Anda di halaman 1dari 22

Hari, tanggal : Senin, 10 Desember 2018

Dosen :Dr Drh Anita Esfiandiari, MSi


Dr Drh Sus Derthi Widhyari, MSi
Drh. Arif Purwo Mihardi

LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGI KLINIK (KRP 412)


REVIEW KASUS

Kelompok 7 (Sore)
1. Dewi Nuriatul Sapitri B04150005
2. Diky Setiawan B04150007
3. Dwi Oktaviyanti B04150020
4. S.M Leluala B04150022
5. Dian Utami B04150035
6. Elisa Yuniarti B04150073
7. Dachaiinii A/P Theeran B04158024

DEPARTEMEN KLINIK, REPRODUKSI, DAN PATOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2018
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Urinalisis 2
Hematologi 6

BAB III METODE PRAKTIKUM


Urinalisis 7
Hematologi 11

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 14

SIMPULAN 20

SARAN 20

DAFTAR PUSTAKA 20

LAMPIRAN 22

DAFTAR TABEL
Tabel 1 Hasil pemeriksaan urin sapi
Tabel 2. Hasil pemeriksaan kimia darah domba
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ginjal merupakan organ tubuh yang bertugas untuk mengatur komposisi


bikomiawi darah. Ginjal merupakan alat pengatur utama, termasuk mengatur
produksi sel darah merah (eritrosit) melalui produksi eritropoietin secara langsung.
Sisa metabolisme yang dapat menganggu fungsi organ lain, termasuk ginjal itu
sendiri, diatur kadarnya dalam darah agar selalu terdapat pada kisaran yang
optimum. Organ ini mampu menyeleksi bahan mana yang harus dibuang dan bahan
mana yang perlu dipertahankan baik total maupun parsial. Sebagai hasil dari proses
pengaturan ginjal terbentuklah cairan yang disebut urin. Urin merupakan cerminan
kerja ginjal dan komposisi bikomiawi darah sehingga urin dapat dipergunakan
sebagai bahan pemeriksaan untuk memperoleh petunjuk tentang fungsi ginjal dan
organ lain yang berkaitan. Urinalisis (pemeriksaan urin) dilakukan untuk
mendeteksi adanya abnormalitas yang perlu ditindaklanjuti. Urinalisis meliputi
pemeriksaan fisik/makroskopis urin, pemeriksaan kimia urin, dan pemeriksaan
mikroskopis/sedimentasi (Esfandiari et al. 2017)

Darah adalah cairan tubuh yang terdapat pada makhluk hidup tingkat tinggi
kecuali tumbuhan dan terdiri dari plasma, sel darah merah, sel darah putih, dan
platelet. Fungsi dari darah tersebut yaitu sebagai alat transportasi (sari makanan,
oksigen, karbondioksida, hasil metabolisme, dan air), termoregulasi (pengaturan
suhu tubuh), imunologi (pertahanan tubuh terhadap virus atau bakteri), dan
homeostatis (mengatur keseimbangan zat, dan pengaturan pH tubuh). Fungsi
tersebutlah yang membuat darah menjadi salah satu komponen yang penting bagi
makhluk hidup. Secara anatomis darah terdiri atas komponen-komponen yang
meliputi plasma darah dan sel-sel darah. Plasma darah adalah cairan intravaskular
yang memiliki komposisi dan konsitensi tertentu. Sel-sel darah terdiri atas sel darah
merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan keping-keping darah (trombosit)
(Price 2006).

Darah hewan yang menjadi komponen penting tubuh sering mengalami


gangguan. Gangguan tersebut antara lain anemia, leukimia, trombositopenia,
trombosis dan masih banyak lagi. Akibat gangguan yang terjadi pada darah, perlu
adanya tindakan pengecekan yang disebut pemeriksaan hematologi. Pemeriksaan
hematologi adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui keadaan darah
makhluk hidup seperti hewan dan untuk mengetahui kelainan yang terjadi.
Pemeriksaan hematologi yang biasa dilakukan antara lain perhitungan jumlah
eritrosit dan leukosit, perhitungan nilai hematokrit, perhitungan retikulosit,
pembuatan dan pewarnaan ulas darah, perhitungan kadar hemoglobin, dan
perhitungan indeks eritrosit.

Pemeriksaan kimiawi darah dapat dilakukan dengan metode konvensional


ataupun metode modern. Penggunaan metode konvensional dilakukan dengan
menghitung/menentukan ada tidaknya suatu parameter, jumlah, morfologi, dan
menentukan kualitas satu persatu setiap parameter. Sedangkan pemeriksaan metode
modern dpaat menggunakan alat elektronik yang canggih, yang dapat membaca/
menghitung beberapa bahkan hampir seluruh parameter contohnya alat
hemanalisys. Penggunaan metode konvensionl maupun modern memiliki
keuntungan maupun kerugian sendiri – sendiri. Namun, kedua metode ini tetap
dapat membantu dokter untuk menetapkan diagnosa terhadap pasien.

Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah mahasiswa dapat mengetahui cara


