Rasional: gerak fisik miring kanan/kiri merangsang eliminasi usus dengan


memperbaiki tonus otot abdomen dan merangsang nafsu makan dan peristaltic
usus.

3) Sarankan untuk makan makanan tinggi serat segera setelah peristaltic aktif kembali.

Rasional: diit seimbang tinggi serat merangsang peristaltic.


4) Sarankan klien minum banyak sesuai anjuran dokter.

Rasional: minum yang cukup perlu untuk mempertahankan pola

BAB dan meningkatkan konsistensi feses.

4. Imobilitas fisik berhubungan dengan keterbatasan gerak

a. Tujuan

Pasien dapat beraktivitas dengan nyaman dengan kriteria hasil menunjukkan mobilitas
yang aman, meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang sakit.

b. Intervensi

1) Berikan aktivitas yang disesuaikan dengan pasien.

Rasional: Imobilitas yang dipaksakan dapat memperberat keadaan.

2) Anjurkan pasien untuk beraktivitas sehari-hari dalam keterbatasan pasien.

Rasional: Partisipasi pasien akan meningkatkan kemandirian pasien.

3) Anjurkan keluarga dalam melakukan meningkatkan kemandirian pasien.


DAFTAR PUSTAKA

1. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi II. Medica Aesculaplus FK UI. 1998.


2. Keperawatan Medikal Bedah. Swearingen. Edisi II. EGC. 2001.
3. Keperawatan Medikal Bedah. Charlene J. Reeves, Bayle Roux, Robin Lockhart.
Penerjemah Joko Setyono. Penerbit Salemba Media. Edisi I. 2002.
4. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Bedah Staf Pengajar UI. FK UI.
5. Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai