Disusun
Oleh :
KELOMPOK III
Tak ada gading yang tak retak karenanya kami sebagai tim penulis
menyadari bahwa penulisan askep ini masi jauh dari kata sempurna,baik
dari sisi materi maupun penulisannya.Kami dengan rendah hati dan
dengan tangan terbuka menerima berbagai masukan maupun saran yang
bersifat membangun yang diharapkan berguna bagi seluruh pembaca.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................
DAFTAR ISI.........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................
A. Latar Belakang...........................................................................
B. Rumusan Masalah.....................................................................
C. Tujuan........................................................................................
BAB II PEMBAHASAN........................................................................
A. Definisi ......................................................................................
B. Etiologi ......................................................................................
C. Patofisiologi...............................................................................
E. Penatalaksanaan Medis.............................................................
F. Komplikasi.................................................................................
G. Pemeriksaan Diagnostik............................................................
H. Klasifikasi...................................................................................
I. Asuhan Keperawatan.................................................................
a. Pengkajian............................................................................
b. Diagnosa..............................................................................
c. Intervensi..............................................................................
d. Implementasi........................................................................
e. Evaluasi................................................................................
1
A. Kesimpulan................................................................................
B. Saran.........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
J.
2
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tumor otak merupakan salah satu bagian dari tumor pada
sistem saraf, di samping tumor spinal dan tumor saraf perifer.
Tumor otak ini dapat berupa tumor yang sifatnya primer ataupun
yang merupakan metastasis dari tumor pada organ lainnya (Hakim,
2005; Wahjoepramono, 2006).
Menurut The Central Brain Tumor Registry of the United
States (CBTRUS), tumor otak primer adalah termasuk dalam 10
besar penyebab kematian terkait kanker. Diperkirakan sekitar
13.000 orang di Amerika Serikat meninggal dunia akibat tumor ini
setiap tahunnya. Data dari Mayo Klinik, berdasarkan analisis dari
tahun 1950 sampai 1989, dikatakan bahwa insiden tumor otak
primer adalah 19,1 per 100.000 orang pertahun (11,8 per 100.000
untuk tumor yang simtomatik dan 7,3 per 100.000 untuk tumor yang
asimtomatik). Data ini sama dengan data dari CBTRUS yang
memberikan angka 11,47 per 100.000 per tahun. Di Eropa rata-
rata survival rate pasien tumor otak maligna dewasa adalah 18,7%.
Prognosis penderita tumor otak primer beragam, pada tumor otak
primer yang maligna median survivalnya ± 12 bulan. Pada
penelitian lain yang mengukur (survival rate) pasien tumor
didapatkan survival rate dalam 5 tahun pasien tumor otak yang
terburuk adalah glioblastoma sebesar 3% sedangkan yang tertinggi
adalah ependymoma yaitu 74% (Wahjoepramono, 2006; Arber,
2010; Sloan 2002).
Menurut data WHO, pada tahun 2012 ada sekitar 4900
kasus tumor otak yang terjadi di Indonesia. Jika dilihat dari jenis
kelaminnya, maka pengidap tumor otak berjenis kelamin pria sedikit
lebih banyak dibanding wanita. Penyakit genetik seperti
3
neurofibromatosis (penyakit genetik yang menyebabkan tumor
tumbuh di saraf) bisa meningkatkan risiko munculnya tumor otak.
Namun, penyebab utama dari kebanyakan tumor otak belum
diketahui. Tumor otak tidak mengenal usia dan bisa menjangkiti
siapa saja, termasuk anak-anak. (WHO 2012)
Permasalahan klinis pada tumor otak agak berbeda dengan
tumor lain karena efek yang ditimbulkannya, dan keterbatasan
terapi yang dapat dilakukan. Kerusakan pada jaringan otak secara
langsung akan menyebabkan gangguan fungsional pada sistem
saraf pusat, berupa gangguan motorik, sensorik, panca indera,
bahkan kemampuan kognitif. Selain itu efek massa yang
ditimbulkan tumor otak juga akan memberikan masalah serius
mengingat tumor berada dalam rongga tengkorak yang pada orang
dewasa merupakan suatu ruang tertutup dengan ukuran tetap
(Wahjoepramono, 2006).