pemeriksaan fisik/makrokopis urin, pemeriksaan kimia urin, pemeriksaan
mikroskopis/sedimentasi urin, pemeriksaan strip test urin, perhitungan jumlah
eritrosit dan leukosit, mengetahui cara perhitungan nilai hematokrit, perhitungan
kadar hemoglobin, perhitungan indeks eritrosit, mengetahui diferensial leukosit dan
mengetahui cara pembuatan sekaligus pewarnaan ulas preparat darah.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Urinalisis
Urinalisis adalah analisa fisik, kimia, dan mikroskopik terhadap urin.
Berbagai uji urinalisis rutin dilakukan seperti warna, tampilan, dan bau urine
diperiksa,serta pH, protein, keton, glukosa dan bilirubin. Pemeriksaan urin secara
visual dan fisik bertujuan mengetahui kesehatan tubuh seseorang dengan
menggunakan parameter seperti warna, bau, volume, berat jenis, pH, dan kadar
padatan. manfaat urinalisis adalah dapat digunakan untuk mengetahui adanya
potensi gangguan hati, diabetes mellitus, infeksi pada ginjal atau saluran kemih. Uji
urinalisis terdiri dari dua macam, yaitu uji makroskopik dan uji mikroskopik. Tes
mikroskopik mengamati endapan urin di bawah mikroskop. Sedangkan tes
makroskopik dengan cara visual yakni, pemeriksaan urin meliputi penaksiran dari
kenampakan, bau, keadaan, dan fisik (Izzah et al. 2013). Urinalisis dapat
menunjang penelusuran akibat suatu penyakit atau penyimpangan yang terjadi pada
hewan melalui urine, yang bersifat patologis. Dengan demikian diagnosis maupun
prognosis dapat tercapai secara akurat (Pratama et al. 2016).
Uji makroskopis merupakan uji yang dilakukan untuk melihat kondisi urin
berupa volume, warna, kejernihan dan berat jenis urin. Volume urin dihitung
setelah hewan mengeluarkan urin selama 24 jam dan diinterpretasikan apakah
jumlah urin kurang atau lebih dari normal (anuria, oligouria atau poliuria).
Pemeriksaan warna urin dilakukan untuk melihat adanya zat warna (pigmen)
urokrom dalam urin. Normalnya urin hewan berwarna kuning pucat sampai kuning
tua. Pemeriksaan kejernihan dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya kelainan
pada urin. Normalnya urin hewan berkesan jernih kecuali pada urin kuda yang
berkesan keruh dan kental. Sedangkan pemeriksaan berat jenis urin menggunakan
refraktometer atau urinometer. Normalnya berat jenis urin pada hewan berbeda
beda tergantung spesies.
Pemeriksaan kimia urin meliputi pemeriksaan pH, protein, glukosa, zat warna
empedu dan badan badan keton. Pemeriksaan pH pada urin dilakukan untuk melihat
kondisi asam atau basa urin menggunakan kertas lakmus. Urin normal memiliki pH
yang bervariasi, bukan hanya antar spesies tetapi juga setiap individu memiliki
kadar pH yang berbeda. Pemeriksaan protein pada urin dapat dilakukan dengan uji
robert, uji heller dan uji asam sulfosalisilat. Uji robert menggunakan pereaksi robert
yang terdiri dari larutan magnesium sulfat jenuh dan asam nitrat pekat yang apabila
urin mengandung protein akan menyebabkan terbentukanya cincin putih pada
perbatasan larutan pereaksi robert dengan urin. Uji heller memiliki prinsip uji yang
hampir sama dengan uji robert tetapi menggunakan reagen berupa asam nitrat
pekat. Sementara uji asam sulfosalisilat memiliki prinsip bahwa pengendapan urin
oleh asam akan menimbulkan kekeruhan (Esfandiari et al. 2017).
Pemeriksaan glukosa dapat dilakukan dengan uji benedict. Uji benedict
memiliki prinsip bahwa glukosa dapat mereduksi kupri sulfat membentuk
kuprooksida yang berwarna merah bata dan mengendap setelah didinginkan.
Adanya glukosa dalam urin dapat mengindikasikan hewan menderita penyakit
seperti diabetes ataupun gagal ginjal. Pemeriksaan zat warna empedu dapat
dilakukan dengan menggukana uji busa, uji gmelin dan uji rosenbach. Uji busa
memiliki prinsip bahwa jika urin dikocok dan menimbulkan busa bahwa urin
tersebut mengandung empedu. Uji gmelin memiliki prinsip yaitu bahwa zatempedu
dioksidasi oleh asam akan membentuk derivat yang berwarna (hijau dan ungu).
Sedangkan uji rosenbach merupakan modifikasidari uji gmelin yaitu menggunakan
kertas saring. Adanya zat warna empedu mengindikasikan hewan tersebut
mengalami obstruksi saluran empedu, penyakit hati, ikterus hemolitik, enteritis akut
atau obstruksi usus. Pemeriksaan badan keton dapat dilakukan dengan uji rothera.
Prinsip uji ini yaitu Na nitroprusida akan diuraikan menjadi Na4[Fe(CN)6], Na ferro
pentasianida, NaNO2 dan Fe(OH)2 dalam kondisi alkalis. Hasil penguraian ini
adalah agen oksidasi yang membentuk suatu persenyawaan berwarna ungu apabila
asam diasetat dan aseton. Asam diasetat dan beta hidroksibutirat ditemukan dalam
urin di perjalanan ketosis, diabetes dan kelapara.
Pemeriksaan mikroskopis urin dilakukan untuk melihat adanya bendatak
kasat mata pada urin entah benda alami yang terkandung dalam urin atau benda
asing yang menunjukan adanya gangguan tubuh. Benda benda yang dapat
ditemukan dalam urin dapat berupa benda benda organis (sel epitel, eritrosit,
leukosit, silinder), jasad renik (kuman, ragi, jamur, parasit dan spermatozoa), benda
anorganis (kristal) (Esfandiari et al. 2017).
Uji dipstick yaitu suatu tes yang menggunakan stik yang dibuat khusus yang
terdiri atas strip untuk mendeteksi glukosa, protein, bilirubin, urobilinogen, pH,
berat jenis, darah, keton, nitrit, dan leukosit. Penggunaan dipstick pada urinalisis
tidak memerlukan keterampilan khusus, selain itu hasilnya bisa didapat hanya
dalam waktu beberapa menit (Utama et al. 2011). uji ini dilakukan dengan cara
mencelupkan dipstick urine ke dalam sampel. Setelah dicelupkan hasil langsung
dibaca dengan mencocokkan dengan warna standar pada dipstick urine. Dipstick
urine ini secara semikuantitatif meliputi pengukuran nilai leukosit (120 detik), nitrit
(60 detik), urobilinogen (60 detik), protein (60 detik), pH (60 detik), darah (60
detik), berat jenis (45 detik), keton (40 detik), bilirubin (30 detik), dan glukosa (30
detik), dengan parameter dalam penelitian ini adalah nilai leukosit, nitrit,
urobilinogen, protein, pH, darah dalam urine, berat jenis, keton, bilirubin, dan
glukosa (Pratama et al. 2016).

