Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Empiema adalah terkumpulnya cairan purulent (pus) di dalam rongga pleura.
Awalnya cairan pleura adalah encer dengan jumlah leukosit rendah, tetapi seringkali menjadi
stadium fibropurulen dan akhirnya sampai pada keadaan dimana paru-paru tertutup oleh
membrane eksudat yang kental.(salemba medika hal 134)
Empiema merupakan komplikasi penting dari pneumonia dan merupakan penyebab
signifikan kematian pada anak-anak. Pada anak-anak diperkirakan 0,6 % pneumonia
berkembang menjadi empiema. Pada penelitian baru-baru ini dari beberapa negara seperti
USA dan United Kingdom menyebutkan bahwa insidensinya terus meningkat. Penyebab
pasti meningkatnya insidensi empiema pada masa anak-anak tidak diketahui, tetapi hal
tersebut dapat dihubungkan dengan pola pemberian resep antibiotika, keterlambatan dalam
merujuk pada rumah sakit rujukan yang tepat atau efek langsung dari pemberian vaksinasi
pneumococcal yang mengakibatkan penggantian dengan serotype yang tidak tercakup pada
vaksin.Angka mortalitas empiema tetap tinggi dan berkisar antara 6% sampai 24%. Infeksi
pleura terjadi pada 65.000 pasien tiap tahunnya di United States dan United Kingdom.
Empiema merupakan cairan inflammatori dan debris pada rongga pleura. Empiema
merupakan akibat dari infeksi pada rongga pleura yang tak terobati yang berkembang dari
cairan pleura menjadi suatu kumpulan kompleks pada rongga pleura.
Diagnosis empiema ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemerikasaan fisik dan
pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologis dan
pemeriksaan sitopatologi. Pemeriksaan radiologis diantaranya foto polos thorak, USG dan
CTScan thorak.
Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengkaji permasalahan dan melakukan Asuhan
keperawatan pada pasien dengan Empiema.
A. Rumusan Masalah
Bagaimana penerapan Asuhan keperawatan pada pasien dengan Empeima?
1. Tujuan Makalah
B. Tujuan umum
Untuk mengetahui gambaran nyata tentang Asuhan keperawatan pada
pasien Empiema.
2. Manfaat Makalah
A. Bagi penulis
Sebagai sarana untuk menambah pengetahuan bagi penulis dalam menerapkan
asuhan keperawatan khususnya pada pasien dengan Empiema.

1
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
a) Identitas pasien meliputi : nama, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, umur, pekerjaan,
pendidikan, alamat, agama, suku bangsa, tanggal masuk rumah sakit, no register/MR,
serta penanggung jawab.
b) Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan dahulu (RKD)
Riwayat kesehatan dahulu berkaitan dengan penyakit yang pernah diderita
sebelumnya, peningkatan tekanan pada kapiler subpleura atau limfatik, peningkatan
permeabilitas kapiler dan penurunan tekanan osmotic koloid darah. (Nanda NIC NOC, jilid 1
2015 : hal. 212)
Riwayat kesehatan sekarang (RKS)
Biasanya klien dengan empiema mengalami sesak nafas, demam, mengggigil, dan nyeri
dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat,
batuk dan banyak riak. (Nanda NIC NOC, jilid 1 : hal. 213)
Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan mengenai riwayat penyakit pernapasan di keluarga. Identifikasi hubungan
darah (untuk mempertimbangkan penyakit genetic) dan anggota keluarga (untuk
mempertimbangkan kondisi infeksius). Buat daftar mengenai usia dan penyebab kematian
setiap anggota keluarga yang telah meninggal. Apakah ada anggota keluarga yang merokok
sigaret, pipa, maupun cerutu
c) Pemeriksaan fisik
Keadaan umum dan tanda-tanda vital pasien (salemba medika, 2009, hal 134)
Biasanya klien mengalami sesak nafas, berkeringat dingin, penurunan berat badan serta
mengalami nyeri
1. Kesadaran: biasanya kesadaran compos mentis
2. Suhu: biasanya terjadi peningkatan suhu
3. Nadi: biasanya denyut nadi klien lemah
4. Pernafasan: biasanya nafas tampak sesak
2. TD: biasanya terjadi peningkatan atau penurunan tekanan darah
4. Antopometri
Biasanya tinggi badan dan berat badan, biasanya berat badan menjadi menurun karena
penurunan nafsu makan akibat sesak nafas sekunder terhadap penekanan struktur abdomen
(Nanda NIC NOC, jilid 1 2015 : hal. 215)
5. Kepala
Biasanya bentuk kepala simetris dan kepala terasa nyeri ringan, serta adanya sianosis
6. Mata
Biasanya sclera tidak ikterik, konjungtiva didapatkan anemis
7. Hidung
Inspeksi:
keadaan normal =>hidung tegak, tanpa napas cuping hidung atau secret, lubang
hidung paten, mukosa merah jambu dan lembab, septum digaris tengah, tanpa
masa atau perforasi.

Palpasi:

2
keadaan normal => tidak ada nyeri tekan, tanpa masa dan lesi
8. Sinus
Palpasi:
keadaan normal => tidak nyeri, tanpa pembengkakan dan
Perkusi:
keadaan normal => tidak nyeri
9. Dada/Thorak
Inspeksi:
keadaan normal => warna normal, kontur normal, pernapasan teratur, pada
pernapasan dalam tidak terdapat retraksi
Keadaan sakit => perubahan kesimetrisan rongga dada, klien sesak nafas,
menggunakan otot bantu nafas, nafas cepat dan dangkal
Palpasi:
keadaan normal => dinding dada simetris, lembut, tanpa benjolan, massa,
nyeri atau krepitus, pengembanga dada simetris, fremitus taktil teraba
Keadaan sakit =>taktil premitus menurun/ hilang pada daerah yang sakit, ICS
melebar pada sisi yang sakit
Perkusi:
keadaan normal => resonansi diseluruh lapangan paru perifer, pekak jantung,
pengembangan diafragma berkisar dari 3-6 cm untuk setiap hemidiafragma,
dengan sisi kanan sedikit lebih tinggi dari kiri.
Keadaan sakit => bunyi redup/ pekak pada sisi yang sakit
Auskultasi:
keadaan normal => suara vesicular di seluruh lapangan paru perifer, suara
bronkovesikular di daerah percabangan trakea, anterior dan posterior, suara
bronkial di anterior trakea, suara tambahan tidak ada, resonansi suara tidak ada
Keadaan sakit => bunyi nafas hilang/ melemah pada sisi yang sakit, biasanya
didapatkan suara ronkhi atau wheezing
10. Trakea
Palpasi:
keadaan normal => terletak digaris tengah dan digerakkan tanpa krepitus
11. Kardiovaskuler
Capillary refill dibawah 1 detik, sering didapatkan keringat dingin dan pusing
12. Perkemihan
Produksi urine biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada system
perkemihan
13. Pencernaan
Klien biasanya mual, nyeri lambung dan menyebabkan klien tidak nafsu makan.
Peristaltic menurun menyebabkan klien jarang BAB
14. Tulang, otot, dan integument
Karena penggunaan otot bantu nafas yang lama klien terlihat kelelahan, sering didapatkan
intoleransi aktifitas

3
15. Data pola kebiasaan sehari-hari

No. Data Sakit


Sehat
1 Nutrisi:
A. Selera makan Tidak ada Terjadinya penurunan selera
gangguan makan pada pasien
terhadap selera
makan
Makanan lunak
B. Menu makanan
Makanan biasa
C. Frekuensi Tergantung jenis diit

Teratur
1. Makanan pantangan Terjadinya pemilihan
makanan sesuai diit pasien
Tidak ada
2. Pembatasan pola makan Diatur

a. Cara makan Tidak ada


Melalui oral dan dibantu oleh
keluarga
D. Ritual saat makan Melalui oral dan
dilakukan dengan Tidak ada
cara mandiri

Tidak ada
2 Cairan:
1. Jenis minuman Air putih Air putih dan susu putih cair
2. Frekuensi
Terjadinya penurunan
A. Kebutuhan cairan Tergantung frekuensi cairan
pasien berapa Terjadinya peningkatan
1. Cara pemenuhan banyak kebutuhan cairan
meminum air
Sesuai kebutuhan Melalui oral
cairan
Melalui oral
3 Eliminasi:
2. BAK Normal Terjadinya penurunan
frekuensi dan konsistesi

Terjadinya penurunan
Normal frekuensi dan konsistensi
1. BAB
4 Istirahat dan tidur:
3. Jam tidur Normal Lebih sering tidur

4
a. Pola tidur Tidur nyenyak Kadang terbangun dimalam
Tidak ada hari dan gelisah
Tidak ada
4. Kebiasaan tidur
Tidak ada
1. Kesulitan tidur
Tidak ada
5 Olah raga:
1. Program olahraga Tidak ada Tidak ada
2. Jenis dan frekuensi
3. Kondisi setelah keluarga Tidak ada Tidak ada

Tidak ada Tidak ada


6 Personal hygiene:
1. Mandi Normal/ seperti Terjadinya penurunan
orang mandi keadaan pasien, pasien tidak
biasanya bisa mandi sendiri
Tidak ada
1. Cuci rambut
Normal/ seperti
4. Gunting kuku
orang biasanya Tidak ada
Normal/ seperti
1. Gosok gigi orang biasanya Terjadinya penurunan
Normal/ seperti keadaan pasien, pasien
orang biasanya menggosok gigi dengan
dibantu keluarga
7 Aktivitas sehari-hari:
2. Kegiatan sehari Seperti orang Lebih sering lelah
biasanya
5. Pengaturan jadwal Diatur
Tidak ada
Tidak ada
1. Penggunaan alat bantu
aktifitas Ada, pasien dibantu oleh
keluarga karna badan terasa
2. Kesulitan pergerakan Tidak ada lemas
tubuh
Pasien masih tidur berbaring
Tidak ada ditempat tidur
8 Rekreasi:
3. Perasaan saat sekolah Senang Sedih karna tidak bisa seperti
biasanya

6. Waktu luang
digunakan Pasien banyak istirahat dan
dengan bermain tidur

5
atau bersantai
7. Perasaan setelah rekreasi

senang Tidak ada


a.Waktu senggang keluarga

digunakan
dengan Tidak ada
berkumpul
1.Kegiatan hari libur dengan keluarga

Tidak ada
berkumpul
dengan teman /
keluarga

16. Pemeriksaan penunjang (Kapita Selekta Penyakit ,Hal 191)


Rontgen fotothorak
Ultrasonografi (USG)
CT-Scan dada
Torakosentesis (aspirasi cairan fleura)
Biopsy pleura
Pemeriksaan tambahan (bronkoskopi, pleuroskopi)

B. Diagnose keperawatan
a. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b.d menurunnya ekspansi paru sekunder
terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura
b. Gangguan pertukaran gas b.d penurunan kemampuan ekspansi paru, kerusakan
membrane alveolar-kapiler
c. Ketidak efektifan pola nafas b.d penurunan ekspansi paru sekunder terhadap
penumpukan cairan dalam rongga pleura
d. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d peningkatan
metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan akibat sesak nafas sekunder terhadap
penekanan struktur abdomen
e. Nyeri akut b.d proses tindakan drainase
f. Gangguan rasa nyaman b.d batuk yang menetap dan sesak nafas serta perubahan
suasana lingkungan
g. Resiko infeksi b.d tindakan drainase (luka pemasangan WSD)
h. Intoleransi aktivitas b.d ketidak seimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan,
dyspneu setelah beraktifitas
i. Defisit perawatan diri b.d kelemahan fisik

