Anda di halaman 1dari 46

10 WASIAT USTAD MUKHLAS ALI GUFRON

Oleh:  Ustadz Mukhlas (Ali Ghufran al-Tanjuluni hafidzahullah)

Kepada segenap kaum muslimin yang kami cintai hafidzhahullah… Mudah-mudahan kalian
senantiasa dilindungi Allah Ta’ala dari godaan, jeratan, jebakan, penipuan, penyesatan dan
pemalsuan syetan yang terajam lagi terkutuk.

Perkenankanlah kepada kami untuk menyampaikan beberapa wasiat dan pesan-pesan yang
hendak kami sampaikan berikut ini, sebagai bentuk kecintaan kami kepada seluruh kaum
muslimin.

[1]. Wasiat Pertama

Pegang teguhlah baik-baik seluruh wasiat yang telah Allah Ta’ala dan Rasul-Nya wasiatkan
dalam Al Qur’an dan As-Sunnah, dan berusahalah dengan sungguh-sungguh untuk
mengamalkannya.

[2]. Wasiat Kedua

Ingatlah bahwasanya diri kita diciptakan Allah Ta’ala, semata-mata untuk beribadah kepada-
Nya, (Q.S. Adz-Dzariyat (51): 56). Untuk mentauhidkan-Nya dan menghambakan diri kepada-
Nya saja dengan membebaskan diri dari segala bentuk penghambaan kepada makhluk dalam
segala aspek kehidupan. Oleh karena itu, bebaskanlah diri-diri kalian dari segala bentuk syirik;
syirik pada asma’ dan shifat-Nya, pada rububiyah-Nya, pada uluhiyah-Nya, pada perintah-
perintah-Nya, pada hukum-hukum-Nya dan keputusan-keputusan-Nya. Bebaskanlah diri kalian
dari segala bentuk syirkul qubur (syirik yang berhubungan dengan kuburan, seperti menjadikan
orang-orang yang sudah mati menjadi ilah (Tuhan), meminta kepada arwah-arwah, membuat
patung, kubah-kubah dan menyembahnya, dan lain sebagainya), dan bebaskan pula diri kalian
dari segala bentuk syirkul qushur (syirik yang berhubungan dengan istana, seperti menjadikan
para thawaghit sebagai tuhan-tuhan kecil, memberikan hak kepada mereka untuk membuat
syariat dan hukum yang bertentangan dengan syariat Allah). Dua bentuk syirik tersebut telah
diuraikan dengan gamblang oleh ulama-ulama kita, antara lain Asy-Syaikh Muhammad bin
Abdul Wahhab rahimahullah, dalam kitab Tauhid nya, dan Asy-Syahid —insya Allah— Sayyid
Qutb rahimahullah dalam bukunya, Ma’alim Fith-Thoriq,  buku Fie Dhilalil Qur’an dan
sebagainya.

Kedua bentuk syirik yang berbahaya tersebut, telah diramalkan oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa salam dalam sebuah haditsnya yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Abu Daud
dengan sanad yang shahih dari Tsauban maula Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam,
bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,

‫ق‬َ ‫سا َعةُ َحتَّى تَ ْل َح‬ َّ ‫ض َع ال َّسيْفُ فِي أُ َّمتِي لَ ْم يُرْ فَ ْع َع ْنهَا إِلَى يَوْ ِم ْالقِيَا َم ِة َواَل تَقُو ُم ال‬ ِ ‫َوإِنَّ َما أَ َخافُ َعلَى أُ َّمتِي اأْل َئِ َّمةَ ا ْل ُم‬
ِ ‫ضلِّينَ َوإِ َذا ُو‬
َ‫ش ِر ِكينَ َو َحتَّى تَ ْعبُ َد قَبَائِ ُل ِمنْ أُ َّمتِي اأْل َ ْوثَان‬ ْ ‫قَبَائِ ُل ِمنْ أُ َّمتِي بِا ْل ُم‬

Artinya:

“Sesungguhnya termasuk sesuatu yang aku takuti menimpa umatku adalah para pemimpin
(agama maupun politik) yang menyesatkan…Dan tidak akan terjadi hari kiamat sampai
beberapa kabilah dari umatku yang bergabung dengan kaum musyrikin, dan sampai ada
beberapa kabilah dari umatku yang menyembah berhala.” (Hadits Hasan Riwayat, Ibnu Majah
dan Abu Daud)[[1]].
Subhanallah! Ramalan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam tersebut benar-benar terjadi dan
bisa kita saksikan pada hari ini. Berapa banyak orang-orang yang mengaku beragama Islam
tetapi menyembah berhala dengan segala ragamnya. Begitu juga tidak sedikit, bahkan sulit kita
mencari alat canggih untuk menghitungnya, sebagian dari umat ini yang bergabung dengan
orang-orang musyrik, baik zionis, salibis, komunis,  maupun yang lainnya dengan mengikuti
agama sekulerismenya, kapitalismenya, demokrasinya, liberalismenya, sosialismenya dan lain
sebagainya.

[3]. Wasiat Ketiga

Jika kalian ingin selamat dalam arti kata yang sebenarnya di dunia maupun di akherat, maka
ikutilah jalan yang lurus (Ash-Shirathal Mustaqim), yaitu jalannya orang-orang yang telah Allah
berikan nikmat kepada mereka (Q.S Al Fatihah (1): 7), dari para anbiya’, para shiddiqin, para
syuhada, dan para shalihin, (Q.S. An-Nisa’ (4): 69), dan janganlah kalian mengikuti jalan orang-
orang yang dimurkai (Yahudi dan semacamnya), dan jalan orang-orang yang tersesat (Nasrani
dan semacamnya) (Q.S Al Fatihah (1): 7). Ikutilah jalan yang satu yaitu jalan Allah yang lurus
dan jangan mengikuti jalan-jalan yang beraneka ragam, jalan Iblis dan syetan (Q.S. Al-An’am
(6): 153).

Masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhannya, satu-satunya Ad-Dien  yang dapat
mengantarkan seseorang dapat mencapai kebahagiaan dunia dan akherat, hanya Islam sajalah
yang dapat memasukkan pemeluknya ke dalam surga, sedang isme-isme selain Islam seperti :
Yahudi, Nasrani, Majusi, Hindu, Budha, Khong Hu Chu, Kejawen, Komunisme, Marxisme,
Leninisme, Sosialisme, Sekulerisme, Kapitalisme, Liberalisme, Permissifisme, Demokrasi,
Nasionalisme, Ba’atsisme dan lain sebagainya, sebab jika kalian menapaki langkah-langkah
syetan ini kalian akan terpelanting dari jalan yang lurus dan akan keluar dari padanya.
Jika kalian masih mengaku sebagai orang-orang yang beragama Islam, ikutilah Islam yang benar
sebagaimana Islam yang dibawa oleh Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam, Islam
yang dipeganginya dan diperjuangkannya, bersama para shahabat-shahabatnya radiyallahu
‘anhum ajma’in, lalu diteruskan oleh para tabi’in dan para pengikutnya rahimahumullah. Dan
jangan mengikuti Islam yang sesuai dengan selera hawa nafsu kalian, yang diridhai dan diingini
oleh orang-orang kafir dan orang-orang munafiq. Ingat bahwasanya Islam yang benar itu tidak
akan pernah disukai oleh mereka sampai hari kiamat. Mereka membagi Islam dan kaum
muslimin menjadi dua kelompok (ma’af untuk ini kami terpaksa menggunakan pembagian tolol
mereka).

(a)      Kelompok Fundamentalis, Radikal, Ekstrem, Teroris dan sebagainya.

(b)     Kelompok Moderat, sederhana, bertolak ansur, kompromi, tidak mau kekerasan, mau
menjilat pantat orang-orang kafir dan sebagainya.[[2]]

Sebenarnya kesimpulannya sangat mudah, penggembala kerbau yang tak pernah mengenal pensil
dan kertaspun bisa menyimpulkan bahwa bagian (a), adalah Islam Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa salam, para shahabat radiyallahu ‘anhum dan para pengikutnya hingga hari kiamat,
sedang kelompok (b), adalah Islam Abdullah bin Ubay bin Salul (Gembong munafiq era
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam-ed), dan para pengikutnya hingga hari kiamat. Maka
masalahnya tinggal terserah kalian, kalian mau mengikuti dan mendukung Islam Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa salam atau Islam Abdullah bin Ubay bin Salul. Untung dan
ruginya kembali kepada diri kalian sendiri. Seandainya seluruh kaum muslimin yang ada di bumi
ini memilih, mengikuti dan mendukung Islam yang dikehendaki oleh orang-orang kafir dan
orang-orang munafiq seperti yang dikehendaki oleh Bush dan antek-anteknya -laasamahallaahu-
hal ini tidak memberi madhorot sedikitpun terhadap Allah Ta’ala, dan Allah Ta’ala akan
mendatangkan kaum yang baru untuk menggantikan mereka yang siap untuk mendukung dan
memperjuangkan Islam yang benar, yang diantara sifat-sifatnya sebagai berikut:

1.    Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai Allah.

2.    Bersikap lemah lembut terhadap orang-orang mukmin.

3.    Bersikap keras terhadap orang-orang kafir.

4.    Berjihad di jalan Allah (berperang fie sabilillah).

5.    Dan tidak takut kepada celaan orang-orang yang suka mencela.

Inilah sifat-sifat generasi yang menggantikan kaum munafiqin dan kaum murtaddin yang
meninggalkan dienul Islam yang benar (Q.S. Al-Maidah (5): 54).
“Demikianlah sunnatullah, dan sekali kali kalian tidak akan mendapatkan perubahan dan
penyimpangan bagi sunnatullah” (Q.S. Faathir (35): 43).

[4]. Wasiat Keempat

Camkan pada diri kalian beberapa prinsip penting dibawah ini.

a)    Tujuan hidup kita adalah untuk mencari ridha Allah ta’ala dengan mengikuti Sunnah Nabi-
nya, shallallahu ‘alaihi wa salam.

b)    Iman dan tauhid kita adalah sebagaimana iman dan tauhid salaf (para shahabat, tabi’in dan
tabi’ut tabi’in radhiyallohulahum wa rahimahullahu lahum ajma’iin).

c)    Kita memahami Islam sebagaimana yang difahami oleh ulama-ulama salaf yang tsiqat lagi
terpercaya.

d)   Target hidup kita adalah untuk memperhambakan manusia kepada Allah satu-satunya dan
membebaskan diri kita dan mereka dari memperhambakan diri kepada manusia, atau makhluk,
dengan menegakkan kembali daulah dan khilafah, sebab tanpa keduanya mustahil target ini dapat
tercapai, hanya orang yang bodoh dan tidak memahami hakekat dienul Islam saja, yang
memandang remeh urusan ini. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir I/75, yang menerangkan akan wajib
menegakkan hal tersebut).

e)    Kita bermuamalat dan berwala’ kepada Allah Ta’ala, Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa
salam, dan orang-orang yang beriman.

f)     Kita bersikap bara’ dan bermu’amalat terhadap musuh-musuh Allah ta’ala, musuh-musuh
Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa salam, dan musuh-musuh orang-orang beriman dari syetan-
syetan manusia maupun syetan-syetan jin.

g)    Jalan perjuangan kita dengan dakwah, amar makruf dan nahi mungkar (yang sesuai dengan
sunnah), dan dengan Jihad jika mampu. Jika tidak mampu dengan i’dad, jika tidak mampu i’dad
dengan hijrah, jika tidak mampu berhijrah dan tidak ada jalan, maka dengan uzlah,
(meninggalkan dan menyingkir dari seluruh jalan-jalan syetan dan kelompok-kelompok yang
batil, termasuk demokrasi)

h)    Demokrasi adalah jalan Iblis dan syetan, jalan orang-orang kafir yang sekuler, ladiniyah
(sekulerisme, ed), yang tidak beragama dengan agama yang benar, jalan yang kufur lagi syirik
yang diantara prinsip batilnya, sesatnya, kufurnya dan syiriknya adalah bahwasanya “Kedaulatan
di Tangan Rakyat”, sedang menurut Dienul Haq, bahwa “Kedaulatan adalah di Tangan Allah
Rabbul ‘Alamiin”, satu-satunya. Inilah perbedaan antara Tauhid dan Syirik. Oleh karena itu
demokrasi sebenarnya hanya merupakan perangkap yang dipasang oleh musuh-musuh Islam dan
ia tak ubahnya seperti fatamorgana belaka bagi para peminatnya[[3]], di dunia sampai hari kiamat
tidak akan menang dalam arti kata yang sebenarnya (tidak dapat menegakkan daulah
sebagaimana yang dituntut syariat), dan diakherat terancam dengan siksa neraka karena
mengikuti jalan yang bukan jalan orang yang beriman (Q.S. (4): 15)

i)     Bekal kita untuk menggapai tujuan dan target adalah ilmu dan taqwa, yakin dan tawakkal,
syukur dan sabar, zuhud di dunia dan Itsar (lebih mementingkan) kehidupan akherat, cinta jihad
dan mati syahid di jalan Allah.

[5]. Wasiat Kelima

Jauhkanlah diri kalian dari bid’ah, ahli bid’ah dan kelompok-kelompok bid’ah dengan segala
bentuknya, baik bid’ah dalam segi nusuk (penyembelihan/pengorbanan) dan ibadah, maupun
dalam segi tashawwur dan manhaj. Ikutilah dan kembalilah kepada sunnah, Ahlussunnah dan
kelompok-kelompok Ahlussunnah, sebab hanya golongan Ahlussunnah Wal Jama’ah sajalah
yang dijamin Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam, sebagai satu-satunya Al-Firqoh An-
Najiyah, yaitu kelompok yang terselamatkan dari api neraka. Berusahalah untuk bergabung
dengan Firqoh An-Najiyah Al Manshurah (kelompok yang dijamin selamat dari api neraka dari
yang mendapat pertolongan Allah ta’ala), yaitu Al-Jama’ah Al-Jihadiyah As-Salafiyah
sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam, yang diriwayatkan Imam Muslim
dari shahabat Jabir bin Abdullah radiyallahu ‘anhum

ِّ ‫صلَّى هَّللا َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَقُو ُل اَل تَ َزا ُل طَائِفَةٌ ِم ْن أُ َّمتِي يُقَاتِلُونَ َعلَى ْال َح‬
‫ق ظَا ِه ِرينَ إِلَى يَوْ ِم‬ ُ ‫ يَقُو ُل َس ِمع‬،‫ع َْن َجابِ ٍر بن عبد هللا‬
َّ ِ‫ْت النَّب‬
َ ‫ي‬
‫ْالقِيَا َم ِة‬

Artinya: “Akan senantiasa ada segolongan dari umatku yang berperang membela kebenaran
dengan mendapat pertolongan Allah hingga datangnya hari kiamat…“(H.R.Imam Muslim)[[4]]

[6]. Wasiat Keenam

(A). Waspadailah, jauhilah dan tinggalkanlah para penyeru ke pintu-pintu neraka Jahannam,
karena pada diri mereka tidak ada setitikpun dari kebaikan. Adanya hanya keburukan, kejahatan
dan kemungkaran. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Imam
Muslim dari shohabat Hudzaifah radiyallahu ‘anhum dinyatakan yang maksudnya[[5]] :

‫ت‬ُ ‫صلَّى هَّللا َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ع َِن ْال َخي ِْر َو ُك ْن‬
َ ِ ‫يس ْال َخوْ اَل نِ ُّي أَنَّهُ َس ِم َع ُح َذ ْيفَةَ ْبنَ ْاليَ َما ِن يَقُو ُل َكانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ َرسُو َل هَّللا‬
َ ‫َح َّدثَنِي أَبُو ِإ ْد ِر‬
‫أَسْأَلُهُ َع ِن ال َّشرِّ َمخَ افَةَ أَ ْن يُ ْد ِر َكنِي‬.

َ َ‫ فَهَلْ بَ ْع َد هَ َذا ْال َخي ِْر ِم ْن َشرٍّ ؟ ق‬.‫ فَ َجا َءنَا هَّللا ُ بِهَ َذا ْالخَ ي ِْر‬.ٍّ‫ إِنَّا ُكنَّا فِي َجا ِهلِيَّ ٍة َو َشر‬,ِ ‫ت يَا َرسُو َل هَّللا‬
‫ال نَ َع ْم‬ ُ ‫ فَقُ ْل‬.

َ َ‫ك ال َّشرِّ ِم ْن خَ ي ٍْر؟ ق‬


‫ال نَ َع ْم َوفِي ِه َدخَ ٌن‬ ُ ‫قُ ْل‬.
َ ِ‫ت َوهَلْ بَ ْع َد َذل‬
‫ْرفُ ِم ْنهُ ْم َوتُ ْن ِك ُر‬ ُ ‫قُ ْل‬.
ِ ‫ت َو َما َدخَ نُهُ ؟ قَا َل قَوْ ٌم يَ ْه ُدونَ بِ َغي ِْر هَ ْديِي تَع‬

ُ‫ب َجهَنَّ َم َم ْن أَ َجابَهُ ْم إِلَ ْيهَا قَ َذفُوهُ فِيهَا‬


ِ ‫ ؟ قَا َل نَ َع ْم ُدعَاةٌ إِلَى أَ ْب َوا‬ ‫ت فَهَلْ بَ ْع َد َذلِكَ ْال َخي ِْر ِم ْن َش ٍّر‬
ُ ‫ ْل‬.

‫ص ْفهُ ْم لَنَا ! فَقَا َل هُ ْم ِم ْن ِج ْل َدتِنَا َويَتَ َكلَّ ُمونَ بِأ َ ْل ِسنَتِنَا‬ ُ ‫قُ ْل‬.
ِ ,ِ ‫ت يَا َرسُو َل هَّللا‬

‫ت فَ َما تَأْ ُم ُرنِي إِ ْن أَ ْد َر َكنِي َذلِكَ ؟ قَا َل ت َْل َز ُم َج َما َعةَ ْال ُم ْسلِ ِمينَ َوإِ َما َمهُ ْم‬
ُ ‫قُ ْل‬.

‫ت َوأَ ْنتَ َعلَى‬


ُ ْ‫ك ْال َمو‬
َ ‫ق ُكلَّهَا َولَوْ أَ ْن تَ َعضَّ بِأَصْ ِل َش َج َر ٍة َحتَّى يُ ْد ِر َك‬
َ ‫ت فَإ ِ ْن لَ ْم يَ ُك ْن لَهُ ْم َج َما َعةٌ َواَل إِ َما ٌم؟ قَا َل فَا ْعت َِزلْ تِ ْلكَ ْالفِ َر‬
ُ ‫قُ ْل‬
َ‫َذلِك‬

Hudzaifah radiyallahu ‘anhum berkata: “Adalah manusia bertanya kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa salam tentang kebaikan, sedang aku bertanya kepadanya tentang kejahatan, karena aku
khawatir ia akan menimpaku, maka aku katakan : “Hai Rasulullah! Sesungguhnya kami dahulu
berada dalam kejahiliyahan dan kejahatan lalu Allah mendatangkan kebaikan ini kepada kami,
maka apakah sesudah kebaikan ini ada kejahatan?” Beliau berkata, “Ya” Aku katakan lagi,
“Dan apakah sesudah kejahatan itu ada kebaikan?” Beliau bersabda “Ya, dan didalamnya ada
asap” aku katakan, “Apa asapnya?” beliau berkata, “Yaitu kaum yang memberi petunjuk dengan
bukan petunjukku, kamu kenali mereka dan kamu ingkari. ” Aku katakan lagi, “Maka apakah
sesudah kebaikan itu ada kejahatan?” Beliau berkata “Ya, para penyeru keatas pintu-pintu
Jahannam, barangsiapa menuruti mereka, kepadanya, mereka akan mencampakkannya, di
dalamnya.” Aku katakan, “Hai Rasulullah, sifatilah mereka untuk kami.” Beliau berkata,
“mereka sekulit dengan kita, dan berbicara dengan bahasa kita.” Aku katakan, “Apa yang
Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam, perintahkan kepadaku jika hal itu
menimpaku? ” Beliau bersabda, “Kamu lazimi (tetap atas) jama’atul muslimin dan imam
mereka.” Aku katakan, “Jika mereka tidak mempunyai Jama’ah dan Imam?” Beliau bersabda,
“Maka tinggalkanlah kelompok-kelompok itu semuanya, walaupun kamu menggigit akar pohon
sampai kematian menjemputmu, dan kamu tetap dalam keadaan seperti itu”[[6]] (Muttafaq Alaihi)
[[7]]
.

Para penyeru ke pintu-pintu Jahannam tersebut, meskipun mereka sekulit dengan kita, sebangsa
dengan kita, berbicara dengan bahasa kita, dengan kata lain mengaku beragama Islam, berbicara
atas nama Islam dan sepertinya membicarkan tentang urusan Islam dan kaum muslimin, tetapi
pada hakekatnya tidak ada kebaikan sama sekali pada diri mereka, yang ada hanyalah kejahatan
dan kemungkaran. Dan siapa  yang menuruti dan mengikuti seruan dan ajakan mereka akan
dicampakkan dalam neraka Jahannam –Al’iyadzubillah-. Siapakah mereka itu pada zaman
sekarang ini?

Berkata Ibnu Hajar rahimahumullah: Al-Qobisi mengatakan : “Mereka itu adalah orang-orang
yang pada lahirnya kelihatan berada diatas millah Islam, tetapi pada batinnya mereka orang-
orang yang menyelisihi Islam.” Fathul Bari Syarhu Shahih Bukhari 13/36.
Menurut Asy-Syaikh Al Mujahid Abu Abdullah bin Ladin : “Mereka antara lain adalah  para
penguasa murtaddin dan perangkat-perangkatnya, termasuk-ulama’-ulama’ Bal’am, mereka-
mereka ini siang malam senantiasa menyeru manusia ke pintu-pintu jahannam dengan
memalingkan manusia dari jalan yang lurus, menipu mereka dan menghalang-halangi dari jalan
Allah”. (rujuk Taujihat Manhajiyah I/15).

Menurut Asy-Syaikh Salman Al Audah : “Mereka, antara lain adalah para pengusung aliran-
aliran sesat kebendaan (materialisme), yaitu para pengusung Komunisme, Sosialisme,
Nasionalisme, Baatsisme, Sekulerisme, dan lain sebagainya, otak-otak mereka inilah menjadi
lahan yang subur bagi timur dan barat dalam  menyebarkan agama atau aliran mereka di negara-
negara kaum muslimin.” Katanya : “Kalau ulama’-ulama’ sunnah memasukkan ahlul ahwa’
seperti khawarij dan sebagainya termasuk dari golongan mereka, maka sangat mungkin untuk
memasukkan dalam golongan mereka setiap orang yang pura-pura menampakkan dirinya dengan
Islam dan pada hakekatnya mereka adalah zindiq, munafiq dan memusuhi Islam (Shifatul
Ghuraba : 221-223) ”.

Para penyeru ke pintu-pintu neraka Jahannam dari para pengusung agama materialisme Barat
maupun Timur yag berkedok dengan Islam, dengan berbagai status kehidupan sosialnya, dari
penguasa, menteri, tentara, polisi, dosen, mahasiswa, guru, pemuka-pemuka masyarakat, hingga
rakyat jelata. Orang-orang ini aneh bin ajaib dalam beragama, terutama yang keranjingan dan
keracunan agama Sekulerisme, yang dengan taqdir dan kehendak Allah Ta’ala hari ini sedang
naik pamornya dan menguasai dunia. Mereka mayoritasnya menjalankan agama Islam hanya
sebagai kuda tunggangan untuk memenuhi nafsu syahwatnya dan perutnya belaka.

Ada yang mengatakan Islam yang dibawa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam, tidak sesuai
dengan masa kini, ada yang mau menegakkan Islam diluar cara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
salam, menegakkannya.

Ada yang menganggap semua agama sama, ada yang mengatakan orang-orang Nasrani adalah
saudara kita.

Ada yang bilang prinsip-prinsip salaf dan pendapat-pendapatnya tidak sesuai lagi untuk masa
kini.

Ada yang berprinsip dimana ada maslahat disitu ada hukum Allah, mengukur maslahat sesuai
dengan selera hawa nafsunya.

Ada yang dengan tolol dan dungunya mengatakan bahwa wajah orang Nasrani meskipun di
dunia hitam, tetapi di akherat akan berseri-seri jika banyak berbuat kebaikan untuk kemanusiaan,
padahal orang-orang Nasrani dengan jelas mereka telah berbuat dusta terhadap Allah dengan
keyakinan trinitasnya dan sebagianya yang menurut nash Al Qur’an wajah mereka menjadi hitam
pada hari kiamat (Buka Al-Qur’an surat : Az-Zumar (39): 60).

Ada juga diantara mereka yang mengaku sebagai mufakkir (pemikir, cendekiawan) Islam.
Mereka sengaja lari dari istilah mujtahid, sebab dengan istilah itu mereka akan kebakaran
jenggotnya karena tidak memenuhi syarat sebagai mujtahid.

Ada sebagian dari kaum tersebut yang berupaya membuat ushul fiqih baru yang berbeda dan
bertentangan dengan ushul fiqh yang telah dibuat oleh Imam-Imam yang agung lagi terpercaya
seperti Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i dan sebagainya.

Ada yang memahami Iman dan Islam dengan filsafat Aristoteles (Aristotelian-ed) dan
sebagainya. Ada yang menganggap Islam adalah urusan pribadi dan seibut satu lagi pemikiran-
pemikiran dan pandangan-pandangan sampah yang tidak layak duduk dan tingal melainkan di
tong sampah. Oleh karena itu sekali lagi jauhilah dan tinggalkanlah orang-orang yang modelnya
seperti ini jika kalian ingin selamat dari api neraka

(B). Kenalilah musuh-musuh kalian dan tipudaya mereka sebagaimana yang telah Allah Ta’ala
dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa salam beritakan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, ingat!
Bahwasanya musuh selama-lamanya tetap musuh, lawan kapanpun tetap lawan, meskipun
bertopeng kawan. Serigala tetap serigala meskipun berkulit domba, musang tetap musang
walaupun berbulu ayam. Sadarlah singa tersenyum bukan mengucapkan salam kepada kalian
tetapi hendak menerkam dan membantai kalian, Zionis, Salibis, Komunis, Majusi dan Kafirin
lainnya serta antek-anteknya dari kaum zindiq dan munafiqun adalah musuh-musuh bebuyutan
kalian. Mereka adalah pembawa dan pembela panji-panji kebathilan, kufur, syirik nifaq dan
riddah, sedang kalian adalah pembawa dan pembela panji-panji kebenaran, Islam, Iman dan
Tauhid. Sudah menjadi Sunnatullah bahwasanya dua kelompok ini akan senantiasa bergolak dan
bertarung. (Q.S. An-Nisa’ (4): 76), (Q.S. Al-Hajj (22): 19-25). Dan lain sebagainya, pergolakan
dan pertarungannya adalah permanen hingga hari kiamat.

Maka dalam hal ini, hanya ada satu dari dua pilihan, apakah memihak kelompok yang membawa
panji-panji kebenaran atau yang mengusung panji kebatilan. Tidak ada pilihan yang ketiga, tidak
ada netral atau non blok dalam pergolakan ini. Kalau yang berperang Blok Barat
(Sekuler/Kapitalis) melawan Blok Timur (Komunis/ Sosialis), minimal kita bersikap netral dan
non blok. Kita tidak boleh memihak salah satu minimal dari keduanya atau ke dua-duanya, sebab
kedua-duanya adalah musuh bebuyutan kita. Jika mampu bahkan wajib memerangi kedua-
duanya sampai mereka tunduk dan dibawah kekuasaan Islam, dalam keadaan damai, keadilan
bisa ditegakkan, kemungkaran, kemaksiatan, perilaku keji dan kejahatan dapat dicegahdan
diredam. Setiap agama bebas menjalankan ibadahnya sesuai dengan keyakinannya masing-
masing dibawah perlindungan syariat Islam. Masing-masing merasa bebas dan merdeka hidup di
bawah naungan Islam, semuanya bisa menikmati kebahagian hidup sesuai dengan usahanya.
Tidak sebagaimana sekarang ini, karena yang memimpin dunia orang-orang tolol yang tidak
mengerti halal dan haram. Tidak memahami kebenaran, sehingga mengatur dunia mengikuti
hawa nafsunya, maka akibatnya seluruh penduduk bumi, teraniaya, berduka cita, menderita,
sengsara, tidak pernah mengecapi kebahagiaan lahir apalagi batin. Meskipun segala materi ada
dihadapannya –kecuali orang-orang yang dirahmati Allah- maka kembalilah kepada Islam secara
kaffah, sebab ia membawa rahmat bagi alam semesta. Jika Islam yang kalian ikuti tidak
sebagaimana Islam yang diikuti oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam dan para
shahabatnya radiyallahu ‘anhum, yang berkuasa di dunia dengan segala kehebatan dan
kekuatannya sehingga disegani oleh lawan-lawannya, maka jangan kalian mimpi Islam kalian
akan membawa rahmat bagi semesta alam.

Sebaliknya Islam kalian akan menjadi bahan permainan bagi musuh-musuh Islam, seperti
keadaan hari ini. Lihat Iblis Bush –laknatullahi alaihi-  yang senantiasa mendapat dukungan dari
penguasa munafiqin, dan ulama’-ulama’ Bal’amnya dengan sesuka hatinya mempermain-
mainkan Islam dan kaum muslimin dari hari ke hari.

Kalian tentu masih ingat ketika Iblis Ariel Sharon –laknatullahi alaihi- membunuh Asy-Syaikh
Ahmad Yassin dengan brutalnya, lalu dunia menyepakati untuk memboikot Israel. Tetapi negara
pelacur Amerika, negara syetan besar itu, dibawah pimpinan Iblis Bush –laknatullahi alaihi-
menggunakan hak hukum rimbanya (veto). Maka dengan kepongahan dan kebrutalan Bush –
laknatullahi alaihi- yang selalu memihak kepada Israel itu, mendapat kecaman dan ultimatum
langsung dari pemimpin-pemimpin mujahidin –Al-Hammas- Asy-Syaikh Abdul Aziz Rantisi
rahimahumullah bahwasanya Bush adalah musuh Islam dan beliau berjanji akan
membunuhnya[[8]]. Maka dengan tolol dan congkaknya si Iblis –laknatullahi alaihi- mengatakan,
antara lain “Bahwasanya kami tidak memerangi Islam, kami ingin mempersatukan Islam
dibawah demokrasi”. Coba fikirkan dengan akal sehat kalian, apalagi jika dengan iman sehat
kalian, mana ada penghinaan yang lebih menyakitkan dari kata-kata iblis tersebut terhadap kita,
sebagai kaum mukminin.

Manusia Drakula yang berbuat durjana membantai beribu-ribu kaum muslimin di sana-sini lalu
dengan pongahnya konon ingin mempersatukan kaum muslimin. Sebenarnya yang ingin
dipersatukan Bush –laknatullahi alaihi- adalah orang-orang munafiq, murtad. Mustahil bagi
seseorang yang masih ada iman sebiji iman dalam hatinya mau diimpin oleh Iblis, dan
mendukungnya bahkan mencintainya, merasa gembira jika Bush gembira, dan merasa sedih jika
Bush ditimpa bencana. Sebaliknya jika mujahidin mendapat kebaikan, mereka tidak senang dan
jika mujahidin tertimpa musibah, mereka senang (Q.S (9): 50). Orang-orang yang seperti inilah
yang disebut orang-orang munafiq yang akan Allah Ta’ala bakar di neraka yang paling bawah
(Q.S (4) : 145). Meskipun mereka sholat, puasa, haji seribu kali dan sebagainya, tidak berarti
sama sekali amalan mereka, kecuali jika mereka bertaubat  (Q.S (4) : 146) –Wallahu a’lam-
Sekali lagi waspadalah dan fahamilah tipudaya-tipudaya musuh-musuh Islam agar kalian tidak
tersesat. Hari ini diantara tipudaya, pemecah belahan, taktik dan siasat yang dipergunakan oleh
musuh-musuh Islam untuk mengelabui orang-orang Islam dan memecah belah mereka adalah
dengan memunculkan dan mempropagandakan ungkapan-ungkapan dan istilah-istilah yang
bermuatan makar, misalnya : “Islam adalah agama damai, rahmatan lil alamin, bukan agama
yang keras dan tidak menyukai kekerasan.” Mereka membagi Islam, ada Islam Ekstrem, ada
Islam Moderat, ada istilah teroris, ekstremis, fundamentalis radikal dan sebagainya dan
sebagainya. Jika ungkapan-ungkapan dan istilah-istilah seperti ini tidak kalian kembalikan
kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, akan tetapi kalian hanya mengikuti hawa nafsu, selera dan
perasaan, maka kalian akan terbius oleh propaganda syetan-syetan tersebut, dan kalian akan
merugi dan menyesal sendiri di kemudian hari.

Pada masa kini banyak dari kalangan kaum muslimin yang terpengaruh dengan propaganda
musuh-musuh Islam karena kebodohannya. Maka begitu mujahidin dan para pejuang Islam
menyembelih dan membunuh orang-orang kafir tulen maupun kafir munafiq baik di Pakistan,
Afghanistan, negara-negara Arab, negara-negara Eropa, Amerika, Rusia, Asia Tenggara, maupun
yang lainnya, langsung menanggapi dengan sinis. Bahkan karena sudah rusak iman dan akalnya
sampai ada yang mengutuk –al’iyadzubillah-. Tapi sebaliknya  jika yang dibantai dan ditimpa
musibah para mujahidin, ditanggapinya dengan dingin-dingin saja bahkan merasa suka sambil
berkata, itulah balasan terhadap para teroris dan orang-orang yang melakukan kekerasan,
bukankah agama Islam adah agama yang cinta damai dan rahmatan lil alamiin?????

Wahai orang-orang yang masih tersisa iman dalam hatinya, apakah kalian tidak pernah membaca
Al Qur’an kitab suci dan penuntun kita, ketahuilah bahwasanya didalam kitab suci kalian itu
berpuluh-puluh ayat yang memerintahkan kepada kalian agar berjihad, berperang, membunuh,
berbuat keras dan sebagainya, jika kalian masih yakin dengan kitab kalian, silakan baca beberapa
ayat yang saya tunjukan ini : (Q.S. Al-Anfal (8) : 34), (Q.S. At-Taubah (5) : 14,15,29,36, 73, 111,
120, 121, 123), (Q.S. Muhammad (47) : 4-6), (Q.S. Al-Maidah (5) : 54), (Q.S. Al-Fath (48) : 29),
dan lain sebagainya.

Apakah kalian terlupakan bahwa membunuh orang-orang kafir musuh-musuh Islam itu
merupakan amal yang luar biasa fadhilah dan keutamaannya. Camkan hadits shahih ini :

‫ار أَبَدًا‬ َ ِ ‫ع َْن أَبِي هُ َر ْي َرةَ أَ َّن َرسُو َل هَّللا‬


ِ َّ‫صلَّى هَّللا َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل اَل يَجْ تَ ِم ُع َكافِ ٌر َوقَاتِلُهُ فِي الن‬

“Dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhum , bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam
bersabda : Tidak berkumpul orang kafir dan pembunuhnya didalam neraka selama-lamanya”
(H.R. Muslim dalam shahihnya nomor 1891).

Adakah kalian tidak menyadari bahwa manusia junjungan kita, serta tauladan kalian, tokoh-
tokoh agung kalian, khususnya Nabi Teragung Muhammad shallallahu ‘alaihi wa salam dan
Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar Ash-Shidiq, Umar bin Al-Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin
Abi Thalib dan tokoh-tokoh besar lainnya radiyallahu ‘anhum ajma’in). mereka adalah orang-
orang yang bersifat keras kepada orang-orang kafir dan lemah-lembut kepada orang-orang yang
beriman (48: 29, 5:54).

Dan diantara kegiatan kegiatan utama mereka adalah berperang dan membunuh orang-orang
kafir. Tidak tahukah kalian bahwa Baginda kita Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam, hanya
dalam 10 tahun menjadi imam negara Islam yang berpusat di Madinah, menjalankan operasi
jihad sebanyak 77 kali; 28 kali beliau pimpin sendiri, sedang selebihnya, adalah brigade-brigade
ekspedisi yang dipimpin oleh salah seorang shahabat yang beliau tunjuk.

Coba bandingkan dengan ibadah haji beliau. Dalam riwayat, setelah beliau hijrah hanya
menunaikan ibadah  haji sekali saja, dan dalam riwayat lain dua kali. Maka dalam 10 tahun saja
beliau telah menguasai seluruh jazirah Arab, bahkan sudah sampai di wilayah perbatasan negeri
Syam. Kemudian pada masa Khulafaur Rasyidin yang hanya 30 tahun saja, para shahabat telah
berhasil menumbangkan dua negara super power pada saat itu yaitu, Persia (Majusi) dan
Rumawi (Kristen), dan kekuasaan Islam pada saat itu membentang ke negeri Sind di sebelah
timur, ke negeri Khazar (Kaspia), Armenia dan negeri-negeri Rusia di ujung utara, dan masuk
dalam kekuasaannya yang adil : negeri-negeri Syam, Mesir, Burqoh, Tripoli dan negeri-negeri
lain di benua Afrika.

Dan pada masa khilafah Bani Umayyah belum masuk tahun 102 Hijriyah, kekuasaan Islam
menyebar luas lagi, sampai ke negeri-negeri Sind dan sebagian besar wilayah India dan sampai
ke perbatasan negeri Cina, di bagian timurnya dan ke barat sampai ke negeri Andalusia
(Spanyol) di Eropa. Subhanallah. Dan seterusnya dan seterusnya sampai runtuhnya dan
hilangnya kekuasaaan poemerintahan Islam yang terakhir dari bumi, yaitu Khilafah Utsmaniyah
di Turki, pada tahun 1924 M. akibat dari persekongkolan jahat negara-negara Salibis (Inggris,
Perancis, Italia dan Yunani) yang dikendalikan oleh Zionis Internasional, bekerjasama dengan
antek-anteknya dari kaum munafiqin baik yang berada di Turki, seperti Kamal Attaturk dan
Ishmat Inonu dan sebagainya maupun yang berada di negara-negara Arab –la’aainullaahi alaihi
ajma’in-. Sehingga kini pemerintahan Islam dalam arti kata yang sebenarnya menurut Al-Qur’an
dan As-Sunnah sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam
dan para Salaf, belum bisa bangkit lagi.

Adapun negara-negara yang pada biasa kita dengar dengan sebutan-negara-negara Islam atau
yang lebih sesuai sebagai negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, pada
hakekatnya negara-negara tersebut pemerintahannya bukan pemerintahan Islam tetapi
merupakan boneka-boneka penjajah, termasuk negara-negara Arab.

Kalian mesti pernah mendengar tentang kabar tentang revolusi, negara-negara Arab yang terjadi
sekitar tahun 1917-an Masehi, dapat disimpulkan revolusi itu itu adalah lari dari pangkuan
pemerintahan Islam di bawah kekuasaan Khilafah Utsmaniyah, masuk dalam ketiak
pemerintahan Kafir Salibis Inggris, Perancis dan sebagainya. Silahkan anda baca sejarah
berdirinya Kerajaan Saudi Arabia. Ia didirikan dengan kekuatan Inggris, berwala’ kepada Inggris,
dengan senjata Inggris, dengan dana Inggris,. Raja pertamanya Abdul Aziz, menerima gaji dari
Inggris, lima ribu Junaih perbulannya, sesuatu jumlah uang yang sangat besar pada saat itu.
Diantara penyebab utama runtuhnya Daulah Islamiyah atau Khilafah Islamiyah Utsmaniyah di
Turki, adalah persekongkolan jahat penjajah Salibis Inggris dengan Alu (Keluarga) Saud.
(Taujihat Manhajiyah I/17-18).

Maka janglanlah kalian merasa heran jika penguasa-penguasa boneka Arab tidak terketuk sama
sekali untuk membantu mujahidin Palestina dalam memerangi negara-Zionis Israel. Bagaimana
mereka mau memerangi Israel, sedang mereka sama-sama tunduk dibawah satu boss (waktu itu
antara Israel dan boneka Arab dibawah satu koordinasi Inggris, penulis menyebut kepemimpinan
Inggris sebagai boss-ed). Berdirinya negara mereka atas prakarsa sang boss, demikian juga
berdiri negara Israil pada tahun 1948 pun atas prakarsa boss. Siapa bossnya? Siapa lagi kalau
bukan Zionis dan Salibis. Bagaimana mereka para boneka-boneka salibis zionis yang mengaku
beragama Islam itu akan membantu para mujahidin, justru yang paling mereka takuti adalah jika
mujahidin atau Islam menang, sebab mereka yakin dengan kemenangan Islam akan menggusur
kekuasaan batilnya dan menghancurkan singgasananya.

Kemudian apa yang dimaksud “Agama Islam adalah agama yang cinta damai.” Saya tidak tahu
sumber ungkapan ini berasal darimana, apakah dari ahlul ilmi ataukah ucapan orang awam.
Taruhlah jika ungkapan itu benar, bukan berarti karena Islam cinta damai maka tidak suka
berperang, tidak suka kekerasan, tidak suka senjata, tidak suka bom dan sebagainya, sebab
petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam, tidak seperti itu. (buka firman Allah surat Al
Anfal (8): 61-62 dan surat Muhammad (47) : 35). Pada ayat 61 surat Al-Anfal tersebut
bermaksud, jika musuh cenderung kepada perdamaian, maka kaum mukminin disuruh agar
cenderung kepadanya, dengan kata lain jika musuh mengajak damai terimalah ajakan itu.
Menurut Ibnu Abbas, Mujahid, Zaid bin Aslam, Atho’ Al Khurasaini, Ikrimah, Al Hasan dan
Qotadah ; bahwa ayat ini telah termansukhkan dengan ayat pedang pada surat At-Taubah (9): 29.
sedangkan ayat 35 dari surat Muhammad, kaum mukminin dilarang meminta damai, kenapa
dilarang? Sebab kaum mukminin itu lebih tinggi daripada musuhnya, sedang minta damai adalah
sifat orang yang kalah dan hina.

Agar lebih jelas maksud darikata damai, maka baiklah kita lihat secara ringkas sirah Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa salam. Selama beliau dan para shahabat 13 tahun berada di
Mekkah dalam keadaan tertindas, pada waktu itu belum muncul istilah damai, bagaimana
berdamai dengan penguasa thaghut dari mereka, sedang diri mereka diancam, diintimidasi,
disiksa dan sebagainya, kebrutalan orang-orang musyrik mereka hadapi dengan sabar dan
berhijrah, sebab pada waktu itu belum diizinkan untuk berperang (Q.S. An-Nisa’ (4): 77).
Setelah beliau berhijrah ke Madinah dan mendirikan pemerintahan Islam disana, barulah ada
ikatan perjanjian damai dengan penguasa-penguasa lain baik Yahudi, kabilah-kabilah maupun
musyrikin Quraisy karena kekuatan kaum Muslimin belum cukup untuk menundukkan  mereka,
disamping  banyak lagi hikmah-hikmah yang lain. Dalam masa-masa terikat perjanjian damai
kaum mukminin senantiasa memenuhi perjanjian, tetapi pihak kuffar selalu berkhianat
khususnya orang-orang Yahudi.

Yahudi Bani Nadhir berkhianat, bermakar hendak membunuh Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam,
maka mereka diusir dari kampung halaman mereka, (Q.S. Al-Hasyr (59): 2-5).

Yahudi Bani Qoinuqo’ mengganggu dan sengaja melecehkan seorang perempuan muslimah di
pasar dengan menarik dan merobek jilbabnya, akhirnya merekapun diperangi dan diusir.

Dan Yahudi Bani Quraidhah lebih hebat dan berbahaya pengkhianatannya yaitu bersekongkol
dengan musyrikin Quraisy untuk menyerang kota Madinah, sebagai pusat pemerintahan pada
saat itu. Maka hukuman ganjaran bagi mereka adalah, laki-laki dewasa dibunuh, perempuan dan
anak-anak menjadi tawanan dan harta bendanya menjadi ghonimah. Kemudian laki-laki dewasa
dibawa ke pasar Madinah dan di seru masuk Islam, semua menolak kecuali dua orang yang
masuk Islam, yang lain berjumlah tujuh ratus orang ditebas tengkuknya oleh Az-Zubair dan Ali
bin Abi Thalib radiyallahu ‘anhum, dan dikuburkan dalam lubang di pasar tersebut yang sudah
dipersiapkan sebelumnya. Subhanallah.

Adapun bentuk damai dengan orang-orang kafir pada waktu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
salam telah memiliki kekuatan yang cukup dan banyak. Yaitu  orang-orang kafir hidup damai
dibawah payung pemerintahan Islam sebagai Ahludz dzimmah, dipungut bayaran jizyah sekali
dalam setahun, bagi laki-laki dewasa dan mampu, dan bayarannya pun tidak begitu mahal.
Tuntutan bayaran zakat kepada penduduk yang muslim lebih banyak jumlahnya, sebab tujuan
pokok pembayaran jizyah bukan untuk mendzholimi mereka atau untuk memperkaya
pemerintah, tetapi sebagai pengakuan dan keta’atan secara resmi mereka, terhadap pemerintahan
Islam dan imbalan dari pemenuhan kewajibannya memperoleh hak mendapat jaminan darah
maupun hartanya. (Q.S. At-Taubah (9): 29).

Demikianlah bentuk kedamaian yang dapat dinikmati oleh ahludz-dzimmi, mereka memperoleh
hak-hak sebagai rakyat sebagaimana yang diperolehi rakyat yang muslim tentunya sesuai dengan
aturan syariat. Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda yang artinya,
“Barangsiapa yang menyakiti seorang dzimmi, maka aku menjadi lawannya di hari kiamat”
(Hadits Hasan dari jalur Ibnu Mas’ud). Tetapi jika mereka berkhianat, batallah ikatan janjinya
dan darah serta hartanya tidak terjamin lagi. (Minhajul Muslim, hal 256), dan (Tafsir Ibnu Katsir
4/195).
Sebagai tambahan, tatkala pemerintahan Islam telah kuat dan mampu menghadapi penguasa-
penguasa atau kekuatan-kekuatan kafir, maka ketika itu pemerintahan Islam memberikan tiga
alternatif pilihan kepada mereka:

1.    Diseru masuk Islam, jika bersedia akan selamat, dunia dan akherat, selamat di dunia dari
serangan mujahidin dan di akhirat –Insya Allah- terselamatkan dari siksa neraka. Jika mereka
enggan dengan pilihan pertama, maka:

2.    Berdamai dan bersedia membayar jizyah sebagai ahludz-dzimmi. Jika masih tetap tidak mau
maka pilihan terakhir bagi mereka adalah:

3.    Perang.

Oleh karena itu, pemerintahan Islam wajib melakukan jihad ekspansi minimal satu kali dalam
satu tahun, lebih dari itu tentu lebih baik sehingga tidak tinggal di muka bumi selain muslim atau
musalim (orang kafir yang suka damai). Demikian menurut pendapat Imam Asy-Syafi’i dan para
pengikutnya, begitu juga Imam Al Haramain Al Juwaini dan Ibnu Qudamah (Bisa saudara lihat
di Masyari’ul Asywaaq, karangan Ibnu Nuhhas, syahid tahun 814 H, di Mesir, tahdzib dan tahqiq
oleh Dr. Sholah Abdul Fattah Al Kholidi hal 35).

Seterusnya apa yang dimaksud Rahmatan lil Alamiin? Allah Ta’ala berfirman (Q.S. Al-Anbiya’
(21): 107):

َ‫ك إِالَّ َرحْ َمةً لِّ ْل َعالَ ِمين‬


َ ‫َو َمآ أَرْ َس ْلنَا‬

Artinya: “Dan tidaklah Kami mengutus kamu, (Muhammad shallallahu ‘alaihi wa salam)
melainkan utnuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”

Orang-orang yang kurang ilmu dan pengalaman, memandang sosok pribadi Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa salam, bagaikan orang buta meraba dan memegang tubuh gajah. Jika yang
ia pegang kebetulan dua gadingya, maka gajah yang tergambar pada fikirannya adalah seperti
dua bayonet tajam yang terhunus. Jika sentuhan tangannya mengenai telinganya, maka gajah
terbayang seperti sebuah kipas. Jika mengenai kakinya, menganggap seperti pohon atau batang
kayu. Jika badannya, maka anggapannya seperti batu raksasa dan seterusnya. Maka informasi
tentang gajah dari karakternya yang diperoleh dari orang buta tidak boleh diterima begitu saja,
sebab tidak utuh.

Orang-orang Barat khususnya Yahudi dan Salibis karena kedengkiannya terhadap Islam dan
kesempurnaannya, memandang Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa salam, dari segi kerasnya
dan jihadnya saja. Sehingga yang tergambar pada benak mereka, adalah seorang teroris.
Sebaliknya orang-orang Islam kebanyakannya –kecuali yang dirahmati Allah – tidak pernah
terbayang dalam pikirannya bahwa belau shallallahu ‘alaihi wa salam, adalah bersikap keras
terhadap musuh-musuhnya.

Diantara program utama hidupnya adalah perang, diutus sebagai nabi terakhir dengan pedang.
Dalam sebuah hadits shahih riwayat Imam Ahmad dari Abdullah bin Umar radiyallahu ‘anhum,
beliau besabda,

( ‫صغَا ُر‬ َّ ‫ك لَهُ َوج ُِع َل ِر ْزقِي تَحْ تَ ِظ ِّل ُر ْم ِحي َوج ُِع َل ال ِّذلُّ َو ال‬
َ ‫ْف َحتَّى يُ ْعبَ َد هللاُ تَ َعالَى َوحْ َدهُ الَ َش ِر ْي‬ ُ ‫بُ ِع ْث‬
ِ ‫ت بَ ْينَ يَ َديْ السَّا َع ِة بِال َّسي‬
َ
‫) َعلَى َم ْن خَالَفَ أ ْم ِري َو َم ْن تَ َشبَّهَ بِقَوْ ٍم فَه َُو ِم ْنهُ ْم‬.

Artinya : “Aku diutus mendekati hari kiamat dengan pedang, sehingga Allah disembah satu-
satu-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan dijadikan rizkiku di bawah naungan tombakku, dan
dijadikan hina dan kerdil atas orang yang menyelisihi peritahku, dan barangsiapa yang
menyerupai dengan suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka” (H.S.R. Imam Ahmad).[[9]]

Yang terbayang pada benak mereka hanyalah, beliau shallallahu ‘alaihi wa salam adalah sebagai
seorang Nabi yang penyantun, penyabar, lemah lembut, dilempar kotoran pun tak marah,
dicemooh dan diolok-olok pun tidak pernah membalas, tidak pernah mengganggu orang lain, dan
sifat-sifat terpuji lainnya.

Adapun yang sebenarnya, seluruh sifat-sifat yang mulia dan yang terpuji terdapat pada diri
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam, yang keras maupun yang lemah lembut. Beliau keras
pada waktu harus bersikap keras, dan bersikap lemah lembut pada masa-masa mesti berlemah-
lembut. Perlu disadari, bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa salam adalah Nabi dan
Rasul terakhir, kedatangannya sebagai penyempurna bagi seluruh nabi-nabi dan rasul-rasul
sebelumnya. Oleh karena itu, segala keutamaan yang ada pada diri para Anbiya’ dimiliki oleh
beliau. Maka beliaulah yang dipilih Allah, Ta’ala, menjadi manusia yang paling utama, paling
mulia dan paling sempurna yang pernah hidup di muka bumi, bahkan yang paling terkemuka dari
pada segala makhluk yang ada.

Beliau bisa menjadi contoh dan suri tauladan dalam segala segi kehidupan, semua lapisan
masyarakat bisa meneladaninya. Sebab beliau sebagai kepala negara yang kekuasaan wilayahnya
begitu luasnya, sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, beliau juga sebagai seorang
Qodhi (hakim), seorang pendidik, pengajar, suami, pedagang, majikan, pernah juga menjadi
karyawan (pekerja yang memperoleh gaji), sebelum diangkat sebagai Rasul dan lain sebagainya.

Allah Ta’ala berfirman: (Q.S. Al-Ahzab (33): 21).

‫لَّقَ ْد َكانَ لَ ُك ْم فِي َرسُو ِل هللاِ أُ ْس َوةٌ َح َسنَةٌ لِّ َمن َكانَ يَرْ جُوا هللاَ َو ْاليَوْ َم ْاألَ ِخ َر َو َذ َك َر هللاَ َكثِيرًا‬
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang-orang yang mengharap Allah dan hari akhir dan banyak berzikir kepada
Allah”

Ayat yang mulia ini merupakan dalil agung dalam hal meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa salam, pada ucapannya, perbuatannya dan keadaan-keadaannya. Oleh karena itu, Allah
Ta’ala memerintahkan kepada manusia agar meneladani beliau pada perang Al-Ahzab, beliau
menghadapi perang itu dengan sabar, menguatkan kesabaran, senantiasa siap siaga dan
bermujahadah sambil menunggu kelapangan, walaupun musuh-musuh Islam, tentara sekutu dan
koalisi telah mengepung daulah Islamiyah Madinah dari segala penjuru.

Maka jika kita perhatikan dengan seksama ayat tersebut (Q.S. 33: 21), terletak ditengah ayat-ayat
yang menceritakan perang Ahzab, baik sebelum maupun sesudahnya. Namun itu tidak berarti
kita hanya disuruh untuk meniru perangnya saja. Sebab ayat itu untuk umum, hanya saja yang
wajib menjadi perhatian, karena umat ini kebanyakan telah terjangkit, penyakit dan kuman
kehidupan sufi baik dalam cara beribadah maupun manhaj hidup, maka peneladanan pada diri
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam, dalam hal yang berhubungan dengan perang yang
menentukan Izzul Islam Wal Muslimin, setelah iman justru tidak diindahkan sama sekali, tidak
pernah dibicarakan, bahkan tidak terbayangkan sedikitpun –kecuali yang dirahmati Allah-. Inilah
diantara penyebab utama kehinaan kaum muslimin pada masa kini.
Presiden Amerika Serikat George W. Bush, terhuyung-huyung  karena dongengan-dongengan
kehebatan Amerika hilang dan musnah dalam beberapa kejap mata saja, dalam jumpa persnya
lima hari setelah ambruknya WTC, dan porak-porandnya markas angker Pentagon, tepatnya pada
hari Ahad tanggal 16/09/2001 Masehi bertepatan dengan 28/06/1422 Hijriah. Presiden yang
sedang duka dan sedih serta kalang-kabut itu tidak mampu menyembunyikan aqidahnya yang
sebenarnya. Yang selama ini ditutup-tutupi dengan berbagai kedok dan sandiwara, dengan jelas
dan gamblang dalam jumpa pers itu ia menyatakan sebagai berikut : “This crusade, this war on
Terrorism, is going to take a long time”, maksud dari ucapannya-qotalalloh- Ini Perang Salib,
perang melawan teroris, ini akan memakan waktu yang lama.

Coba bayangkan ! Sudah jelasnya seperti itu, bagaikan matahari di siang bolong masih juga ada
diantara kaum muslimin yang menyatakan bahwa Bush tidak memerangi Islam. Jika ucapannya
dan anggapan seperti ini datang dari para penguasa dan Bal’am-Bal’am mereka yang arab
maupun yang ajam, kita tidak perlu heran sebab mereka adalah orang-orang munafiq sudah
menjadi sunnatullah bahwa orang-orang munafiq itu akan senantiasa bekerjasama dengan orang-
orang kafir dalam memerangi Islam dan kaum muslimin. (Q.S. Al-Hasyr (59): 11) dan lain
sebagainya).

Dan bukalah sekali lagi sejarah! Kalian akan mendapati kaum munafiqin senantiasa
bergentayangan dalam panggung sejarah Islam. Yang kita sayangkan adalah orang-orang Islam
yang masih ada sisa iman dalam hatinya, tetapi karena kurangnya ilmu dan pengalaman sehingga
terpengaruh dengan sihir dan ucapan manis yang keluar dari mulut orang-orang kafir, zindiq dan
munafiq.

Dengan demikian, meskipun Amerika dan Eropa telah menabuh genderang Perang Salib dengan
cara yang lebih licik dari perang-perang salib sebelumnya, antara lain dengan dalih memerangi
teroris, mereka membantai kaum mukminin dimana-mana, dan menghancurkan negara mereka
dan menguasainya.

Sementara itu kaum muslimin dengan kebodohannya –kecuali yang dirahmati Allah- masih tetap
memegangi prinsip sesatnya, katanya: “Agama Islam itu agama yang tidak suka peperangan,
tidak suka kekerasan, tidak suka persenjataan, tidak suka bom, agama rahmatan lil alamin
(rahmatan lil alamin menurut udelnya)”, dan lain sebagainya.

Kita kembali kepada firman Allah (Q.S. Al-Anbiya), apa yang dimaksud dengan rahmatan lil
‘alamin َ‫ َرحْ َمةً لِّ ْل َعالَ ِمين‬, “menjadi rahmat bagi semesta alam”. Dalam tafsir Ibnu Katsir dinyatakan
bahwa dengan ayat tersebut Allah Ta’ala memberitahukan bahwasanya Allah menjadikan Nabi
Muhammad sholallohu alaihi wa sallam, sebagai rahmat bagi mereka seluruhnya. Maka
barangsiapa yang mau menerima rahmat itu dan mensyukuri nikmat ini, ia akan hidup bahagia di
dunia dan di akherat. Dan sebaliknya, barangsiapa yang menolak rahmat dan mengingkari
nikmat itu, ia akan rugi di dunia dan di akherat, sebagaimana firman Allah Ta’ala (Q.S. Ibrahim
(14): 28-29) dan (Q.S. Fushilat (41): 44).

Diutusnya Nabi Muhammad sholallohu alaihi wa sallam adalah menjadi rahmat bagi orang yang
beriman dan bagi orang kafir. Bentuk rahmat yang dicapai oleh orang-orang yang beriman sudah
jelas seperti yang disebutkan diatas. Maka yang menjadi pertanyaan, rahmat apa yang diperoleh
orang-orang kafir dengan diutusnya Nabi Muhammad sholallohu alaihi wa sallam, sebagai Nabi
dan Rasul terakhir? Dalam dua buah atsar yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dan Ath-
Thabrani, Ibnu Abbas rhodiyalloohu anhum dalam mentafsirkan ayat َ‫ك إِالَّ َرحْ َمةً لِّ ْل َعالَ ِمين‬
َ ‫َو َمآ أَرْ َس ْلنَا‬
berkata: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir atau mengikuti Rasulullah
sholallohu alaihi wa sallam, maka ia akan mendapat rahmat di dunia dan di akherat. Dan
barangsiapa tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya atau tidak mengikutinya akan (tetap
diadzab oleh Allah) dihindarkan dari siksaan secara langsung sebagaimana yang ditimpakan
terhadap umat-umat sebelumnya, seperti dilenyapkan dari bumi, dirubah menjadi monyet dan
dihujani batu dari langit”

Dalam sebuah hadits yang agak panjang yang diriwayatkan oleh Ath-Thabrani, bahwa Abu Jahal
mengatakan kepada kepada orang-orang Quraisy yang isinya makar dan menyudutkan
Rasulullah sholallohu alaihi wa sallam dan para pengikutnya, maka begitu berita itu sampai
kepada beliau, beliau bersabda :

ْ ‫ىي‬
ُ‫ُظ ِه َر هللاُ ِدينَه‬ َ ُ‫ َألَ ْقتُلَنَّهُ ْم َو َأل‬،‫َوالَّ ِذي نَ ْف ِسي بِيَ ِد ِه‬
ِ ‫صلِّبَنَّهُ ْم َو َألَ ْه ِديَنَّهُ ْم َوهُ ْم َك‬
َّ ‫ إِنِّي َرحْ َمةٌ بَ َعثَن ََِ·ِي هللاُ َو الَ يَت ََوفَّانِي َحت‬، َ‫ارهُون‬
Artinya: “Demi Dzat yang jiwaku berada ditangan-Nya, sungguh benar-benar aku akan
membunuh mereka dan menyalib mereka, serta menunjukkan mereka, sedang mereka tidak
menyukainya. Sesungguhnya aku diutus Allah menjadi rahmat dan Allah tidak akan
mewafatkanku. Sehingga Allah memenangkan dien (agama)-Nya” “H.R Ath-Thabrani”

Dalam hadits marfu’ dari Abdullah bin Umar rhodiyalloohu anhum berkata, Rasulullah
sholallohu alaihi wa sallam bersabda,

َ‫ض آ َخ ِرين‬ ُ ‫ني َرحْ َمةً ُم ْهدَاةً بُ ِع ْث‬


ِ ‫ت بِ َر ْف ِع قَوْ ٍم َوخَ ْف‬ ِ َ‫إِ َّن هللاَ بَ َعث‬

Artinya: “Sesungguhnya Allah mengutusku menjadi rahmat lagi menjadi petunjuk [[10]] aku diutus
dengan mengangkat suatu kaum, dan merendahkan yang lainnya, (maksudnya mengangkat kaum
yang beriman dan merendahkan kaum yang kafir-pen)” (Tafsir Ibnu Katsir 3/210-211).

Demikianlah penjelasan rahmatan lil ‘alamin, jadi bukan berarti tidak suka perang, tidak suka
membunuh orang kafir, tidak mengenal kekerasan, yang dikenali hanya lemah lembut, lembek
dan mengalah. Sungguh tidak demikian.

Agar supaya kita tidak termakan dan terpengaruh dengan istilah-istilah bermuatan makar yang
dipropagandakan ahlul kitab, atau musuh-musuh Islam, maka teladanilah sikap dan keberanian
Imam kita dibawah ini:

1.      Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i rahimahullahu wa rhodiya anhu, ketika beliau
dituduh sebagai seorang rafidhi (pengikut syiah rafidhah), maka dengan tegasnya beliau
mengatakan, “Jika yang dimaksud rafidhah, adalah orang yang benar-benar mencintai keluarga
Muhammad sholallohu alaihi wa sallam, maka supaya manusia dan jin menyaksikan
bahwasanya aku seorang rafidhi.”

2.      Imam Abul Abbas Ahmad Ibnu Taimiyah rahimahullahu wa rodhiya anhu menyatakan,
“Jika yang dituduh sebagai nashibah orang-orang yang benar-benar mencintai shahabat-shahabat
Nabi sholallohu alaihi wa sallam, maka agar manusia dan jin menyaksikan bahwa sesungguhnya
aku adalah seorang nashibi.”

3.      Imam Ibnul Qoyyim al-Jauziyah rahimahullahu wa rodhiya anhu, menyatakan, “Jika yang
dituduh sebagai mujassim adalah orang-orang yang mengitsbatkan shifat-shifat Allah dan
mensucikan-Nya dari setiap takwil yang diada-adakan, maka dengan memuji Allah sebagai
Rabb-ku sesungguhnya aku adalah seorang mujassim, kemarilah kalian untuk menyaksikan”

4.      Imam Asy-Syahid Abdullah Yusuf Azzam, rahimahullahu wa rodhiya anhu, menyatakan:
a)    Jika yang kalian maksud fundamentalis adalah orang-orang yang Iman, Tauhid dan Islamnya
benar sebagaimana yang di bawa Rasulullah sholallohu alaihi wa sallam, maka saksikanlah
bahwa kami adalah orang-orang fundamentalis.

b)   Jika yang kalian maksud ekstrimis orang-orang yang melakukan i’dad untuk memerangi
musuh-musuh Allah, maka saksikanlah bahwasanya kami adalah orang-orang yang ekstrem.

c)    Jika yang kalian maksud dengan teroris adalah orang-orang yang berjihad, maka saksikanlah
bahwa sesungguhnya kami adalah para teroris, (lihat ceramah-ceramah beliau yang terhimpun
dalam Tarbiyah Jihadiyah atau yang lainnya).

[7]. Nasehat Ketujuh

Kembalilah kepada Jihad karena ia adalah perintah Allah yang wajib dilaksanakan, bahkan
menurut sebagian ahlul ilmi, setelah sirnanya kedaulatan dan kekhilafahan Islam dari muka bumi
dan negara-negara kaum muslimin dikuasai orang-orang kafir, maka jihad menjadi fardhu’ain
atas seluruh kaum muslimin, Allamah Abdul Qadir bin Abdul Aziz rahimahumullah, berkata, “…
Dari sini jelaslah bahwasanya jihad hampir menjadi fardhu ‘ain atas seluruh kaum muslimin
pada masa sekarang ini. Khususnya apabila orang-orang kafir telah turun di suatu negeri. Hari
ini kebanyakan negeri-negeri kaum muslimin diperintah dan dikuasai oleh orang-orang kafir,
baik penjajah asing yang kafir maupun pemerintah setempat yang kafir, dan apabila jihad telah
menjadi fardhu ain, maka meninggalkannya termasuk dosa-dosa besar karena adanya ancaman
siksa dalam masalah ini, bahkan termasuk dari tujuh dosa-dosa besar sebagaimana yang tertera
dalam hadits Nabi sholallohu alaihi wa sallam” (lihat Al ‘Umdah fie I’dadil ‘Udah[[11]]).

Sesungguhnya nash-nash atau dalil-dalil yang menerangkan dan memerintahkan berjhad banyak
sekali dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah, bahkan beratus-ratus, lebih banyak daripada yang
menerangkan perihal shalat, zakat, puasa dan haji. Namun masalahnya bukan terletak pada dalil,
akan tetapi masalahnya terletak pada iman dan hati. Orang yang iman dan hatinya sehat akan
senantiasa siap dan sedia untuk melaksanakan perintah-perintah Allah, baik perintah itu pada
dzahirnya atau menurut fikirannya, menguntungkan dirinya atau merugikannya. Sebab iman dan
keyakinannya lebih dominan pada dirinya, daripada perasaan dan fikirannya. Ia yakin dan telah
berhusnudzan kepada Allah, bahwa setiap perintah-Nya akan berdampak dan berakibat baik. Jika
ia laksanakan, maka ia menyerahkan sepenuhnya kepada-Nya.

Perhatikan suri tauladan kita Nabiyullah Ibrahim alaihi salam diperintahkan untuk menyembelih
putranya yang dicintainya Nabiyullah Ismail alaihi salam. Beliau tanpa berfikir panjang —
karena itu adalah perintah dari Allah—, maka terus dikerjakan. Begitu juga dengan Nabi besar
junjungan kita Muhammad  sholallohu alaihi wa sallam, beliau diperintahkan Allah untuk
memerangi pasukan kaum musyrikin Quraisy yang dipimpin Abu Jahal yang jumlahnya berlipat
ganda, lengkap dengan peralatan perangnya, sedangkan pihak kaum muslimin yang dipimpin
oleh beliau jumlah pasukannya sedikit dengan peralatan perang yang seadanya. Menurut
perasaan dan fikiran, pasukan Islam akan kalah dan hancur. Tetapi karena ini adalah perintah
Allah, dengan berbekal iman yang teguh dilaksanakan. Demikian pula para Anbiya’ yang lain,
para Shiddiqin, para Syuhada’ dan para Shalihin dalam menjalankan perintah-perintah Allah.
Mereka menunaikan perintah-perintah-Nya, atas dasar cinta mereka kepada Allah, takut akan
murka dan siksa-Nya dan mengharap ridha dan surga-Nya, bukan karena maslahat duniawi
semata.

Adapun orang-orang yang beriman dan hatinya berpenyakit, tidak demikian halnya. Mereka
menyembah dan menjalankan perintah Allah tidak sepenuh keyakinannya, dengan berada di tepi-
tepi saja, (Q.S. Al-Hajj (22): 11), apalagi jika penyakit “Al-Wahn” (‫ت‬ ِ ْ‫ )حُبُّ ال ُّد ْنيَا َو َك َرا ِهيَّةُ ْال َمو‬cinta
dunia dan takut mati, atau “(‫ ”) حُبُّ ال ُّد ْنيَا َو َك َرا ِهيَّةُ ْالقِتَا ِل‬cinta dunia dan benci perang, telah menjadi
kronis pada dirinya. Maka orang-orang seperti ini akan menolak “jihad”, sebab jihad tidak dapat
memenuhi nafsu syahwatnya, dan lebih buruk lagi jika fitnah syahwatnya dipertahankan dan
didukung oleh fitnah syubuhatnya, karena malu mengakui kelemahan diri dan imannya di
hadapan para pengikutnya. Padahal kalau dengan ksatria mengakui kelemahannya, akan lebih
baik lagi bagi dirinya di hadapan Allah, maupun di hadapan manusia. Namun hal ini tidak
ditempuhnya, demi mempertahankan status quonya. Malah dengan beraninya menipu diri
sendiri, menipu Allah, menipu orang-orang yang beriman. Katanya; Itu bukan jihad yang
sebenarnya, atau jihad bukan perang saja, mencari nafkah untuk keluargapun jihad,
berkecimpung dalam arena dakwah dan tarbiyah pun jihad, berdagang dan bertanipun jihad,
membuang sampah dan membersihkan saluran pembuangan air pun jihad, menceburkan diri
dalam pesta demokrasi ala orang kafir juga bisa disebut jihad dan sebagainya dan sebagainya.

Begitulah kebanyakan kaum muslimin, terutama pimpinan-pimpinannya, dalam menyikapi


perintah jihad –kecuali yang dirahmati Allah-. Sungguh Maha Benar Allah Ta’ala dengan segala
firman-Nya, Allah Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an Surat: Al-Baqarah (2): 216,

َ‫ب َعلَ ْي ُك ُم ْالقِتَا ُل َوه َُو ُكرْ هُُ لَّ ُك ْم َو َع َسى أَن تَ ْك َرهُوا َش ْيئًا َوهُ َو َخ ْي ُُر لَّ ُك ْم َو َع َسى أَن تُ ِحبُّوا َش ْيئًا َوهُ َو َش ٌّر لَّ ُك ْم َوهللاُ يَ ْعلَ ُم َوأَنتُ ْم ال‬
َ ِ‫ُكت‬
َ‫تَ ْعلَ ُمون‬

Artinya:  “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu
benci, boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula)
kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui sedang kamu tidak
mengetahui”

Belum sampaikah kepada kalian kecaman, celaan dan ancaman Allah Ta’ala melalui firman-
firman-Nya dan sabda-sabda Rasul-Nya terhadap orang-orang yang meninggalkan jihad karena
tidak menyukainya dan ancaman itu akan menimpa mereka baik di dunia maupun diakherat?
Silahkan anda baca firman Allah ini (yaitu Al-Qur’an Surat: At-Taubah (9): 24, 38, 39) dan
sebagainya, dan beberapa hadits dibawah ini:

‫ع َوتَ َر ْكتُ ُم ْال ِجهَا َد َسلَّطَ هَّللا ُ َعلَ ْي ُك ْم ُذالًّ ال يَ ْن ِز ُعهُ َحتَّى تَرْ ِجعُوا إِلَى ِدينِ ُكم‬ ِ ‫َاب ْالبَقَ ِر َو َر‬
ِ ْ‫ضيتُ ْم بِال َّزر‬ َ ‫إِ َذا تَبَايَ ْعتُ ْم بِ ْال ِعينَ ِة َوأَخ َْذتُ ْم أَ ْذن‬

Artinya:  “Apabila kalian telah berjual beli dengan ‘inah (salah satu dari bentuk riba), dan
kalian mengambil ekor-ekor lembu dan suka bercocok tanam dan kalian meninggalkan jihad,
Allah akan menguasakan kehinaan keatas kalian dan tidak mencabutnya sehingga kalian
kembali kepada dien (agama) kalian” H.S.R. Abu Daud dan Imam Ahmad.[[12]]

Yang dimaksud dengan hatta tarji’uu ilaadiinikum (khot arabnya),(sehingga kalian kembali
kepada dien kalian) ialah : kembali menunaikan kewajiban yang Allah wajibkan atas kalian yaitu
berjihad memerangi orang-orang kafir, menegakkan dien dan menolong Islam dan kaum
muslimin. (“Masyaari’ul Asywaaq” Ibnu Nuhhas –Asy-Syahid- tahdzib halaman 41).

‫سهُ؛ َماتَ َعلَى‬ ْ ‫ “ َمنْ َماتَ َولَ ْم يَ ْغ ُز َولَ ْم يُ َحد‬:‫صلَّى هللاُ َعلَي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ‫ِّث بِ ِه نَ ْف‬ ِ ‫ع َْن أَبِي ه َُري َرةَ َر‬
َ ِ‫ قَا َل َرسُو ُل هللا‬:‫ض َي هللاُ َع ْنهَ؛ قَا َل‬
ٍ َ‫ش ْعبَ ٍة ِمنْ نِف‬
‫اق‬ ُ ”

Artinya :  “Dari Abu Hurairah rhodiyalloohu anhum dari Rasulullah sholallohu alaihi wa
sallam, bersabda, “Barangsiapa yang mati dan belum pernah berperang, dan tidak terdetik
dalam dirinya dengannya (untuk berperang), ua mati diatas cabang dari kemunafikan.” (H.S.R.
Imam Muslim dalam kitab “Imarah (Kepemimpinan)” Bab Celaan Terhadap Orang yang Belum
Berperang).

َ ‫ع َْن أَبِي أُ َما َمـةَ َع ِن النَّبِ ِّي‬


ُ‫ “ َمنْ لَ ْم يَ ْغـ ُز أَ ْو يُ َج ِّه ْز َغا ِزيًا أَ ْو يَ ْخلـُفْ َغا ِزيًا فِي أَ ْهلِ ِه بِ َخ ْي ٍر؛ أَصـَابَهُ هللا‬:‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم؛ قَا َل‬
‫”بِقَا ِر َع ٍة قَ ْب َل يَ ْو ِم ا ْلقِيَا َم ِة‬

Artinya : “Dari Abu Umamah Al Bahili rhodiyalloohu anhum dari Nabi sholallohu alaihi wa
sallam bersabda : “Barangsiapa yang tidak pernah berperang, atau menyiapkan orang yang
berperang, atau mengurus keluarga orang yang berperang dengan baik, Allah akan
menimpakan kepadanya suatu bencana sebelum hari kiamat” (H.S.R Abu Daud dan Ibnu Majah,
dalam kitab Jihad, masing-masing dengan jalur periwayatan dan sanad Shahih ).

Janganlah kita menyangka bahwa diri-diri kita akan dengan mudah dapat masuk surga tanpa
berjihad melawan musuh-musuh Islam, perhatikan firman Allah berikut (Al-Qur’an Surat: Al-
Baqarah (2): 214, Al-Qur’an Surat: Ali Imran (3): 142, dsb ).

Dan di dalam sebuah hadits shahih diriwayatkan sebagai berikut:

‫ تَ ْشهَ ُد‬: ‫ي‬ َّ َ‫ فَا ْشتَ َرطَ َعل‬,‫صلَّى هللاُ َعلَي ِه َو َسلَّ َم أِل ُبَايِ َعهُ َعلَى ْا ِإل ْسالَ ِم‬
َ ِ‫ْت َرسُو َل هللا‬ ُ ‫ أَتَي‬: ‫ض َي هللاُ َع ْنهُ قَا َل‬ ِ ‫صيَّ ِة َر‬ ِ ‫صا‬ َ ‫ير ْب ِن ْال َخ‬
ِ ‫ع َْن بَ ِش‬
‫يل‬ِ ِ‫في َسب‬ ِ ‫ضانَ َوتُؤَ دِّي ال َّز َكاةَ َو تَحُجُّ ْالبَيْتَ َو تُ َجا ِه ُد‬ َ ‫س َو تَصُو ُم َر َم‬ َ ‫صلِّي ْال َخ ْم‬ َ ُ‫ َوت‬,ُ‫ َو أَ َّن ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َرسُولُه‬,ُ‫أَ ْن الَ إِلَهَ ِإالَّ هللا‬
‫ َوأَ َّما ْال ِجهَا ُد فَإِنَّهُ ْم‬.‫ْس لِي إِالَّ َع ْش ُر َذوْ ٍذ ه َُّن ِر ْس ُل أَ ْهلِي َو َح ُمولَتُهُ ْم‬ َ ‫ ال َّز َكاةُ أِل َنَّهُ لَي‬: ‫ أَ َّما ْاثنَا ِن فَالَ أُ ِطيقُهُ َما‬,ِ‫ يَا َرسُو َل هللا‬: ‫ت‬ ُ ‫هللاِ…قُ ْل‬
‫ض َرسُو ُل هللاِ يَ َدهُ ثُ َّم‬ َ َ‫ فَقَب‬.‫ت نَ ْف ِسي‬ ْ ‫ت ْال َموْ تَ َو خَ َش َع‬
ُ ‫ض َرنِي قِتَا ٌل َك ِر ْه‬ َ ‫ َو أَخَافُ إِ ْن َح‬.ِ‫ب ِمنَ هللا‬ ٍ ‫ض‬ َ ‫ى فَقَ ْد بَا َء بِ َغ‬ َّ ‫يَ ْز ُع ُمونَ أَنَّهُ َم ْن َول‬
‫ فَبَايَ َعنِي َعلَ ْي ِه َّن ُكلِّ ِه َّن‬.‫ك‬ ُ
َ ‫ أبَايِ ُع‬,ِ‫ يَا َرسُو َل هللا‬: ‫ت‬ ُ ‫ فَبِ َما َذا تَ ْد ُخ ُل ْال َجنَّةَ ؟ قُ ْل‬,َ‫ص َدقَةَ َوالَ ِجهَاد‬
َ َ‫ ال‬: ‫ ثُ َّم قَا َل‬,‫ َح َّر َكهَا‬.

Artinya: “Dari Bisyr bin Khashashiyah rhodiyalloohu anhum, berkata: “Aku mendatangi
Rasulullah sholallohu alaihi wa sallam, untuk berbai’at kepadanya atas Islam, maka beliau
menetapkan kepadaku, “Kamu bersaksi bahwasanya tiada Ilah selain Allah, dan bahwasanya
Muhammad adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya, membayar zakat, dan menunaikan haji ke
Baitullah dan berJihad Fie Sabilillah”. Aku katakan, “Wahai Rasulullah sholallohu alaihi wa
sallam, adapun yang dua perkara aku tidak sanggup, yaitu zakat, sebab aku hanya mempunyai
sepuluh ekor unta, susunya untuk keluargaku, dan untuk keperluan transportasi mereka, adapun
Jihad mereka menyatakan bahwasanya barangsiapa yang lari mundur kebelakang maka ia
kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan aku khawatir jika aku ikut berperang aku
takut mati, dan mentalku jatuh.” Lalu Rasulullah sholallohu alaihi wa sallam, memegang
tangannya, kemudian menggerak-gerakkanya, lalu berkata, “Tidak (mau) bershadaqah dan
tidak (mau) berjihad terus dengan apa kamu masuk surga?” Aku katakan, “Wahai Rasulullah,
Aku membai’atmu, lalu Rasulullah membai’atku atas semuanya” (H.S.R Al-Baihaqy dan Al-
Hakim, menshahihkannya dan disepakati oleh Adz-Dzahabi).

Ataukah kalian termasuk orang-orang yang mengatakan bahwa jihad sudah berhenti, tiada lagi
dan tidak sesuai dengan masa kini? Jika demikian persepsi kalian, maka ketahuilah bahwa pada
zaman Rasulullah sholallohu alaihi wa sallam masih hidup pun sudah muncul kaum yang
berpemahaman seperti itu. Silahkan ikuti hadits dibawah ini;

‫ إِ َّن ْالخَ ي َْل قَ ْد‬,ِ ‫ُول هَّللا‬


َ ‫ يَا َرس‬: ‫ال‬ َ َ‫صلَّى هَّللا َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم إِ ْذ َد َخ َل َر ُج ٌل فَق‬
َ ِ ‫ال بَ ْينَ َما أَنَا َجالِسٌ ِع ْن َد َرسُو ِل هَّللا‬ َ َ‫ي ق‬ ِّ ‫ع َْن َسلَ َمةَ ب ِْن نُفَ ْي ٍل ْال ِك ْن ِد‬
! َ‫ اآْل ن‬.‫ َك َذبُوا‬:‫صلَّى هَّللا َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ َ ِ ‫ فَقَا َل َرسُو ُل هَّللا‬.‫ت ْال َحرْ بُ أَوْ زَا َرهَا‬ ِ ‫ض َع‬ َ ‫ض َع ال ِّساَل ُح َوقَ ْد زَ َع َم أَ ْق َوا ٌم أَنَّهُ الَ قِتَا َل قَ ْد َو‬ ِ ‫ت َو ُو‬ ْ َ‫ُسيِّب‬
ْ َ
‫وب أق َو ٍام َويَرْ ُزقُهُ ْم‬ ُ ‫هَّللا‬ ُ ُ ٌ ُ
َ ‫ َي ُِزي ُغ ُ لَهُ ْم قُل‬,‫ َو ِإنَّهُ الَ تَ َزا ُل أ َّمة ِم ْن أ َّمتِي يُقَاتِلونَ فِي َسبِي ِل هللاِ الَ يَضُرُّ هُ ْم َم ْن خَالَفَهُ ْم‬.ُ‫اآْل نَ ! َجا َء القِتَال‬ ْ
‫ارهَا ِح ْينَ يَ ْخ ُر ُج‬ َ َ‫ض ُع ْال َحرْ بُ أَوْ ز‬ َ َ‫ ت‬,‫صي ْال َخ ْي ِل إِلَى يَوْ ِم ْالقِيَا َم ِة‬ ِ ‫ يُقَاتِلُونَ َحتَّى تَقُو َم السَّا َعةُ َو الَ يَ َزا ُل ْال َخ ْي ُر َم ْعقُودًا فِي نَ َوا‬,‫ِم ْنهُ ْم‬
‫يَأْجُو ُج َو َمأْجُو ُج‬.

Artinya : “Dari Salamah bin Nufail rhodiyalloohu anhum berkata, “Ketika aku sedang duduk-
duduk bersama Rasulullah sholallohu alaihi wa sallam, tiba-tiba masuk seorang laki-laki lalu
berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kuda telah dibiarkan (tidak diperdulikan), dan
senjata telah diletakkan, dan beberapa kaum telah mengatakan bahwasanya perang tidak ada
lagi, dan sesungguhnya peperangan sudah usai”, maka Rasulullah sholallohu alaihi wa sallam,
berkata, “Mereka berdusta, sekarang perang telah tiba, dan sesungguhnya akan senantiasa ada
sekelompok umat dari umatku yang berperang dijalan Allah, tidak memberi mudhorot terhadap
mereka orang yang tidak menyetujui mereka, Allah menyimpangkan (menyesatkan) untuk
mereka (para mujahidin), hati-hati beberapa kaum, untuk memberikan rizki kepada mereka
(para mujahidin), dari mereka (orang-orang kafir-maksudnya ghonimah-), mereka berperang
hingga hari kiamat, dan kebaikan akan senantiasa diikatkan pada ubun-ubun kuda sampai hari
kiamat, peperangan akan berhenti ketika keluarnya Ya’juj dan Ma’juj” (H.R An-Nasa’i dan
Imam Ahmad, sanadnya Shahih)[[13]].

Sesungguhnya penyebab orang-orang tidak mau berperang, enggan mengarungi pertempuran dan
kikir untuk menggadaikan nyawa dan hartanya di jalan Allah, tidak lain dan tidak bukan
hanyalah karena hal-hal berikut, yaitu : panjang angan-angan, atau takut cepat mati, atau takut
berpisah dengan sesuatu yang dicintai, takut terpisah dengan keluarganya dan hartanya, atau
anak-anaknya, atau pembantunya dan sanak familinya, atau saudara kandungnya, atau orang
dekatnya yang dikasihinya, atau orang tua yang dimuliakannya, atau shahabat karibnya, atau
konon katanya ingi menambah amal-amal shalih terlebih dahulu, atau karena cintanya kepada
istri yang cantik, lawa dan molek, atau karena pangkat yang disandangnya, atau karena makanan
yang lezat dan nyaman dan nikmat-nikmat duniawi lainnya.

Tidak ada penyebab lainnya yang menjadikan kalian enggan berjihad dan menjauhkan diri kalian
dari Allah Ta’ala selain hal-hal tersebut diatas. Demi Allah, sungguh tidak baik kedudukan
kalian, jika kalian seperti itu, belum dengarkah kalian firman Allah Ta’ala yang tersebut dibawah
ini?

‫ع ْال َحيَا ِة‬


ُ ‫ضيتُم بِ ْال َحيَا ِة ال ُّد ْنيَا ِمنَ ْاألَ ِخ َر ِة فَ َما َمتَا‬
ِ ‫ض أَ َر‬
ِ ْ‫يَاأَيُّهَا الَّ ِذينَ َءا َمنُوا َمالَ ُك ْم إِ َذا قِي َل لَ ُك ُم ا ْنفِرُوا فِي َسبِي ِل هللاِ اثَّاقَ ْلتُ ْم ِإلَى ْاألَر‬
‫ال ُّد ْنيَا فِي ْاألَ ِخ َر ِة إِالَّ قَلِي ٌل‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman apakah sebabnya apabila dikatakan kepadamu kamu ,
“Berangkatlah (untuk berperang), di jalan Allah”, kamu merasa berat dan ingin tinggal di
tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akherat?
Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akherat hanyalah
sedikit” Q.S. At-Taubah (5): 38.

Sekarang ikutilah hujjah-hujjah yang bernash yang melemahkan dan membatilkan alasan-alasan
dan pertimbangan-pertimbangan syahwat dan syubuhat kalian –Insya Allah-, dengan hujjah-
hujjah ini kalian akan menyadari bahwasanya sikap kalian enggan untuk berjihad itu, apalagi
membencinya dan membenci orang-orang yang menunaikannya, tidak lain hanyalah merugikan
diri kalian sendiri di dunia dan di akherat.

Katakanlah misalnya kalian tidak mau berjihad itu karena angan-angan kalian terlalu panjang,
ingin hidup di dunia seribu tahun lagi demi meraih harapan, cita-cita, lamunan dan khayalan
yang terdetik dalam benak kalian, yang jauh lebih panjang dari jatah umur yang diberikan dan
ditaqdirkan bagi kalian. Sehingga kalian khawatir dan takut jika kalian berjihad akan cepat mati
dan tidak dapat meraih idaman dan cita-cita kalian.
Ketahuilah! Bahwa kalian berjihad di medan perang atau kalian tidak berjihad berdiam diri di
rumah dengan anak-anak kalian tidak mempengaruhi sama sekali pendek dan panjangnya umur,
karena umur seseorang itu sudah ditetapkan dalam kitab Lauhul Mahfudz

Allah Ta’ala berfirman,

ٍ ‫َو َمايُ َع َّم ُر ِمن ُّم َع َّم ٍر َوالَيُنقَصُ ِم ْن ُع ُم ِر ِه إِالَّ فِي ِكتَا‬
‫ب إِ َّن َذلِكَ َعلَى هللاِ يَ ِسي ٌر‬

Artinya : “Dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seseorang yang berumur panjagn dan tidak
pula dikurangi umurnya, melainkan sudah ditetapkan dalam kitab (lauh mahfudz),
sesungguhnya yang demikian itu bagi Allah adalah mudah” (Q.S. Al-Fathir (35) : 11).

Silahkan buka ayat-ayat yang hampir semakna dengannya seperti dalam Q.S Ali Imran (3) : 145-
185, An-Nisa (4): 78, Al-A’raf (7): 34, Al-Ankabut (29) : 57 dan Al-Munafiqun (63) :11.