Hematologi
Darah adalah campuran dari plasma dan sel. Tes volume sel yang dikemas
(PCV) mengukur seberapa banyak darah terdiri dari sel. PCV 50% berarti 50 ml sel
hadir dalam 100 ml darah. Jika jumlah sel darah merah meningkat, PCV juga
meningkat. Penentuan volume sel relatif dengan teknik rasio hemoglobin dapat
diandalkan dan memberikan nilai absolut. Teknik ini tidak dipengaruhi oleh
penggabungan sel darah putih ke dalam volume sel darah merah, oleh perangkap
plasma dan / atau oleh efek dehidrasi sel darah merah, tetapi terlalu memakan
waktu untuk penggunaan rutin. Kontribusi utamanya terhadap penentuan rutin
volume sel darah merah yang relatif berasal dari kemampuannya untuk membantu
dalam pemilihan dimensi dan bahan yang tepat untuk pembuatan tabung
mikrokapiler kaca. Teknik pengenceran indikator belum terbukti bermanfaat
sebagai metode referensi dan perbedaan dalam jumlah plasma yang terperangkap,
tergantung pada indikator yang digunakan, telah dijelaskan. Mengukur impedansi
listrik sel darah merah memberikan nilai relatif yang mungkin dipengaruhi oleh
bentuk dan orientasi sel dalam plasma atau media pengenceran, oleh perubahan
resistivitas plasma dalam penyakit, oleh konstituen darah lainnya dan oleh
variabilitas dari kalibrasi instrumen. (Brian et al 2013).
Mengukur hamburan cahaya sel darah merah memberikan nilai relatif
yang mungkin dipengaruhi oleh penyerapan cahaya sel karena konsentrasi
hemoglobin, oleh konstituen darah lainnya dan oleh variabilitas kalibrasi
instrumen. Mengukur pencar cahaya pada dua sudut yang berbeda akan
mengurangi pengaruh kadar hemoglobin sel pada pengukuran. Metode
berdasarkan sentrifugasi termasuk makrohematocrit (pertama dijelaskan pada
tahun 1929 dan tidak lagi digunakan) dan mikrohematocrite. Metode
microhematocrit standar membutuhkan sekitar 50μL darah untuk setiap
penentuan, micromethods khusus tertentu membutuhkan lebih sedikit darah
(Brian et al 2013).
Prosedur standar untuk metode mikrohematocrite yang dibahas dalam
dokumen ini dipilih oleh subkomite karena ketersediaannya yang luas, tingkat
presisi yang dapat diterima dan peralatan yang relatif sederhana yang digunakan.
Kesalahan teridentifikasi yang disebabkan oleh perangkap plasma dan dehidrasi
sel darah merah yang diketahui saling mengkompensasi satu sama lain juga
dijelaskan. Subkomite percaya bahwa metode ini adalah metode yang paling dapat
diterima dan tersedia untuk digunakan sebagai patokan untuk tujuan evaluasi dan
terutama dengan asam dipotassium ethylenediaminetetraacetic sebagai
antikoagulan, untuk menetapkan nilai untuk bahan kalibrasi seluruh darah (Brian
et al 2013).
Istilah 'hematokrit' pada awalnya mengacu pada peralatan prosedur yang
digunakan untuk menentukan fraksi volume eritrosit di seluruh darah. Istilah
'volume sel dikemas' dan bagaimanapun, dianggap sama. Subkomite telah
memilih 'volume sel dikemas' (PCV), untuk menggambarkan kuantitas yang
diukur dengan sentrifugasi dan telah mencadangkan istilah 'hematokrit' untuk
mendeskripsikan bahan dan / atau metode yang digunakan dalam penentuan
(Brian et al 2013).

BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

A. URINALISIS
1. Pemeriksaan fisik urin
Alat dan Bahan:
Tabung reaksi, tabung Erlenmeyer, tabung urinometer, urinometer,
thermometer
dan urin.
Cara Kerja:
a. Pemeriksaan Volume Atau Jumlah Urin
urin yang ditampung dimasukkan ke dalam tabung ukur dan tabung
Erlenmeyer untuk dilihat volume atau jumlah urinnya.
b. Pemeriksaan Warna Urin
Urin dimasukkan ke dalam tabung reaksi atau tabung urinometer yang bening
dan bersih, kemudian diarahkan pada arah datangnya cahaya dan warnanya
diperhatikan. Hasil pengamatan warna yang diperoleh mungkin salah satu
dari keadaan berikut: tidak berwarna, kuning pucat, kuning, kuning tua,
kuning coklat, kuning kehijauan, hijau, merah, coklat kemerahan, coklat, biru
atau putih susu.
c. Pemeriksaan Kejernihan urin (transparency)
urin dimasukkan ke dalam tabung reaksi atau tabung urinometer yang bersih
dan jernih, kemudian diperhatikan kejernihannya, urin cepat memberikan
kesan jernih, keruh, atau berjonjot (flokulasi).
d. Pemeriksaan Berat Jenis Urin (BJ)
Suhu tera urinometer diperiksa dahulu, kemudian urin dituangkan ke dalam
tabung urinometer sampai terisi kira-kira tiga perempatnya. Urinometer
diperhatikan supaya jangan menempal pada dinding tabung. Berat jenis
dibaca pada skala, angka terdapat pada batas antara bagian urinometer yang
tenggelam dan yang muncul diatas permukaan urin. Suhu urin diukur dengan
thermometer. Jika suhu tidak sama dengan suhu tera urinometer, angka yang
terbaca harus dikoreksi dengan menambah atau mengurangi seperseribu
(0.001) untuk setiap 3 derajat di atas atau di bawah suhu tera.
(𝑆𝑢ℎ𝑢 𝑢𝑟𝑖𝑛−𝑠𝑢ℎ𝑢 𝑡𝑒𝑟𝑎)
BJ urin = BJ terbaca + x (0.001)
3

BJ urin = 1+ p x (ad)

Keterangan:
p = angka pengenceran
ad = angka desimal yang diperoleh dari hasil pengukuran urin yang telah
diencerkan
2. Pemeriksaan Kimia Urin
Alat dan Bahan:
tabung reaksi, pipet, penangas air atau nyala api kecil (lampu spiritus atau
bunsen), rak tabung, penjepit tabung, kertas saring, asam nitrat pekat, larutan
asam sulfosalisilat 20%, reagen Benedict, asam nitrat 50%, larutan Na
nitropruside 5%, larutan ammonium liquid 10%, larutan ammonium sulfat
jenuh dan urin
Cara kerja :
a. Pemeriksaan Protein
Uji Heller
Asam nitrat pekat dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 2 mL.
Kemudian, 2 mL urin ditambahkan ke atas pereaksi dengan cara tabung
dimiringkan. Urin kemudian diteteskan perlahan-lahan dan hati-hati
menggunakan pipet melalui dinding tabung. Perhatikan terbentuknya
cincin putin pada perbatasan kedua cairan.

