Oleh:
Kelompok 5
M Fauzan Firdaus B04150115
Farra Aziza S B04150117
Lailatun Nida B04150118
BAGIAN MIKROBIOLOGI
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT HEWAN DAN KESEHATAN MASYARAKAT
VETERINER
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2018
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kapang atau cendawan merupakan fungi multiseluler yang mempunyai filamen.
Kapang dapat menginfeksi manusia dan semua jenis hewan pada kulit, bulu atau rambut, dan
tanduk dalam berbagai derajat infeksi. Beberapa genus kapang yang dapat menginfeksi
adalah Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton (Djaenuddin 2005).
Umumnya infeksi oleh kapang disebut ringworm karena diduga penyebab awalnya
adalah worm. Secara makroskopik nampak gejala peradangan pada permukaan kulit dan jika
dibiarkan akan meluas membentuk lingkaran seperti cincin. Pertumbuhan kapang sangat
cocok di Indonesia yang berada di daerah tropis dengan kelembaban tinggi (Pohan 2007)
Salah satu penyakit yang disebabkan oleh kapang adalah dermatofitosis.
Dermatofitosis merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh kelompok kapang tanpa
harus mengetahui spesies kapang tersebut. Penyakit ini umumnya menginfeksi hewan ternak,
hewan peliharaan, mamalia, dan burung. Penyebarannya dapat secara langsung melalui
kontak dengan lesi pada tubuh hewan, maupun secara tidak langsung melalui spora dalam
lingkungan tempat tinggal hewan. Kapang mengambil keuntungan dari hewan dengan cara
mengurangi pertahanan sistem imun pada tubuh hewan tersebut (Feline 2005).
Untuk mengetahui jenis kapang yang menginfeksi seekor hewan harus dilakukan
diagnosa. Diagnosa dermatofitosis dapat dilakukan dengan cara identifikasi berdasarkan sifat-
sifat morfologinya secara makroskopis dan mikroskopis. Berdasarkan pengamatan secara
mikrokopis, kapang dapat ditentukan sampai genus atau kadang-kadang sampai spesiesnya
(Natsir 2008)
Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengidentifikasi sampel kerokan kulit hewan yang
diduga mengalami dermatofitosis.
Metodologi
Bahan yang dibutuhkan:
1. KOH 10%
2. Lactophenol Cotton Blue (LCB)
3. Aquadest
4. Selotape
5. Media biakan SDA (Sabouraud
Dextrose Agar)
Sampel kulit hewan yang diduga menderita dermatofitosis diambil dengan scalpel steril
sampai batas kulit yang sehat
DAFTAR PUSTAKA
Amano H, Kishi C, Yokoyama Y, Smimizu A, Anzawa K, Mochizuki T, Ishikawa
O. 2013. M. canis infection mimics pemphigus erythematosus. J Indian
Dermatol. 58(3): 243.doi:10.4103/0019-5154.11086.
Brotowidjoyo MD. 1987. Parasit dan Parasitisme. Jakarta (ID): Media Sarana
Press.
Djaenuddin G. 2005. Penyakit Kulit oleh Kapang Dermatofit (Ringworm) pada
Seekor Kelinci. Jakarta (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan.
Feline AB. 2005. Ringworm. http://www.fabcats.org/ringwomforbreeders.html.
[diakses pada 2 Desember 2018
Ganiswara SG. 1995. Farmakologi dan Terapi. Jakarta (ID): UI Pr.
Mutiawati VK. 2016. Pemeriksaan mikrobiologi pada Candida albicans. Jurnal
Kedokteran Syiah Kuala. 16(1):53-63.
Mycology Online. 2016. Microsporum [internet]. [diunduh 2018 2 Desember].
Tersedia pada: http://mycology.adelaide.edu.au/
Natsir MD. 2008. Analisis Mikrobiologi Farmasi. Makassar (ID): Universitas
Hasanudin.
Olivares RAC. 2003. Ringworm Infection in Dogs and Cats in Recent Advances
in Canine Infectious Diseases. www.ivis.org. [diakses pada 2 Desember
2018]
Pohan K. 2007. Bahan Kuliah Mikologi. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah
Mada.
Shalaby MLM, El-din AN, El-Hamid MA. 2016. Isolation, identification, and in
vitro antifungal susceptibility testing of dermatophytes from clinical
samples at Sohag University hospital in Egypt. Electron Physician. 8(6):
2557–2567.
Siregar RS. 2002. Penyakit Jamur Kulit. Jakarta (ID): EGC.
Tinea R. 2013. Dermatophytosis.
http://cfsph.iastate.edu/factsheets/pdfs/dermatophytosis.pdf. [diakses pada
2 Desember 2018]