Dari latar belakang di atas maka penulis tertarik membuat
karya tulis ilmiah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien
ny s yang mengalami Tumor Otak (Astrocytoma
B. Rumusan Masalah
a. Jelaskan Definisi Tumor Otak
b. Jelaskan Etiologi Tumor Otak
c. Jelaskan Patofisiologi Tumor Otak
d. Jelaskan Tanda Dan Gejala Pada Tumor Otak
e. Jelaskan Penatalaksanaan Medis PadaTumor Otak
f. Jelaskan Komplikasi Pada Tumor Otak
g. Jelaskan Pemeriksaan Diagnostik Pada Tumor Otak
H. Jelaskan Klasifikasi Tumor Otak
i. Jelaskan suhan Keperawatan Pada Tumor Otak
4
C. Tujuan Masalah
a. Untuk Mengetahui Definisi Tumor Otak
b. Untuk Mengetahui Etiologi Tumor Otak
c. Untuk Mengetahui Patofisiologi Tumor Otak
d. Untuk Mengetahui Tanda Dan Gejala Pada Tumor Otak
e. Untuk Mengetahui Penatalaksaan Medis Pada Tumor Otak
f. Untuk Mengetahui Komplikasi Pada Tumor Otak
g. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik Pada Tumor Otak
h. Untuk Mengetahui Klasifikasi Tumor Otak
i. Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan Pada Tumor Otak
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
b. Etiologi
Menurut Ngoerah (2005) faktor-faktor yang berperan dalam
timbulnya suatu tumor otak adalah:
a. Genetik
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang
ditemukan kecuali pada Meningioma, Astrocytoma dan
Neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-anggota
sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Struge-Weber
yang dapat dianggap sebagai manisfestasi pertumbuhan baru
memperlihatkan faktor familial yang jelas. Selain jenis
neoplasma tersebut tidak ada bukti-bukti yang kuat untuk
memikirkan adanya faktor-faktor hereditas yang kuat pada
neoplasma ( Mehta, 2011).
b. Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)
Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi
bangunan-bangunan yang mempunyai morfologi dan fungsi
yang terintegrasi dalam tubuh. Ada kalanya sebagian dari
bangunan embrional tertinggal dalam tubuh menjadi ganas dan
merusak bangunan di sekitarnya. Perkembangan abnormal itu
dapat terjadi pada Kraniofaringioma, terotoma intracranial dan
kordoma (Keating, 2006).
c. Radiasi
jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi
dan dapat mengalami perubahan degenerasi namun belum ada
bukti radiasi dapat memicu terjadinya suatu glioma. Meningioma
pernah dilaporkan terjadi setelah timbulnya suatu radiasi
(Petrovich, et al., 2006).
d. Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang
kecil dan besar yang dilakukan dengan maksud untuk
7
mengetahui peran infeksi virus dalam proses terjadinya
neoplasma tetapi hingga saat ini belum ditemukan hubungan
antara infeksi virus dengan perkembangan tumor pada sistem
saraf pusat (Kauffman, 2007).
e. Substansi-substansi
karsinogenik Penyelidikan tentang substansi karsinogen
sudah lama dan luas dilakukan. Kini telah diakui bahwa ada
substansi yang karsinogenik seperti methylcholanthrone,
nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang dilakukan
pada hewan (Stark-Vance, et al., 2011).
c. Patofisiologi
Menurut Price (2006) tumor otak menyebabkan gangguan
neurologik yang disebabkan oleh gangguan neurologis. Gejala
gejala terjadi berurutan. Hal ini menekankan pentingnya anamnesis
dalam pemeriksaan klien. Gejala-gejalanya sebaiknya dibicarakan
dalam suatu perspektif waktu. Gejala neurologik pada tumor otak
biasanya disebabkan oleh 2 faktor gangguan fokal, disebabkan oleh
tumor dan tekanan intrakranial. Gangguan fokal terjadi apabila
penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi/invasi langsung pada
parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron.