Maka kalian tidak bisa lari dari jatah umur kalian, dan saat kematian yang telah Allah tentukan.
Dan apabila kalian mati dalam keadaan bermaksiat kepada Allah termasuk meninggalkan jihad
apalagi membenci orang-orang yang berjihad, maka kalian akan mati dalam keadaan tersiksa dan
kesakitan yang luar biasa di masa-masa sekarat, dan dikuburpun ada siksa yang sangat
mengerikan tidak selamat darinya, melainkan orang-orang yang shalih, Allah Ta’ala berfirman
dalam Al-Qur’an Surat Ibrahim (14) : 27 yang dijelaskan dalam buku tafsir Ibnu Katsir II/550-
557, kalian akan mengetahui gambaran dahsyatnya, siksa sewaktu sakaratul maut dalam kubur,
dan seterusnya akan tersiksa lagi yang lebih mengerikan sewaktu di Mahsyar, kemudian di dalam
neraka akan diadzab dengan berbagai adzab yang tidak dapat kita bayangkan –Al-‘Iyadzubillah-.

Tetapi sebaliknya, jika ajal kalian datang sedang kalian dalam keadaan berjihad fie sabilillah,
maka kalian akan aman dari segala siksa dan hal-hal yang menakutkan tersebut, bahkan
merasakan dan menikmati berbagai macam nikmat, meskipun nampak pada lahirnya badan
terobek oleh peluru, bercerai berai karena bom dan roket, dicincang-cincang oleh orang-orang
kafir dan munafiq, tetapi pada hakekatnya tidak merasakan sakit melainkan dicubit saja
-Subhanalloh-

َ ْ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َما يَ ِج ُد ال َّش ِهي ُد ِم ْن َمسِّ ْالقَ ْت ِل إِاَّل َك َما يَ ِج ُد أَ َح ُد ُك ْم ِم ْن َمسِّ ْالقَر‬
‫ص ِة‬ َ ِ ‫ال َرسُو ُل هَّللا‬ َ َ‫ع َْن أَبِي هُ َري َْرةَ ق‬
َ َ‫ال ق‬

Artinya: “Orang yang mati syahid tidak merasakan sakit sewaktu dibunuh melainkan
sebagaiman salah seorang dari kamu meerasa sakit sewaktu dicubit” (H.R. At-Tirmidzi, An-
Nasai, dan Ibnu Majah dari Abi Hurairah rhodiyalloohu anhum).

Dan jka kalian mati syahid berbagai-bagai fadhilah dan keutamaan, kemuliaan, kehormatan,
pahala, ganjaran kenikmatan-kenikmatan yang kalian raih di sisi Allah subhanahu wa ta’ala, hal
ini diterangkan dalam ayat-ayat Al-Qur’an seperti surat Al-Baqoroh (2): 154, Ali Imran (3): 169-
171, Muhammad (47): 4-6 dan sebagainya serta berpuluh-puluh hadits, antara lain;
,‫ال يُ ْغفَ ُر لَهُ فِي أَ َّو ِل َد ْف َع ٍة ِم ْن َد ِّم ِه‬
ٍ ‫ص‬ ُّ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم لِل َّش ِهي ِد ِع ْن َد هَّللا ِ ِس‬
َ ‫ت ِخ‬ َ ِ ‫ب قَا َل قَا َل َرسُو ُل هَّللا‬ َ ‫ع َِن ْال ِم ْقد َِام ْب ِن َم ْع ِدي َك ِر‬
َ‫ار ْاليَاقُوتَةُ ِم ْنهَا خَ ْي ٌر ِمن‬ ْ ْ
ِ َ‫ض ُع َعلَى َرأ ِس ِه تَا ُج ْال َوق‬ َ ‫ َويُو‬,‫َع اأْل َ ْكبَ ِر‬ ِ ‫ َويَأ َمنُ ِمنَ ْالفَز‬,‫ب ْالقَب ِْر‬ ِ ‫ َوي َُجا ُر ِم ْن َع َذا‬,‫َويَ َرى َم ْق َع َدهُ ِمنَ ْال َجنَّ ِة‬
ِ َ‫ َويُ َشفَّ ُع فِي َسب ِْعينَ ِم ْن أَق‬,‫ين‬
‫اربِ ِه‬ ِ ‫ُور ْال ِع‬
ِ ‫ َويُ َز َّو ُج ْاثنَتَ ْي ِن َو َس ْب ِعينَ زَ وْ َجةً ِمنَ ْالح‬,‫ال ُّد ْنيَا َو َما فِيهَا‬.

Artinya : Imam Ahmad dan At-Thabrani meriwayatkan dari Ubadah bin Shamit rhodiyalloohu
anhum dari Nabi sholallohu alaihi wa sallam,” Sesungguhnya bagi orang yang mati syahid di
sisi Allah memiliki enam perkara, “Diampunkan dosanya pada awal terkucurnya darahnya. Ia
melihat tempat duduknya di surga, (dalam sebagian riwayat ada tambahan: Ia dihiasi dengan
hiasan iman). Ia dihindarkan dari siksa kubur, Ia aman dari ketakutan yang maha dahsyat pada
hari kiamat. Diletakkan diatas kepalanya mahkota kebesaran, satu butir yakut darinya lebih baik
daripada dunia dan apa yang ada didalamnya. Ia dijodohkan dengan tujuh puluh bidadari surga
dan diberi hak memberi syafaat pada tujuh puluh orang kerabatnya.” (H.R. Tirmidzi, Ibnu Majah
dan Ahmad dari Miqdam bin Ma’di Yakrib. Juga oleh Ahmad dan Ath-Thabrani dari Ubadah bin
Shamit, sanadnya shahih).

Jika yang menjadikan kalian enggan dan tidak mau berjihad itu, karena kecintaan kalian terhadap
bapak-bapak kalian, anak-anak kalian, saudara-saudara kalian, istri-istri kalian, keluarga kalian,
harta kekayaan yang kalian usahakan, perniagakan yang kalian khawatiri kerugiannya, dan
rumah-rumah tempat tinggal yang kalian sukai (lihat At-Taubah (9) : 41), serta kenikmatan-
kenikmatan duniawi yang lain seperti emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan
sholallohu alaihi wa sallamah ladang (Lihat surat Ali Imran (3) : 14), dan lain sebagainya,
misalnya tahta, pangkat gelaran-gelaran, dan seterusnya dan seterusnya, maka ketahuilah bahwa
segala jenis kenikmatan duniawi itu adalah kenikmatan yang menipu (Q.S 57: 20, 31:33), dan
kenikmatan yang sangat sedikit, Rasulullah sholallohu alaihi wa sallam, bersabda :

َ ‫ت ال ُّد ْنيَا تَ ْع ِد ُل ِع ْن َد هَّللا ِ َجنَا َح بَعُو‬


َ‫ض ٍة َما َسقَى َكافِرًا ِم ْنهَا شَرْ بَة‬ ِ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم لَوْ َكان‬
َ ِ ‫ع َْن َس ْه ِل ْب ِن َس ْع ٍد قَا َل قَا َل َرسُو ُل هَّللا‬
‫َما ٍء‬

Artinya :  “Dari Sahal bin Sa’ad rhodiyalloohu anhum dari Rasulullah sholallohu alaihi wa
sallam, bersabda, “Seandainya dunia ini di sisi Allah seharga satu sayap nyamuk, Allah tidak
akan memberi minum kepada orang kafir seteguk airpun.” (H.S.R At-Tirmidzi).

Memang, nikmat duniawi benar-benar sedikit dibandingkan dengan kenikmatan di akherat.


Sedikit ditinjau dari segala seginya baik dari segi jumlahnya, banyak hal yang pada lahirnya
sepertinya nikmat, tetapi dalam jiwa ternyata sebagai azab. Taruhlah misalnya kalian orang yang
terkaya di negeri kalian, berapa banyak harta kalian? Rasulullah sholallohu alaihi wa sallam,
sebagai manusia yang paling pakar mendidik dan mengajar pada suatu saat beliau mengatakan
dihadapan pada shahabat rhodiyalloohu anhum yang maksudnya : “Tiadalah dunia ini
dibandingkan dengan akhirat melainkan sebagaimana kamu memasukkan jari tangannya ini ke
dalam lautan, maka hendaklah ia melihat air yang menempel di jarinya sewaktu diangkatnya,
waktu itu beliau berisyarat dengan jari telunjuk beliau[[14]]”
Atau sebagaimana sabda Rasulullah sholallohu alaihi wa sallam. Itulah jumlah nikmat dunia
keseluruhannya, apalagi dunia yang berada di tangan kalian. Kemudian berapa lama kalian
hendak menikmati kenikmatan-kenikmatan duniawi kalian? Ingatlah bahwasanya satu hari di sisi
Allah adalah seperti seribu tahun menurut perhitungan kita (Al-Hajj (22): 47). Kalaulah misal
umur kalian 100 tahun, itupun sudah keriput, berarti kalian hanya hidup selama satu jam dua
belas menit saja, dihitung dengan waktu akherat. Kalau kalian dijatah umur 50 tahun berarti
hanya 36 menit saja. Kalau masa pensiun kalian hanya 20 tahun, berarti kalian hanya menikmati
gaji pensiun kurang lebih 15 menit, dan seterusnya. Hitung-hitunglah sendiri, umur yang begitu
singkat itupun tidak sepenuhnya bisa merasakan nikmat meskipun segala nikmat duniawi ada di
tangan kalian, bahkan nikmat-nikmat itu kebanyakan membawa kesengsaraan baik di dunia
maupun di akherat, karena tidak dipandu oleh iman dan syareat. Kata orang Jawa “Enake sak
klentheng rekasane sak rendheng”, nikmatnya hanya sebesar biji kapuk randu, sengsaranya
sepanjang musim hujan.

Demikianlah sifat nikmat dunia, karena Allah Ta’ala menjadikan kehidupan dunia bukan utnuk
tempat bernikmat-nikmat, tetapi sebagai kampung untuk beramal dan ujian. Adapun tempat
bernikmat-nikmat adalah di surga nanti

Oleh karena itu jangan sampai kenikmatan-kenikmatan dunia yang palsu dan menipu itu
memperdayakan diri kalian dari melaksanakan perintah Allah, termasuk perintah jihad yang
mengakibatkan kalian tidak dapat memperoleh nikmat yang sebenarnya di akherat kelak, yaitu
surga yang kerudung bidadarinya saja lebih baik daripada dunia dan segala yang ada di
dalamanya, dan jelas kenikmatan surga jauh lebih baik bagi kalian, jika kalian benar-benar orang
yang bertaqwa (bisa anda lihat pada surat Ali Imran (3): 15 dan lainnya).

Dan didalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al Bukhori dari Sahal bin Sa’ad As-Sa’idi
rhodiyalloohu anhum, Rasulullah bersabda:

‫ال ِربَاطُ يَوْ ٍم فِي َسبِي ِل هَّللا ِ َخ ْي ٌر ِمنَ ال ُّد ْنيَا َو َما‬ َ ِ ‫ضي هَّللا ُ َع ْنهم أَ َّن َرسُو َل هَّللا‬
َ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ق‬ ِ ‫ي َر‬ ِّ ‫ع َْن َس ْه ِل ْب ِن َس ْع ٍد السَّا ِع ِد‬
‫سبِي ِل هَّللا ِ أَ ِو ا ْل َغ ْد َوةُ َخ ْي ٌر ِمنَ ال ُّد ْنيَا‬ ُ ‫س ْو ِط أَ َح ِد ُك ْم ِمنَ ا ْل َجنَّ ِة َخ ْي ٌر ِمنَ ال ُّد ْنيَا َو َما َعلَ ْي َها َوال َّر ْو َحةُ يَ ُر‬
َ ‫وح َها ا ْل َع ْب ُد فِي‬ َ ‫ض ُع‬ِ ‫َعلَ ْيهَا َو َم ْو‬
‫ َو َما َعلَ ْي َها َو ِح َما ُر َجا ِريَ ٍة ِمنْ أَه ِْل ا ْل َجنَّ ِة َخ ْي ٌر ِمنَ ال ُّد ْنيَا َو َما ِف ْي َها‬.

Artinya: “Tempat letak cambuk salah seorang dari kamu dalam surga itu lebih baik daripada
dunia dan isinya, dan pergi perang di jalan Allah pada pagi hari atau sore hari itu lebih baik
daripada dunia dan isinya. Dan kain kerudung seorang wanita dari penduduk surga itu lebih
baik dari dunia dan seisinya.” (H.R Imam Bukhori no 2892).

Jika yang menghalangi kalian untuk berjihad itu karena kalian mampu tidak meninggalkan dan
berpisah dengan keluarga kalian terutama istri yag kalian cintai, cantiknya, lawanya dan
moleknya, lembutnya, kasihnya, sayangnya, penampilannya, adabnya dan sebagainya, maka
ketahuilah bahwa alasan kalian itu salah dan batil.
Anggaplah istri kalian sebagai wanita yang terbaik dan paling cantik di zaman kini, bukankah
awalnya adalah setetes air mani yang busuk dan pada akhirnya akan menjadi bangkai yang kotor,
dan pada masa hidupnya body yang kalian lihat mempesona, cantik lagi menawan kalian itu
adalah sebuah tong yang memuat segala kotoran, haidhnya menghalangi kalian darinya separoh
umurnya, durhakanya terhadap kalian lebih banyak dari baiknya, bila tidak bercelak matanya jadi
kabur tidak bercahaya, bila tidak berhias nampak jeleknya, bila tidak bersisir kusut rambutnya,
jika tidak bermake-up pudar sinar raut mukanya, jika tidak berminyak wangi berbau bacin, jika
tidak mandi berbau busuk, banyak penyakitnya, cepat membosankan kalau sudah tua, putus asa,
kalau sudah sangat tua lemah lagi cacat, kalian telah berbuat baik kepadanya dengan sungguh-
sungguh, namun begitu kalian berbuat kurang baik sedikit saja, semua kebaikan kalian
diingkarinya.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari dan Imam Muslim dari shahabat
Ibnu Abbas rhodiyalloohu anhum bahwasanya Rasulullah sholallohu alaihi wa sallam bersabda,
berkenaan dengan pengingkaran istri terhadap kelebihan suaminya,

ُّ َ‫ْت ِم ْنكَ خَ ْيرًا ق‬


‫ط‬ ُ ‫ت َما َرأَي‬
ْ َ‫ك َش ْيئًا قَال‬ ْ َ‫لَوْ أَحْ َس ْنتَ إِلَى إِحْ دَاه َُّن ال َّد ْه َر ثُ َّم َرأ‬
َ ‫ت ِم ْن‬

Artinya: “Seandainya kamu berbuat baik kepada salah seorang dari mereka dalam masa
panjang lalu dia melihat darimu (sesuatu yang tidak berkenan), ia akan berkata aku tidak
melihat sama sekali kebaikan dalam diri kamu.”

‘Ala kulli hall kalian tidak akan mungkin bersenang-senang dengannya, tanpa menemui
kebengkokannya, dan tidak akan berlangsung panjang pergaulan kalian dengannya tanpa disertai
kesempitan dan kesempitan.

Aduhai, sungguh mengherangkan, bagaimana cinta kalian kepada istri yang kayak gitu itu,
menghalangi kalian untuk dapat menyunting pasangan yang dicipta dari cahaya, yang dipingit di
bawah naungan istana bersama anak-anak dan bidadari-bidadari, di tempat tinggal yang penuh
dengan kenikmatan dan sukaria.

Demi Allah tidak kering darah orang yang mati syahid, sehingga bidadari menemuinya dan
kedua matanya bernikmat-nikmat menyaksikan cahaya kecantikan dan kemolekannya.

Sesungguhnya dia adalah bidadari surga, luas matanya, cantik jelita, selamanya dalam keadaan
gadis, bagaikan permata yakut, tidak pernah disentuh oleh manusia maupun jin, suaranya halus
lagi merdu, badannya tegap, rambutnya hitam sekali, nilai dan standartnya sangat tinggi dan
besar, cantiknya luar biasa, moleknya tiada taranya, genitnya mempesona, matanya bercelak,
kuku-kukunya amat indah, bicaranya sedap dan enak di dengar, penciptaanya sangat
menakjubkan, akhlaknya sungguh baik, perhiasan beraneka ragam, banyak kecintaannya dan
kasih sayangnya, tak mengenal bosan, cintanya semata-mata hanya untuk kalian saja tidak
mengenal pria lain, selalu bermain cinta dengan kalian sesuai dengan segala kebutuhan selera
birahi kalian.

Seandainya dia menampakkan kukunya, cahaya bulan purnama akan menjadi pudar dan padam.
Seandainya dia memperlihatkan gelangnya pada malam hari niscaya alam persada menjadi
terang benderang. Seandainya ia menampakkan pergelangan tangannya, niscaya akan terpikat
seluruh manusia. Andaikan dia muncul diantara langit dan bumi niscaya keduanya akan dipenuhi
dengan bau harumnya. Andaikan dia meludah di lautan, air laut akan menjadi tawar, dan
andaikan telapak kakinya menginjak tanah pasir, serta merta akan tumbuh rumput diatasnya.
Setiap kali kalian melihatnya, akan bertambah-tambah kecantikannya. Setiap kalian bercinta
dengannya yang sudah lawa itu akan bertambah lagi lawanya.

Apakah bagus bagi orang yang berakal, mendengar bidadari yang begitu cantiknya, lawanya,
moleknya, jelitanya, baiknya, agungnya, menawannya, mempesonanya, kasihnya, sayangnya,
cintanya dan segala-galanya, lalu ia duduk-duduk dan nongkrong-nongkrong begitu saja tanpa
ada hasrat untuk menggapainya dan menyuntingnya???

Kalau kalian benar-benar orang yang berakal dan iman kalian normal, kalian pasti gandrung,
untuk meminangnya. Adapun jalan meminangnya silakan memperhatikan bait syair yang sering
dilantunkan oleh Asy-Syaikh Asy-Syahid, Abdullah Azzam, orang yang sudah pengalaman
meminang dara cantik molek itu, dan Insya Allah kalian telah menggapainya, katanya:

‫ فَهَ َذا أَ َّو ًل ْال َم ْهـِر َوه َُو ْال ُمقَـ َّد ُم‬# ‫ب ْال َحوْ َرا ِء إِ ْن ُك ْنتَ َرا ِغبًا ِبهَا‬
َ ‫يَا خَ ا ِط‬

“Wahai Pelamar Bidadari, jika kamu hendak menyuntingnya, maka inilah awal maskawinnya
(perang) dan ia mesti di dahulukan.”

Kembali pada masalah keluarga, terutama istri. Ketahuilah bahwasanya kalian pasti akan
berpisah dengan istri kalian, dan seakan-akan telah terjadi perpisahan itu, dan di surga –Insya
Allah- akan mengumpulkan kalian dengan istri kalian, itulah sebaik-baik perkumpulan,
pertemuan kalian dengannya. Jika ia sholihah dan kalian sholeh dengan izin Allah, mesti terjadi,
namun tidak boleh tidak mesti berpisah terlebih dahulu, yaitu dengan kematian. Kemudian kalian
akan menjumpainya di akherat, lebih cantik daripada bidadari-bidadari surga, tidak ada yang
mengetahui kemolekannya selain Rabb Semesta Alam. Dan dia akan menjadi sayyidah (puan,
ratu-ed) bidadari-bidadari surga.

Sedangkan sesuatu yang tidak kalian sukai semasa di dunia baik dari segi fisiknya, wataknya,
sifatnya, akhlaknya; seluruhnya hilang dan sirna. Segala-galanya berubah, akhlaknya menjadi
baik sekali, ciptaannya menjadi serba sempurna, cantik, molek, lawa, perawan terus menerus,
bersih dari haidh dan nifas, hilang segala kebengkokannya, bertambah keayuannya, menjadi
agung lagi tinggi nilai dan kedudukannya, lebih afdhal dari bidadari-bidadari yang diciptakan di
surga, dalam segala-galanya sebagaimana afdhalnya, karena ia pernah hidup di dunia dan
menjadi wanita yang sholihah.

Maka jika hari ini kalian meninggalkan istri kalian karena , kalian keluar untuk berjihad di jalan
Allah, maka Allah akan mengkaruniakan ganti untuk kalian, dan apabila di akherat istri kalian
termasuk  ahli surga, maka pasti menjadi milik kalian.

Oleh karena itu janganlah kehidupan dunia yang sedikit kenikmatannya ini, melalaikan kalian.
Jangan sampai terperdaya dengan pesona-pesonanya. Ingat dunia bukan kampung yang
sebenarnya, hidup di dunia hanya sebentar saja. Kalaupun harus berpisah dengan semua
keluarga, termasuk istri, anak-anak, orang tua, saudara, dan sebagainya, tidak mengapa, demi
meraih pertemuan yang sebenarnya. Mana ada kebahagiaan hidup sukses dibandingkan dengan
kehidupan sukses dan kebahagiaan orang yang seluruh keluarganya, bisa masuk surga, bertemu
lagi dan bersenang-senang di sana?.

