Anda di halaman 1dari 10

Hari/tanggal : Kamis, 9 November 2017

Dosen : Dr. Drh. Hera Maheshwari, M.Sc


Asisten : Noura Ahraeny (B04140026)

SISTEM INDERA
Kelompok 5

Anggota kelompok:
1. Aulia Dina Kristina (B04160009) .......
2. Muchamad Ichnoor (B04160019) .......
3. Vivi Sulastri (B04160061) .......
4. Intan Pradika Putri* (B04160069) .......
5. Michelle Devi E.K. (B04160121) .......
6. Ilham Nugraha (B04160123) .......

DEPARTEMEN ANATOMI FISIOLOGI DAN FARMAKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2017
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Alat indera merupakan alat-alat tubuh yang berfungi mengetahui keadaan luar.
Alat indera dikenal dengan sebutan panca indera karena memiliki 5 indera yaitu
indera penglihat, pendengar, pencium, peraba dan indera pengecap (Idel 2003).
Mata adalah organ indera yang memiliki reseptor peka terhadap cahaya yang
disebut fotoreseptor. Setiap mata mempuyai lapisan reseptor dan sistem lensa yang
berfungsi untuk memusatkan cahaya pada reseptor dan syarat untuk
menghantarkan impuls dari reseptor ke otak (Nasution 2013).
Retina mempunyai kurang lebih 125 juta sel batang yang mampu menerima
rangsangan sinar kuat dan warna. Sel batang mengandung pigmen yang peka
terhadap cahaya yag disebut rhodopsin. Rhodopsin merupakan suatu bentuk
senyawa antara vitamin A dengan protein tertentu. Bila terkena sinar terang,
rhodopsin terurai dan akan terbentuk kembali dalam keadaan gelap. Pembentukan
rhodopsin memerlukan waktu yang disebut waktu adaptasi rhodopsin. Waktu
adaptasi ini, mata kurang melihat (Gibson 2003).
Sel kerucut mengandung pigmen iodosin, yaitu senyawa ritinin dan epsin. Ada
3 macam sel kerucut yang peka terhadap rangsangan warna tertentu yaitu merah,
biru dan hijau. Kerusakan sel konus menyebabkan buta warna merah,biru dan
kuning. Penderita buta warna ada yang disebut dikromat atau monokramat.
Dikromat merupakan buta warna sebagian karena hanya dapat menerima spectrum
warna dengan campuran 2 warna saja. Monokramat merupakan buta warna yang
hanya dapat membedakan warna hitam dan putih serta bayangan kelabu (Pearce
2007).
Telinga merupakan indera pendengaran yang menerima rangsang berupa suara
(fonoreseptor). Indera pendengaran memiliki fungsi sebagai alat pendengar dan
alat keseimbangan. Proses pendengaran pada telinga yakni semua suara atau bunyi
dari luar tubuh masuk dalam bentuk gelombang suara melalui medium udara.
Sebelum telinga mendengar bunyi, daun telinga akan menangkap dan
mengumpulkan gelombng suara. Selanjutnya gelombang suara akan masuk
kedalam liang telinga (saluran pendengaran) dan ditangkap oleh gendang telinga
(Idel 2003).

B. Tujuan Praktikum
Menentukan ketajaman penglihatan dan bintik buta, serta memeriksa buta
warna. Menentukan ketajaman pendengaran, hantaran tulang pada proses
pendengaran serta membedakan tuli.

METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tanggal Praktikum


Hari/tanggal : Kamis, 9 November 2017
Waktu : 11.00 – 13.30
Tempat : Ruang praktikum FIFARM III Fakultas Kedokteran Hewan IPB

B. Alat dan bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah kertas putih dengan palang hitm
ditengah, cahaya matahari, buku ishihara, o.p dan ruang kedap suara. Sedangkan
untuk alat yang digunakan berupa optotypl snellen, lampu senter, cermin, garpu tala
(frekuensi 100,256 dan 512 Hz), arloji tangan/stopwatch dan penggaris.