Tentu saja disfungsi yang paling besar terjadi pada tumor yang
tumbuh paling cepat. Perubahan suplai darah akibat tekanan yang
ditimbulkan tumor yang tumbuh menyebabkan nekrosis jaringan
otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi
sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat
dikacaukan dengan gangguan cerebrovaskuler primer.
Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan
neuro dihubungkan dengan kompresi invasi dan perubahan suplai
darah ke jaringan otak. Beberapa tumor membentuk kista yang juga
menekan parenkim otak sekitarnya sehingga memperberat
gangguan neurologis fokal. Peningkatan tekanan intra kranial dapat
8
diakibatkan oleh beberapa faktor : bertambahnya massa dalam
tengkorak, terbentuknya oedema sekitar tumor dan perubahan
sirkulasi cerebrospinal. Pertumbuhan tumor menyebabkan
bertambahnya massa, karena tumor akan mengambil ruang yang
relatif dari ruang tengkorak yang kaku.
Tumor ganas menimbulkan oedema dalam jaringan otak.
Mekanisme belum seluruhnya dipahami, namun diduga disebabkan
selisih osmotik yang menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan
oedema yang disebabkan kerusakan sawar darah otak, semuanya
menimbulkan kenaikan volume intrakranial. Observasi sirkulasi
cairan serebrospinal dari ventrikel laseral ke ruang sub arakhnoid
menimbulkan hidrocepalus.
Peningkatan tekanan intrakranial akan membahayakan jiwa,
bila terjadi secara cepat akibat salah satu penyebab yang telah
dibicarakan sebelumnya. Mekanisme kompensasi memerlukan
waktu berhari-hari/berbulan-bulan untuk menjadi efektif dan oleh
karena itu tidak berguna apabila tekanan intrakranial timbul cepat.
Mekanisme kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan volume
darah intra kranial, volume cairan serebrospinal, kandungan cairan
intrasel dan mengurangi sel-sel parenkim. Kenaikan tekanan yang
tidak diobati mengakibatkan herniasi ulkus atau serebulum. Herniasi
timbul bila girus medialis lobus temporals
bergeser ke inferior melalui insisura tentorial oleh massa dalam
hemisfer otak. Herniasi menekan menensefalon menyebabkan
hilangnya kesadaran dan menekan saraf ketiga. Pada herniasi
serebulum, tonsil sebelum bergeser ke bawah melalui foramen
magnum oleh suatu massa posterior. Kompresi medula oblongata
dan henti nafas terjadi dengan cepat. Intrakranial yang cepat adalah
bradicardi progresif, hipertensi sistemik (pelebaran tekanan nadi dan
gangguan pernafasan).
9
d. Tanda dan Gejala
Gejala tumor otak bervariasi dari satu penderita ke penderita
lain tergantung pada ukuran dan bagian otak yang terjangkit. Tumor
bisa membuat area otak yang terjangkiti tidak berfungsi dengan baik
dan menekan jaringan otak sehingga menyebabkan sakit kepala
serta kejang-kejang. Berikut ini tanda dan gejala umum tumor otak
berupa (Schiff, 2008., Youmans,1990) :
1. Muncul sakit kepala atau perubahan pola sakit kepala
2. Sakit kepala secara bertahap menjadi makin sering dan makin
parah
3. Mual atau muntah tanpa sebab
4. Masalah penglihatan, seperti penglihatan kabur, dan lainlain
5. Secara bertahap hilang sensasi atau gerakan tangan atau kaki
6. Sulit menjaga keseimbangan
7. Sulit berbicara
8. Kebingungan terhadap persoalan sehari-hari
9. Perubahan kepribadian atau kebiasaan
10. Kejang khususnya pada seseorang yang tidak pernah mengalami
kejang
11. Masalah pendengaran
e. Penatalaksanaan Medis
Pemeriksaan neuroradiologis yang dilakukan bertujuan untuk
mengidentifikasi ada tidaknya kelainan intra kranial, adalah dengan:
a. Rontgen foto (X-ray) kepala lebih banyak sebagai screening test,
jika ada tanda-tanda peninggian tekanan intra kranial, akan
memperkuat indikasi perlunya dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut.
b. Angiografi suatu pemeriksaan dengan menyuntikkan bahan
kontras ke dalam pembuluh darah leher agar dapat melihat
gambaran peredaran darah (vaskularisasi) otak.