Resapilah dan hayatilah firman Allah Ta’ala di bawah ini,

‫صالَةَ َوأَنفَقُوا ِم َّما َرزَ ْقنَاهُ ْم ِس ًّرا َو َعالَنِيَةً َويَ ْد َرءُونَ بِ ْال َح َسنَ ِة ال َّسيِّئَةَ أُوْ لَئِكَ لَهُ ْم ُع ْقبَى‬ َّ ‫صبَرُوا ا ْبتِغَآ َء َوجْ ِه َربِّ ِه ْم َوأَقَا ُموا ال‬
َ َ‫َوالَّ ِذين‬
‫ب {} َسالَ ٌم َعلَ ْي ُكم‬ ٍ ‫اج ِه ْم َو ُذ ِّريَّاتِ ِه ْم َو ْال َمالَئِ َكةُ يَ ْد ُخلُونَ َعلَ ْي ِهم ِّمن ُكلِّ بَا‬
ِ ‫صلَ َح ِم ْن َءابَآئِ ِه ْم َوأَ ْز َو‬
َ ‫ات َع ْد ٍن يَ ْد ُخلُونَهَا َو َمن‬ ُ َّ‫ار {} َجن‬ ِ ‫ال َّد‬
ْ ُ
ِ ‫صبَرْ ت ْم فَنِ ْع َم ُعقبَى ال َّد‬
‫ار‬ َ ‫بِ َما‬

Artinya:

Dan orang-orang yang sabar, karena mencari keridhaan Rabbnya, mendirikan shalat dan
menafkahkan sebagian rezki yang kami berikan kepada mereka secara sembunyi-sembunyi
maupun terang-terangan, serta menolak kejahatan dengan kebaikan, orang-orang itulah yang
mendapatkan tempat kesudahan (yang baik). Yaitu surga ‘Adn yang mereka masuk ke dalamnya,
bersama-sama dengan orang-orang Yang sholeh dan bapa-bapaknya, istri-istrinya, dan anak cucu
dan cicitnya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari segala pintu.
Sambil mengucapkan salamun ‘alaikum bima sabartum, keselamatan atas kamu berkat
kesabaranmu. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu (Ar-Ra’du (13): 22-24).

Selanjutnya, jika kalian enggan dan tidak mau berjihad itu karena disamping terkena fitnah
(bencana) syahawat duniawi, sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, terkena juga
fitnah (bencana) syubuhat (kebodohan), tidak dapat memahami sunnah yang sebenarnya,
sebagaimana yang dikehendaki syariat, misalnya dengan alasan-alasan antara lain sebagai
berikut:

1.    Kalian enggan berjihad, dengan alasan hendak menempuh cara ibadah dan jalan hidup sufi,
karena mereka lebih afdhal amalnya, jihadnya jihad akbar (melawan hawa nafsu), prinsipnya
hendak memasukkan setiap manusia ke dalam surga. Jika orang kafir dibunuh berarti
menyengajakan memasukkan orang ke dalam neraka, mereka orang yang cinta damai dan tidak
suka dengan kekerasan, tidak minat pedang dan senjata, mereka hendak merubah dunia dengan
tasbih saja.

Ada juga bentuk sufi dengan gaya lain, katanya hendak merubah dunia, dengan cara merubah
diri sendiri, tidak perlu dengan kekerasan, tak perlu memerangi para thaghut, tak perlu
membunuh tentara-tentara Iblis musuh-musuh Islam, yang penting beraqidah salaf, (dengan
pemahaman yang picik), dan beribadah, (dengan pemahaman yang picik juga), mengikuti sunnah
Nabi sholallohu alaihi wa sallam. Jika seluruh kaum musimin beraqidah salaf dan beribadah
mengikuti sunnah Nabi sholallohu alaihi wa sallam, maka tanpa jihadpun dengan sendirinya,
daulah dan khilafah dengan sendirinya akan tegak di muka bumi. Demikianlah hujjah-hujjah
orang-orang sufi yang beragama mengikuti perasaan sesat kesufiannya,

Ingat kata-kata Imam Ahlus-Sunnah Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i rahimahumullah,

ٌ ُ‫صالَةُ ْال َعصْ ِر إِالَّ َوه َُو َمجْ ن‬


‫ون‬ ْ ‫ار َوأَت‬
َ ‫َت َعلَي ِه‬ ِ َ‫صوَّفَ َر ُج ٌل عَاقِ ٌل أَو ََّل النَّه‬
َ َ‫َما ت‬

Artinya: “Tidak ada seseorang yang berakal menjadi orang sufi pada awal siang hari, dan
shalat ashara datang kepadanya melainkan dia sudah dalam keadaan gila” (Ibnul Jauzi dalam
Shifatu ash Shohwah dan Talbis al Iblis).

Benar sekali apa yang dikatakan oleh Imam Asy-Syafi’i rha, orang-orang sufi memang majnun
(gila-ed). Tentunya gilanya tidak dimaksudkan seperti orang gila yang tidak normal syarafnya,
akan tetapi gilanya –wallahu a’lam- tidak normal fikirannya dalam memahami kebenaran sesuai
dengan Al-Quran dan As-Sunnah, sehingga pendapat-pendapatnya dan amal-amalannya nyleneh-
nyeleneh, ora ngalor, ora ngidul, pembicaraannya mengambang tidak pernah menukik kepada
persoalan ushul, esok tempe sore dele, dan seterusnya.

Amal yang paling mereka sukai dan menurutnya paling afdhal adalah menghitung tasbih dan
ijtima’-ijtima’ ala mereka. Ada juga yang lebih suka terjun dalam bidang tarbiyah dan dakwah,
koleksi buku-buku, menulis dan sebagainya dan menganggap hal itu lebih afdhal daripada jihad,
sehingga tidak tertarik bahkan tidak terdetik sama sekali untuk berjihad. Demikianlah sufi.
Adapun sunnah tidak begitu adanya, Al-Qur’an dan As-Sunnah menyatakan bahwa amalan yang
paling afdhal setelah Iman adalah Jihad, dalilnya sampai beratus-ratus.

Oleh karena itu Jihad merupakan amal yang paling disukai Rasulullah sholallohu alaihi wa
sallam, para shahabatnya, para Tabi’in dan orang-orang yang mengikutinya radhiyalloohu
anhum wa rahimakumullahu ajma’iin. Keterangan dalam masalah ini memenuhi kitab-kitab
hadits dan kitab-kitab tulian ulama’ Ahlus-Sunnah wal Jama’ah, silakan merujuk kepadanya [[15]].
Al Imam Al Faqih Asy-Syahid Abdullah bin Mubarak rahimahumullah, adalah seorang tokoh
besar Ahlus-Sunnah wal Jama’ah, beliau sangat tamak untuk berjihad, berperang dan ribath.
Beliau menggalakkan dan menghasung manusia agar berjihad, dan mengecam atas orang-orang
yang ber i’tikaf untuk beribadah, yang duduk-duduk enggan berjihad.

Dalam suatu riwayat dikatakan bahwa Muhammad bin Ibrahim bin Abu Sakinah sedang
menunaikan ribath bersama Abdullah bin Mubarak di Thursus. Ketika ia hendak menunaikan
haji, beliau menitip surat kepadanya agar disampaikan, kepada shahabatnya seorang
ulama’ besar juga yaitu Al-Fudhail bin Iyadh, yang pada waktu itu ia sedang bertempat tinggal di
dekat ka’bah, dan beri’tikaf di masjidil Haram. Isi surat beliau sebagai berikut:

‫ْصرْ تَنَا‬َ ‫يَا عَابِ َد ْال َح َر َمي ِن لَوْ أَب‬ ُ‫ك فِي ْال ِعبَا َد ِة ت َْل َعب‬ َ َّ‫لَ َعلِ ْمتَ أَن‬
‫ضبُ خَ َّدهُ بِ ُد ُمو ِع ِه‬ ِ ‫َم ْن َكانَ ي ُْخ‬ ُ‫فَنُحُو ُرنَا بِ ِد َمائِنَا تَتَخَ ضَّب‬
‫اط ٍل‬ ِ َ‫أَوْ َكانَ يُ ْت ِعبُ خَ ْيلَهُ فِي ب‬ ُ‫يح ِة تَ ْت َعب‬ َ ِ‫صب‬ َّ ‫فَ ُخيُولُنَا يَوْ َم ال‬
‫ َونَحْ نُ َعبِي ُرنَا‬،‫ير لَ ُك ْم‬ ِ ِ‫ِري ُح ْال َعب‬ ُ‫طيَب‬ ْ َ‫ك َو ْال ُغبَا ُر ْاأل‬ ِ ِ‫َر ْه ُج ال َّسنَاب‬
‫ال نَبِيِّنَا‬ َ
ِ َ‫َولَقَ ْد أتَانَا ِم ْن َمق‬ ْ
ُ‫ق… الَ يَك ِذب‬ ٌ ‫صا ِد‬َ ‫ص ِحي ٌح‬ َ ‫قَوْ ٌل‬
‫الَ يَ ْست َِوي َو ُغبَا ُر أَ ْه ِل هللاِ فِي‬ ُ‫َار تُ ْل ِهب‬
ٍ ِ ‫ن‬ ‫ان‬ ‫خ‬ َ ُ
‫د‬ ‫و‬
َ ٍ ِ ْ ‫ف‬
‫ء‬ ‫ى‬ ‫ر‬ ‫م‬ ‫ا‬ ِ ‫أَ ْن‬
ُ ‫هَ َذا ِكتَابُ هللاِ يَ ْن ِط‬
‫ق بَ ْينَنَا‬ ْ
ُ‫ت الَ يَك ِذب‬ َّ
ٍ ِّ‫ْس الش ِهي ُد بِ َمي‬ َ ‫لي‬َ

-        Wahai abid yang beribadah di masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Andaikan kamu
menengok kami, niscaya kamu akan tahu bawasanya kamu dalam beribadah sekedar main-main
saja.

-        Kalau kamu membasahi pipimu dengan air mata-air mata kamu, maka ketahuilah bahwa
kami membasahi tenggorokab-tenggorokan kami dengan darah-darah kami.

-        Kalau kamu melelahkan kudamu dalam kebatilan (urusan duniawi), maka ketahuilah
bahwasanya kuda-kuda kami berlelah-lelah pada hari pertempuran.

-        Bau semerbak harum bagimu, dan kami mempunyai keharuman tersendiri, hentakan kaki
kuda dan debu lebih harum bagi kami.

-        Sungguh telah datang kepada kita sabda nabi kita, sabda yang betul lagi benar yang tidak
dusta.

-        Tidaklah sama debu kuda Allah pada diri seseorang dan asap api neraka yang menjilat-jilat.

-        Ini Kitabullah (Al-Qur’an) berbicara dihadapan kita.

-        Orang yang syahid bukanlah mati, ia (Al-Qur’an) tidak berdusta.

Dan ketika Muhammad bin Ibrahim (pembawa surat) bertemu dengan Al-Fudhail bin Iyadh, di
dekat Ka’bah, diserahkanlah surat Ibnul Mubarak kepadanya. Maka tatkala ia membaca surat itu
berlinanglah air matanya dan berkata, “Benar Abu Abdurrahman (kunyah Abdullah bin
Mubarok) dia telah menasehatiku.” (Siyar ‘A’lamin Nubala’ –Adz-Dzhahabi 8/412).

Al Imam Al Faqih Asy-Syahid Ahmad bin Hambal rahimahumullah, salah seorang tokoh agung
Ahlus-Sunah yang namanya tidak asing lagi bagi orang awam, beliau syahid sebab cambukan
penguasa dzalim[[16]], demi mempertahankan Iman, Tauhid dan Kebenaran.

Pada suatu hari diceritakan tentang perang dihadapan beliau, maka beliau menangis dan berkata,
“Tidak ada amalan yang baik yang lebih utama, dan tidak ada sesuatu yang dapat menandingi
bertemu dengan musuh lalu menceburkan diri dalam peperangan secara langsung merupakan hal
yang paling utama. Orang-orang yang memerangi musuh adalah orang-orang yang
mempertahankan Islam, kaum muslimin dan kehormatan mereka, maka amalan apa yang lebih
utama daripada itu….? Manusia dalam keadaan aman, sedangkan mereka dalam keadaan takut.
Mereka telah mengorbankan darah dan jiwa mereka, di jalan Allah” Tarikh Al Baghdadi oleh Al
Khatib Al Baghdadi I/168.

Begitulah persepsi, tanggapan, interest (ketertarikan) dan semangat tokoh-tokoh Ahlussunnah


wal Jama’ah kepada Jihad. Perbedaannya dengan Ahlul Bid’ah dan Ahludh-Dholal antara langit
dan bumi, maka ambilah pelajaran wahai orang-orang yang punya sisa hati.

2.   Kalian tak mau berjihad dengan alasan hendak mengishlah dan memperbaiki amalan-amalan
kalian, hendak mentarbiyah diri terlebih dahulu, hendak mengumpulkan pahala dan ganjaran
dulu, hendak memperbaiki aqidah dan ibadah agar sesuai dengan sunnah dan sebagainya.

Ketahuilah bahwa alasan-alasan kalian itu batil dan bid’ah! Ingatlah justru Jihad adalah sarana
yang paling efektif untuk mengishlah amalan kalian, mentarbiyah diri kalian dalam segala aspek
baik Imaniyah ruhiyah, tashawwuriyah, fikriyah, khuluqiyah, amaliyah dan jismiyah, dan
sebagainya. Di medan perang kalian akan memahami dengan cepat dan tepat makna tauhid
Rububiyah, Tauhid Uluhiyah, dan Tauhid Asma’ wa Shifat. Disanalah kalian akan terdidik dan
terbekali secara langsung dengan bekalan ilmu dan taqwa, yakin dan tawakkal, syukur dan sabar,
zuhud terhadap kehidupan dunia dan Itsar lebih mementingkan kehidupan akhirat. Disana kalian
akan memperoleh bekal yang sangat mahal lagi berharga dengan mudah, yang amat sulit di
dapatkan di tempat-tempat lain, termasuk pesantren bahkan Al-Haramain, yaitu cinta jihad dan
cinta mati syahid. Berapa banyak orang yang baru masuk Islam baik pada masa Rasulullah
sholallohu alaihi wa sallam, hinga masa kini, karena langsung menceburkan diri dalam kancah
jihad, maka Allah Ta’ala mengkaruniakan kepadanya rasa cinta kepada jihad dan mati syahid,
dan akhirnya memperoleh syahadah, mengakhiri hidup yang paling afdhal. Tapi sebaliknya tidak
sedikit orang-orang yang menggondol gelaran S1, S1,S3, dalam bidang ushuluddin, syariah dan
lain sebagainya, namun tidak pernah mampir dalam hatinya rasa cinta terhadap jihad dan mati
syahid bahkan bersikap acuh tak acuh. Dan yang lebih parah lagi merasa sinis mendengar berita
medan laga, bunyi peluru dan suara bom, sambil nyeletuk dan mengatakan; “Jihad kan bukan
dengan kekerasan saja, membahagiakan istri kan juga jihad” –Wallaahul musta’an-

Kalau kalian beralasan mau mengumpulkan pahala, coba perhatikan dengan seksama satu hadits
saja dibawah ini, yang lainnya masih berpuluh-puluh lagi.

‫ب فِي ِه ُعيَ ْينَةٌ ِم ْن َما ٍء ع َْذبَةٌ فَأ َ ْع َجبَ ْتهُ لِ ِطيبِهَا فَقَا َل لَ ِو‬ٍ ‫صلَّى هَّللا َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم بِ ِش ْع‬
َ ِ ‫ب َرسُو ِل هَّللا‬ ِ ‫ع َْن أَبِي ه َُر ْي َرةَ قَا َل َم َّر َر ُج ٌل ِم ْن أَصْ َحا‬
‫صلَّى هَّللا َعلَ ْي ِه‬
َ ِ ‫ُول هَّللا‬ِ ‫صلَّى هَّللا َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَ َذ َك َر َذلِكَ لِ َرس‬ ْ
َ ِ ‫ب َولَ ْن أَ ْف َع َل َحتَّى أَ ْستَأ ِذنَ َرسُو َل هَّللا‬ ِ ‫ت فِي هَ َذا ال ِّش ْع‬ ُ ‫اس فَأَقَ ْم‬
َ َّ‫ت الن‬ ُ ‫ا ْعتَزَ ْل‬
‫س ْب ِعينَ عَا ًما‬ َ ‫ض ُل ِمنْ ِعبَا َدتِ ِه فِي بَ ْيتِ ِه‬ َ
َ ‫سبِي ِل هَّللا ِ أ ْف‬ َ َّ
َ ‫َو َسل َم فَقَا َل اَل تَ ْف َع ْل فَإِنَّ ُمقَا َم أ َح ِد ُك ْم فِي‬

Artinya: “Dari Abu Hurairah rhodiyalloohu anhum dari Rasulullah sholallohu alaihi wa sallam,
bersabda: Sesungguhnya berdirinya seseorang dalam barisan di jalan Allah lebih utama dari
ibadahnya dalam keluarganya selama tujuh puluh tahun.” (Hadits Hasan Riwayat At-Tirmidzi,
Al-Baihaqi dan Al Hakim).

Kalau kalian mau mengishlah amal kalian dan mentarbiyah diri kalian dengan berdakwah,
ketahuilah bahwasanya dakwah yang paling efektif juga dengan jihad. Rujuklah dan bacalah
siroh, Rasulullah sholallohu alaihi wa sallam, para shahabatnya dan Tabi’in serta orang-orang
yang mengikuti mereka hingga hari ini.

Rasulullah sholallohu alaihi wa sallam, selama 13 tahun berdakwah di Mekah, hanya


mendapatkan pengikut sebanyak ratusan orang saja, tidak sampai seribut orang. Tetapi dengan
Jihad yang hanya 10 tahun saja di Madinah, berpuluh-pluh ribu (seratus ribu lebih) orang
berduyun-duyun masuk Islam dengan sukarela tanpa dipaksa -Subhanallah-.

3.    Jika kalian enggan memperjuangkan Islam dengan menempuh jalan jihad sebab dengan
jihad akan banyak memakan korban baik harta maupun jiwa, banyak harta benda yang hilang
dan hangus, banyak putra-putra Islam yang baik-baik yang akan ditawan dan dipenjara, dan tentu
akan banyak yang mati, sedangkan target yang dicanangkan yaitu tegaknya daulah dan khilafah
belum tentu dapat diraih maka kami tidak mau mengorbankan mereka dengan sia-sia.

Oleh karena itu kami lebih memilih memperjuangkan Islam dengan jalan damai, yaitu dengan
pesta demokrasi dan parlementer, sebab dengannya banyak maslahat yang bisa dicapai dengan
tidak mengorbankan harta benda maupun jiwa dan raga. Dan tambahnya dengan cara inipun kita
bisa menang, kenapa kita mesti memilih dengan cara kekerasan, cara yang berat, cara yang tidak
manusiawi, cara yang brutal dan sebagainya dan sebagainya.

Ketahuilah dan sadarilah! Jika kalian mengaku sebagai orang beriman, bahwasanya hujjah dan
alasan-alasan kalian tersebut adalah batil, dhalal, sesat dan bid’ah, tidak sesuai dengan dien dan
akal sehat.
Jika harta benda dan jiwa raga yang terkorbankan dalam perjuangan fie sabilillah itu kalian
anggap sia-sia, yang perlu kalian tanyakan kepada diri-diri kalian, sebenarnya tujuan hidup
kalian itu untuk mencari apa? Dan perjuangan kalian dalam rangka apa? Bukankah semata-mata
untuk mencari ridha Allah Ta’ala? Jika benar demikian dan kalian betul-betul tulus dan ikhlas,
justru apabila kalian berhasil mengorbankan harta benda, darah, raga, jiwa dan nyawa kalian dan
orang-orang yang berada di bawah kepemimpinan kalian berarti telah mencapai tujuan akhir
kalian yaitu ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Bapak Dr. Muhammad Natsir, salah seorang tokoh Islam bertaraf internasional dan sangat
terkenal namanya khususnya di kalangan dunia Islam. Pada saat-saat jihad Afghanistan melawan
Uni Sovyet sedang semarak-semaraknya, beliau pernah diajak Asy-Syaikh Al Ustadz Abdullah
Sungkar, lebih dari sekali, untuk memperjuangkan Islam dengan jalan Jihad, namun beliau selalu
menolak untuk memperjuangkan Islam dengan pertimbangan antara lain, “Tidak mau
mengorbankan darah-darah kaum muslimin dengan sia-sia”. Pertimbangan seperti ini adalah
semata-mata didasarkan pada akal dan rasio yang bertentangan dengan sunnah, memang
kebanyakan orang-orang yang telah terkena virus dan kuman demokrasi ala barat, yang sesat,
kufur dan syirik itu, selalunya dalam memahami masalah perjuangan menegakkan Islam, mereka
ْ
ِ ‫)تَ ْق ِدي ُم الرَّأ‬.
mendahulukan pendapat dan ra’yunya diatas sunnah (‫ي َعلَى ال ُّسنَ ِة‬

Akan tetapi, alhamdulillah, ana mendengar dari salah seorang saksi mata mengatakan, bahwa
beliau pada akhir-akhir hayatnya merasa menyesal dan bertaubat, mudah-mudahan dosa dan
kesalahannya diampunkan Allah Ta’ala.

Asy-Syaikh Sa’id Ramadhan (bukan Al Buthi), seorang tokoh kawakan Jama’ah Al Ikhwan Al
Muslimin, pada masa Hasan Al Banna, sekitar tahun delapan puluh enaman (86-an) didatangi
oleh salah seorang pimpinan mujahidin. Waktu itu beliau sedang melaksanakan seminar di Eropa
— jikalau tidak lupa di Swedia—. Begitu tamu berjumpa dengannya, dan mengenalkan dirinya
bahwa ia kenal dekat dengan Amir Mujahidin dari Tandhim Al Ittihad Al Islamy lil Mujahidin
Afghanistan, yaitu Abdu ar Rabbi Ar Rasul Sayyaf, maka beliau terus menerus mengelus-elus
dadanya dengan tangan kanannya, sambil mengatakan kasihan Sayyaf, kasihan Sayyaf berulang-
ulang.

Jika kata-kata seperti ini dinyatakan karena Sayyaf terjebak dan terseret dalam mengikuti
langkah Ahmad Syah Mas’ud (koalisi utara), untuk menyerang Thaliban, tidak mengapa, sebab
Sayyaf benar-benar kasihan dalam persoalan ini. Tetapi jika kasihannya itu karena Asy-Syaikh
Sayyaf berjihad melawan pemerintahan Kabul boneka Rusia dan Negara komunis Rusia, maka
yang perlu ditanyakan, kenapa mesti dikasihani? Apakah karena Asy-Syaikh Sayyaf menempuh
jalan perjuangannya dengan kekerasan dan tidak memilih jalan damai atau demokrasi???

