KELOMPOK 4
Latar Belakang
Kucing merupakan salah satu hewan kesayangan yang banyak diminati oleh
banyak masyarakat selain anjing. Kucing peliharaan membutuhkan perawatan yang
baik dengan cara menjaga kebersihan, pemberian makanan yang baik dan
pelaksanaan program vaksinasi. Hal ini bertujuan untuk menjaga kesehatan dan
menghindarkan dari berbagai macam penyakit. Ada beberapa penyakit yang dapat
menginfeksi kucing, salah satunya adalah dermatofitosis atau ringworm
(Setyadarma dan Masanto 2011). Dermatofitosis merupakan suatu penyakit pada
kulit yang disebabkan oleh kelompok kapang yaitu dermatofita. Dermatofitosis
menurut Sunartatie (2010), adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh
kelompok kapang dermatofita, meliputi genus Mycrosporum, Trychophyton, dan
Epidermophyton. Kelompok kapang ini bersifat keratinofilik, menyerang lapisan
superfisial tubuh, seperti: kulit, rambut dan kuku.
Patogenesis dermatofitosis pada setiap individu memiliki pola yang berbeda-
beda. Hal tersebut bergantung pada berbagai macam factor. Factor yang
menentukan pathogenesis dari dermatofita yaitu faktor lingkungan, antara lain
iklim yang panas, higiene perseorangan, sumber penularan, penggunaan obatobatan
steroid, antibiotik dan sitostatika, imunogenitas dan kemampuan invasi organisme,
lokasi infeksi serta respon imun dari pasien.
Gejala klinis hewan penderita dermatofitosis juga bermacam-macam, terdiri
atas berbagai macam gejala yang menunjukkan gejala dari penyakit kulit pada
umumnya. Gejala umum dermatofitosis meliputi alopesia, eritema, papula, pustula,
bersisik dn berkerak. Peradangan pada pinggir lesi yang ditemukan di daerah wajah
dan badan merupakan lesi tipe klasik yang sering ditemukan (Indarjulianto et al.
2017). Gejala klinis tersebut, selain terjadi karena infeksi dermatofita juga dapat
terjadi akibat infeksi dari berbagai jenis khamir. Oleh karena itu metode diagnosa
yang tepat sangat penting untuk diketahui dan dipelajari lebih lanjut, sehingga
terapi yang diberikan dapat tepat sasaran dan efektif serta optimal dalam
menghilangkan kausa penyebab dermatofita maupun penyakit kulit lainnya.
Tujuan
Pada praktikum ini sampel yang digunakan berupa krtokan kulit yang
berasal dari hewan yang diduga menderita dermatofitosis. Media pertumbuhan
kapang yang digunakan meliputi Sabouroud Dextrose Agar (SDA), Dermatofitosis
Agar (DSA) dan bahan lain yang digunakan meliputi NaCI fisiologis, alkohol 70%,
KOH 3%, dan Lactophenol Coton Blue (LPCB). Peralatan yang digunakan meliputi
tabung reaksi steril, kertas saring, sellotape, bunsen, kapas, rak, objek glass, cover
glass, inkubator, cawan petri, mikroskop, termos es, kulkas dan alat-alat lain yang
mendukung seperti pinset anatomis, handle scaple, scaple, osse dan needle. Hewan
sebelumnya diduga menderita dermatofitosis dengan gejala klinis berupa kebotakan
dengan batas yang jelas pada daerah leher. Sampel kulit dikerok dengan scalpel
yang steril dan dimasukkan ke dalam plastik bersih yang berpenutup dengan
penambahan larutan NaCl 0.9% dan di bawa ke laboratorium untuk pemeriksaan
lanjut. Sampel diuji dengan penambahan KOH 3% yang didiamkan selama 30
menit pada suhu ruang kemudian diamati dibawah mikroskop. Sampel yang telah
diuji tersebut dibiakkan pada DSA selama 14 hari dalam suhu 37o C atau suhu
kamar. Biakan yang telah tumbuh diamati dibawah mikroskop dengan penambahan
sedikit LPCB. Biakan yang telah diamati kemudian dibiakkan kembali pada SDA
menggunakan metode Slide Culture Riddel kemudian diinkubasi selama 7 hari
dalam suhu 37o C atau suhu kamar kemudian diamati. Biakan diamati pada
mikroskop dengan mengambil sampel biakan pada cover glass dan dasar object
glass serta dilakukan penambahan sedikit LPCB.
Uji KOH 3%
Identifikasi Mikal
Uji KOH 3%
Identifikasi Cendawan
Pewarnaan LPCB (lactophenol cotton blue) pada hasil slide culture tehnik
Riddel
4Keterangan :
Struktur : 1. Sel Khamir Malassezia sp.
Perbesaran : 40 x 100
Identifikasi isolat cendawan yang berasal dari sampel kerokan kulit hewan
yang diduga menderita dermatofitosis dilakukan melalui dua tahapan identifikasi.
Tahap pertama yaitu, pengamatan cendawan yang dilakukan secara makroskopis
yang meliputi pengamatan terhadap warna, bentuk, dan sifat morfologi koloni.
Tahap kedua yaitu, pengamatan dilakukan secara mikroskopis yang dilakukan
dengan membuat slide kutur dengan menggunakan tehnik yang dikenalkan oleh
Riddel, yang meliputi pengamatan terhadap bentuk hifa, bentuk, dan ukuran konidia.
Tahap pembuatan slide kultur dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Tahap pembuatan slide kultur : (A) Potongan agar yang diambil dari
medium PDA. (B) Cawan Petri berisi batang penahan dan gelas objek. (C) Inokulasi
fungi pada agar yang disimpan di atas gelas objek. (D) Agar yang telah diinokulasi
ditutup dengan kaca penutup. (Sumber : www.botany.utoronto.ca)
SIMPULAN
Husni H, Asri E, Gustia R. 2018. Identifikasi dermatofita pada sisir tukang pangkas
di Kelurahan Jati Kota Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 7 (3): 331-335.
Indarjulianto S, Yanuarto, Widyarini S, Raharjo S, Purnamaningsih H, Nururrozi
A, Hariboeo N, Jainuddin HA. 2017. Infeksi Microsporum canis pada
kucing penderita dermatitis. Jurnal Veteriner. 18 (2): 207-210.
Prado MR, Brilhante RSN, Cordeiro RA, Monteiro AJ, Sidrim JJC, Rocha MFG.
2008. Frequency of yeasts and dermatophytes from healthy and diseased
dogs. J Vet Diagn Invest. 20: 197-203.
Setyadarma W, Masanto R. 2011. Merawat Kucing Kesayangan. Klaten (ID): PT
CitraAji Parama.
Sunartatie T. 2010. Trichophyton mentagrophytes sebagai agen penyebab
dermatofitosis pada kambing. J. Sain Vet. 28 (1): 48-52.
Ulfa Z, Elfidasari D, Sugoro I. 2016. Identifikasi khamir pathogen pada kulit dan
telinga anjing peliharaan. Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Sains dan
Teknologi. 3 (4): 213-220.