10
c. Computerized Tomography (CT-Scan kepala) dapat memberikan
informasi tentang lokasi tumor tetapi MRI telah menjadi pilihan
untuk kebanyakan karena gambaran jaringan lunak yang lebih
jelas (Schober, 2010).
d. Magnetic Resonance Imaging (MRI), bisa membuat diagosa
yang lebih dini dan akurat serta lebih defititif. Gambar otak
tersebut dihasilkan ketika medan magnet berinteraksi dengan
jaringan pasien itu ( Satyanegara, 2010., Freedman, 2009).
e. Radiotherapi Biasanya merupakan kombinasi dari terapi lainnya
tapi tidak jarang pula merupakan therapi tunggal. Adapun efek
samping : kerusakan kulit di sekitarnya, kelelahan, nyeri karena
inflamasi pada nervus atau otot pectoralis, radang tenggorokan.
f. Chemotherapy Pemberian obat-obatan anti tumor yang sudah
menyebar dalam aliran darah. Efek samping : lelah, mual,
muntah, hilang nafsu makan, kerontokan membuat, mudah
terserang penyakit.
g. Manipulasi hormonal. Biasanya dengan obat golongan tamoxifen
untuk tumor yang sudah bermetastase.
f. Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat kita temukan pada pasien yang
menderita tumor otak ialah :
a) Gangguan fisik neurologist
b) Gangguan kognitif
c) Gangguan tidur dan mood
d) Disfungsi seksual.
g. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Satyanegara (2005) pemeriksaan diagnostik yaitu :
1) Arterigrafi atau Ventricolugram : untuk mendeteksi kondisi
patologi pada sistem ventrikel dan cisterna.
2) CT – SCAN : Dasar dalam menentukan diagnosa.
11
3) Radiogram : Memberikan informasi yang sangat berharga
mengenai struktur, penebalan dan klasifikasi, posisi kelenjar pinelal
yang mengapur; dan posisi selatursika.
4) Elektroensefalogram (EEG) : Memberi informasi mengenai
perubahan kepekaan neuron.
5) Ekoensefalogram : Memberi informasi mengenai pergeseran
kandungan intra serebral.
H. Klasifikasi
a. Berdasarkan lokasi:
1. Tumor supratentorial:
a) Hemisfer otak:
Glioma: gliomablastoma multiforme, astrositoma,
oligodendroglioma
Meningioma: tumor metastasis
b) Tumor struktur median: adenoma hipofisis, tumor grandula
pinealis, kraniofaringioma
2. Tumor infratentorial:
a) Schwannoma akustikus
b) Tumor metastasis
c) Meningioma
d) Hemangioblastoma
3. Tumor medulla spinalis:
a) Ekstadural: metastasis
b) Intradural
c) Ekstramedular: meningioma, neurofibroma
d) Intramedural: ependinoma, astrositoma
b. Berdasakan jenis tumor:
1. Jinak: acoustic neuroma, meningioma
2. Malignant: astrocytoma (grade 2, 3, 4), oligondedroglioma.
12
1. Clinical Pathway
Etiologi
Tumor otak
Mengganggu fungsi spesifik
bagian otak tempat tumor Massa dalam otak bertambah
Penekanan jaringan otak Obstruksi sirkulasi cairan
Timbul manifestasi klinik/gejala serebrospinal dari ventrikel
terhadap sirkulasi darah & O2
lokal sesuai fokal tumor lateral ke sub araknodi
Tumor di cerebellum, Penurunan suplai O2 ke
hipotalamus, fossaposterior jaringan otak akibat obstruksi
sirkulasi otak Hidrosefalus
Kompensasi batang otak Statis vena serebral Bergesernya ginus medialis labis temporal
ke inferion melalui insisura tentorial
Iritasi pusat vagal di Obstruksi sistem serebral
medulla oblongata Obstruksi drainage vena Herniasi serebral
retina
Muntah proyektil
Papil edema Menekan mesensefalon
Defisit nutrisi
14
5. Aman dan nyaman h
6. Kaji kondisi yang menyebabkan tidak nyaman
2. Pemeriksaan Fisik:
a. Sistem Kardiovaskular
Pasien Tumor otak dapat mengalami bradikadi dan
hipertensi
b. Sistem Respirasi
Frekuensi napas dapat meningkat (takipneu) dan dapat
menurun (dipsneu), potensial obstruksi jalan nafas, disfungsi
neuromuskuler
c. Sistem Gastrointestinal
Pola makan dapat terganggu, nafsu makan berkurang, dan
mual muntah. Kemungkinan frekuensi BAB menjadi
berkurang dari keadaan sebelumnya. Mukosa bibir kering
dapat terjadi sebagai tanda kurangnya cairan dan nutrisi
d. Sistem Persarafan
Kejang, tingkah laku aneh, disorientasi, afasia, penurunan
atau kehilangan memori, afek tidak sesuai, berdesis
e. Sistem Muskuloskeletal
Klien tumor otak dapat mengalami hiperekstensi, kelemahan
sendi
f. Sistem Integumen
Suhu tubuh bisa berubah, pada tahap awal pasien
mengeluh demam, edema, kemerahan dan nyeri tekan pada
area kepala.
g. Sistem Urinaria
Kaji pola eliminasi urin warna urin, bau urin dan volume
urin output serta kemampuan BAK
h. Sistem Indra
15
Klien Tumor otak dapat mengalami penurunan lapang
pandang, penglihatan kabur, tinitus, penurunan pendengaran
dan halusinasi
i. Sistem Hormonal
Amenorea, rambut rontok dan DM
3. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan hambatan pola napas
b. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial b/d lesi menempati
ruang (0066)
c. Nyeri Akut b/d agen pencedera fisiologis (D0077)
d. Defisit Nutrisi b/d Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
(D.0019)
e. Hipervolemia berhubungan dengan kelebihan asupan natrium
Intervensi Keperawatan
No
Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi
.
1. Pola nafas tidak Setelah diberikan Manajemen Jalan Napas (I.01011)
efektif b/d perawatan 3x24 jam Obsevasi :
hambatan upaya pola nafas menjadi Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,
napas lebih efektif dengan usaha napas)
kriteria hasil: Monitor bunyi napas tambahan (mis: gurgling,
Klien menunjukkan mengi, wheezing, ronkhi kering)
kapasitas vital Monitor sputum (jumlah, watna, aroma)
meningkat Terapeutik
penggunaan otot Pertahankan kepatenan jalan napas dengan
bantu napas head-til dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga
menurun trauma servikal)
pernapasan cuping Posisikan semi fowler atau fowler
hidung menurun Berikan minum hangat
Kedalaman napas Lakukan fisioterapi dada (bila perlu)
16
membaik Lakukan Prnghisapan lendir
Lakukan hiperoksigenasi sebelum
penghisapan endotrakeal
Edukasi
Anjurkan asupan cairan 2000m;/hari, jika tidak
kontraindikasi
Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu
2. Penurunan Setelah diberikan Managemen Peningkatan Tekanan
kapasitas adaptif perawatan selama Intrakranial
intrakranial b/d 3x24 jam, kapasitas Obsevasi
lesi menempati intrakranial dapat Identifikasi penyebab peningkatan TIK (ex: lesi,
ruang (0066) meningkat dengan gangguan metabolisme, edema serebral)
kriteria hasil: Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (ex: TD
Fungsi kognitif meningkat, tekanan nadi melebar, bradikardia,
membaik pola n apas irreguler, kesadaran menurun)
Tidak ada sakit Monitor MAP, CVP, gelombang ICP
kepala Monitor status pernapasan
Tidak ada gelisah, Monitor intake dan output cairan
agitasi, muntah Monitor cairan serebro-spinalis (ex: warna,
Tidak ada postur konsistensi)
deserebrasi
(ekstensi) Terapeutik
Tidak ada Minimalkan stimulus dengan menyediakan
papilefema lingkungan yang tenang
TD, HR dan RR Berikan posisi semi Fowler
dalam batas normal Cegah terjadinya kejang
Respon pupil positif Hindari penggunaan PEEP