Dr. Yusuf Al Qordhowi, nama yang sudah tidak asing lagi memenuhi segala ufuk. Banyak orang
yang terpesona dengan pendapatnya dan fikirannya, bahkan ada sebagian orang yang
menyikapinya seolah-olah seperti nabi yang semua pendapatnya di telan begitu saja. Padahal
sebenarnya banyak sekali pendapat-pendapatnya yang sesat lagi menyesatkan.[[17]] Al Qordhowy
dan orang-orang sejenisnya seperti Al-Ghazali, Muhammad Sa’id Ramadhan Al Buthi, Fahmi
Huwaidi, Hasan Ath-Thurabi, Rasyid Al Ghanusyi, Jaudat Sa’id dan lain sebagainya, yang pada
masa kini sepak terjangnya sudah menyebar kemana-mana termasuk Indonesia. Bahkan sebagian
orang-orangnya lebih jelek lagi pendapat dan pemikirannya. Yang dimaksud disini adalah orang-
orang yang mengaku sebagai ilmuwan dan cendekiawan muslim. Adapun yang diluar itu,
misalnya orang-orang sekuler, tentu lebih buruk lagi, meskipun mengaku beragama Islam dan
jauh lebih sesat lagi.

Orang-orang tersebut dalam memahami Islam mempunyai qoidah tersendiri, lain sama sekali
dengan qoidah-qoidah yang telah diasaskan oleh ulama’ salaf yang tsiqat lagi terpercaya. Mereka
berbuat demikian karena didorong oleh rasa mindernya dan kalahnya dalam menghadapi
peradaban dan tamadun syaitan yang pada hari ini mendominasi dunia baik peradaban Barat
yang mengusung sekulerisme dengan demokrasinya dalam masalah politik, kapitalismenya
dalam ekonomi dan liberalismenya dalam masalah sosial.

Maupun peradaban timur dengan yang komunis dengan diktatorismenya dalam bidang politik,
sosialisme dalam ekonomi dan permisifismenya dalam masalah sosial dan kemasyarakatan.
Tetapi yang banyak mempengaruhi mereka bersikap demikian adalah peradaban Barat yang
dianggapnya lebih maju dan hebat.

Dengan perasaan minder dan kalahnya, maka mereka menampilkan Islam tidak sebagaimana
Islam yang diperjuangakan oleh Rasulullah sholallohu alaihi wa sallam, dan para shahabatnya
rhodiyalloohu anhum yaitu Islam yang lengkap dan sempurna. (lihat surat Al-Ma’idah (5) : 3),
yang tidak memerlukan sama sekali penambahan dari segala sistem dan peradaban di luar Islam.
Islam yang tulen seperti ini tidak disukai oleh orang-orang barat dan tidak mendapat tanggapan
positif dari mereka, maka orang-orang yang lari dan kalah itu menampilkan model Islam yang
direspon Barat, Islam yang disukai oleh mereka, Islam yang mau kompromi dan berkongsi
dengan mereka, Islam yang moderat dan sesuai dengan tuntutan zaman menurut selera mereka.

Untuk memenuhi hasrat itu, maka mereka membuat qoidah-qoidah ushul yang aneh bin nyeleneh
yang tidak pernah dikenali oleh generasi salaf kita, sebagai contoh misalnya:

ِ ‫( الَ يُ ْن َك ُر تَ َغيُّ ُر ْاألَحْ َك ِام بِتَ َغي ُِّر ْاألَ ْز َم‬


)‫ان‬

Artinya: Tidak menolak adanya peradaban hukum karena perobahan zaman.

Dengan qoidah ini mereka bisa menghukumi apa saja menurut selera dan hawa nafsu mereka.
Maka jangan kaget kalau mendengar pendapat mereka yang nyeleneh-nyeleneh, sesat lagi
menyesatkan, seperti misalnya “Islam menerima demokrasi dengan segala penampilannya”,
‘kekufuran bukan dosa yang bersifat duniawi, ia dosa ukhrawi Allah sendiri yang menghisab’,
maka orang kafir, berhak untuk hidup terhormat dan kita wajib menghentikan panggilan kafir
terhadap mereka.

“Orang nashrani adalah saudara kita”, “ahludz-dzimmah tidak ada lagi sebab orang-orang ahli
kitab telah sama-sama mempertahankan negara kita”. “Hukum had atas orang yang murtad telah
gugur” dan seribu satu lagi. Pokoknya dengan qoidah mereka, mereka bisa memain-mainkan
syariat sesuka hati mereka. Contoh yang lainnya,

ُ ْ‫ت ْال َمصْ لَ َحةُ فَثَ َّم شَر‬


ِ‫ع هللا‬ ِ َ‫َح ْيثُ َما َكان‬

Artinya: Dimana saja terdapat maslahah (kepentingan, kemanfaatan dan kebaikan), maka
disanalah syariat Allah.

Kalian bisa bayangkan sesatnya qoidah ini, dan lebih sesat lagi apabila mereka menyandarkan
maslahat itu diatas maslahat duniawi sesuai dengan hawa nafsu mereka yang biasa disebut Al-
Mashalih-Al Basyariah (maslahat kemanusiaan).

Coba sekarang bedakan dengan menggunakan akal dan iman yang waras qoidah maslahah yang
dikehendaki oleh mereka yaitu ahlul bid’ah, ahlul ahwa’dan ahlul dholalah dengan qoidah
mashlahah menurut Ahlus-Sunnah wal Jamaah. Imam Asy-Syatibi, salah seorang tokoh Ahlus-
Sunnah wal Jamaah telah menjelaskan secara detil kepada kita, mengenai mashlahah dalam kitab
“Al-Muwafaqat” beliau katakan:

،‫ أي أن حكم هللا تعالى في الجزئي (الدليل الخاص ) هو الذي يحقق المصلحة‬،‫إن المصالح هي بنظر الشارع ال بنظر المكلف‬
‫وإن فاتت بعض المصالح لدى النظر القاصر‬

Artinya: Sesungguhnya maslahah-maslahah itu adalah menurut pandangan Dzat yang membuat
syariat (Allah Ta’ala) bukan menurut pandangan orang yang dibebani tanggung jawab
(manusia). Maksudnya hukum Allah ta’ala yang terdapat pada dalil setiap permasalahannya,
itulah yang merealisir maslahah, meskipun dengan itu akan hilang sebagian maslahat menurut
pandangan orang yang picik. (Al-Muwafaqat fi Ushuli Syari’ah 2/27-28).

Katanya lagi:

‫الشارع إنما قصد بوضع الشريعة إخراج المكلف عن اتباع هواه حتى يكون عبدا هلل‬

Artinya:

Dzat Pembuat syariat (Allah) membuat syariat adalah dengan tujuan mengeluarkan mukallaf dari
mengikuti hawa nafsunya sehingga ia menjadi hamba Allah.” (Al-Muwafaqat 2/153). Katanya
lagi :
‫ ال من حيث أهواء النفوس في‬،‫ والمفاسد المستدفعة إنما تعتبر من حيث تقام الحياة الدنيا للحياة األخرى‬،‫المصالح المتجلية شرعا‬
‫جلب مصالحها العادية أو درء مفاسدها العادية‬

Artinya:

Maslahah-maslahah yang jelas secara syar’i dan sebab-sebab kerusakan yang mesti dibendung,
bahwasanya hal itu adalah dinilai dari segi tegaknya kehidupan dunia untuk kehidupan akherat,
bukan diukur mengikut hawa nafsu dalam meraih kepentingannya secara manusiawi atau
mengelak kerusakan-kerusakannya secara adat kebiasaan. (Al-Muwafaqat 2/27-28).

Beliau berkata lagi:

‫ إن النفوس محترمة محفوظة‬:‫ كما نقول‬:‫ كما أن المضار محفوفة ببعض المنافع‬،‫المنافع الحاصلة للمكلف مشوبة بالمضار عادة‬
‫ أو إتالفها وإحياء المال كان إحياؤها أولى فإن عارض‬،‫ بحيث إذا دار األمر بين إحيائها وإتالف المال عليها‬،‫ومطلوبة لإلحياء‬
‫ وقتل المرتد وغير ذلك‬،‫ كما جاء في جهاد الكفار‬،‫ وإن أدى إلى إماتتها‬،‫ كان إحياء الدين أولى‬،‫إحياؤها إماتة الدين‬.

Artinya: Biasanya kemanfaatan-kemanfaatan yang berhasil dicapai oleh seorang mukallaf itu
tercampur dengan kemadharatan-kemadharatan, sebagaimana pula kemadharatan-kemadharatan
dikelilingi dengan sebagian kemanfaatan. Seperti yang kami katakan: bahwasanya jiwa adalah
terhormat lagi terpelihara dan menuntut untuk hidup. Sekiranya dihadapkan kepada
permasalahan (pilihan) antara menghidupkan (menyelamatkan) jiwa dan melenyapkan harta
demi selamatnya nyawa, atau melenyapkannya (kehilangan nyawa) dan menghidupkan
(menyelamatkan) harta, maka menghidupkan jiwa itu lebih diutamakan. Akan tetapi jika
menghidupkan jiwa, itu membawa kepada kematian dien (agama), maka menghidupkan dien itu
lebih diutamakan, walaupun mengakibatkan kematiannya, sebagaimana yang terdapat dalam
syariat berjihad melawan orang-orang kafir dan membunuh orang murtad dan lain sebagainya.
Al-Muwafaqat 2/92. (Rujuk Al-Muwafaqat juz 2/ 92, 27, 8, 153, atau kitab Al-Jihad wal Ijtihad
hal 268-269).

Pada (Al Muwafaqat juz 2) halaman 176 beliau berkata:

‫ ولذلك ال قيمة لحظ اإلنسان أمام أحكام الشريعة‬،‫ وضرورة الدين أرجح من كل ضرورة‬،‫فمصلحة الدين مقدمة على أي مصلحة‬

Artinya: maka maslahat dien (agama) didahulukan diatas maslahat apapaun juga dan darurat atau
kepentingan dien lebih diberatkan dari segala darurat atau kepentingan lainnya. Oleh karena itu
tidak ada harganya bagi nasib manusia dihadapan hukum-hukum syariat.

Dari beberapa qoul Imam Asy-Syathibi tersebut kita, dapat menyimpulkan bahwasanya
“Maslahat dan Madharat” dalam Islam itu dinilai berdasarkan syariat, bukan berdasarkan fikiran
manusia dan hawa nafsunya. Dan maslahat dien (agama), dan akherat adalah didahulukan atau
diutamakan diatas segala maslahat yang lain.
Demikianlah pemahaman maslahah menurut Ahlus-Sunnah wal Jama’ah. Adapun menurut kaum
yang tidak mempunyai izzah lagi dengan Islam yang asli dan tulen, bahkan minder, pesimis, dan
merasa kalah berhadapan dengan peradaban barat, mereka mendasarkan maslahat diatas
berdasarkan rasio, akal dan hawa nafsunya. Maka maslahat menurut mereka adalah maslahat
duniawi tanpa memandang kepada maslahat dien dan ukhrawi. Disinilah letak dan puncak
kesesatan mereka, bukan sekedar perselisihan antar madzhab dikalangan ahlus-Sunnah, misalnya
antara madzhab Asy-Syafi’i dengan madzhab Al-Hanafi, atau Al-Hambali dengan Al-Maliki,
atau Asy-Syafi’i dengan ketiganya, atau sebaliknya atau keempat-empatnya dengan madzhab
Adh-Dhahiri, atau sebaliknya. Bahkan bukan hanya sekedar seperti perselisihan antara ahlus-
Sunnah wal Jama’ah dengan golongan Khowarij atau golongan murji’ah terdahulu, tetapi lebih
dari itu semua…

Bahkan sebagian ahlul ilmi tidak ragu lagi menghukumi orang-orang seperti itu (kaum
pesimistis-ed) sebagai zindiq (orang yang berpura-pura beriman tetapi pada hakekatnya adalah
kufur).

Berkata Imam Asy-Syafi’i dan Imam Malik rahimahumullah : Ulama’ahlul kalam adalah zindiq
(lihat Al Jihad wal Ijtihad 278). Sedangkan jika diperhatikan tindakan kriminal yang dilakukan
oleh kaum tersebut tidak lebih kecil dibandingkan dengan apa yang diperbuat oleh ahlul kalam. –
wallahu ‘alam-

Jika ditanyakan apakah tidak ada takhshish (pengkhususan), menurut hukum syar’i dalam hal
maslahat ini?

Jawabnya, setelah memahami maslahah dengan pemahaman yang benar menurut syara’, maka
sesungguhnya pengkhususan terdapat pada dua maudhu’ yaitu:

1)      Berkata Ibnu Qoyyim Al Jauziyah rahimahumullah:

ِ ‫َما حُرِّ َم َس ًّدا لِل َّذ ِري َع ِة أُبِي َح لِ ْل َمصْ لَ َح ِة الر‬


‫َّاج َح ِة‬

Artinya: Sesuatu yang diharamkan karena menutup wasilah keburukan yang mungkin terjadi,
diperbolehkan, karena ada maslahat yang lebih kuat (dari keburukannya).

2)      Berkata Asy-Syathibi rahimahumullah:

‫ وأما التابعية فيراعى فيها حق المكلف‬،‫ فاألصلية ال يراعى فيها حق المكلف‬،‫المقاصد الشرعية ضربان أصلية وتابعية‬

Artinya: maksud syariat ada dua macam, Ashliyah dan Tabi’iyah, maksud yang asli adalah tidak
mengambil kira (perhitungan) padanya hak seorang mukallaf. Sedangkan maksud tabi’i di
dalamnya memperhatikanatau memperhitungkan hak mukallaf. Keterangan yang lebih jelas
dalam masalah ini, silahkan merujuk pada kitab yang tertera diatas.
Kembali pada pembahasan pokok. Jika kalian enggan menempuh jalan jihad dalam
memperjuangkan tegaknya Islam, dan kalian memilih dengan cara ikut pesta demokrasi —salah
satu syariat agama sekuler itu— dengan alasan demi maslahah, maka ketahuilah bahwasanya
alasan kalian itu batil, sebab kalian telah mendasarkan maslahah diatas rasio atau akal perasaan
dan hawa nafsu kalian, dan bukan diatas syara’ sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya.

Ketahuilah bahwasanya segala cara apapun untuk menggantikan Jihad (perang) baik dengan
parlemen, tabligh, seminar-seminar, menulis buku, bedah buku, dengan tarbiyah yang khayal,
yang mana semua orang Islam akan dididik agar seluruhnya menjadi sholeh, bahkan iman
mereka diharapkan dapat mendekati derajat iman para shahabat, dengan membenahi
perekonomian, ilmu pengetahuan, teknologi maupun yang lain-lain. Semua cara-cara ini akan
membawa kepada kerendahan dan kehinaan, jika dijadikan sebagai jalan untuk mencapai
kemenangan dan kekuasaan Islam tanpa jihad. Dan Allah Yang Maha Menunjukkan ke jalan
yang lurus.

Jika ada diantara kalian yang bertanya, kita wajib berjihad, maka siapakah yang harus kita lawan,
bukankah kaum muslimin pada saat ini adalah dalam keadaan aman, orang kafir kan tidak
memusuhi kita? Jawaban singkatnya orang kafir dari segi lahir kelihatannya tidak memerangi
kaum muslimin, sebab sadar atau tidak sadar sebenarnya kaum muslimin telah menuruti
kemauan mereka, mengikuti program-program mereka, manhaj mereka dan undang-undang
mereka, angan-angan mereka, dan impiannya selama ini sudah tercapai. Mereka telah berhasil
menguasai kaum muslimin, dalam segala aspek, maka untuk apa mereka memerangi dengan
senjata??? Tetapi jika kaum muslimin enggan mengikuti mereka, maka mereka tidak segan-segan
menggunakan cara apapun termasuk senjata pemusnah masal, dan sebagainya. Lihatlah apa yang
terjadi di Afghanistan, Irak, Filipina Selatan, Chechnya, dan sebagainya!

Menurut ahlul ilmi, jihad pada masa kini hukumnya wajib, karena beberapa sebab antara lain:

(a)    Negara-negara kaum muslimin dikuasai oleh orang-orang kafir. Coba amati dengan sebaik-
baiknya dengan menggunakan ilmu syar’i dan ilmu kauni, apakah ada negara kaum muslimin
sekarang ini yang tidak dikuasai oleh kekuasaan kufur? Jika kalian jujur mesti menjawab tidak
ada, walaupun jazirah Arabia sebagai pusat negara kaum muslimin, bukankah yang berkuasa
disana adalah pelacur Amerika dan antek-anteknya.?

(b)   Kebanyakan penguasa-penguasa kaum muslimin telah murtad mereka telah melakukan
berbagai kufur akbar, syirik akbar dan nifaq akbar.

(c)    Wujudnya para penguasa dan kekuatan-kekuatan mereka sebagai golongan yang menolak
syariat Allah.

(d)   Sirnanya Khilafah Islamiyah.


(e)    Penjara di mana-mana dipenuhi para pejuang Islam. (Rujuk Al-Khuttuth Al Aridhah hal
105-129).

[8]. Wasiat Kedelapan

Janganlah kalian berputus asa, bersedih hati, pesimis, merasa kecil, hina dan tidak memiliki apa-
apa…Ingat! Kalian memiliki iman yang lebih berharga dari segala-galanya. Jika iman kalian
benar, maka kalian paling tinggi derajat dan kedudukannya (Q.S. Ali Imran (3): 139). Ketahuilah
bahwasanya masa depan adalah untuk Islam dan kaum Muslimin, baik di dunia maupun di
akherat.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (Q.S. An-Nur (24): 55, Q.S. Al-Mukmin (40): 51, Q.S.
Al-Anbiyaa’ (21): 105, Q.S. Al-A’raf (7) : 128, 5, 11, 49, Q.S. Al Qoshos (28) : 83).

Rasulullah sholallohu alaihi wa sallam, bersabda dalam beberapa hadits, antara lain sebagai
berikut:

َ‫ فَ َجا َء أَبُو ثَ ْعلَبَة‬.ُ‫ف َح ِديثَه‬


ُّ ‫ َو َكانَ بَ ِشي ٌر َر ُجاًل يَ ُك‬,‫صلَّى هَّللا َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬َ ِ ‫ير قَا َل ُكنَّا قُعُودًا فِي ْال َم ْس ِج ِد َم َع َرسُو ِل هَّللا‬
ٍ ‫ع َِن النُّ ْع َما ِن ْب ِن بَ ِش‬
‫س‬َ َ‫ فَ َجل‬.ُ‫طبَتَه‬ ُ
ْ ‫ أَنَا أَحْ فَظُ ُخ‬: ُ‫صلَّى هَّللا َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فِي اأْل َم َرا ِء؟ فَقَا َل ُح َذ ْيفَة‬
َ ِ ‫يث َرسُو ِل هَّللا‬ َ ‫ أَتَحْ فَظُ َح ِد‬,‫يَا بَ ِشي ُر ْبنَ َس ْع ٍد‬: ‫ فَقَا َل‬,‫ْال ُخ َشنِ ُّي‬
َ‫أَبُو ثَ ْعلَبَة‬.

ُ‫صلَّى هَّللا َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم تَ ُكونُ النُّبُ َّوةُ فِي ُك ْم َما َشا َء هَّللا ُ أَ ْن تَ ُكونَ ثُ َّم يَرْ فَ ُعهَا إِ َذا َشا َء أَ ْن يَرْ فَ َعهَا ثُ َّم تَ ُكون‬
َ ِ ‫ قَا َل َرسُو ُل هَّللا‬: ُ‫فَقَا َل ُح َذ ْيفَة‬
‫ضا فَيَ ُكونُ َما َشا َء هَّللا ُ أَ ْن‬ ًّ ‫اج النُّبُ َّو ِة فَتَ ُكونُ َما َشا َء هَّللا ُ أَ ْن تَ ُكونَ ثُ َّم يَرْ فَ ُعهَا إِ َذا َشا َء هَّللا ُ أَ ْن يَرْ فَ َعهَا ثُ َّم تَ ُكونُ ُم ْل ًكا عَا‬
ِ َ‫ِخاَل فَةٌ َعلَى ِم ْنه‬
ً‫يَ ُكونَ ثُ َّم يَرْ فَ ُعهَا إِ َذا َشا َء أَ ْن يَرْ فَ َعهَا ثُ َّم تَ ُكونُ ُم ْل ًكا َجب ِْريَّةً فَتَ ُكونُ َما َشا َء هَّللا ُ أَ ْن تَ ُكونَ ثُ َّم يَرْ فَ ُعهَا إِ َذا َشا َء أَ ْن يَرْ فَ َعهَا ثُ َّم تَ ُكونُ ِخاَل فَة‬
َ‫اج النُّبُ َّو ِة ثُ َّم َسكَت‬
ِ َ‫َعلَى ِم ْنه‬

Artinya: “Dari Hudzaifah rhodiyalloohu anhum berkata, Rasulullah sholallohu alaihi wa


sallam, telah bersabda, terjadi nubuwwah (kenabian) di kalangan kamu, sebagaimana yang
Allah kehendaki untuk terjadi, kemudian Allah mengangkatnya apabila Ia menghendaki
mengangkatnya, kemudian terjadi khilafah, diatas minhaj (jalan yang terang) kenabian, maka
terjadilah ia sebagaimana kehendak Allah untuk terjadi, kemudian Allah, mengangkatnya
apabila Allah menghendaki untuk mengangkatnya, kemudian terjadi kerajaan yang menggigit
(kejam / bengis) maka terjadilah ia sebagaimana kehendak Allah untuk terjadi, kemudian Allah,
mengangkatnya apabila Allah menghendaki untuk mengangkatnya, kemudian terjadi kerajaan
yang memaksa (sombong / angkuh), maka terjadilah ia sebagaimana kehendak allah untuk
terjadi, kemudian mengangkatnya, apabila Allah menghendaki untuk mengangkatnya, kemudian
terjadi khilafah diatas minhaj kenabian. Kemudian beliau diam” (H.H.R Imam Ahmad dalam
Musnad: 1843).