Uji Asam Sulfosalisilat


Urin dimasukkan ke dalam tabung reaksi masing-masing sebanyak 2 mL.
Kemudian 8 tetes asam sulfosalisilat ditambahkan ke salah satu tabung dan
tabung yang lainnya sebagai kontrol. Hasil reaksi positif apabila timbul
kekeruhan yang merata.

b. Pemeriksaan Glukosa Urin


Uji Benedict
Pereaksi Benedict dituangkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 5 mL.
Kemudian urin ditambahkan sebanyak 0.5 mL. Tabung kemudian di kocok
dengan hati-hati dan dididihkan selama 2 menit dengan penangas air atau
langsung di atas nyala api kecil. Hasil uji positif jika terjadi perubahan
warna, hijau, kuning merah, dan apabila dibiarkan akan terbentuk endapan
merah bata.

c. Pemeriksaaan Zat Warna Empedu (Bilirubin)


Uji Busa
Beberapa mL urin dimasukkan ke dalam sebuah tabung reaksi, kemudian
dikocok kuat-kuat. Hasil uji positif jika terbentuk banyak busa dan susah
hilang serta berwarna kuning kehijauan atau kecokelatan.

Uji Gmelin
Larutan asam nitrat 50% sebanyak 2 mL dimasukkan ke dalam tabung
reaksi. Kemudian ditambahkan 2 mL urin, lalu perhatikan warna yang
terjadi. Hasil uji positif apabila terbentuk cincin yang berwarna hijau dan
ungu pada batas kedua cairan.
Uji Rosenbach
urin disaring menggunakan kertas saring. Kemudian Asam nitrat
diteteskan pada kertas saring pada bagian yang lembap. Hasil uji positif
timbulnya warna warni (hijau, biru dan ungu ) di tepi tetesan asam sewaktu
mongering.

d. Pemeriksaan Badan Keton


Uji Rothera
urin sebanyak 5 mL dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian
ditambahkan 5 tetes larutan Na nitroprusida 5% kemudian ditambahkan 5
mL larutan ammonium likuid 10%. Selanjutnya ditambahkan juga 5 mL
larutan ammonium sulfat jenuh. Hasil uji positif apabila terjadi perubahan
warna ungu seperti warna kalium permanganat.

3. Pemeriksaan Mikroskopis
Alat dan Bahan :
Tabung sentrifus, gelas sedimen, mikroskop dan urin.

Cara kerja:
urin diaduk untuk melarutkan sedimen yang mengendap. Tabung sentrifus
diisi dengan urin yang telah diaduk dan disentrifus selama 3 – 5 menit selama
kecepatan rendah. Urin dituangkan ke dalam tabung sentrifus, dengan sisa
urin di dalamnya masih cukup untuk melarutkan sedimen. Sedimen
dicampurkan dengan sisa urin dengan cara menggoyangkan tabung.
Campuran diteteskan pada kaca preparat dan tutup dengan kaca penutup.
Periksa di bawah mikroskop. Hasil pemeriksaan dinyatakan dengan jumlah
rata-rata setiap bidang pandang sedikit, banyak atau banyak sekali.

4. Strip Test
Alat dan Bahan:
Strip indicator test dan urin.

Cara kerja pemeriksaaan ini adalah dengan membandingkan perubahan


warna yang terjadi pada tiap parameter, dimana indicator warna terdapat pada
gambar yang disediakan.
Jenis pemeriksaan yang dapat dibaca adalah :
LEU- Leukosit, NIT- Nitrat, URO- Urobilinogen, PRO- Protein, pH, BLO-
Sel darah merah, SG- Berat jenis, KET-Benda-benda keton, BIL- Bilirubin,
GLU- Glucose.
B. HEMATOLOGI DARAH

1. Parameter Eritrosit
 Penghitungan jumlah eritrosit
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan yaitu dan pengencer (Hayem), sedangkan alat
yang digunakan yaitu tabung pengencer eritrosit, kamar hitung,
mikroskop, cover glass, kertas saring, dan alat hitung.

Cara Kerja
Tahap pertama
Pipet pengencer yang baik dan bersih diambil. Darah dihisap hingga
batas 0.5. Ujung pipet dibersihkan dari noda darah yang menempel
dengan menggunakan kertas saring. Ujung pipet dicelupkan ke dalam
cairan pengencer dan cairan tersebut dihisap hingga batas 101. Pipiet
diangkat, lalu kedua uung pipet ditutup dengan posisi pipet mendatar.
Campuran larutan darah dihoogenkan dengan gerakan bolak-balik
seperempat lingkaran atau membuat gerakan angka delapan mendatar.
Setelah larutan homogen, sebagian larutan dibuang kira-kira 3-5 tetes.
Kamar hitung diambil dari kaca penutup diambil dan dibersihkan. Kaca
penutup diletakkan di atas tanggul dan selalu perhatikan terbentuknya
cincin Newton. Larutan diisikan ke dalam kamar hitung dengan cara
hati-hati menyentuhkan ujung pipet pada tepi antara dataran kaca
penutup sehingga permukaan dataran terisi merata. Kelebihan cairan
dapat dihilangkan dengan menyentuhkan kertas saring secara hati-hati
sehingga larutan yang sudah masuk ke kamar hitung tidak terserap
kembali. Kamar hiutng yang terisi larutan didiamkan dalam beberapa
menit dalam posisi mendatar agar sel darah merah mengendap dengan
baik.

