Anda di halaman 1dari 16

a.

Pengertian Darah
Darah adalah jaringan tubuh yang berbeda dengan jaringan tubuh yang lain
berada dalam konsistensi cair beredar dalam suatu sistem terutup yang dinamakan
sebagai pembuluh darah dan menjalankan fungsi transfor sebagai bahan serta fungsi
hemoestasis.
Darah pada umumnya dipandang sebagai cairan tubuh yang kental berwarna
merah dan tidak transparan serta berada dalam suatu ruang tertutup yang dinamai.
Penggolongan darah sebagai suatu jaringan didasarkan atas devenisi jaringan yaitu
sekelompok sel atau beberapa jenis sel, yang mempunyai bentuk yang sama dan
menjalankan fungsi tertentu. Hanya saja berbeda dengan jaringan lain, sel-sel yang
terdapat dalam darah dan dinamai sebagai sel-sel darah tidaklah terikat satu sama lain
membentuk suatu struktur tang bernama organ, melainkan berada dalam kedua
suspensi dalam suatu cairan (Sadikin,M 2001).
Sel darah merah tidak memiliki nucleus, tetapi berisi suatu protein khusus yang
disebut hemoglobin. Hemoglobin adalah suatu pigmen berwarna kuning, tetapi efek
keseluruhan hemoglobin adalah membuat darah berwarna merah. Hemoglobin
mengandung
sejumlah kecil besi dan besi ini esensial bagi kesehatan, meskipun jumlah
totalnya di dalam darah dikatakan hanya cukup untuk membuat paku sepanjang 2 inci.
Dalam kondisi sehat, hampir semua sel darah merah di dalam darah seharusnya
berbentuk eritrosit, dengan hanya sedikit retikulosit.
Banyak faktor yang menentukan pembentukan normal sel darah merah Eritroblas
adalah sel besar yang mengandung inti dan sejumlah kecil hemoglobin. Sel ini
kemudian berkembang menjadi normoblas yang berukuran lebih kecil. Inti sel kemudian
mengalami disintegrasi dan menghilang sitoplasma mengandung benang-benang halus.
Pada stadium ini sel tersebut disebut retikulosit, akhirnya, benang-benang menghilang
dan menjadi eritrosit matang yang segera dilepas ke aliran darah Sel darah merah hidup
dalam sirkulasi selama sekitar 120 hari, kemudian dimakan oleh sel-sel pada system
monosit di dalam limfa dan kelenjar limfe. Di sini hemoglobin dipecah menjadi

komponen-komponenya dan kemudian dibawah kedalam hati. Globin dikembalikkan ke


gudang protein dan ekskresi dalam urine setelah dipecah lebih lanjut Sel darah putih
berbentuk tidak tetap. Sel darah putih dibuat di sum-sum merah, kura dan kelenjar
limpa. Fungsinya memberantas kuman-kuman penyakit . Sel darah putih terdiri dari 2
jenis sel seperti leukosit granular dan leukosit agranular. Leukosit granular terdiri dari 3
jenis yaitu, netrofil, eosinofil dan basofil. Sedangkan leukosit agranular terdiri dari tiga
jenis yaitu, monosit, limfosit dan sel plasma. neutrofil, limfosit, eosinofil, basofil, monosit
dan trombosit dapat dinyatakan masing-masing dalam % apabila jumlah total sel darah
putih tersebut dihitung dalam 100% Trombosit merupakan fragmen sel yang
berdiameter 2-4m. Dibentuk dalam sumsum tulang dan limfa, mempunyai massa hidup
8-10 hari. Keping-keping darah berkerut pada pembuluh darah luka dimana trombosit
melepaskan satu bahan yang membatasi kehilangan darah sebelum koagulasi
(pembekuan darah) terjadi.
(Azhar M, 2009)
Dalam menentukan penyakit dan diagnosis, membantu diagnosis,
proknosis, menentukan penyakit dan memonitor pengobatan atau memantau jalannya
penyakit, dokter melakukan pemariksaan laboratorium atau tes laboratorium yaitu
pemeriksaan specimen atau sampel yang diambil dari pasien. Idealnya tes laboratorium
harus teliti, tepat, sensitive, spesifik cepat dan tidak mahal serta dapat membedakan
pasien dengan orang normal. Namun karna keterbatasan pengetahuan, teknologi dan
biaya, keadaan ideal tersebut tidak selalu terpenuhi (Hardjoeno H,2003).
b. Fungsi Darah
Darah merupakan bagian dari cairan ekstrasel yang berfungsi untuk mengambil
oksigen (O2) dari paru-paru, bahan-bahan nutrisi dari seluruh cerna dan mengangkut
hormon dari kelenjar endokrin. Bahan-bahan tersebut akan berdifusi dari kapiler
kejaringan interstitial, masuk kedalam sel dan selanjutnya akan dipergunakan untuk
semua aktivitas sel, bahan-bahan yang dihasilkan dari proses metabolisme sel akan
dikeluarkan dan diangkut oleh darah untuk diekskresi.
Secara umum fungsi darah ialah sebagai berikut:

1. Transport oksigen dari paru-paru kemudian ditransport menuju sel serta membawa
glukosa, asam amino, asam lemak, mineral, hormon, vitamin dan bahan nutrisi lainnya.
2. Fungsi regulasi, Mempertahankan pH dan konsentrasi elektrolit pada cairan interstitial
melalui pertukaran ion-ion dan molekul pada cairan interstitial darah mengatur suhu
tubuh melalui transport panas menuju kulit dan paru-paru.
3. Fungsi pertahanan tubuh, Mempertahankan tubuh dari invasi mikroorganisme leukosit.
Reaksi imunologis akibat masuknya benda asing leukosit. Proses hemostasis.
4. Mempertahankan tubuh dari agresi benda atau senyawa asin yang umumnya selalu
dianggap punya potesi menimbulkan ancaman (Aryanti, 2006).
c. Plasma, Serum dan Antikoagulan
1. Plasma
Plasma merupakan komponen cairan dari darah yang mengandung fibrinogen
terlarut. Setelah aktivasi oleh enzim plasmin, terbentuklah gumpalan fibrin. Sesudah
gumpalan ini disingkirkan, sisa yang tertinggal disebut serum. Plasma terdiri untuk
sebagian besar dari air dengan terlarut dalam zat-zat elektrolit dan beberapa protein,
yakni globulin (alfa-, beta-, gamma-), albumin dan faktor pembekuan darah. Rasio
normal eritrosit terhadap plasma adalah sekitar 40:60 juga dinyatakan sebagai
hematokrit normal adalah 45-50% (hematokritt adalah penentu penting fiskositas darah
gangguan yang mengakibatkan propersi eritrosit sangat meningkat (polisitemia)
disebabkan oleh peningkatan fiskositas darah.
Plasma terdiri atas air elektrolit, protein dan sejumlah besar konstituen lain
misalnya glukosa, produk-produk protein dan metabolisme asam nukleat, serta enzimenzim. Protein plasma terdiri atas albumin dan berbagai glubolin. Albumin yang
disintesis oleh hati adalah penentu utama tekanan onkotik plasma yang mengatur
pertukaran cairan didalam kapiler sistemik, globulin terdiri atas immunoglobulin,
komplein, enzim-enzim, faktor-faktor yang dapat pada pembekuan darah fibrinolisis dan
beberapa protein transport untuk hormon, mineral, lipid dan nutrisi. Pengukuran
berbagai konstituen plasma dapat membuktikan adanya penyakit.

Tekanan osmosis plasma yaitu 7,3 atm dan dijaga dengan pengaturan osmosis
yang berfungsi dengan baik. Pada tekanan ini, yang berperan sampai 96% elektrolit
anorganik. Perbandingan ion yang satu terhadap ion yang lain dan pH plasma juga
dijaga hampir tetap oleh proses pengaturan khusus. Kation dengan konsentrasi plasma
tertinggi adalah natrium sedangkan anion plasma yang secara kuantitatif.
2. Serum
Serum adalah cairan yang tersisa setelah darah dibiarkan menggumpal didalam
sebuah tabung. Serum menyerupai plasma kecuali bahwa fibrinogen dan faktor-faktor
koagulasi, lian berkurang akibat proses pembentukan bekuan yang ditambahkan dalam
pembuatan serum sel-sel darah mengumpal secara baur dan terjebak dalam suatu
anyaman yang luas dan kontraktif dari jaringan serat-serat fibrin.sel-sel ini tidak dapat di
lihat secara terpisah-pisah melalui mikroskop.
3. Antikoagulan
Antikoagulan terdapat didalam darah untuk mencegah terbentuknya bekuan.
Sebagai contoh, heparin adalah suatu anti koagulan yang di bentuk oleh sel monosit
dan basofil sebagai respon terhadap cedera jaringan dan peradangan. Heparin
menhentikan tahap koagulan dan menyebabkn terurainya trombin. Protein-protei anti
trombin juga bersirkulasi dalam plasma untuk membantasi pembentukan bekuan darah
(Corwin, J. Elizabeth, 2000).
Agar darah yang akan diperiksa jangan sampai membeku dapat dipakai
bermacam-macam antikoagualan.

Antikoagulan dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu adalah sebagai berikut :


1. Heparin, Heparin merupakan satu-satunya antikoagulan yang diberikan secara
parenteral dan merupakan obat terpilih bila diperlukan efek yang cepat misalnya untuk
emboli paru-paru dan trombosis vena dalam, oklusi arteri akut atau infark miokard akut.
Obat ini juga digunakan untuk pencegahan tromboemboli vena selama operasi dan
untuk mempertahankan sirkulasi ekstraorporal selama operasi jantung terbuka. Heparin
juga diindikasikan untuk wanita hamil yang memerlukan antikoagulan.

2. Antikoagulan Oral, terdiri dari derivat 4 hidroksikumarin misalnya : dikumoral, warfarin


dan derivat indan 1,3 dion misalnya : nanisindion. Seperti halnya heparin,
antikoagulan oral berguna untuk pencegahan dan pengobatan tromboemboli. Untuk
pencegahan, umumnya obat ini digunakan dalam waktu jangka panjang, Terhadap
trombosis vena, efek antikoagulan oral sama dengan heparin, tetapi terhadap
tromboemboli sistem arteri, antikoagulan oral kurang efektif. Antikoagulan oral
diindikasikan untuk penyakit dengan kecenderungan timbulnya tromboemboli, antara
lain infrak miokard, penyakit jantung rematik, serangan iskemia selintas, trombosis
vena, emboli paru.
3. Antikoagulan yang bekerja dengan mengikat ion kalsium, salah satu faktor pembekuan
darah. Yaitu :

Natrium sitrat dalam darah akan mengikat kalsium menjadi kompleks kalsium sitrat.
Bahan ini banyak digunakan dalam darah untuk tranfusi, karena tidak tosik. Tetapi dosis
yang terlalu tinggi umpamanya pada transfusi darah sampai 1.400 ml dapat
menyebabkan depresi jantung.

Asam oksalat dan senyawa oksalat lainnya digunakan untuk antikoagulan di luar tubuh
(in vitro), sebab terlalu toksis untuk penggunaan in vivo (di dalam tubuh). Natrium asetat
mengikat kalsium menjadi kompleks dan bersifat sebagai antikoagulan.
Tidak semua antikoagulan dapat dipakai karena ada yang terlalu banyak
berpengaruh terhadap bentuk eritrosit atau leukosit yang akan diperiksa morfologinya.
Antikoagulan YANG dapat dipakai adalah:

1. EDTA (Ethilene Diamine Tetra Acetat)


Sebagai garam natrium atau kaliumnya. Garam-garam itu mengubah ion kalsium
dan darah menjadi bentuk yang bukan ion. EDTA tidak berpengaruh terhadap besar dan
bentuknya eritrosit dan tidak juga terhadap bentuk leukosit. Selain itu EDTA mencegah
trombosit bergumpal, tiap 1 mg EDTA menghindarkan membekunya 1 ml darah.
EDTA sering dipakai dalam bentuk laturan 10%. Kalau ingin menghindarkan
terjadi pengenceran darah, zat kering pun boleh dipakai, akan tetapi dalam hal terakhir