C. Prosedur Praktikum
Orang percobaan (o.p) duduk pada jarak 6 m dari Optotypl Snellen yang telah
dipasang/ digantung. Salah satu mata o.p ditutup dengan sapu tangan/penutup
hitam khusus dari kotak lensa. O.p disuruh membaca huruf-huruf atau gambar
yang tertera pada Optotypl Snellen menggunakan satu mata mulai dari baris
dengan huruf terbesar sampai terkecil. Jarak yang tertera pada sisi luar tiap barisan
huruf dicatat. Pemeriksaan untuk mata sebelahnya diulangi dengan cara yang sama
dan dilanjutkan dengan pemeriksaan kedua mata terbuka. Visus dari orang
percobaan dihitung sesuai dengan rumus (v = d/D).
Memeriksa bintik buta dilakukan dengan cara mata kiri o.p ditutup. Kemudian
kartu pemeriksaan bintik buta ditempatkan pada jarak kurang lebih 30 cm di depan
o.p dengan mata kanan tetap melihat ke palang hitam. Pada jarak sekitar 20 cm,
bulatan hitam akan menghilang dari pandangan karena bulatan hitam tepat masuk
dalam wilayah kebutaan. Pada mata kiri dilakukan hal yang sama. Memeriksa
pupil dilakukan dengan cara o.p duduk menghadap jendela dengan melihat ke
suatu objek yang jauh. Mata o.p kemudian di sinari dengan senter dan diperiksa
keadaan pupilnya (warna iris dan ukuran diameter pupil) serta refleks pupil pada
kedua mata dan refleks akomodasi. Memeriksa buta warna dilakukan dengan cara
o.p disuruh membaca buku pseudoisochromatic. Kesalahan yang terjadi kemudian
dicatat.
Memeriksa ketajaman pendengaran dilakukan di ruangan yang sunyi. Telinga
kiri o.p ditutup dengan sepotong kapas. Arloji ditempatkan ditelinga kanan untuk
mendengarkan detiknya. Jauhkan arloji dari telinga secara perlahan jika o.p
mengenal bunyi detiknya. Arloji dijauhkan sampai o.p sudah tidak mendengar
suara detiknya. Jarak antara o.p dan arloji kemudian diukur. Percobaan diulangi
untuk memeriksa telinga kiri. Pemeriksaan ketulian pendengaran dapat dilakukan
dengan cara rinne yaitu penala dengan frekuensi 256 Hz digetarkan. Penala
dipegang pada pangkalnya. Pangkal gagang penala yang sedang bergetar ditekan
pada prosesus mastoideus telinga kanan o.p. secara tegak lurus dari kulitnya. O.p.
disuruh memberikan tanda dengan jarinya (tanpa bersuara) bila ia dapat
mendengar dengungan suara penala. Angkat penala dari prosesus mastoideus,
kemudian ujung penala ditempatkan sedekat –dekatnya ke liang telinga kanan
o.p. (jangan tersentuh pada telinga). Waktu saat o.p mendengar kembali suara
penala dihitung sampai suara tersebut tidak terdengar sama sekali (biasanya
dengan dengungan masih terdengar kembali selama 45 detik). Pemeriksaan untuk
telinga kiri diulang dengan cara yang sama. Cara Schwabach yaitu penala
frekuensi 100 Hz digetarkan. Pangkal gagang penala pada prosesus mastoideus o.p
ditekan. Bila dengungan tidak terdengar lagi o.p disuruh untuk memberi tanda.
Gagang penala dipindahkan ke prosesus mastoideus pemeriksa (telinga pemeriksa
harus normal). Bila pemeriksa masih dapat mendengar dengungan, maka hasil tes
Schwabach “memendek”. Percobaan diulangi akan tetapi sekarang penala
ditempatkan lebih dahulu ke prosesus mastoideus pemeriksa. Bila dengungan
sudah tidak terdengar lagi, penala dipindahkan ke prosesus mastoideus o.p. .
O.p. disuruh untuk memberi tanda bila masih dapat mendengar degungan. Bila
o.p. masih dapat mendengar degungan, maka hasilnya Schwabch “memanjang”.
Bila hasil kedua percobaan hampir sama antara o.p. dengan pemeriksa (atau
sama), maka hasilnya tes Schwabach “sama dengan pemeriksa”. Pemeriksaan pada
telinga lainnya diulangi.
Keseimbangan tubuh dapat dilakukan dengan Percobaan Romberg yakni
O.p. berdiri dengan tumit dan jari kaki merapat dan tangan direntangkan. Test
dilakukan dengan mata orang percobaan terbuka kemudian dengan mata
tertutup. Bila ayunan bergoyang terlalu keras, kemungkinan ada kelainan. O.p.
berdiri diatas satu tungkai kemudian diatas tungkai lainnya. O.p. berdiri diatas
satu tungkai dengan kepala menengadah ke langit-langit ruangan akan tetapi
dengan mata tertutup. Hopping Reaction dilakukan dengan cara o.p. berdiri diatas
kaki kanannya. O.p. di dorong secara perlahan terus ke samping kanan sampai o.p.
merasa akan terjatuh. Thrust Reaction dilakukan dengan cara O.p. berdiri tegak
dengan kedua kaki dirapatkan, berat tubuhnya dibagi sama rata atas telapak kaki
depan dan belakang. O.p. di dorong dengan perlahan ke depan, ke belakang, ke
samping kiri dan ke samping kanan. Shifting Reaction dilakukan dengan cara o.p.
mengambil suatu sikap dengan keempat anggota tubuhnya menunjang berat
tubuhnya. O.p. disuruh mengangkat tangan kiri dan meletakkannya di dalam
genggaman tangan seorang teman. O.p. didorong oleh pemeriksa dengan perlahan
ke kanan, ke kiri, ke depan dan ke Belakang. Past Pointing dilakukan dengan cara
saat kedua mata terbuka, o.p. disuruh menyentuh hidungnya kemudian lengannya
diekstensikan untuk menyentuh jari pemeriksa. hal tersebut diulangi dengan mata
tertutup. O.p. di putar kearah kanan kemudian dihentikan dengan mendadak. O.p.
disuruh menyentuh jari pemeriksa. Mata o.p ditutup dan disuruh melakukan hal
yang sama.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Visus adalah ketajaman pengelihatan yang dapat diperiksa atau diukur