Tahap kedua
Mikroskop yang baik disiapkan dan dibersihkan bagian optiknya.
Kamar hitung yang telah disiapkan diletakkan di meja mikroskop.
Bagian daratan diposisikan tepat di bawah lensa objektif. Penyebaran
sel diperhatikan dengan pembesaran rendah, dilihat apakah merata atau
berkelompok. Jika mengelompok harus dibuat preparat baru. Jika sudah
merata. Lensa objektif diganti dengan pemesaran lebih tinggi. Hitung
sel dalam lima kotak yang terletak di wilayah sentral dengan ketentuan
membaca seperti huruf L. Hasil penghitungan akhir (jumlah total
eritrosit) adalah jumlah yang terhitung dikali faktor pengali (10.000).

 Penghitungan nilai hematokrit


Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah darah utuh (whole blood). Alat yang
digunakan ialah tabung kapiler ber–antikoagulan, alat penyumbat, alat
sentrifuge, dan alat pembaca mikrohematokrit,

Cara Kerja
Darah dihisap dengan tabung kapiler dengan menyentuhkan ujung
tabung pda darah dn menggoang-goyang atau mengetuk ngetuk ujung
lainnya dengan tlunjuk dimana posisi tabung hampir mendatar. Bagian
ujung tabung dikosongkan kira-kira 1 cm. Bagian ujung tabung
disumbat dengan penumbat khusus. Tabung ditelkkan pada alat
sentrifuge dengan baguan tak tersumbat mengarah ke pusat sentrifuge.
Sentrifugasi di;laukan selama 4-5 menit dengan kecepaan 10.000 rpm
atau selama 2 menit dengan kecepatan 16.000 rpm. Hasil sentrifugasi
dibaca dengn menggunakan alat khusus (micro hematocite reader).

 Penghitungan kadar hemoglobin


Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan yaitu darah utuh, asam hidroklorida 0.1 N, dan
Aquades. Bahan yang digunakan hemoglobinometer yang terdiri, pipet
hemoglobin bertanda 20 mm3, tabung sahl, dan warna standar
pembanding, dan pipet tetes.

Cara Kerja
Tabung sahli diisi dengan asam klorida 0.1 N hingga garis terbawah.
Darah dihisap dengan pipet hemoglobin sampai angka 20. Darah
kemudian dimasukkan pada asam klorida dengan meniupnya pelan-
pelan. Darah dan asam klorida dicampurkan denan menghisap dan
meniiupnya perlahan-lahan. Terbentuknya asam hematin ditandai
dengan perubahan warna menjadi cokelat atau cokelat hitam. Aquades
diteteskan dengan menggunakan pipet tetes sambil dikocok hati-hati,
penambaha aquades dilauka sampai warnanya sama dengan
pembanding. Kadar hemoglobin dibaca dengan melihat miniskus cairan
pada tabung sahli. Kadar hemoglobin dinyatakan dalam gram%.

 Penghitungan indeks eritrosit


𝑷𝑪𝑽 𝒙 𝟏𝟎
MCV (Mean Corpuscular Volume) = 𝑹𝑩𝑪
𝑯𝑩𝒙 𝟏𝟎
MCH (Mean Corpuscular Haemoglobin) = 𝑹𝑩𝑪
𝑯𝑩 𝒙 𝟏𝟎𝟎
MCHC (Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration)= 𝑷𝑪𝑽
2. Parameter Leukosit
 Penghitungan jumlah leukosit total.
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan untuk pengamatan ini adalah, sebuah
pipet pengencer, kamar hitung (hemasitometer), mikroskop (10 x 10
dan 10 x 40) , kertas saring, alat penghitung, cairan pengencer (gentian
violet 10mg, asam asetat 3% 1000 ml).

Cara kerja:
Tahap Pertama
Pipet pengencer yang baik dan bersih diambil, lalu darah dihisap sampai
batas 0.5. Ujung pipet dicelupkan ke dalam cairan pengencer sampai
batas 11 dan posisi pipet diletakkan mendatar. Campuran larutan dan
darah diratakan dengan cara membuat gerakan bolak-balik seperti
angka delapan sampai homogeny. Selanjutnya, 3-5 tetes dikeluarkan
dahulu ke tisu. Setelah itu, teteskan larutan ke kamar hitung (Burker)
yang telah difiksasi kaca penutup. Jumlah leukosit dihitung berdasarkan
Gambar 1.

Gambar 1. Kamar hitung leukosit


Tahap Kedua
Mikroskop dan kamar hitung yang baik disiapkan, kemudian kamar
hitung dicari dengan menggunakan lensa objektif yang paling sesuai.
Penyebaran sel harus merata dan sel leukosit dihitung dengan
pembesaran yang lebih tinggi.
Total leukosit = n x 50
n= Jumlah dari ke-empat kotak yang dihitung

 Pemeriksaan ulas darah


Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan darah domba dan dua gelas objek,
methanol dan giemsa.

Cara Kerja
Sebelum digunakan, kaca preparat dibersihkan dengan alcohol 70%.
Setelah itu, satu tetes sample darah diteteskan di ujung gelas objek
pertama. Kaca kedua ditempatkan di salah satu ujungnya kira-kira 30°
sampai 45° dari tetesan tersebut. Kaca kedua didorong sepanjang
permukaan kaca preparat satu. Pewarnaan dilakukan dengan
memasukkan kaca yang diulas ke dalam methanol dan dibiarkan selama
5 menit. Setelah itu, kaca tersebut dimasukkan ke dalam larutan
pewarna giemsa selama 30 menit. Preparat tersebut dicuci dengan air
mengalir dan diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran 100x
dengan minyak emersi. Leukosit dihitung hingga 100. Angka relatif dan
absolutnya dihitung dan dibandingkan dengan yang normal.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemeriksaan urine merupakan pemeriksaan dasar pada pasien yang


dicurigai mengalami gangguan ginjal atau infeksi saluran kemih. Selain itu, banyak
pasien yang tidak menunjukkan gejala klinis sama sekali; pada kasus-kasus seperti
ini, infeksi saluran kemih, yang sebelumnya tidak terdeteksi, dapat didiagnosis
melalui pemeriksaan urine. Pada pengambilan spesimen urine, wadah spesimen
urine haruslah bersih, kering, dan bermulut lebar. Kalau spesimen urine harus
dikirim ke tempat lain, . berapa pun lamanya, pengawet yang sesuai harus
ditambahkan pada spesimen tersebut, untuk mencegah tumbuhnya bakteri atau
menetasnya telur viabel.
Urinalisis adalah proses menguji urin. Urinalisis dilakukan untuk
mendeteksi adanya abnormalitas pada urin yang perlu ditindaklanjuti. Uji meliputi
pemeriksaan fisik/makroskopis urin, pemeriksaan kimia urin , dan pemeriksaan
mikroskopis/sedimentasi. Pemeriksaan fisik meliputi pemerikssaan volume urin,
warna urin, kejernihan urin, dan berat jenis urin. Pemeriksaan kimiawi meliputi
pemeriksaan protein, glukosa, empedu, dan keton. Pemeriksaan mikroskopis
meliputi pemeriksaan dari mikroskop dan melihat ada atau tidaknya sedimentasi
dalam urin.
Tabel 1 Hasil Pemeriksaan Urin
Uji Hasil Gambar Hasil Interpretasi
Volume tidak dapat
Volume 51 ml direpresentasikan