17
Refleks neurologis Hindari pemberian cairan IV hipotonik
membaik Atur ventilator agar PaCO2 optimal
TIK membaik Pertahankan suhu tubuh normal
(mendekati batas Kolaborasi
normal) Kolaborasi pemberian sedasi, anti konvulsan,
diuretik osmosis dan pelunak tinja (bila perlu)
3. Nyeri Akut b/d Setelah diberikan Manajemen Nyeri 1.08238
agen pencedera perawatan selama Observasi
fisiologis (D0077) 3x24 jam, tingkat Identifikasi lokasi, karakteristik,durasi
nyeri dapat menurun frekuensi,kualitas,intensitas nyeri
dengan kriteria hasil : Identifikasi skala nyeri
Keluhan nyeri Identifikasi respon nyeri non verbal
menurun Identifikasi keberhasilan terapi komplementer
Meringis menurun yang sudah diberikan
Pola napas Monitor efek samping penggunaan analgetik
membaik Terapeutik
Tekanan darah Berikan non farmakologi untuk mengurangi
membaik nyeri
Nafsu makan Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
membaik nyeri
Pola tidur membaik Fasilitas istrahat dan tidur
Edukasi
Jelaskan penyebab dan pemicu nyeri
Jelaskan strategi meredakan nyeri
4. Defisit Nutrisi b/d Setelah diberikan Manajemen Nutrisi (1.03119
Ketidakmampuan perawatan selama Observasi
mengabsorbsi 3x24 jam, Status Identifikasi status nutrisi
nutrien (D.0019) nutrisi dapat Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
membaik dengan Identifikasi makanan yang di sukai
kriteria hasil : Monitor asupan makanan
18
Kekuatan otot Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
mengunyah Terapeutik
meningkat Lakukan oral hygiene sebelum makan
Kekuatan otot Sajikan makanan secara menarik dan suhu
menelan yang sesuai
meningkat Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
Pengetahuan protein
tentang pilihan Edukasi
makanan yang Anjurkan posisi duduk
sehat meningkat Kolaborasi
Pengetahuan Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
tentang standar makan
asupan nutrisi Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
yang tepat jumlah kalori dan jenis nutrien yang di
meningkat butuhkan
Nyeri abdomen
menurun
Diare menurun
Indeks massa
tubuh
(IMT)membaik
Nafsu makan
membaik
19
Asupan cairan Batasi asupan cairan dan garam
meningkat Tinggikan kepala tempat tidur 30-40
Asupan makanan Edukasi
meningkat Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan
Edema menurun haluaran cairan
Asietas menurun Ajarkan cara membatasi cairan
Tekanan darah Kolaborasi
membaik Kolaborasi pemberian diuretik
Membran mukosa Kolaborasi penggantian kehilangan kalium
membaik akibat diuretik
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan
yang dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan (Potter
& Perry, 2010). Implementasi keperawatan adalah serangkaian
kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dari
masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang
baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Proses
pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan pasien,
faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi
implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Dinarti &
Muryanti, 2017)
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan.
Evaluasi adalah kegiatan yang disengaja dan terus menerus dengan
melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya
(Padila, 2012).
Menurut Setiadi (2012) dalam buku Konsep & penulisanAsuhan
Keperawatan, Tahap evaluasi adalah perbandingan yang sistematis
dan terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah
20
ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan
melibatkan pasien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya.
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan pasien dalam
mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap
perencanaan (Setiadi, 2012).
Menurut (Asmadi, 2008)Terdapat 2 jenis evaluasi :
a. Evaluasi formatif (Proses)
Evaluasi formatif berfokus pada aktifitas proses keperawatan
dan hasil tindakan keperawatan. Evaluasi ini dilakukan
segera setelah perawat mengimplementasikan rencana
keperawatan guna menilai keefektifan tindakan keperawatan
yang telah dilaksanakan. Evaluasi ini meliputi 4 komponen
yang dikenal dengan istilah SOPA, yakni subjektif (data
keluhan pasien), objektif (data hasil pemeriksaan), analisis
data (perbandingan data dengan teori), dan perencanaan.
b. Evaluasi sumatif (hasil)
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah
semua aktifitas proses keperawatan selesai dilakukan.