Sabda beliau lagi sholallohu alaihi wa sallam:


ٍ ‫ك هَّللا ُ بَيْتَ َمد‬
‫َر‬ ُ ‫ لَيَ ْبلُغ ََّن هَ َذا اأْل َ ْم ُر َما بَلَ َغ اللَّ ْي ُل َوالنَّهَا ُر َواَل يَ ْت ُر‬: ‫صلَّى هَّللا َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَقُو ُل‬َ ِ ‫ْت َرسُو َل هَّللا‬ ُ ‫ي قَا َل َس ِمع‬ ِ ‫ع َْن تَ ِم ٍيم ال َّد‬
ِّ ‫ار‬
‫اًّل‬
‫اريُّ يَقُو ُل‬ ِ ‫ َو َكانَ تَ ِمي ٌم ال َّد‬.‫ ِع ًّزا يُ ِع ُّز هَّللا ُ بِ ِه اإْل ِ ْساَل َم َو ُذ يُ ِذلُّ هَّللا ُ بِ ِه ْال ُك ْف َر‬,‫يل‬
ٍ ِ‫يز أَوْ بِ ُذ ِّل َذل‬ ِ ‫َواَل َوبَ ٍر إِاَّل أَدْخَ لَهُ هَّللا ُ هَ َذا ال ِّدينَ بِ ِع ِّز ع‬
ٍ ‫َز‬
‫صغَا ُر‬َّ ‫اب َم ْن َكانَ ِم ْنهُ ْم َكافِرًا ال ُّذلُّ َوال‬ َ ‫ص‬ َ َ‫اب َم ْن أَ ْسلَ َم ِم ْنهُ ُم ْالخَ ْي ُر َوال َّش َرفُ َو ْال ِع ُّز َولَقَ ْد أ‬ َ ‫ص‬ َ َ‫ت َذلِكَ فِي أَ ْه ِل بَ ْيتِي لَقَ ْد أ‬ ُ ‫قَ ْد َع َر ْف‬
ُ‫* َو ْال ِج ْزيَة‬

Artinya: “Dari Tamim ad Dari rhodiyalloohu anhum berkata, “Aku mendengar Rasulullah
sholallohu alaihi wa sallam, bersabda,”Sesungguhnya benar-benar urusan ini (Islam) akan
mencapai segala tempat yang dicapai malam dan siang dan Allah tidak meninggalkan rumah
yang terbuat dari tanah liat maupun bulu unta melainkan Allah memasukkan dien ini
kepadanya, dengan memuliakan yang mulia dan menghinakan yang hina, mulia karena Allah
memuliakan dengannya Islam, dan hina karena Allah menghinakan dengannya kekufuran ”
(H.S.R Imam Ahmad, dalam kitab Al-Musnad  No: 16998 dan Al-Hakim dalam Al-Mustadrak no
8326, lihat Silsilah Ahadits Shahihah, syaikh Albani no 3).

Sabdanya sholallohu alaihi wa sallam, lagi

‫َاربَهَا َوإِ َّن أُ َّمتِي َسيَ ْبلُ ُغ ُم ْل ُكهَا َما‬


ِ ‫ارقَهَا َو َمغ‬ِ ‫ْت َم َش‬ُ ‫ض فَ َرأَي‬
َ ْ‫صلَّى هَّللا َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ِإ َّن هَّللا َ زَ َوى لِ َي اأْل َر‬
َ ِ ‫ع َْن ثَوْ بَانَ قَا َل قَا َل َرسُو ُل هَّللا‬
َ َ‫يت ْال َك ْنزَ ْي ِن اأْل َحْ َم َر َواأْل َ ْبي‬
‫ض‬ ُ
ُ ‫ي لِي ِم ْنهَا َوأ ْع ِط‬ َ ‫* ُز ِو‬

Artinya: “Dari Tsauban rhodiyalloohu anhum bahwasanya Rasulullah sholallohu alaihi wa


sallam, bersabda, sesungguhnya Allah menghimpun bumi untukku, maka aku bisa melihat
penjuru timurnya dan penjuru baratnya dn sesungguhnya umatku kerajaan (kekuasaan) nya
akan mencapai apa yang dihimpunkan kepadaku darinya.” (H.S.R Muslim).

Sabdanya sholallohu alaihi wa sallam, yang lain:

ِ ْ‫ين فِي اأْل َر‬


.‫ض‬ ِ ‫صلَّى هَّللا َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم بَ ِّشرْ هَ ِذ ِه اأْل ُ َّمةَ بِال َّسنَا ِء َوال ِّر ْف َع ِة َوالدِّي ِن َوالنَّصْ ِر َوالتَّ ْم ِك‬ ٍ ‫ع َْن أُبَ ِّي ب ِْن َك ْع‬
َ ِ ‫ب قَا َل قَا َل َرسُو ُل هَّللا‬
ِ ‫فَ َم ْن َع ِم َل ِم ْنهُ ْم َع َم َل اآْل ِخ َر ِة لِل ُّد ْنيَا لَ ْم يَ ُك ْن لَهُ فِي اآْل ِخ َر ِة ن‬.
ٌ‫َصيب‬

Artinya: “Dari Ubay bin Kaab rhodiyalloohu anhum berkata “Rasulullah sholallohu alaihi wa
sallam, bersabda: “Gembirakanlah umat ini dengan keluhuran, ketinggian dan kemenangan,
kejayaan dan berkuasa di muka bumi, maka barangsiapa dari mereka yang mengerjakan
amalan akhirat untuk keduniaan, ia tidak mendapatkan bagian apapun di akherat”” (H.R. Imam
Ahmad).

Dan masih banyak lagi keterangan-keterangan lain yang berhubungan dengan pembahasan
masalah ini, bagi yang ingin memperdalam silahkan melihat sebagian rujukan yang saya tuliskan
di bawah ini:

 Tafsir Ibnu Katsir  : 3/211-213, 210-212, 4/90-91, 1/586-597


 Al Mustaqbal li Haadzad-Dien –oleh- Ust. Sayyid Qutb.
 Armageddon (Huru-hara akhir Zaman) oleh Muhammad Amin Jamaluddin.
 Armageddon Peperangan Akhir Zaman menurut Al-Qur’an, Al-Hadits, Taurat dan Injil,
oleh Ir. Wisnu Sasongko, M.T.

Untuk menyongsong kemuliaan, kemenangan, kejayaan dan kekuasaan Islam dan kaum
muslimin itu, meskipun kebanyakan umat Islam telah mabuk ke dunia, dan tidak sedikit juga
yang terbuai dengan kehidupan ala sufi dan manhaj Demokrasi Al-Ghorbi As-Syirki Al-Kufri.
Akan tetapi Sunnatullah dan taqdirnya telah menyatakan bahwasanya akan senantiasa ada dari
umat ini satu kelompok yang membela dan memperjuangkan Islam dengan pedang dan kekuatan
dengan mendapat pertolongan Allah Ta’ala.

Ada sekitar dua ratus (yang lebih benar; dua puluh, ed) hadits yang menjelaskan masalah ini,
baiklah kita simak satu saja mudah-mudahan Allah memberkati kita:

‫ظا ِه ِرينَ إِلَى يَوْ ِم‬ ِّ ‫طائِفَةٌ ِم ْن أُ َّمتِي يُقَاتِلُونَ َعلَى ْال َح‬
َ ‫ق‬ َ ‫صلَّى هَّللا َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَقُو ُل اَل تَ َزا ُل‬ َ ‫ي‬ ُ ‫ع َْن َجابِ ِر ْب ِن َع ْب ِد هَّللا ِ يَقُو ُل َس ِمع‬
َّ ِ‫ْت النَّب‬
َ‫ْض أُ َم َرا ُء تَ ْك ِر َمة‬ ٍ ‫ض ُك ْم َعلَى بَع‬َ ‫ص ِّل لَنَا فَيَقُو ُل اَل إِ َّن بَ ْع‬َ ‫صلَّى هَّللا َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَيَقُو ُل أَ ِمي ُرهُ ْم تَ َعا َل‬ َ ‫ْالقِيَا َم ِة قَا َل فَيَ ْن ِز ُل ِعي َسى ابْنُ َمرْ يَ َم‬
َ‫هَّللا ِ هَ ِذ ِه اأْل ُ َّمة‬

Artinya: “Dari Jabir bin Abdullah rhodiyalloohu anhum berkata, Rasulullah sholallohu alaihi
wa sallam bersabda “Akan senantiasa ada segolongan dari umatku yang berperang membela
kebenaran dengan mendapat pertolongan Allah hingga datangnya hari kiamat.” “Beliau
berkata, “Kemudian akan turun Isa putra Maryam alaihi salam, lalu pemimpin mereka berkata
(kepada Isa alaihi salam). “Kemarilah silakan anda mengimami kami sholat!” Lalu beliau
menjawab, “Tidak sesungguhnya sebagian kalian adalah pemimpin, bagi sebagian yang lain.”
Sebagai penghormatan dari Allah terhadap umat ini. (H.S.R Muslim).

Berdasarkan hadits-hadits yang banyak itu dan keterangan-keterangan ahlul ilmi yang tsiqot, bisa
disimpulkan –wallahu a’lam- bahwa golongan tersebut pada masa kini adalah para mujahidin,
yang sedang berjihad dengan pedang dan kekuatan di mana-mana demi membela kebenaran.
Mereka inilah yang patut menyongsong kemenangan dan kejayaan tersebut. Oleh karena itu
bersegeralah kalian untuk bergabung dengan mereka (bisa anda lihat dalam Al-Qur’an surat ke
19 ayat ke 119), minimal hati dan perasaan kalian. Sungguh merugi orang yang tidak menyertai
mereka.

َ ِ‫أَللَّهُ َّم أَحْ يِنَا ُم ْسلِ ِمينَ َوأَ ِم ْتنَا ُم ْسلِ ِمينَ َوأَ ْل ِح ْقنَا ب‬
َ‫الصالِ ِحين‬

Artinya: “Ya Allah, hidupkanlah kami dalam keadaan muslim dan matikanlah kami dalam
keadaan muslim, dan gabungkanlah kami dengan orang-orang sholeh (di dunia dan di
akherat)” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 3/351, 2/510).

[9]. Wasiat Kesembilan


Berpeganglah kalian semuanya kepada tali Allah, kepada dien-Nya, kepada Islam, kepada Al-
Qur’an, kepada As-Sunnah, dan kepada Al-Haq, dan berjama’ahlah, serta bersatulah dalam
memegangi kebenaran, dan jangan bercerai berai (silahkan buka firman Allah Ta’ala surat Ali
Imran (3) : 103).

Ingatlah bahwa berjama’ah atau bersatu dalam kebatilan, seperti kufur, syirik, nifaq, riddah,
bid’ah, dan sebagainya tidak berarti sama sekali dalam perjuangan menegakkan kebenaran,
bahkan dilarang oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka maksud dari jama’ah, dalam Islam
adalah jama’ah yang sesuai dengan syariat meskipun seorang diri, seperti kata Abdullah bin
Mas’ud rhodiyalloohu anhum seorang faqih dari kalangan shahabat. Maka kumpulan, kelompok
dan golongan yang manapun juga, meskipun pengikutnya menakjubkan kita jumlahnya, dan
sistem organisasinya, dan lain sebagainya, tetapi tidak sesuai dengan syari’at, maka kumpulan
tersebut adalah kumpulan batil. Kalian tidak boleh beriltizam dan mengikutinya, karena sesat dan
menyesatkan, tinggalkanlah jama’ah-jama’ah yang seperti itu, dan kembalilah kepada jama’ah-
jama’ah yang sesuai dengan syara’ meskipun kelihatannya tidak banyak pengikutnya.

Berusahalah untuk mengishlah atau memperbaiki, perhubungan sesama kaum mukminin, (al-
Qur’an Surat Al-Anfal (8): 1). Sebab kerusakan hubungan sesama kaum mukminin, berpengaruh
negatif terhadap dien dan dunianya, di dalam sebuah hadits disebut sebagai Al Haliqoh
(pencukur).

‫ص َدقَ ِة ؟ قَالُوا بَلَى يَا‬َّ ‫صاَل ِة َوال‬ ِّ ‫ض َل ِم ْن َد َر َج ِة ال‬


َّ ‫صيَ ِام َوال‬ َ ‫صلَّى هَّللا َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم أَاَل أُ ْخبِ ُر ُك ْم بِأ َ ْف‬ َ َ‫ع َْن أَبِي الدَّرْ دَا ِء قَا َل ق‬
َ ِ ‫ال َرسُو ُل هَّللا‬
ْ ْ
ُ‫ت البَي ِْن ال َحالِقَة‬ ْ
ِ ‫ت البَ ْي ِن َوفَ َسا ُد َذا‬
ِ ‫ال إِصْ اَل ُح َذا‬ َ َ‫ ق‬.ِ ‫* َرسُو َل هَّللا‬

Artinya: “Dari Abu Darda’ rhodiyalloohu anhum, berkata, Rasulullah sholallohu alaihi wa
sallam, bersabda: Ingatlah! Aku akan memberitahukan kepada kalian dengan sesuatu yang
lebih utama dari derajat kedudukan puasa, shalat dan shodaqoh!” “Ya apa itu wahai
Rasulullah!” Beliau berkata, “Memperbaiki hubungan sesama (kalian).” Beliau berkata “Dan
rusaknya hubungan sesama (kalian) adalah pencukur” (H.H.R Abu Daud dan At-Tirmidzi), Dan
dalam riwayat lain dikatakan sebagai pencukur dien (agama).

Oleh karena itu, janganlah kita ribut sendiri dengan sesama kaum mukminin, hanya karena
masalah duniawi, roti dan nasi sehingga lupa terhadap masalah-masalah prinsip yang mesti
dibela sampai mati. Jadikanlah diri-diri kalian sebagai Ashabul Mabadi’ (orang-orang yang
punya prinsip). Dan janganlah menjadi Ashabul Masholih (orang-orang yang hidupnya demi
kepentingan duniawinya).

[10]. Wasiat Kesepuluh

Bermujahadahlah sekuat tenaga dan kemampuan untuk menghindarkan diri dari dua belas
perkara yang diharamkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Insya Allah dengan izin-Nya dan rahmat-
Nya kalian akan diselamatkan dari siksa dunia dan akherat, kalian akan terselamatkan dari
neraka, dan dimasukkan ke dalam surga. Inilah keberuntungan, kejayaan, kemenangan dan
sukses yang sebenarnya, (Al-Qur’an Surat Ali Imran (3): 185). Adapun 12 jenis yang
diharamkan itu ialah:

a)                Kufur ‫الكفر‬

b)                Syirik ‫الشرك‬

c)                Nifaq ‫النفاق‬

d)                Kefasikan ‫الفسوق‬

e)                Kedurhakaan ‫العصيان‬

f)                 Dosa ‫اإلثم‬

g)                Pelanggaran ‫العدوان‬.

h)                Perbuatan keji ‫الفخشاء‬,

i)                  Kemungkaran ‫المنكر‬,

j)                  Dzhalim/melanggar hak manusia ‫الظلم‬

k)                Mengada-adakan terhadap Allah tanpa ilmu ‫( القول على هللا بال علم‬lihat Qur’an Surat
(7) : 33),

l)                  Mengikuti jalan yang bukan jalan orang mukmin. ‫( اتباع غير سبيل المؤمنين‬lihat Qur’an
Surat An-Nisa (4) : 115). Bagi yang ingin membaca syarahnya secara detail, bisa dilihat pada
kitab Madarijus Salikin, Ibnu Qoyyim 1/335-372, atau Risalah kepada Shahabat-oleh penulis-

***

Demikianlah 10 wasiat dan pesan-pesan yang perlu kami sampaikan kepada kalian semua,
semoga bermanfaat bagi kita sekalian. Yang benar dari Allah ta’ala, marilah kita berusaha,
bersedia menerima dan mengamalkannya, sedang yang batil dari saya sendiri dan syaitan, saya
beristighfar dan memohon ampun kepada-Nya.

Akhirnya marilah kita senantiasa berdo’a untuk diri kita, keluarga kita, segenap kaum mukminin,
terutama mujahidin yang sedang berjihad dan berjuang dimana-mana, mudah-mudahan kita
semua ditunjukkan Allah jalan yang benar dan diberi-Nya rizki untuk dapat mengikuti-Nya, dan
selalu sabar, tsabat dan istiqomah. Amiin.

[[1]].
HR. Abu Daud: Al-Fitan 4252 dan Al-Barqani dalam shahihnya. Seluruh perawi Abu Daud
adalah perawi imam Muslim, kecuali kedua guru Abu Daud: keduanya tsiqah. Maka, hadits ini
adalah hadits shahih  Juga diriwayatkan oleh At-Tirmidzi ; Al-Fitan dan Ahmad, dengan lafal
sedikit berbeda.

[[2]]
Rujuk tulisan penulis, Islam Moderat dan Islam Ekstrem.

[[3]]    Baca  :”Al Islamiyyun wa sarab Ad-Dimuqrotiyyah, Al Jihad wal Ijtihad, 99-109”

[[4]]    HR. Muslim : Al-Imarah no. 173, Al-Iman no. 247, Abu ‘Iwanah : Al-Jihad 5/105, Ahmad
3/345,384, Abu Ya’la dalam Musnad 4/59 no. 313, Al-Baihaqi : Al-Jihad 8/180.

[[5]]    rujuk risalah At-Thoifah al Manshurah I, II dst oleh penulis.

[[6]]    Dari hadits tersebut bisa diambil hikmah bahwa seorang muslim jika pada masa hidupnya
mendapati kholifah diatas sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam dan kaum muslimin
berkumpul diatasnya. Maka ia wajib melazimi jama’atul muslimin dan Imam mereka dan inilah
keadaan yang paling afdhal. Seperti pada masa khulafaur Rasyidin radhiyalloohu anhum ajmain,
atau terdapat kholifah yang memihak kepada bid’ah tetapi ia menegakkan dien dan disana ada
jama’ah ahlul ilmi yang berpegang kepada sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam, dan
para shahabatnya  radiyallahu ‘anhum dan mengingkari bid’ah, maka dalam keadaan seperti ini
seorang muslim melazimi kholifah yakni tidak boleh keluar memerangi dengan pedang, tetapi
tidak boleh menyertainya dalam kemaksiatan , dalam hal ini boleh mengganti khalifah jika
mampu tanpa adanya mafsadah yang besar dan wajib beriltizam dengan jama’ah yang benar
yang menyeru kepadanya, sebaik-baik contoh dalam hal ini adalah Imam Ahmad bin Hambal
rahimahumullah, sewaktu menghadapi Al Makmun, Al Mu’tashim dan Al Watsiq. Dan jika tidak
ada kholifahtapi ada jama’ah diatas Al Haq, maka ia wajib iltizam kepadanya dan beramal untuk
menegakkan khalifah jika tidak ada khalifah dan jamaah maka wajib ia berdakwah kepada al
Haq dan tegaknya jama’ah, jika tidak mampu ia uzlah dari semua firqoh sampai ia mati diatas
sunnah (Lihat buku Al Khuttuth Al Aridhah lil Jama’ah Al-Islamiyah Al-Muqatilah, Libia, hal
38, karya syaikh Abu Mundzi As-Sa’idi)

[[7]]    HR. Bukhari : Al-Manaqib dan Al-Fitan, Muslim : Al-Imarah, Abu Daud :Al-Fitan wal
Malahim dan Ahmad.

[[8]]    dengan takdir Allah niat beliau ini tidak kesampaian akan tetapi beliau telah menang
karena telah berhasil menggondol titel Asy-Syahid –Insya Allah-
[[9]]    HR. Ahmad dan Al-Thabrani. Dishahihkan syaikh Al-Albani dalam Shahih Jami’ Shaghir
1/545 no. 2831 dan Irwaul Ghalil Takhriju Manari Sabil no. 1269.

[[10]] Minta tolong kepada akhi kita yang memiliki kesempatan untuk mencarikan makna yang
lebih sesuai dengan, maksud hadits, ana masih ragu kebenaran arti tersebut (menjadi petunjuk)

[[11]]   Abdul-Qadir bin Abdul-Aziz, Al-Umdah fi I’dadil ‘Uddah, hal 29, Oman, Darul Bayariq,
cet , 1420 H / 1999 M.

[[12]]   HR. Abu daud. Al-Daulabi, Ibnu ‘Adi, Al-Baihaqi, Al-Thabrani dan Ahmad. Dishahihkan
syaikh Al-Albani dalam Silsilah Ahadits Shahihah 1/42 no. 11, Shahih Jami’ Al-Shaghir 1/136
no. 423.

[[13]]   HR. An Nasai : Al-Khail 6/214, Ahmad 4/104, Bukhari dalam At Tarikh Al-Kabir 4/70,
Ibnu mandah dalam Kitab Tauhid 1/295 no. 130, Ath Thabrani dalam Al-Kabir 7/59. Sanad
hadits ini shahih.

[[14]] H.S.R Muslim dan Imam Ahmad

[[15]]   Rujuk kitab Masyaari’ul Asywaaq ila Mashari’ul Usysyaq, Fie Fadhoilil Jihad, Tahdzib
dan Tarqib oleh Dr. Sholah Abdul Fattah al Kholidi, hal 5-365

[[16]] Imam Ahmad bin Hambal rahimahumullah, menentang bid’ah yang diikuti oleh Khalifah
Al Makmun, Mu’tashim dan Al Watsiq pada masa Khilafah Abbasiyah, mereka terpengaruh dan
terobsesi oleh golongan Al Mu’tazilah Yang berpendapat bahwa Al-Qur’an adalah makhluk

[[17]] baca Kesesatan-Kesesatan Al-Qordhowy, yang dikutip oleh penulis….Asy-Syaikh Muqbil


bin Hadi Al Wadi’i rahimahumullah, berkata “Al-Qordowy adalah orang yang telah
menggadaikan separuh dari agamanya dan boleh jadi akan menjual keseluruhannya (baca Asy-
Syaikh Muqbil Hayatuhu wa Da’watuhu).

Anda mungkin juga menyukai