dengan menggunakan Optotype dari Snellen yang berupa papan yang berisi tulisan-
tulisan huruf yang besarnya sudah ditentukan. Huruf-huruf tersebut dapat dilihat
pada jarak 6 meter karena dianggap bahwa pada jarak tersebut sinar yang masuk
sejajar, sehingga mata dalam keadaan beristirahat (Campbel 2011). Berdasarkan
hasil pengamatan terhadap o.p akan ketajaman penglihatan didapatkan hasil sebesar
6
/15 untuk mata kanan, yang dinyatakan bahwa o.p dapat melihat dengan jarak 6 m,
sedangkan orang yang normal sebesar 15 m. Mata kiri menghasilkan visus sebesar
6
/30, yang dinyatakan bahwa o.p dapat melihat dengan jarak 6 m, sedangkan orang
normal sebesar 30 m. Hal ini mungkin disebabkan oleh bola mata o.p yang terlelu
pendek atau lensa mata yang terlalu lemah. Benda jauh terfokus di retina hanya
dengan akomodasi, sementara benda-benda dekat difokuskan di belakang retina
(Surya 2010).
Bintik buta adalah suatu daerah di retina mata yang merupakan jalur syaraf
penglihatan menuju ke otak, dan tepat di jalur keluar tersebut tidak terdapat sel peka
cahaya sehingga bila bayangan benda jatuh tepat di bintik buta, maka otak tidak
akan mendapatkan sinyal dari mata karena bayangan itu jatuh tidak pada sel-sel
yang peka cahaya maka benda yang sebenarnya ada di depan kita tidak akan dapat
diindentifikasi keberadaannya oleh mata (Pearce 2005). Berdasarkan pengamatan
terhadap o.p didapatkan hasil bintik buta mata kanan dan kiri condong ke arah kiri.
Hal tersebut disebabkan oleh jarak antara sel batang dan sel kerucut pada mata lebih
lebar ke arah kiri.