Evaluas isumatif ini bertujuan menilai dan memonitor
kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan. Metode
yang dapat digunakan pada evaluasi jenis ini adalah
melakukan wawancara pada akhir pelayanan, menanyakan
respon pasiendan keluarga terkai pelayanan keperawatan,
mengadakan pertemuan pada akhir layanan. Ada tiga
kemungkinan hasil evaluasi dalam pencapaian tujuan
keperawatan, yaitu :
1) Tujuan tercapai/masalah teratasi
2) Tujuan tercapai sebagian/masalah teratasi sebagian
3) Tujuan tidak tercapai/masalah belum teratasi
21
6. Discharge Planning
a. Konsultasikan tindakan (pembedahan, kemoterapi dan radiasi)
b. Terapi hormone
c. Konsultasikan perawatan yang harus dilakukan selama di rumah
serta larangan yang harus dialkukan serta lakukan gaya hidup
sehat
22
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam melakukan pengkajian melalui observasi, wawancara
dan pemeriksaan fisik,di dapatkan pasien mengalami masalah Pola
nafas tidak efektif,Penurunan kapasitas adaptif intrakranial
berhubungan dengan lesi akibat tumor, Nyeri akut, Defisit nutrisi, dan
Hipervolemia
B. Saran
dengan melihat pentingnya asuhan keperawatan yang diberikan
secara komprehensif, penulis menyampaikan beberapa saran yaitu:
1. Instansi atau Rumah Sakit Untuk meningkatkan rasa
nyaman dan menghindari bakteri nasokomial pada klien, sebaiknya
pihak rumah sakit lebih memperhatikan kebersihan dan mencuci
tangan sebelum dan setelah melakukan tindakan keperawatan.
2. Pelaksana Pelayanan di Rumah Sakit
a. Pelayanan yang di berikan lebih di tingkatkan lagi agar
pengguna jasa kesehatan merasa puas dan bisa
mewujudkan Indonesia Sehat.
b. Pelayanan kesehatan sebaiknya lebih terbuka dalam
memberikan informasi tentang keadaan pasien pada
keluarga.
3. Ilmu atau Profesi Keperawatan
a. Untuk mewujudkan Indonesia pandai maka sebagai senior
wajib mendidik para juniornya agar tidak melakukan
kesalahan dalam memberikan Asuhan keperawatan.
b. Tingkatkan pengetahuan ilmu keperawatan agar terbebas
dari penyakit yang mematikan.
23
4. Institusi Pendidikan
a. Kepada pihak institusi pendidikan hendaknya
memperhatikan waktu yang disediakan untuk penulis dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien sesuai
dengan kebutuhan pasien.
b. Bekali keterampilan mahasiswa yang banyak sebelum terjun
dalam proses keperawatan di Rumah Sakit.
c. Selain itu perlunya peningkatan fasilitas berupa buku-buku
literature khususnya keperawatan medikal bedah yang baru
seperti, buku tentang tumor otak.
5. Perawat Untuk meningkatkan mutu pelayanan hendaknya
para perawat lebih meningkatkan komunikasi 5S (Senyum, sapa,
sopan, santun, dan salam) dimana keramahan ini akan sangat
membantu dalam proses penyembuhan dan kerjasama dengan
pasien, keluarga pasien dan juga dengan tenaga kesehatan yang
lain.
6. Untuk Pasien dan keluarga
a. Diharapkan pasien memperhatikan kondisi kesehatannya
dan rajin melakukan pengobatan, memeriksakan diri seperti
ke PUSKESMAS atau dokter terdekat, agar mengetahui
perkembangan kondisi kesehatannya dan lakukan tindakan
pencegahan serta pengobatan selanjutnya.
b. Di harapkan keluarga dapat memberikan dorongan kepada
pasien agar dapat cepat sembuh.
24
DAFTAR PUSTAKA
25