6
1. Intervensi keperawatan NANDA NIC NOC
No Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1 Ketidak efektifan NOC: NIC:
bersihan jalan
nafas b.d a. respiratory status : airway Airway suction:
menurunnya patency
2. Pastikan kebutuhan oral
ekspansi paru kriteia hasil: / tracheal suctioning
sekunder terhadap
membrane a. Mendemonstasikan 3. Auskultasi suara nafas
alveolar-kapiler batuk efektif dan suara nafas sebelum dan sesudah
yang bersih, tidak ada sianosis suctioning
dan dyspneu (mampu bernafas
dengan mudah, tidak ada pursed 4. Informasikan pada klien
lips) dan keluarga tentang suctioning

b. Menunjukkan jalan 5. Minta klien nafas dalam


nafas yang paten (klien tidak sebelum suction dilakukan
merasa tercekik, irama nafas, 6. Berikan O2 dengan
frekuensi pernafasan dalam menggunakan nasal untuk
rentang norma, tidak ada suara memfasilitasi suksion
nafas abnormal) nasotrakeal
c. Mampu 7. Gunakan alat yang steril
mengidentifikasi dan mencegah setiap melakukan tindakan
faktor yang dapat menghambat
jalan nafas 8. Anjurkan pasien untuk
istirahat dan nafas dalam
setelah kateter dikeluarkan dari
nasotrakeal
9. Monitor status oksigen
pasien
10. Ajarkan keluarga
bagaimana cara melakukan
suksion
11. Hentikan suksion dan
berikan oksigen apabila pasien
menunjukkan bradikardi,
peningkatan saturasi O, dll.
Airway Management:
d. Buka jalan nafas,
gunakan teknik chin lift
atau jaw thrust bila
perlu
e. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan

7
ventilasi
f. Identifikasi pasien
perlunya pemasangan
alat jalan nafas buatan
g. Pasang mayo bila perlu
h. Lakukan fisioterapi
dada jika perlu
i. Keluarkan sekret
dengan batuk atau
suction
j. Auskultasi suara nafas,
catat adanya suara
tambahan
k. Lakukan suction pada
mayo
l. Berikan bronkodilator
bila perlu
m. Berikan pelembab udara
kassa basah NaCL
lembab
n. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
kekkseimbangan
o. Monitor respirasi dan
status O2
2 Gangguan NOC: NIC:
pertukaran gas b.d
penurunan e. Respiratory status :gas Airway management:
kemampuan exchange
1. Buka jalan nafas,
ekspansi paru, Kriteria hasil: gunakan teknik chin lift
kerusakan atau jaw thrust bila
membrane 9. Mendemonstrasikan perlu
alveolar-kapiler peningkatan ventilasi dan
oksigenisasi yang adekuat 2. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan
10. Memelihara kebersihan ventilasi
paru-paru dan bebas dari tanda-
tanda distress pernafasan 3. Identifikasi pasien
perlunya pemasangan
11. Mendemonstrasikan alat jalan nafas buatan
bentuk efektif dan suara nafas
yang bersih, tidak ada sianosis 4. Pasang mao bila perlu
dan dypneu (mampu
mengeluarkan sputum, mampu 5. Lakukan fisioterapi
bernafas dengan mudah, tidak dada jika perlu

8
ada pursed lips) 6. Keluarkan sekret
dengan batuk atau
12. Tanda tanda vital dalam suction
rentang normal
7. Auskultasi suara
nafas,catat adanya suara
tambahan
8. Lakukan suction pada
mayo
9. Berikan bronkodilator
bila perlu
10. Berikan pelembab udara
11. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan
12. Moitor respirasi dan
status O2
Respiratory monitoring
B. Monitor rata-rata,
kedalaman, irama dan
usaha respirasi
C. Catat pergerakan dada,
amati kesimetrisan,
penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan
intercostal
D. Monitor suara nafas,
seperti dengkur
E. Monitor pola nafas :
bradipena, takipenia,
kussmaul,
hiperventilasi, cheyne
stroke, biot
F. Catat lokasi trakea
G. Monitor kelelahan otot
diafragma (gerakan
paradoksis)
H. Auskultasi suara nafas,
catat area penurunan /
tidak adanya ventilasi
dan suara tambahan

9
I. Tentukan kebutuhan
suction dengan
mengauskultasi crakles
dan ronkhi pada jalan
napas utama
J. Auskultasi suara paru
setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya
3. Ketidak efektifan NOC: NIC:
pola nafas b.d
penurunan 1. Respiratory status : Airway manajement:
ekspansi paru airway patency
b. Buka jalan napas
sekunder terhadap gunakan teknik chin lift
penumpukan atau jaw thrust bila
cairan dalam Kriteria hasil: perlu
rongga pleura
a. Mendemotrasikan c. Posisikan pasien untuk
batkuk efektif dan suara nafas memaksimalkan
yang bersih, tidak ada sianosis ventilasi
dan dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum, mampu d. Identifikasi pasien
bernafas dengan mudah, tidak perlunya alat jalan nafas
ada pursed lips) buatan

b. Menunjukkan jalan e. Pasang mayo bisa perlu


napas yang paten (klien tidak f. Lakukan fisio terapi
merasa tercekik, irama nafas, dada jika perlu
frekuensi nafas dalam rentang
normal, tidak ada suara nafas g. Keluarkan sekret
abnormal dengan batuk atau
suction
c. Tanda-tanda vital dan
rentang normal (tekanan darah, h. Auskultasi suara nafas,
nadi, pernafasan) catat adanya suara
tambahan
i. Lakukan suction pada
mayo
j. Berikan bronkodilator
bila perlu
k. Berikan pelembab udara
kassa basah NaCL
lembab
l. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
kekkseimbangan
m. Monitor respirasi dan
status O2

10
oxygen terapi:
1. bersihkan mulut, hidung
dan sekret trakea
2. pertahankan jalan nafas
yang paten
3. atur peralatan
oksigenasi
4. monitor aliran oksigen
5. pertahankan posisi
pasien
6. observasi adanya tanda-
tanda hipoventilasi
7. monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
v vital sign monitoring:
2. monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
3. catat adanya fluktuasi
tekanan darah
4. monitor VS saat pasien
berbaring, duduk atau berdiri
5. auskultasi TD pada
kedua lengan dan bandingkan
6. monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama dan setelah
aktifitas
7. monitor kualitas dari
nadi
8. monitor frekuensi dan
irama pernapasan
9. monitor suara paru
10. monitor pola
pernapasan abnormal
11. monitor suhu, warna
dan kelembaban kulit
12. monitor sianosis perifer
13. monitor adanya cushing

11
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
14. identifikasi penyebab
dari perubahan vital sign.
4. Ketidak NOC: NIC:
seimbangan nutrisi
kurang dari 3. nutritional status: Nutriont menejement:
kebutuhan tubuh nutrient intake
1. kaji adanya alergi
b.d peningkatan makanan
metabolisme
tubuh, penurunan 2. kolaborasi dengan ahli
nafsu makan kriteria hasil: gizi untuk menentukan
akibat sesak nafas jumlah kalori dan
sekunder terhadap c. adanya peningkatan nutrisi yang dibutuhkan
penekanan struktur berat badan sesuai pasien
abdomen dengan tujuan
3. anjurkan pasien untuk
d. berat badan ideal sesuai meningkatkan intake Fe
dengan tinggi badan
4. anjurkan pasien untuk
e. mampu meningkatkan protein
mengidentifikasi dan vitamin C
kebutuhan nutrisi
5. berikan substansi gula
f. menunjukkan
peningkatan fungsi 6. yakinkan diet yang
pengecapan dari dimakan mengandung
menelan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
g. tidak terjadi penurunan
berat badan yang berarti 7. berikan makanan yang
terpilih (sudah
dikonsultasikan dengan
ahli gizi)
8. ajarkan pasien
bagaimana menbuat
catatan makanan harian
9. monitor jumlah nutrisi
dan kandungan kalori
10. berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi
11. kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan
nutrisi yang dibutuhkan
nutrition monitoring:
a. berat badan pasien

12
dalam batas normal
b. monitor adanya
penurunan berat badan
c. monitor tipe dan jumlah
aktifitas yang biasa dilakukan
d. monitor interaksi anak
atau orang tua selama makan
e. monitor lingkungan
selama makan
f. jadwalkan pengobatan
dan tindakan tidak selama jam
makan
g. monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
h. monitor turgor kulit
i. monitor kekeringan,
rambut kusam, dan mudah
patah
j. monitor mual dan
mutah
k. monitor kadar albumin,
total protein, HB, dan kadar HT
l. monitor pertumbuhan
dan perkembangan
m. monitor pucat,
kemerahan dan kekeringan
jaringan konjungtiva
n. monitor kalori dan
intake nutrisi
o. catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik, papila
lidah dan cavitas oral
p. catat jika lidah
berwarna magenta, scarlet.
5. Nyeri akut b.d NOC: NIC:
proses tindakan
drainase 2. pain control Pain Management:
kriteria hasil: 4. Lakukan pengkajian
nyeri secara komprehensif
3. mampu mengontrol termasuk lokasi,karakteristik,
nyeri ( tahu penyebab nyeri durasi,frekuensi,kualitas dan

13
,mampu menggunakan teknik factor presipitasi
nonformakologi untuk
mengurangi nyeri ) 5. Observasi reaksi non
4. melaporkan bahwa nyeri verbal dari ketidaknyamanan
berkurang dengan 6. Gunakan teknik
menggunakan menajemen nyeri komunikasi terapeutik untuk
5. mampu mengenali nyeri mengetahui pengalaman nyeri
(skala ,intensitas, frekuensi dan pasien
tanda nyeri
6. menyatakan rasa 7. Kaji kultur yang
nyaman setelah nyeri berkurang mempengatuhi respon nyeri
8. Evaluasi bersama pasien
dan tim kesehatan lain tentang
ketidakefektifan control nyeri
masa lampau
9. Bantu pasien dan
keluaraga untuk mencari dsn
menemukan lingkungan
10. Control lingkunganyang
dapat mempengaruhi
nyeriseperti suhu
ruangan,pencayahaan, dan
kebisingan
11. Kurangi factor
presipitasi nyeri
12. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi,non
farmakologi,dan interpersonal)
13. Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk menentukan
intervensi
14. Ajarkan tentang tekhnik
nonfarmaklogi
15. Berikan analgetik untuk
mengurangkan rasa nyeri
16. Evaluasi keefektifan
control nyeri
17. Tingkat istirahat
18. Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasil
19. Monitor penerimaan

14
pasien tentang manajemen
nyeri
Analgesic administration:
5. tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
6. cek intruksi dokter
tentang jenis obat, dosis dan
frekuensi
7. cek riwayat alergi
8. pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi dari
analgesic ketika pemkberian
lebih dari satu
9. tentukan pilihan
analgesik tergantung tipe dan
beratnya nyeri
10. tentukan analgesik
pilihan, rute pemberian, dan
dosis optimal
11. pilikh rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara teratur
12. monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama
kali
13. berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri hebat
14. evaluasi efektifitas
analgesik, tanda dan gejala

6. Gangguan rasa NOC: NIC:


nyaman b.d batuk
yang menetap dan 6. comfort, readiness for Anxiety reduction
sesak nafas serta enchanced (penurunan kecemasan):
perubahan suasana 8. gunakan pendekatan
lingkungan kriteria hasil:
yang menenangkan
7. mampu mengontrol
kecemasan 9. nyatakan dengan jelas
harapan pelaku pasien
8. status lingkungan yang
10. jelaskan semua prosedur

15
nyaman dan apa yang dirasakan selama
prosedur
9. mengontrol nyeri
11. pahami prespektif
10. kualitas tidur dan pasien terhadap situasi stres
istirahat yang adekuat
12. temani pasien untuk
11. agresi pengendalian diri memberikan keamanan dan
12. respon terhadap mengurangi takut
pengobatan 13. dorongan keluarga
13. kontrol gejala untuk menemani anak