Tidak ada perubahan


Warna Kuning warna urin

Urin yang diuji adalah


Kejernihan Jernih urin segar
Urinometer
Masih dalam ukuran
Berat jenis 1.019
normal

Protein
-
Uji Heller

Urin tidak mengandung


protein

Uji Asam
-
sulfosalisilat

Urin tidak mengandung


glukosa

Glukosa
-
Uji Benedict

Empedu
+
UjiBusa

Uji Gmelin + Urin mengandung zat


warna empedu (bilirubin)

Uji
+
Rosenbach
Uji Keton Urin tidak mengandung
-
Uji Rothera keton

Urin mengandung kristal


Mikroskopis + kalsium oksalat
monohidrat

Striptest LEU : -
NIT :+
Uro:0.2mg/dL
3.5µmol/L
Urin mengandung nitrit,
PRO:±15 mg/dL
urobilinogen, dan protein,
0.15
serta pH
µmol/L(+++)
alkalis.sedangkan berat
Ph: 9.0
jenis berada di bawah
BLO: -
normal
SG: 1.010
KET: -
BIL: -
GLU: -

Urin yang diperiksa berdasarkan bau dan pH yang diperoleh adalah urin
ruminansia. Hasil pemeriksaan tertera dalam tabel 1. Hasil pemeriksaan fsik yang
diperoleh adalah sebagai berikut. Pemeriksaan volume urin yang tertera dalam tabel
1 didapatkan 51 ml. Urin ini tidak dapat dipresentasikan karena urin yang dipakai
telah dibagi, bagi. Urin normal pada ruminansia adalah 8.8-22.6 liter pada sapi dan
0.5-2.0 ml pada domba atau kambing (Esfandiari et al 2017: Pratama et al 2016).
(Warna urin yang didapatan adalah warna kuning. Secara makroskopis warna ini
mengindikasikan tidak ada perubahan pada warna urin. Berat jenis urin didapatkan
secara beragam dengan menggunakan urinometer dan strip test. Hal ini dapat terjadi
karena kesensitifan alat yang digunakan berbeda-beda, selain itu juga dipegaruhi
ketelitian pengamat. Nilai berat jenis urin normal ruminansia berkisar antara 1,000-
1,050 (Esfandiari et al 2017: Pratama et al 2016). berat jenis dipengaruhi oleh suhu
lingkungan, BJ akan meningkat seiring dengan peningkatan suhu tubuh (Emilaza et
al 2016)
Pengujian kimia urin menunnjukkan urin mengandung warna empedu
(bilirubin) menggunakan uji busa, gmelin dan rosenbach. Hasil positif pada uji busa
ditunjukkan dengan adanya busa yang tidak hilang setelahdikocok dalam waktu 10
menit pengamatan. Hasil positif pada uji gmelin ditunjukkan dengan terbentuknya
cincin berwarna ungu yang merupakan hasil oksidasi urin oleh asam nitrit. Hasil
positif pada ui resenbach ditandai dengan terbentuknya warna pada tepi tetesan
asam. Warna yang terjadi pada uji rosenbach juga dipengaruhi oleh adanyoksidasi
asam terhadap empedu yang ada dalam urin. Menurut Wells (1962) yang disitasi
Rotoro (1992), bilirubin muncul ketika terjadi kasus hepatitis akut, kholesistitis
akut, kholestisiasis, dan nekrosa hati. Menurut Emilaza et al (2016) Secara umum,
bilirubin akan berikatan dengan albumin di dalam peredaran darah kemudian akan
terurai di dalam hati dan sebagian lagi disekresikan ke dalam urine. Menurut
Esfandiari et al (2017) adanya zat warna bilirubi dalam urindapat disebabkan oleh
adanya obstruksi aliran empedu hati, penyakit hati, ikhterus hemolitik, enteritis
akut, dan obstruksi usus.
Selain ditemukan adanya bilirubin di dalam urin, kalsium oksalat
monohidrat juga ditemukan di dalam urin. Terbentuknya kristal oksalat terjadi pada
urin yang bersifat asam dan jika kucing memiliki kandungan kalsium yang tinggi
di dalam darah. Penyebabnya biasa karena pakan yang tinggi kalsium, protesodium
atau vitamin D (Fauziah 2015). Beberapa penyakit seperti hiperparathiroidism,
kanker dapat menyebabkan kristal oksalat lebih mudah berkembang. Kalsium
oksalat (Dihydrate dan Monohydrate), kalsium oksalat dihydrate tidak berwarna
dan memiliki bentuk persegi dengan X di dalamnya. Dapat juga digambarkan
tampak seperti punggung amplop. Kalsium oksalat monohydrate ini juga tidak
berwarna. Bentuk yang paling umum yang terlihat adalah memanjang, 6 sisi kristal
sisi datar, sejajar dengan ujung (Schendel 2015).
Pembentukan kristal urin berkaitan dengan konsentrasi berbagai garam di
dalam urin yang berhubungan dengan metabolisme makanan dan asupan cairan
serta dampak dari perubahan yang terjadi dalam urin. Ginjal sangat berperan dalam
ekskresi metabolit dan pemeliharaan homeostasis, dimana produk akhir dari
metabolisme ditemukan dalam konsentrasi tinggi dalam urin. Adanya kristal dalam
urin dapat mengindikasikan adanya gangguan pada fungsi ginjal. Selain itu
terbentuknya kristal dalam urin juga menunjukkan adanya predisposisi antara lain
infeksi, yang dapat memungkinkan timbulnya penyakit yang sering disebut dengan
kencing batu. Penyakit ini ditandai dengan terbentuknya batu ginjal pada saluran
kemih, yang dapat menyebabkan fragmen sel epitel terkelupas. Pembentukan batu
pada saluran kemih ini dapat disertai adanya kristal urin (Yunus 2016).
Selain hasil pengujian secara fisik, kimia, dan mikroskopis dilakukan pula
uji strip test yang menunjukkan adanya kandungan nitrit, urobilinogen, dan protein
serta nilai pH urin 9.0 (basa), berat jenis 1.010. namun tidak ditemukan leukosit,
eritrosit, keton, bilirubin, dan glukosa. Tidak terdeteksinya bilirubin pada strip tes
dapat disebabkan oleh sensitifitas pengujian yang berbeda hal ini terjadi pula
dengan pengujian protein yang menunjukkan hasil negatif pada pemeriksaan kimia
urin namun positif dengan strip test. Urin pasien yang mengandung nitrit
berindikasi mengidap penyakit infeksi saluran kemih. Hal ini disebabkan adanya
nitrit merupakan hasil perubahan asam nitrat oleh bakteri. Dengan demikian
potensi mengidap infeksi saluran kemih dapat diteliti dari ada atau tidaknya
kandungan nitrit pada urin pasien. Nilai urobilinogenyang didapatkan pada urin
dapat disebabkan adanya masalah infeksi pada hati, kerusakan hati kerusakan pada
saluran aliran bilirubin (Izzah 2013). Berdasarkan uji yang telah dilakukan terhadap
urin (urinalisis) hewanyang sedang diuji diduga mengalami gangguan hati maupun
gangguan ginjal. Hal ini diperkuat dengan ditemukannya kristal, protein, nitrit, dan
bilirubin. Peneguhan diagnosa dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik legkap,
serta anamnesa terhadap pasien.
Darah adalah campuran dari plasma dan sel. Tes volume sel yang dikemas
(PCV) mengukur seberapa banyak darah terdiri dari sel. PCV 50% berarti 50 ml sel
hadir dalam 100 ml darah.
Tabel 2 Hasil hematologi darah domba
Pemeriksaan Hasil Interpretasi
Hematokrit/PCV 19 % Nilai hematokrit berada di
bawah rentang normal yaitu
24-25 %
Haemoglobin 9,9 gram% Nilai hemoglobin berada di
kisaran normal yaitu 8-16 %
Total RBC N = 481 x 104 Nilai total RBC berada di
= 4,8 x 106 /μl bawah kisaran normal yaitu 8-
15x106 /μl
Indeks eritrosit
39,58 fl Nilai MCV berada pada
𝑃𝐶𝑉 𝑥 10 kisaran normal yaitu 23-48 fl.
MCV =
∑𝑅𝐵𝐶
19 𝑥 10
Hal tersebut menunjukkan
= 4,8 hewan menderita anemia
= 39,58 fl normositik
𝐻𝑏 𝑥 10 20,69 pg Nilai MCH berada di atas
MCH = ∑𝑅𝐵𝐶
9,9 𝑥 10
kisaran normal yaitu 9,0-13,0
= pg
4,8
= 20,69 pg
𝐻𝑏 𝑥 100 52,105 g/dl Nilai MCHC berada di atas
MCHC = 𝑃𝐶𝑉
9,9 𝑥 100 normal yaitu 29-33 g/dl
= 19 Hal tersebut menunjukkan
= 52,105 g/dl hewan mengalami anemia
hiperkromik
Morfologi eritrosi/leukosit/ Isositosis Bentuk normal (seragam)
temuan lain
Total WBC 82x50 = 4100/μl Nilai total WBC berada pada
kisaran normal (4000-
12000/μl)
Differensiasi Leukosit
Limfosit Relatif: 46 % Jumlah limfosit berada di
Absolut: 1886 bawah kisaran normal (2000-
9000 /μl)
Monosit Relatif: 0 % Nilai absolut monosit berada
Absolut: 0 pada kisaran normla (0-750
/μl)
Neutrofil segment Relatif: 24 % Jumlah neutrofil segmen masih
Absolut: 984 dalam kisaran normal (700-
6000/μl)
Neutrofil band Relatif: 28 % Jumlah neutrofil band di atas
Absolut: 1148 rata-rata, seharusnya julmah
neutrofil band sangat sedikit
(jarang ditemukan)
Eosinofil Relatif: 2 % Jumlah eosinofil normal,
Absolut: 82 dengan nilai rata-rata 0-
1000/μl
Basofil Relatif: 0 % Jumlah basofil lebih tinggi dari
Absolut: 0 nor,alnya yang berkisar 0-300
%

Berdasarkan pengujian parameter eritrosit, darah yang diuji memiliki


hematokrit 19%, hemoglobin 9,9 gr%, total RBCnya 4,8x106 /μl. Indeks eritrosit
yang diperoleh, antara lain MCV sebesar 39,58 fl, MCH sebesar 20,63 pg, dan
MCHC sebesar 52,105 gr/dl. Secara umum, hewan mengalami anemia sebab total
RBCnya berada di bawah normal. Jenis anemianya dapat diketahui melalui uji
indeks erotrosit (MCV dan MCHC).
Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) merupakan rataan
konsentrasi hemoglobin dalam satuan volume sel darah merah. MCHC dapat pula
dikalkulasikan dari MCV dan MCH atau dari nlai hemoglobin dan hematokrit
dengan perkalian HB dan 100 kemudian dibagi dengan PCV (Turgeon 2012). MCV
merupakan rataan volume sel darah merah. MCV ini dapat menentukan ukuran sel
darah merah. Sel darah merah yang kecil disebut dengan mikrositik, sedangkan sel
darah yang besar disebut dengan makrositik. Sel darah merah yang tidak mengalami
perubahan ukuran disebut dengan normositik. MCV diekspresikan dalam
femtoliters (fl) dikalkulasikan dari perhitungan PCV dikali 10 dan dibagi dengan
RBC (Johnson et al. 2003). Berdasarkan dua parameter tersebut, hewan mengalami
anemia normositik hiperkromik. Hal ini berarti eritrositnya berukuran normal
namun kandungan hemoglobinnya tinggi.
Berdasarkan perhitungan jumlah leukosit darah domba, jumlah absolut dari
monosit dan eosinofil berada dalam kisaran normal. Akan tetapi, terjadi
peningkatan pada jumlah absolut neutrofil band dan basofil. Neutrofil adalah
spesialis fagositik, sel-sel ini menelan dan menghancurkan bakteri secara
intraselluler (Handayani dan Wiwik 2008). Peningkatan neutrofil band
menunjukkan hewan mengalami infeksi bakterial akut, sedangkan peningkatan
basofil menunjukkan hewan mengalami hipersensitivitas akibat infeksi. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Sheerwood (2014), basofil dan sel mast mensintesis dan
minyimpan histamin dan heparin, yaitu bahan kimia poten yang dapat dibebaskan
jika terdapat rangsangan yang sesuai. Histamin berperan dalam reaksi alergik
sedangkan heparin mempercepat pemberisihan partikel lemak dari dalam darah. Di
sisi lain, terjadi penurunan jumlah limfosit. Hal ini menunjukkan hewan mengalami
immunosupresi yang dapat disebabkan oleh efek obat, trauma, atau stress (Herawati
et al. 2011).

SIMPULAN

Berdasarkan uji yang telah dilakukan terhadap urin (urinalisis) hewanyang


sedang diuji diduga mengalami gangguan hati maupun gangguan ginjal. Hal ini
diperkuat dengan ditemukannya kristal, protein, nitrit, dan bilirubin. Peneguhan
diagnosa dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik legkap, serta anamnesa
terhadap pasien. Pemeriksaan darah pada sampel menunjukan bahwa sampel
diduga berasal dari hewan yang mengalami immunosupresi yang dapat disebabkan
oleh efek obat, trauma, atau stress.

SARAN

Diharapkan adanya peningkatan sarana dan prasaran termasuk alat dan bahan,
sehingga dapat mempermudah dan mengefisiensikan waktu saat praktikum

DAFTAR PUSTAKA

Brian S, John A, Simson E ,Onno W. 2013. Procedure for determining packed cell
volume by the microhematocrit method; approved standard. Clinical and
Laboratory Standard Institute. 20(3): 1-18.

Emilaza P, Ruslli, hasan M, Zuraidawati, Asmilia N, Roslizawaty, zuhrawati. 2016.


Pemeriksaan urinalisis untuk menentukan status present kambing kacang
(capra sp.)Di upt hewan coba fakultas kedokteran hewan universitas syiah
kuala. Jurnal Medika Veterinaria. 10(1): 1-4.
Esfandiari A, Widhyari SD, Sjuthi D, Maylina L, Mihardi AP, Supriyatna ER,
Adijuwana H. 2017. Patologi Klinik. Bogor (ID): IPB Press.
Fauziah H. 2015. Gambaran cystitis melalui pemeriksaan klinis dan laboratoris (uji
dipstick dan sedimentasi urin) pada kucing di klinik hewan makassar
[Skripsi]. Makassar (ID): Universitas Hasanuddin.

Handayani, Wiwik. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan


Sistem Hematologi. Jakarta (ID): Salemba Medika.

Herawati F, Umar F, Pahlemy H, Hartini S. 2011. Pedoman Interpretasi Data


Klinik. Jakarta (ID): Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Izzah A, Ginardi RV, Saikhu A. 2013. Pendekatan algoritma heuristik dan neural
network untuk screening test pada urinalysis. J Cibermatika. 1(2): 29-35.
Izzah RV, Ginardi, Saikhu A. 2013. Pendekatan algoritma heuristik dan neural
network untuk screening test pada urinalysis. Jurnal Cybermatika. 1( 2 ): 29-
35.
Johnson CW, Timmons DL, Hall PE. 2003. Essential Laporatory Mathemathics
Concepts and Applications for the Chemical and Clinical Laboratory
Technicians Second Edition. Canada (US): Thomson Delmar Learning.

Pratama E, Rusli, Hasan M, Zuraidawati, Asmilia N, Roslizawaty, Zuhrawati. 2016.


pemeriksaan urinalisis untuk menentukan status present kambing kacang
(Capra sp.) di upt hewan coba fakultas kedokteran hewan universitas syiah
kuala. Jurnal Medika Veterinaria. 10(1):1-4

Price SA. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 1


Edisi 6. Lorraine, penerjemah. Jakarta (ID): EGC.

Rotoro, S.R. 1992. Tinjauan Beberapa Manfaat Klinik dari Analisa Urine Anjing
Melalui Pemahaman Proses Pembentukan Urine dan Penetapan Nilai Urine
Sehat. [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian
Bogor.
Schendel Pam BS. 2015. Are you missing out on a golden opportunity? performing
in- house urinalysis – sediment evaluation. School of Veterinary Medicine.
West Lafayette (IN): Purdue Universty.
Sherwood L. 2014. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem 8 ed. Jakarta (ID): EGC.

Turgeon ML. 2012. Clinical Laboratory Science Sixth Edition The Basics and
Routine Techniques. China(CN): Elsevier Mosby.

Utama IH, Hutagalung EM, Laxmi IWPA, Erawan IGMK, Widyastuti SK, Setiasih
LE, Berata K. 2011. Urinalisis menggunakan dua jenis dipstick (batang celup)
pada sapi bali. Jurnal Veteriner. 12(1):107-112.

Yunus R, Yuniarty T. 2016. Gambaran hasil pemeriksaan kristal urin dari orang
yang meminum air minum kemasan isi ulang (air galon) dan orang yang
meminum air minum dari sumur gali. Meditory. 4(1): 1-64.
LAMPIRAN

Contoh perhitungan BJ urin

Dik: (𝑆𝑢ℎ𝑢 𝑢𝑟𝑖𝑛−𝑠𝑢ℎ𝑢 𝑡𝑒𝑟𝑎)


BJ urin = BJ terbaca + x (0.001)
Bj terbaca : 1.015 3

Suhu urin : 28 ◦C BJ urin = 1.015 +


(28 ℃ −15,6 ℃)
x (0.001)
Suhu tera : 15,6 ◦C 3

= 1.019

Anda mungkin juga menyukai