ini perlu sesekali mengocokkan wadah berisi darah dan EDTA selama 1-2 menit, itu
sebabnya EDTA kering lambat melarut.
2. Heparin
Berdaya seperti antitrombin, tidak berpengaruh terhadap bentuk eritrosit dan
leukosit. Dalam praktek sehari-hari heparin kurang digunakan karena mahal harganya.
Tiap 1mg heparin menjaga membekunya 10 ml darah. Heparin boleh dipakai sebagai
larutan atau dalam bentuk kering.
3. Natriumsitrat
Dalam larutan 3,8%, yaitu larutan yang isotonik dengan darah. Dapat dipakai
untuk beberapa macam percobaan hemoragik dan untuk laju endap darah cara
Westergreen.
4. Campuran amoniumoxalat dan kaliumoxalat Menurut Paul dan Heller yang juga dikenal
sebagai campuran oxalat seimbang. Dipakai dalam keadaan kering agar tidak
mengencerkan darah yang diperiksa (Gandasoebrta, R. 2001).

d. Volume Darah
Volume darah pada orang dewasa sehat ditentukan oleh jenis kelamin. Volume
darah pada laki-laki dewasa adalah 5 liter, sedangkan pada perempuan dewasa agak
lebih rendah, yaitu 4.5 liter. Nilai ini tidak mutlak, karena ditentukan oleh 2 hal. Pertama,
ada keseimbangan antara ruang intra pembuluh darah (ruang Intravaskuler) dengan
ruang antar sel. Meskipun secara anatomis system pembuluh darah adalah ruang
tertutup bila dilihat secara mikroskopis, ada cela diantara sel-sel, yang dapat dilalui
cairan. Kedua, nilai tersebut tergantung kepada cara pengukuran volume darah
umumnya didasarkan atas cara pengenceran suatu senyawa yang tidak diolah oleh selsel tubuh dan mudah dikeluarkan melalui kencing setelah beberapa waktu, disuntikkan
dalam jumlah dan konsentrasi tertentu kedalam pembuluh darah balik. Beberapa menit

kemudian, setelah dianggap bahwa senyawa telah terbesar rata diseluruh ruang
pembuluh darah. (Sadikin M, 2001)
B. Tinjauan Umum Tentang LED
Laju Endap Darah (LED) adalah pemeriksaan untuk mengukur kecepatan
pengendapan sel darah dalam waktu tertentu. Eritrosit dalam darah bila didiamkan
cenderung untuk membentuk rouleaux yang mempunyai peranan penting pada proses
pengendapan sel tersebut. Faktor dalam darah yang mempengaruhi proses ini adalah
meningkatnya kadar globulin dan fibrinogen yang mempermudah
terbentuknya rouleaux, sedangkan albumin mempunyai efek sebaliknya. Mudah
dimengerti bahwa pada peradangan dan kerusakan jaringan yang umumnya disertai
peningkatan kadar globulin dan kadang-kadang juga fibrinogen akan memberi hasil LED
yang meningkat .
Laju Endap Darah (LED) atau dalam bahasa inggrisnya Erythrocyte
Sedimentation Rate (ESR) merupakan salah satu pemeriksaan rutin untuk darah.
Proses pemeriksaan sedimentasi (pengendapan) darah ini diukur dengan memasukkan
darah ke dalam tabung khusus selama satu jam. Makin banyak sel darah merah yang
mengendap maka makin tinggi Laju Endap Darahnya. Tinggi ringannya nilai pada Laju
Endap Darah (LED) memang sangat dipengaruhi oleh keadaan tubuh kita, terutama
saat terjadi radang. Namun ternyata orang yang anemia, dalam kehamilan dan para
lansia pun memiliki nilai Laju Endap Darah yang tinggi. Jadi orang normal pun bisa
memiliki Laju Endap Darah tinggi, dan sebaliknya bila Laju Endap Darah normalpun
belum tentu tidak ada masalah. Jadi pemeriksaan Laju Endap Darah masih termasuk
pemeriksaan penunjang, yang mendukung pemeriksaan fisik dan anamnesis dari sang
dokter. Namun biasanya dokter langsung akan melakukan pemeriksaan tambahan lain,
bila nilai Laju Endap Darah di atas normal. Sehingga mereka tahu apa yang
mengakibatkan nilai Laju Endap Darahnya tinggi.
Selain untuk pemeriksaan rutin, Laju Endap Darah pun bisa dipergunakan untuk
mengecek perkembangan dari suatu penyakit yang dirawat. Bila Laju Endap Darah
makin menurun berarti perawatan berlangsung cukup baik, dalam arti lain pengobatan