14. status kenyamanan 14. lakukan back atau neck


meningkat rub

15. dapat mengontrol 15. dengarkan dengan


ketakutan penuh perhatian

16. support social 16. identifikasi tingkat


kecemasan
17. keinginan untuk hidup
17. bantu pasien mengenal
situasi yang menimbulkan
kecemasan
18. dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
19. intruksikan pasien
menggunakan teknik relaksasi
20. berikan obat untuk
mengurangi kecemasan
7. Resiko infeksi b.d NOC: NIC:
tindakan drainase
(luka pemasangan 9. knowledge: infection Infection control (kontrol
WSD) control infeksi):
11. bersihkan lingkungan
Kriteria hasil: setelah dibersihkan pasien lain
10. klien bebas dari tanda 12. pertahankan teknik
dan gejala infeksi isolasi
11. mendeskripsikan proses 13. batasi pengunjung bila
penularan, faktor yang perlu
mempengaruhi penularan serta
penatalaksanaannya 14. instruksikan pada
pengunjung untuk mencuci
12. menunjukkan tangan saat berkunjung dan
kemampuan untuk mencegah setelah berkunjung
timbulnya infeksi meninggalkan pasien
13. jumlah leukosit dalam 15. gunakan sabun anti

16
batas normal mikrobia untuk cuci tangan
14. menunjukkan perilaku 16. cuci tangan setiap
hidup sehat sebelum dan sesudah tindakan
keperawatan
17. gunakan baju, sarung
tangan sebagai alat pelindung
18. pertahankan lingkungan
aseptik selama pemasangan alat
19. ganti letak IV perifer
dan line sentral dan dressing
sesuai dengan petunjuk umum
20. tingkatkan intake nutrisi
21. berikan terapi antibiotik
bila perlu
infection protection (proteksi
terhadap infeksi):
12. monitor tanda dan
gejala sistematik dan lokal
13. monitor hitung
granulosit, WBC
14. monitor kerentanan
terhadap infeksi
15. batasi pengunjung
16. sering pengunjung
terhadap penyakit menular
17. pertahankan teknik
aspesis pada pasien yang
berisiko
18. pertahankan teknik
isolasi K atau P
19. berikan perawatan kulit
pada area epidema
20. infeksi kulit dan
membran mukosa terhadap
pemerahan, panas, drainase
21. infeksi kondisi luka atau
insisi bedah
22. dorong masukan nutrisi
yang cukup

17
23. dorong masukan cairan
24. dorong istirahat
25. intruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai resep
26. ajarkan pasien dan
kelarga tanda dan gejala infeksi
27. ajarkan cara
menghindari infeksi
28. laporkan kultur positif

8. Intoleransi NOC: NIC:


aktivitas b.d
ketidak d. activity tolerance Activity therapy:
seimbangan antara Kriteria hasil: 2. kolaborasikan dengan
suplai oksigen tenaga rehabilitasi medic dalam
dengan kebutuhan, 1. berpartisipasi dalam merencanakan program terapi
dyspneu setelah aktivitas fisik tanpa yang tepat
beraktifitas disertai peningkatan 3. bantu klien untuk
tekanan darah, nadi dan mengidentifikasi aktifitas yang
RR mampu dilakukan
2. mampu melakukan 4. bantu untuk memilih
aktivitas sehari-hari aktivitas konsisten yang sesuai
(ADLs) secara mandiri dengan kemampuan fisik,
3. tanda-tanda vital normal psikologi dan social
4. energy psikomotor 5. bantu untuk
5. level kelemahan mengidentifikasi dan
6. mampu berpindah: mendapatkan sumber yang
dengan atau tanpa diperlukan untuk mendapatkan
bantuan alat aktivitas yang diinginkan
7. status kardiopulmunari 6. bantu untuk
adekuat mendapatkan alat bantuan
8. sirkulasi status baik aktivitas seperti kursi roda dan
9. status respirasi: krek
pertukaran gas dan 7. bantu untuk
ventilasi adekuat mengidentifikasi aktifitas yang
disukai
8. bantu klien untuk
membuat jadwal latihan
diwaktu luang
9. bantu pasien/ keluarga
untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam beraktivitas
10. sediakan penguatan
positif bagi yang aktif
beraktivitas
11. bantu pasien untuk

18
mengembangkan motivasi diri
dan penguatan
12. monitor respon fisik,
emosi, social dan spiritual
9. Defisit perawatan NOC: NIC:
diri b.d kelemahan
fisik 3. mobility: physical Self-care assistance: bathing/
impaired hygiene:
Kriteria hasil: 5. pertimbangan budaya
pasien ketika mempromosikan
4. perawatan diri ostomi: aktifitas perawatan diri
tindakan pribadi 6. pertimbangkan usia
mempertahankan ostomi untuk pasien ketika mempromosikan
eliminasi aktifitas perawatan diri
5. perawatan diri: aktivitas 7. menentukan jumlah dan
kehidupan sehari-hari (ADL) jenis bantuan yang dibutuhkan
mampu untuk melakukan 8. tempat handuk, sabun,
aktifitas perawatan fisik dan deodorant, alat pencukur, dan
pribadi secara mandiri atau aksesoris lainnya yang
dengan alat bantu dibutuhkan disamping tempat
6. perawatan diri mandi: tidur atau dikamar mandi
mampu untuk membersihkan 9. menyediakan artikel
tubuh sendiri secara mandiri pribadi yang diinginkan
dengan atau tanpa alat bantu (misalnya deodorant, sikat gigi,
7. perawatan diri hygiene: sabun mandi, sampo, lotion,
mampu untuk mempertahankan dan produk aromaterapi)
kebersihan dan penampilan 10. menyediakan
yang rapi secara mandiri lingkungan yang terapeutik
dengan atau tanpa alat bantu dengan memastikan hangat,
8. perawatan diri hygiene santai, pengalaman pribadi dan
oral: mampu untuk merawat personal
mulut dan gigi secara mandiri 11. memfasilitasi gigi
dengan atau tanpa alat bantu pasien menyikat
9. mampu 12. memfasilitasi diri mandi
mempertahankan mobilitas pasien, sesuai
yang diperlukan untuk ke kamar 13. memantau pembersihan
mandi dan menyediakan kuku, menurut kemampuan
perlengkapan mandi perawatan diri pasien
10. membersihkan dan 14. memantau integritas
mengeringkan tubuh kulit pasien
11. mengungkapkan secara 15. menjaga kebersihan
verbal kepuasan tentang ritual
kebersihan tubuh dan hygiene 16. memfasilitasi
oral pemeliharaan rutin yang biasa
pasien tidur, isyarat sebelum
tidur/ alat peraga, dan benda-
benda asing (misalnya untuk
anak-anak, cerita, selimut/
mainan, goyang, dot, atau