Gambar 1. Daerah Bintik Buta


Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pupil o.p, ketika mata diberikan
suatu cahaya didapatkan warna iris berupa cokelat dengan pupil yang mengalami
miosis(mengecil). Refleks pupil baik secara langsung maupun tidak langsung
didapatkan hasil yang sama ketika mata di berikan langsung suatu cahaya yaitu
mengalami miosis. Hal tersebut disebabkan oleh suatu cahaya. Pupil mata
tergantung dari iris atau semacam otot kecil. Iris mendekati jika cahaya yang masuk
terlalu terang dan iris menjauhi jika cahaya yang masuk terlalu redup. Jika mata
tidak siap saat terkena cahaya maka pupil mengecil atau meredup secara langsung,
kalau siap maka pupil akan mengecil atau meredup secara perlahan (Murtiati 2007).
Begitu pula dengan refleks akomodasi, didapatkan hasil miosis (mengecil). Hal
tersebut disebabkan konstruksi pupil akibat refleks cahaya yang memberikan
kedalaman fokus yang lebih besar karena objek jauh dan dekat difokuskan pada
saat yang sama dan mengurangi semua distorsi yang dihasilkan oleh lensa (Pinel
2009).
Pada pemeriksaan buta warna semua hasil pemeriksaan menunjukkan
bahwa semua o.p memiliki interpretasi gambar yang normal. Sehingga seluruh o.p
dinyatakan tidak memiliki cacat buta warna. Hal tersebut disebabkan sel kerucut
nya berfungsi sangat baik akan menghasilkan penglihatan berupa warna.
Ketajaman pedengaran terhadap kedekatan arloji didapatkan hasil sebesar
122 cm untuk arloji dekat, sedangkan arloji jauh sebesar 134 cm. Uji Schwabach
yaitu membandingkan hantaran hantaran tulang pasien dengan pemeriksa yang
pendengarannya normal. Pada pemeriksaan ketulian pendengaran semua hasil
menunjukkan bahwa semua o.p memiliki uji Schwabach yang memanjang. Hal
tersebut disebut juga tuli konduktif yang terjadi ketika suara tidak dapat masuk dari
telinga bagian luar ke telinga bagian dalam. Sering terjadi karena adanya
penyumbatan kotoran di telinga, penumpukan cairan dari infeksi telinga, gendang
telinga berlubang, atau gangguan tulang pendengaran (Sudibyo 2008).
Pada percobaan Romberg, berdiri dengan tumit dan jari kaki merapat dan
tangan direnggakan ketika mata terbuka o.p bergerak sedikit, sedangkan mata
tertutup o.p bergerak lebih kencang atau tidak seimbang. O.p berdiri diatas satu
tungkai kemudian diatas tungkai lainnya, ketika mata terbuka menghasilkan
gerakan sedikit, sedangkan mata tetutup o.p bergerak lebih kencang. O.p melihat
ke langit-langit ruangan dan berdiri diatas satu kaki atau tungkai dihasilkan suatu
gerakan yang lebih sedikit dibandingkan dengan o.p yang berdiri diatas satu tungkai
dengan kepala mengadah ke langit-langit ruangan mata tertutup yang menghasilkan
lebih banyak gerakan yang kencang. Keseimbangan statis terjadi dalam proses ini
dimana lebih seimbang pada saat mata terbuka. Mata juga berperan dalam proses
vestibular dalam tubuh yang menyebabkan keseimbangan dalam suatu gerakan
yang terjadi ketika mata terbuka. Tak hanya vestibular pada mata, cerebellum punya
peranan penting dalam hal keseimbangan tubuh (Jeremy 2010).
Pada percobaan Hopping Reaction, o.p berdiri diatas kaki kanannya ketika
didorong kekanan, kaki yang terangkat langsung turun lalu miring ke kanan hampir
jatuh. Ketika didorong kebelakang mengakibatkan kaki yang diangkat (kiri) turun
ke belakang tubuh. Sebaliknya, ketika didorong kedepan kaki yang diangkat (kiri)
turun ke depan. Hal tersebut disebabkan oleh kemampuan tubuh untuk menjaga
posisi keseimbangan pada posisi tetap yang disebut juga dengan keseimbangan
statis yang dikontrol oleh cerebellum sebagai pusat keseimbangan tubuh (Guyton
2007).
Pada percobaan Thrust Reaction, o.p berdiri tegak dengan kedua kaki
dirapatkan ketika didorong kedepan akan condong ke depan tubuhnya. Ketika
didorong kebelakang akan mengakibatkan condong ke belakang kemudian salah
satu kaki mundur untuk menjadi tumpuan. Lalu didorong ke kiri mengakibatkan
kaki kanan menyilang untuk menumpu. Sebaliknya, ketika didorong ke kanan kaki
kiri menyilang untuk menumpu tubuh. Pada percobaan Shifting Reaction, o.p
mengambil sikap dengan keempat anggota tubuhnya menunjang berat tubuhnya
lalu mengangkat tangan kiri dan meletakkan didalam genggaman tangan seorang
teman ketika didorong ke kanan menghasilkan tubuh memutar kekiri lalu posisi
duduk. Ketika didorong kekiri tubuh memutar kekanan lalu posisi duduk. Ketika
didorong ke depan akan menghasilkan posisi yang condong ke depan (tengkurap).
Sebaliknya, ketika didorong kebelakang tubuh akan memutar ke kiri lalu posisi
duduk. Hal tersebut disebabkan oleh keseimbangan dinamis. Keseimbangan
dinamis adalah pemeliharaan pada tubuh melakukan gerakan atau saat berdiri pada
landasan yang bergerak (dynamic standing) yang akan menempatkan ke dalam
kondisi yang tidak stabil. Keseimbangan merupakan interaksi yang kompleks dari
integrasi sistem sensorik (vestibular, visual, dan somatosensorik
termasuk proprioceptor) dan muskuloskeletal (otot, sendi, dan jaringan lunak lain)
yang dimodifikasi/diatur dalam otak (kontrol motorik, sensorik, basal
ganglia, cerebellum, area asosiasi) sebagai respon terhadap perubahan kondisi
internal dan eksternal (Seeley 2007).
Pada percobaan Past Pointing, ketika mata terbuka menghasilkan suatu
gerakan yang lebih cepat o.p untuk menyentuh jari pemeriksa. Sebaliknya, ketika
mata tertutup lebih lama untuk menyentuh jari pemeriksa. Ketika memutar o.p ke
arah kanan, o.p secara refleks memutar ke kiri kemudian memegang jari pemeriksa
lebih cepat, jika mata tertutup lebih lama menyentuh jari pemeriksa begitu pula jika
diputar ke arah kiri. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui kerusakan pada
cerebelum yang berfungsi sebagai penghambat aktivitas motorik tubuh. Aktivitas
motorik yang dihasilkan oleh o.p adalah negatif karena ia dapat menyentuh jari
pemeriksa sesuai dengan intruksi maka bisa dikatakan bahwasan nya aktivitas
motorik nya dalam kondisi normal (Guyton 2007).
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Setiap mata memiliki daya akomodasi yang tidak sama atau
berbeda-beda tiap orangnya. Visus itu dikatakan normal jika nilai visus nya
6/6. Penglihatan yang jernih itu bergantung dari ketajaman fokus retina
dalam bola mata. Sistem optik harus memproyeksikan gambaran yang fokus
pada fovea untuk mendapatkan hasil yang lebih detail. Ketajaman visus
dipengaruhi oleh diameter pupil. Pada bintik buta tidak ditemukan
fotoreseptor berupa sel rod dan sel cone. Rangsangan yang menuju ke bintik
buta tidak dapat dilihat. Sel cone merupakan suatu sel yang memberikan
warna sehingga dijadikan sebagai indikasi dalam memeriksa buta warna.
Ketajaman pendengaran itu dipengaruhi oleh suatu jarak. Semakin
dengan jarak maka intesitas suara yang kita dengar lebih besar. Pada uji
Schwabach didapatkan hasil memanjang yang tergolong tuli konduktif yaitu
ada gangguan dalam pendengaran disebabkan oleh adanya penyumbatan
kotoran telinga.
Kordinasi sikap dan keseimbangan tubuh berperan sangat penting
dalam tubuh. Keseimbangan dibagi menjadi dua macam keseimbangan
statis dan keseimbangan dinamis. Kedua keseimbangan tersebut mengatur
aktivitas dalam tubuh dalam mempertahankan postur tubuh. Sistem sensorik
berperan penting dalam suatu keseimbangan meliputi vestibular, visual,
muskuloskeletal dan somatosensorik termasuk proprioceptor.