yang diberikan bekerja dengan baik Laju Endap Darah (LED) terutama mencerminkan
perubahan protein plasma yang terjadi pada infeksi akut maupun kronik, proses
degenerasi dan penyakit limfoproliferatif. Peningkatan laju endap darah merupakan
respons yang tidak spesifik terhadap kerusakan jaringan dan merupakan petunjuk
adanya penyakit Bila dilakukan secara berulang laju endap darah dapat dipakai untuk
menilai perjalanan penyakit seperti TBC, demam rematik, artritis dan nefritis. Laju
Endap Darah (LED) yang cepat menunjukkan suatu lesi yang aktif, peningkatan Laju
Endap Darah (LED) dibandingkan sebelumnya menunjukkan proses yang meluas,
sedangkan Laju Endap Darah (LED) yang menurun dibandingkan sebelumnya
menunjukkan suatu perbaikan. (Azhar , 2009)
Laju endap darah (Erithrocyte Sedimentation Rate, ESR) yang juga disebut
kecepatan endap darah (KED) atau laju sedimentasi eritrosit adalah kecepatan
sedimentasi eritrosit dalam darah yang belum membeku, dengan satuan mm/jam.
(labkesehatan, 2009 laju-endap-darah-led).
LED mengukur laju pengendapan (dalam 1mm/jam) dari eritrosit pada suatu
kolom dari yang diberi antikuagulan. Laju pengendapan yang cepat (LED meningkat)
menunjukkan meningkatnya kadar imunoglobulin atau protein pase akut, yang
menyebabkan eritrosit saling melekat satu sama lain. Peningkatan LED oleh
karenanannya merupakan penanda non spesifik dari adanya radang atau infeksi LED
biasanya sangat tinggi pada mioloma multiple, lupus erittosus sistemik (SLE), artoritis
temporatis, polimialgia reomatika, jarang kanker atau infeksi kronis, termasuk
tuberkolosis (Rubenstein. D.dkk, 2003).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi Laju Endap Darah (LED) adalah faktor
eritrosit, faktor plasma dan faktor teknik. Jumlah eritrosit/ul darah yang kurang dari
normal, ukuran eritrosit yang lebih besar dari normal dan eritrosit yang mudah
beraglutinasi akan menyebabkan Laju Endap Darah (LED) cepat. Peningkatan kadar
fibrinogen dan globulin mempermudah pembentukan roleaux sehingga Laju Endap
Darah (LED) cepat sedangkan kadar albumin yang tinggi menyebabkan Laju Endap
Darah (LED) lambat Yang perlu diperhatikan adalah faktor teknik yang dapat

menyebabkan kesalahan dalam pemeriksaan Laju Endap Darah (LED). Selama


pemeriksaan tabung atau pipet harus tegak lurus, miring dapat menimbulkan kesalahan
30%. Tabung atau pipet tidak boleh digoyang atau bergetar, karena ini akan
mempercepat pengendapan. Suhu optimum selama pemeriksaan adalah 20C, suhu
yang tinggi akan mempercepat pengendapan dan sebaliknya suhu yang rendah akan
memperlambat.
Mekanisme terjadinya LED dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu :
a.

Fase pertama adalah fase agregasi, dimana fase ini eritrosit baru mulai saling
menyatukan diri atau membentuk Rouloeux sehingga pengendapan eritrosit dalam fase
ini lambat sekali.

b.

Fase kedua adalah fase pengendapan eritrosit dengan cepat (keadaan maksimal) oleh
karena terjadi agregasi atau pembentukan Rouleux atau dengan kata lain partikelpartikel eritrosit menjadi lebih besar dengan permukaan yang lebih keciloleh karena
lebih cepat pula pengendaannya.

c.

Fase yang ketiga kecepatan pengendapan eritrosit sudah mulai berkurang oleh karena
sudah terjadi pemantapan dari eritrosit. (Arif Dkk, 2004).
Ada beberapa cara untuk menetapkan LED, tetapi hanya cara Westergren dan
Wintrobe yang sering di pergunakan. Nilai dari LED selain dipengaruhi oleh metoda
pemeriksaan yang dipergunakan juga dipengaruhi umur dan jenis kelamin. Nilai normal
pada anak lebih rendah dari orang dewasa dan untuk wanita lebih tinggi dari pria. Pada
kedua jenis kelamin terjadi peningkatan nilai normal sesuai dengan penambahan umur.
Peningkatan ini sampai umur 55 tahun berjalan lambat, tetapi lewat umur 60 tahun akan
berlangsung lebih cepat. Meskipun LED bukan merupakan pemeriksaan yang spesifik
untuk penyakit sendi, pemeriksaan tersebut masih tetap berguna untuk menilai
perubahan susunan protein plasma sebagai akibat proses peradangan atau kerusakan
jaringan yang terjadi pada penyakit tersebut. Pada penyakit sendi yang disebabkan oleh
proses degenerasi, hasil pemeriksaan LED umumnya masih dalam batas nilainormal
(portalkalbe/files/cdk/files/05PemeriksaanLaboratorium023)

LED mengambarkan komposisi plasma dan perbandingan antara eritrosit dan


plasma. Darah dengan antikoagulan dimasukan kedalam tabung berlumen kecil dan
diletakkan tegak lurus selama 1 jam akan menunjukan pengendapan eritrosit dengan
kecepatan yang dikemukan oleh rasio permukaan volumen eritrosit.pengendapan sel
darah ini disebut LED yang bertambah cepat bila berat sel meningkat, tetapi kecepatan
berkurang apabila pemukaan sel lebih luas.
Dilaboratorium cara untuk memeriksa LED yang sering dipakai adalah cara
wintrobe dan cara westergreen. Pada cara wintrobe nilai rujukan untuk wanita 0-20
mm/jam dan untuk pria 0-10 mm/jam, sedang pada cara westergren nilai rujukan untuk
wanita 0-15 mm/jam dan untuk pria 0-10 mm/jam (Gandasoebrata R, 2001).
Untuk pemeriksaan LED metode Westergreen dapat digunakan darah Na.citrat
dengan perbandingan 4 bagian darah dan 1 bagian Na.citrat 3,8%. Darah EDTA bias
digunakan sebagai alternatif dengan pengenceran NaCI 0,85% 4:1 (Simmons, A, 1989).
Kelebihan metode Westergreen merupakan metode yang paling akurat dan
paling sering digunakan dalam pemeriksaan LED disbanding metode yang lain,
kekurangan metode ini memerlukan sampel darah vena cukup banyak (kurang lebih 2
ml).
Dalam batas normal, pemeriksaan LED dengan metode Westergreen dan
Wintrobe tidak memiliki seberapa selisih, akan tetapi nilai itu berselisih jauh pada
keadaan dimana LED meningkat. Dengan metode Westergreen didapatkan nilai yang
lebih tinggi, hal ini disebabkan karena panjang pipet Westergreen dua kali panjang
tabung Wintrobe.

a. Makna LED Dalam Klinik


Apakah arti kalau LED normal atau masih dalam batas-batas normal dan dua
pula artinya bila LED lebih dari normal. LED yang normal dapat memberi jaminan
kepada dokter untuk menyatakan kepada pasien bahwa tidak ada penyakit kronis yang
serius, sebaliknya kalau LED tidak normal maka berarti mendorong kita (dokter untuk
mencari penyelesaian selanjutnyamengenai penyebab atau kausanya).

LED adalah reaksi non spesifik dari tubuh di katakan demikian karena LED biasa
meninggi pada penyakit-penyakit atau keadaan phatologis apa saja dimana terdapat
reaksi-reaksi oedema degenerasi, jaringan, suupuration dan neorosis, LED biasanya
tetap dalam batas normal yaitu pada penyakit-penyakit infeksi setempat yang kecil,
infeksi yang aktif, misalnya appendiatir akut dalam fase infeksi pada selaput lender
dengan sedikit reaksi radang.
1. LED Dalam Klinik :
a. Membantu Diagnosa
b. Membantu diagnostik screening oleh karena abnomaliter sering ditemukan dengan
meninggi LED sebelum lokalisasi kuasanya jelas.
c. Diffential diagnostic, membedakan non organic diases dan infektie dan membedakan
neurmatik arthtritis dari penyakit gout.
2. LED dalam batas normal :
a. Keadaan allergis yang noninfeksi
b. Hutitional defeclearcie
c. Hipertensi dan komplikasi
d. Compesaten hear disease
3. LED meninggi pada :
a. TBC
b. Infectie yang kronis
c. Thrombosis coumair
d. Arthritis
e. Nepitis
4. Mekanisme dalam pemeriksaan LED :
a. Fase I, tahap pengumpulan (agregrasi)
Dalam fase ini butir - butir darah merah mulai menyatukan diri atau membentuk
Rouloeux
b. Fase II, tahap sedimentasi

Disini pengendapan eritrosit terjadi secara constant dan berlangsung sekitar 30 menit
dengan kecepatan maksimal. Agregat yang membentuk lebih besar dengan permukaan
yang kecil.
c. Fase III, tahap pemadatan
Kumpulan agrerat mulai melambat, kama terjadi pemadatan dari eritrosit yang
mengendap.

5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemeriksaan LED :


a. Factor Teknik :
1) Letak Tabung
Tabung atau pipet harus tegak lurus pada raknya (90). Bila tabung dimiringkan maka
sel-sel akan menempuh jarak pendek kedinding tabung kemudian menggelincir kedasar
tabung. Hasilnya: sedimentasi sel menjadi lebih cepat.
2) Diameter Tabung/Pipet
Diameter bagian dalam tabung yang dianjurkan adalah 2,55 0,15 mm, makin cepat
sedimentasi eritrosit.
3) Suhu Ruangan
Umumnya pemeriksaan LED dilakukan pada suhu 18-25 o , makin tinggi suhu ruangan
makin cepat sediamentasi.
4) Getaran
Getaran pada dasar tabung member pengerahu pada jalannya sediamentasi. Oleh
sebab itu harus diusahakan rak sediamentasi tidak berada semeja dengan perawatan
yang mengeluarkan getaran misalanya sentrifuge.
b. Faktor dalam darah:
1) Plasma :
Eritrosit merupakan pembawa muatan elektrik negative sedangkan plasma
membawa muatan elekteik positif. Segala factor atau kondisi yang menyebabkan
plasma bermuatan positif, maka otomatis akan meningkatkan pembentukan rouleaux

yang secara langsung pula meningkatkan nilai LED. Fibrinogen, globulin dan kolesterol
termasuk mempercepat pengendapan sedangkan albumin dan lesitin memperlambat
pengendapan oleh karena itu LED akan meningkat seiring dengan adanya kondisi yang
memyebabkan peningkatan fibrinogen (pada kasus TBC dan inflamasi) atau globulin
alfa dan beta seperti deman rematik, berbagi myeloma dank ala azar (pakasi R. 1986).
2) Eritrosit,
Protein yang memiliki berat molekul yang tinggi dengan muatan positif tolak
menolak dengan muatan positif yang bermuatan negative sehingga menyebabkan
peningkatan perletakan eritrosit untuk membentuk formasi rouloeux, sehingga akan
menigkatkan nilai LED. Peningkatan jumlah sel darah seperti polisitemia dapat
memperlambat pengendapan yang dikaitkan dengan gaya saling tolak menolak eritrosit
seperti anemia sel asabit dan mikrosit dalam animea hipokrom cenderung untuk
mencegah pembentukan rouleax dan penggunaan nilai LED.

b. Kegunaan LED :
LED memiliki 3 kegunaan utama :
1. Sebagai alat bantu untuk mendeteksi suatu proses peradagan.
2. Sebagai pemamtau perjalanan atau aktivitas penyakit
3. Sebagai pemeriksaan penapisan untuk peradangan atau neoplasma yang tersembunyi.
(sacher,dkk.2004)
Namun, pemeriksaan relatife tidak sensitife dan tidak spesifik karena dipengaruhi
oleh banyak factor teknis. Bagaimanapun, LED tetap menjadi uji yang bermanfaat dan
digunakan untuk mendiagnosa penyakit, namun sebagian besar penyakit peradangan
akut dan kronis serta neoplasma berkaitan dengan peningkatan LED (widman, 2002).
c. Prinsip LED
Darah yang sudah diberi antikoagulan bila didiamkan dalam waktu tertentu maka
sel darah akan mengendap dalam hal ini yang dihitung adalah kecepatan waktu
pengendapannya.
a. Kelebihan dan kekurangan metode westegren

1. Kelebihan :
metode ini memiliki skala tabung yang panjang sehingga memungkinkan untuk
menghitung skala pembacaan yang besar.
2. Kekurangan :
pada pemasangan tabung yang tidak tegak lurus akan memberikan hasil yang berbeda.
b. Hal yang perlu diperhatikan
1). Pencampuran antara darah dengan antikoagulan harus homogen.
2). Hindari terjadi gelembung udara pada tabung
3). Pemasangan tabung harus dalam posisi tegak lurus
4). Jauhkan alat dari objek yang mengeluarkan getaran
c. Sumber kesalahan dalam pemeriksaan LED
1. Kesalahan dalam persiapan penderita, pengambilan dan penyiapan bahan.
2. Dalam suhu kamar pemeriksaan harus dilakukan dalam 2 jam pertama, apabila darah
EDTA disimpan pada suhu kamar 4 derajat.
3. Perhatikan agar pengenceran dan pencampuran darah dengan larutan antikoagulan
dikerjakan dengan baik.
4. Mencuci pipet westergren yang kotor dapat dilakukan dengan cara menbersikan dengan
air , kemudian alcohol dan terakhir aseton. Cara lain adalah dengan membersihkan
dengan air dan biarkan kering satu malam dalam posisi vertical tidak dianjurkan
memakai deterjen.
d. Arti pemeriksaan LED
LED dipakai sebagai uji penjaring dalam pemeriksan rutin para penderita,
walaupun LED mencerminkan perubahan-perubahan pola protein dalam plasma, LED
bukan merupakan pemeriksaan yang spesifik, namun begitu, LED berguna dalam
memantau kronik tertentu, misalanya tuberculosis atau rheumatoid arthritis, dimana LED
menjadi petunjuk tentang progresitas penyakit tersebut (widman k, 1995).
LED yang normal tidak menyimpulkan bahwa seseorang tidak mengendap suatu
penyakit, sedangkan peningian LED berkaitan dengan perubahan dalam protein plasma
yaitu:

a. Penyakit infeksi akut atau kronis


b. Penyakit neoplasma/keganasan
c. Penyakit degenerative
e. Tinjauan LED metode westegreen
Westergreen pada tahun 1921 memperkenalkan teknik pemeriksaan LED yang
dikenal dengan metode westegren. Metode ini memakai tabung/ pipet dengan panjang
300,5 mm, 0,5 mm, diameter luar 5,5 mm 0,5 mm dan diameter dalam 2,35 mm
0,15 mm, memiliki skala, 200 mm. rak yang digunakan vertical dengan batas kemiringan
tidak lebih dari 1o.
LED metode westergren memiliki prinsip yang hamper sama dengan metode
lainnya, yaitu darah dengan antikoagulan yang dimasukan kedalan tabung berlumen
kecil kemudian dibiarkan tegak lurus selama 1 jam akan menunjukan pengendapan
eritrosit dengan kecepatan yang ditentukan oleh rasio permukaan : volume eritrosit

Gambar 1.1. Pipet Westergreen

f. LED Metode Wintrobe


Pada tahun 1936 wintrobe memperkenalkan metode dengan menggunakan
tabung wintrobe yang memiliki panjang 120 mm, diameter dalam tabung 2,5 mm,
dengan skala 0-100 mm, sampei yang dipakai adalah darah EDTA tanpa pengenceran,
pengisian sampel dilakukan dengan menggunakan pipet Pasteur yang panjang,
kelebihan metode wintrobe merupakan metode pemeriksaan Led yang lebih praktis dan
hanya memerlukan sedikit sampel darah ( 1 ml) dan sekaligus dapat digunakan untuk
pemeriksaan makro hematokrit, kekurangan metode ini lebih banyak menggunak
peralatan.

Dalam batas normal, pemeriksaan LED dengan metode westergreen dan


wintrobe tidaka memiliki selisih, akan tetap nilai itu berselisi jauh pada keadaan dimana
LED meningkatkan dengan metode westergreen didapatkan nilai yang lebih tinggi hal ini
disebabkan karena panjang pipet westergreen dua kali panjang tabung wintrobe.

Anda mungkin juga menyukai