19
favorit, untuk orang dewasa
sebuah buku untuk membaca
atau bantal dari rumah),
sebagaimana sesuai
17. mendorong orang tua/
keluarga partisipasi dalam
kebiasaan tidur biasa
18. memberikan bantuan
sampai pasien sepenuhnya
dapat mengasumsikan.

20
LAMPIRAN

A. Konsep dasar empiema


Definisi Empiema
Empiema adalah terkumpulnya cairan purulent (pus) didalam rongga pleura.
Awalnya, cairan pleura adalah encer dengan jumlah leukosit rendah, tetapi sering kali
menjadi stadium fibropurulen dan akhirnya sampai pada keadaan dimana paru-paru tertutup
oleh membrane eksudat yang kental. Hal ini dapat terjadi jika abses paru meluas sampai
rongga pleura. Meskipun empyema sering kali disebabkan oleh komplikasi dari infeksi
pulmonal, namun tidak jarang penyakit ini terjadi karena pengobatan yang terlambat(salemba
medika, 2009, hal 134).
Empyema diakibatkan oleh perluasan infeksi dari struktur yang berdekatan dan dapat
merupakan komplikasi dari pneumonia, abses paru-paru atau perforasi kasinoma ke dalam
rongga pleura. Empyema yang tak ditangani dengan drainase yang baik dapat membahayakan
dinding torak. Eksudat akibat peradangan akan mengalami organisasi dan terjadi perlekatan
fibrosa antara pleura parietalis dan viseralis.

Etiologi
Empyema dapat terjadi karena infeksi idiopatik atau dapat berkaitan dengan
pneumonitis, karsinoma, perforasi, atau rupture esophagus ( Kapita Selekta Penyakit,Hal 191)
Empyema dapat terjadi karena
1. Infeksi paru atau dada, seperti pneumonia atau tuber kulosis
2. Paru kolaps atau cedera dada
3. Keganasan pada bagian lain dari tubuh
4. Penyakit vascular kolagen, seperti lupus eritemalosis sistemik
5. Infeksi pada bagian lain dari tubuh yang telah menyebar ke dada
6. Gagal jantung kongensif
7. Gangguan ginjal
8. Gangguan hati
Manifestasi klinis
Tanda-tanda utama empyema adalah (salemba medika, 2009, 134):
Demam, keringat malam
Nyeri pleural
Dyspnea
Anoreksia dan penurunan berat badan
Auskultasi dada, ditemukan penurunan suara napas
Perkusi dada, suara flatness
Palpasi, ditemukan penurunan fremitus

Jika klien dapat menerima terapi antimikroba, manifestasi klinis akan dapat dikurangi.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil dari foto rontgen torak (chest x-ray) dan torasentesis.

Anatomi dan fisiologi


Tubuh kita membutuhkan asupan oksigen yang konstan untuk menyokong
pernapasan. Sitem pernapasan atau respirasi membawa oksigen melalui jalan napas paru ke
alveoli, yang kemudian oksigen akan mengalami difusi kedarah untuk ditransportasikan ke
seluruh tubuh. Proses ini sangat penting sehingga kesulitan dalam bernapas dirasakan sebagai
kondisi yang mengancam jiwa.

21
Dengan bernafas setiap sel dalam tubuh menerima persediaan oksigennya dan pada
saat yang sama melepaskan produk oksidasinya. Oksigen yang bersenyawa dengan karbon
dan hydrogen dari jaringan memungkinkan setiap sel melangsungkan sendiri proses
metabolismenya, yang berarti pekerjaan selesai dan hasil buangan dalam bentuk karbon
dioksida (CO ) dan air (H O) dihilangkan.
2 2

Saluran pernapasan terbagi atas dua bagian, yaitu saluran pernapasan atas dan saluran
pernapasan bawah. Dimana saluran pernapasan atas terdiri dari rongga hidung, faring, dan
laring. Sedangkan saluran pernapasan bagian bawah tersusun dari trakea, bronki primer
dekstra dan sinistra, bronki segmentalis, bronki subsegmentalis dan bronkiolus terminalis.

Anatomi dan fisiologi Pleura:


Pleura adalah membrane serosa yang membungkus paru sebagai kantong denagn dua
dinding. Pleura viseralis membungkus paru dan fisura antara kedua lobus paru. Pleura
parietalis membungkus paru dari dalam pada setiap hemitoraks, mediastinum, dan puncak
diafragma, kemudian bergabung dengan pleura viseralis pada hilus (suatu celah pada
permukaan medial paru, dimana cabang utama bronkus, pembuluh darah pulmonal dan saraf
masuk ke paru).
Dalam keadaan normal, tidak ada ruangan antara kedua pleura, ruang pleura adalah
ruangan potensial antara kedua lapis pleura. Suatu lapisan film tipis (hanya beberapa
millimeter) yang terdiri atas cairan serosa berperan sebagai suatu lubrikan pada ruangan
potensial ini. Cairan ini juga menyebabkan membrane pleura yang lembab saling melekat,
menyebabkan suatu tekanan menarik yang membantu menyatukan paru pada posisi
mengembang karena pleura parietal melekat pada sangkar rusak. Aksi pleura ini analog
dengan memasangkan kedua lembar kaca dengan suatu lapisan film yang tipis. Sangat sulit
memisahkan kedua lembaran kaca pada sudut tegak lurus, melainkan kedua lembar ini saling
bergeser satu sama lain. Oleh karena sifat pasangan ini, gerakan pada paru sangat terikat

22
dengan gerakan dada. Jika udara atau peningkatan jumlah cairan serosa, darah atau pus
terakumulasi pada ruang toraks, paru akan terkompresi dan diikuti dengan kesulitan dalam
bernapas. Kondisi ini dapat terjadi pada pneumotoraks (udara pada ruang pleura) atau
hemotoraks (darah pada ruang pleura) dan efusi pleura (cairan pada ruang pleura).

Pleura dari interna ke eksterna dibagi atas 2 bagian:


1. Pleura visceralis/ pulmonis yaitu pleura yang langsung melekat pada permukaan
pulmo
2. Pleura parietalis: bagian pleura yang berbatasan dengan dinding thorax.

Pleura parietal berdasarkan letaknya terbagi atas:


1. Cupula pleura (pleura cervicalis): merupakan pleura parietalis yang terletak di atas
costa, namun tidak melebihi dari collum costaenya. Cupula pleura terletak setinggi 1-
1,5 inchi diatas 1/3 medial os. Clavicula
2. Pleura parietalis pars costalis: pleura yang menghadap ke permukaan dalam costae,
cartilage costae, SIC/ ICS, pinggir corpus vertebrae, dan permukaan belakang os,
sternum.
3. Pleura parietalis pars diaphragmatica: pleura yang menghadap ke diaphragm
permukaan thoracal yang dipisahkan oleh fascia endothoracica
4. Pleura parietalis pars mediastinalis (medialis): pleura yang menghadap ke
mediastinum/ terletak dibagian medial dan membentuk bagian lateral dari
mediastinum

Refeksi pleura:

23
1. Refeksi vertebrae: pleura costalis melanjut sebagai pleura mediastinalis di depan
columna vertebralis membentuk refleksi vertebrae yang membentang dari SIC I-XII
2. Refleksi costae: pleura costalis melanjut sebagai pleura diaphragmatica membentuk
refleksi costae
3. Refleksi sterna: pleura costalis melanjut sebagai pleura mediastinalis dibelakang dari
Os. Sternum membentuk refleksi sterna
4. Pleura mediastinalis melanjut sebagai pleura diaphragm

Garis refleksi pleura adalah garis refleksi pleura antara pleura dextra dan sinistra terdapat
perbedaan yakni:
1. Garis refleksi pleura dextra: garis refleksi dimulai pada articulation sternoclavicularis
dextra lalu bertemu kontralateral nya di planum medianum pada angulus ludovichi/
angulus Louis setinggi cartilage costae II. Lalu berjalan ke caudal sampai di posterior
dari proc. Xiphoideus pada lenia mediana anterior/ linea midsternalis menyilang sudut
xiphocostalis menuju cartilage costae VIII pada linea midclavicularis, menyilang
costae X pada linea axillaris media dan menyilang cartilage costa XII pada collum
costaenya.
2. Garis refleksi pleura sinistra: garis refleksi dimulai pada articulation sterno
clavicularis sinistra lalu bertemu kontralateralnya di planum medianum pada angulus
Louis setinggi cartilage costae II. Lalu berjalan turun sampai cartilage costa IV dan
membelok ditepi sternum lalu mengikuti cartilage costa VIII pada linea
midclavicularis dan menyilang costae X pada linea axillaris anterior dan menyilang
costa XII pada collum costaenya (nuha medika, 2013, hal 168)

5. Klasifikasi
Empyema dibagi menjadi dua stadium (salemba medika, 2009, 134):
Empyema akut
Terjadi akibat infeksi sekunder dari tempat lain, bukan primer dari pleura. Pada
permulaan gejala-gejalanya mirip dengan pneumonia, yaitu panas tinggi dan nyeri dada
pleuritik. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda-tanda cairan dalam rongga pleura.
Bila pada stadium ini dibiarkan beberapa minggu, maka akan timbul teksomia, anemia dan
clubbing finger. Jika nanah (pus) tidak segera dikeluarkan akan timbul fistel bronkopleural.
Adanya fistel ditandai dengan batuk yang makin produktif, bercampur nanah dan darah
masif, dan kadang bisa menyebabkan sufokasi (mati lemas).
Empyema karena pneumotorak pneumonia, timbul setelah cairan pneumonia
membaik. Sebalikya pada streptococcus pneumonia, empyema timbul sewaktu masih akut.
Pneumonia karena basil gram negative, misalnya E.coli atau Bakterioids sering kali
menimbulkan empyema.
Empyema kronis
Batas yang tegas antara empyema akut dan kronis sukar ditentukan. Disebut kronis
jika empyema berlangsung selama lebih dari tiga bulan. Pada saat itu, penderita akan
megeluh badannya terasa lemas, kesehatan makin mundur. Pucat, clubbing fingers, dada
datar, dan ditemukan adanya tanda-tanda cairan pleura. Bila terjadi fibrotorak, maka trakea
dan jantung akan tertarik ke sisi yang sakit.

6. Patofisiologi
Keseimbangan antara tekanan osmotic dan hidrostatik dalam kapiler pleura parietalis
secara normal akan menghasilkan gerakan cairan kedalam rongga pleura. Tekanan yang
seimbang dalam kapiler pleura viseralis meningkatkan reabsorpsi cairan ini. Tekanan

24
hidrostatik yang berlebihan atau tekanan osmotic yang menurun dapat menyebabkan cairan
berlebihan tersebt mengalir melintasi kapiler yang utuh. Akibatnya, akan terjadi efusi pleura
transudatif, yaitu ultrafiltrat plasma yang mengandung protein dengan konsentrasi rendah.
Empyema biasanya menyertai infeksi pada rongga pleura, yang terjadi karena peluasan
infeksi dari struktur di dekatnya (Salemba Medika,hal 134)
Akibat invasi basil piogenik ke pleura, maka akan timbul peradangan akut yang
diikuti dengan pembentukan eksudat serosa. Dengan banyaknya sel-sel PMN baik yang hidup
maupun mati serta meninngkatnya kadar protein, maka cairan menjadi keruh dan kental.
Adanya endapan-endapan fibrin akan membentuk kantong-kantong yang melokalisasi nanah
tersebut. Apabila nanah menembus bronkus, maka timbul fistel bronkopleura yang
menembus dinding torak dan keluar melalui kulit yang disebut empyema nessensiatis.
Stadium ini masih disebut empyema akut yang lama kelamaan akan menjadi kronis (salemba
medika, 2009, 134)
Perkembangan keadaan empyema dibagi menjadi 3 :
Fase eksudat
Cairan pleura ini biasanya jernih, meskipun viskositas leboh tinggi dibandingkan
transudat. Pemeriksaan kimia darah akan terlihat kenaikan protein. LDH dan glukosa rendah.
Pemeriksaan mikroskopis akan terlihat leukosit yang meninggi dan pada tuberculosis lebih
banyak limfosit dari pada neutrophil, mungkin pula ditemukan kuman.
Fase fibropurulen
Pus kental dan mengandung fibrin-fibrin yang menyulitkan pengeluaran pus dengan
fungsi atau bahkan dengan WSD.
Fase organisasi
Organisasi pus menyebabkan pus akan bersepta-septa atau lokulasi. Dengan adanya
organisasi juga menyebabkan penebalan pleura viseralis yang akan menyebabkan hambatan
pengembangan paru.

7. Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan empyema (salemba medika, 2009, hal 134):
a. Pengosongan nanah
Prinsip penatalaksanaan ini seperti umumnya yang dilakukan pada abses untuk mencegah
efek toksiknya.
1. Closed drainage-tube toracostorry water sealed drainage dengan indikasi:
a) Nanah sangat kental dan sukar diaspirasi
b) Nanah terus terbentuk setelah dua minggu
c) Terjadinya piopneumotorak

WSD dapat juga dibantu dengan pengisapan negative sebesar 10-20 cm H O. Jika setelah
2

3-4 minggu tidak ada kemajuan, harus ditempuh cara lain seperti pada empyema kronis.
2. Drainage terbuka (open drainage)
Dilakukan dengan menggunakan kateter karet yang besar, oleh karenanya diserta juga
dengan reaksi tulang iga. Open drainage ini dikerjakan pada empyema kronis, hal ini bisa
terjadi akibat pengobatan yang terlambat atau tidak adekuat, misalnya aspirasi yang
terlambat/ tidak adekuat, drainase tidak adekuat atau harus sering mengganti/ membersihkan
drain.
b. Antibiotik
Mengingat kematian utama karena sepsis, maka antibiotic memegang perana penting.
Antibotik harus segera diberikan begitu diagnosis ditegakkan dan dosisnya harus adekuat.
Pemilihan antobiotik didasarkan pada hasil pengecatan gram dan asupan nanah. Pengobatan

25
selanjutnya bergantung pada hasil kultur dan sensitivitasnya. Antibiotika dapat diberikan
secara sistematik atau topical. Biasanya diberikan penicillin.
c. Penutupan rongga empyema
Pada empyema menahun sering kali rongga empyema tidak menutup karena penebalan
dan kekakuan pleura. Pada keadaan demikian dilakukan pembedahan (dekortikasi) atau
torakoplasti.
1. Dekortikasi
Tindakan ini termasuk operasi besar, dilakukan dengan indikasi berikut:
a) Drain tidak berjalan baik karena banyak kantong-kantong
b) Letak empyema sukar dicapai oleh drain
c) Empyema totalis yang mengalami organisasi pada pleura viseralis
2. Torakoplasti
Alternative untuk torakoplasti diambil jika empyema tidak kunjung sembuh karena
adanya fistel bronkopleural atau tidak mungkin dilakukan dekortikasi. Pada pembedahan ini
segmen dari tulang iga dipotong subperiosteal. Dengan demikian dinding torak jatuh ke
dalam rongga pleura karena tekanan atmosfir.
d. Pengobatan kausal
Misalnya pada subfrenik abses dengan drainase subdiafragmatika, tetapi spesifik pada
amoebiasis dan sebagainya
e. Pengobatan tambahan
Perbaiki keadaan umum, fisioterapi untuk membebaskan jalan napas (Salemba Medika,Hal
136)

8. Komplikasi
Komplikasi empyema :
1. Pleuritis
2. Pericarditis
3. Septicemia
4. Meningitis
5. Endocarditis
6. Abses otak

26
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Empiema adalah terkumpulnya cairan purulent (pus) di dalam rongga pleura.
Awalnya cairan pleura adalah encer dengan jumlah leukosit rendah, tetapi seringkali menjadi
stadium fibropurulen dan akhirnya sampai pada keadaan dimana paru-paru tertutup oleh
membrane eksudat yang kental.(salemba medika)
Empyema merupakan penumpukan psu dan jaringan nekrotik didalam rongga pleura.
Darah (hemotoraks) dan kilus atau cairan getah bening (kilotoraks) dapat pula terkumpul di
daerah ini (kowalak, Jennifer p, 2012, hal 250).
Empyema diakibatkan oleh perluasan infeksi dari struktur yang berdekatan dan dapat
merupakan komplikasi dari pneumonia, abses paru-paru atau perforasi kasinoma ke dalam
rongga pleura. Empyema yang tak ditangani dengan drainase yang baik dapat membahayakan
dinding torak. Eksudat akibat peradangan akan mengalami organisasi dan terjadi perlekatan
fibrosa antara pleura parietalis dan viseralis.

SARAN
Semoga dengan kita mengetahui apa itu penyakit Empiema. Gejala awalnya,
penyebab, perkembangan penyakit nya, serta menifestasi klinisnya. Dan kita sebgai seorang
perawat kita bisa memberikan asuhan keperawatan kepada orang yang menderita empyema.

27

Anda mungkin juga menyukai