B. Saran
Saran dalam praktikum ini adalah meningatkan ketelitian dalam melihat
pupil mata seorang, senter yang digunakan harus memiliki daya cahaya
yang kuat agar praktikum yang dijalankan efektif, setiap frekuensi yang
berbeda-beda pada garpu tala harus di lakukan untuk efektivitas
pemeriksaan ketulian pendegaraan.
DAFTAR PUSTAKA

Campbel, Neil. 2011. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 3. Erlangga. Jakarta.


Guyton. 2007. Fisiologi, Anatomi, dan Mekanisme Penyakit Kedokteran. EGC.
Jakarta
Gibson John. 2003. Fisiologi Anatomi Modern Untuk Perawat Edisi 2. Jakarta (ID):
EGC
Idel Antoni. 2013. Biologi Edisi Kelima Jilid 3. Jakarta (ID): Erlangga
Jeremy P.T dkk. 2007. A Glance Fisiologi. Jakarta : Erlangga.
Murtiati, Tri dkk. 2007. Penuntun Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia. FMIPA
UNJ: Jakarta
Nasution Idawati. 2013. Vaskularisasi pembuluh darah arteri mata (organum visus)
pada kambing local (Capra sp.). Jurnal Agripet. 1 (13).
Pearce Evelyne. 2005. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta (ID):
Gramedia Press.
Pinel, John P.J. 2009. Biopsikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Seeley, R.R., et al. 2007. Anatomy and Physiology, 8th ed. McGraw-Hill Book Co.
New York.
Setiadi, 2007. Anatomi dan Fisiologi untuk manusia: Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sudibyo Elok, Wahono Widodo, Wasis, dan Dwi Suhartanti. 2008. Mari Belajar
IPA Ilmu Pengetahuan Alam untuk SMP/MTs Kelas IX. Jakarta: Pusat
Perbukuan.
Surya, Yohanes. 2010. Optika. Tanggerang: PT. Kandel.
Syaifuddin. 2007. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan
Edisi. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai