PENDAHULUAN
Seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran
hewan ditemukan metode-metode baru dalam pengobatan berbagai penyakit
hewan. Salah satunya yang banyak mendapat perhatian adalah ilmu bedah
kedokteran hewan (veterinary surgery). Untuk menangani dan mengatasi masalah
yang berhubungan dengan kesehatan hewan terutama pencegahan dan
pemberantasan penyakit, tidak jarang dilakukan tindakan operasi yang dapat
menghilangkan penyakit tersebut. Berbagai macam pembedahan telah dilakukan
untuk terapi penyakit dan mempercepat kesembuhan.
Cystotomi adalah tindakan operasi untuk membuka dinding vesica
urinaria. Cystotomi pada hewan diindikasikan untuk penanganan kalkuli vesicae,
neoplasia atau terapi akibat traumatik pada vesica urinaria (Lewis et al., 1994)
Menurut Ettinger (1975), indikasi untuk dilakukan operasi cystotomi karena
urolith akan menyumbat traktus urinarius sehingga urin tidak dapat dikeluarkan
dan karena penyakit yang tidak dapat ditangani dengan cara tanpa operasi, apalagi
jika pasien menderita infeksi saluran urinaria.
Gangguan terhadap vesica urinaria dapat terjadi karena adanya endapan
garam-garam fosfat, oksalat, cystin dan urat pada vesica urinaria. Pertumbuhan
jaringan yang abnormal pada dinding vesica urinaria juga akan merangsang
terbentuknya tumor atau neoplasma yang akan mengganggu fungsi vesica urinaria
sebagai penampung urin. Kondisi seperti itulah yang mendorong untuk
dilakukannya cystotomi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Vesika Urinaria
Sistem urinaria terdiri dari sepasang ginjal dan ureter serta kandung kemih
(vesica urinaria) dan urethra. Ginjal berperan utama dalam pemeliharaan cairan
1
serta elektrolit dan mengatur tekanan darah. Hasil metabolisme dibuang dari tubuh
melalui ginjal dalam bentuk urin, dialirkan melalui ureter dan ditampung
sementara dalam kandung kemih (vesica urinaria) untuk selanjutnya dibuang
keluar melalui urethra (Dellman, 1992).
Ginjal terletak pada bagian dorsal dari rongga abdominal pada tiap sisi dari
aorta dan vena kava tepat pada posisi ventral terhadap beberapa vertebra lumbal
pertama.Faktor-faktor utama yang mempengaruhi kerja ginjal mencakup
komposisi darah, tekanan darah arterial, hormon dan sistem saraf otonom
(Frandson, 1996).
Ureter adalah suatu saluran muskular yang mengalirkan urine dari pelvis
ginjal menuju blader (kantung kencing). Blader merupakan organ muskular
berongga yang ukuran dan posisinya bervariasi tergantung pada jumlah urine yang
ada di dalamnya. Blader yang kosong merupakan struktur yang berdinding tebal,
berbentuk seperti buah pear yang terletak pada alas pelvis (Frandson, 1996).
Vesica urinaria merupakan organ muskuler berongga yang ukuran dan
posisinya tergantung pada jumlah urin didalamnya. Pada keadaan kosong vesica
urinaria mempunyai struktur berdinding tebal, berbentuk seperti buah pir yang
terletak diatas pelvis. Peritonium menutupi bagian cranial dari vesica urinaria,
bagian caudal ditutupi oleh fascia pelvis. Vesica urinaria disuplai oleh arteri-arteri
yang berasal dari arteri pudenda, cabang dari arteri obturatoria dan arteri
umbilikalis (Frandson, 1996). Vesica urinaria dibagi menjadi bagian leher atau
cervic vesicae yang dihubungkan dengan urethra, bagian cranial yang tumpul atau
fundus vesicae dan badan vesika urinaria atau corpus vesicae (Frandson, 1996).
(a)
(b)
Gambar 1. Anatomi Sistem Urogenital Anjing (a) Betina dan (b) Jantan
(Anonim, 2012)
masih terbuka. Fungsi respirasi menurun, tetapi akan meningkatkan kadar gula
darah dalam hati dan menaikkan tekanan darah. Tekanan darah dan frekuensi
denyut jantung meningkat terutama pada awal pemberian karena meningkatnya
noradrenalin dalam darah. Dosis yang dianjurkan untuk anjing dan kucing 10-20
mg/kg BB secara intramuskuler (Kumar, 1997). Banyak dokter hewan yang
menggunakan ketamin bersama-sama dengan diazepam, acepromazin, xylazin,
thiobarbiturat atau anastesi inhalasi (Lumb dan Jones, 1984).
Xylazine
Xylazine atau rompun merupakan agonis alpha-2-adrenergik yang bersifat
sedativa non-narkotik yang poten, analgesik dan muskulorelaksan yang baik. Efek
sedativa dan analgesia bekerja mendepres sistem syaraf pusat, dan relaksasi
muskulus karena terhambatnya transmisi interneural dari impuls pada sistem
syaraf pusat (Lumb dan Jones, 1984). Dosis yang dianjurkan untuk anjing dan
kucing 1-2 mg/kg BB secara intramuskuler atau intravena (Kumar, 1997). Efek
xylazine adalah terjadinya muntah, pada pemberian secara intravena atau
intramuskuler sering terjadi distensi abdomen akut (Brander, et al., 1991). Xylazin
dapat menyebabkan depresi cardiovaskuler dengan terjadinya penurunan denyut
jantung, penurunan respirasi, emesis atau vomiting, diuresis dan hypotermia (Lane
dan Cooper, 2003).
Antibiotik
Ampicillin
Ampicillin merupakan salah satu semi sintetik penicillin yang paling
penting. Ampicilline tersedia dalam bentuk serbuk, tablet, krim dan parenteral
injeksi. Dengan sediaan: kapsul 250 mg, 500 mg, tablet 125 mg, 250 mg, 500 mg
vial (ampicillin sodium), 20-40 mg/kg PO q 8 jam, 10-20 mg/kg IV, IM, Sc q 6-8
jam (ampicillin sodium).Mempunyai aktivitas bakterisid dan merupakan antibiotik
spektrum luas serta aktif melawan sejumlah mikroorganisme Gram positif dan
negatif, diantaranya spesies Staphylococcus, Streptococcus, Salmonella, Shigella,
Brucella, E Coli, Klebsiella dan Fungiformis spp (Brander, et al., 1991).
Organ sasaran untuk antibiotic ini antara lain, alat perkencingan, alat
pernafasan, gastrointestinal (Kirk dan Bistner, 1985). Waktu paruh eliminasi
Dalam
beberapa jam proses luka, sel darah putih menempel pada endotel mikrosirkulasi
dan merayap ke arah luka.
setelah terjadi luka sejumlah sel polimorfonuklear didaerah tepi luka irisan
menebal karena aktifitas mitosis sel basal. Dalam 24-48 jam jumlah fragmen
akan meningkat sehingga kedua tepi luka yang teriris menyambung (Archibald,
1974; Robbins, et al,1984).
Pada hari ketiga sebagian besar selnya adalah makrofag. Makrofag ini
mempunyai peranan pada suatu tahap krisis dalam merangsang fase penyembuhan
berikutnya
dengan
menarik
fibroblast
dan
mempengaruhi
pematangan,
pembelahan dan sintesis kolagen (Robbins, et al, 1984). Setelah hari ketiga
jumlah fibroblast menjadi lebih banyak dan aktivitas mitosis mencapai
puncaknya. Sel endotel merayap dari pembuluh darah yang robek kearah daerah
luka sesaat sesudah fibroblast. Sel ini mempunyai aktivator plasminogen yang
kuat yang bisa menyebabkan fibrinolisis dan menghancurkan jaringan fibrin, yang
menghasilkan jaringan kapiler baru yang luas.
Pada hari kelima serabut kolagen menjadi melimpah dan menjebatani tepi
luka. Selama minggu kedua terjadi granulasi kolagen yang kontinyu dan
proliferasi fibroblast. Pada waktu ini proses pemulihan kolagen dimulai yang
disempurnakan dengan peningkatan akumulasi kolagen dibawah keropeng luka
disertai dengan regresi pembuluh darah (Robbins, et al,1984).
Pada operasi ini dilakukan incisi dan ini merupakan luka baru atau luka
iris. Luka iris adalah luka yang disebabkan oleh benda tajam, tepi luka berbatas
jelas dan halus, dan kerusakan yang ditimbulkan bersifat ringan. Luka ini paling
sering ditemukan pada luka operasi dengan harapan kesembuhan primer
(Archibald, 1974).
Kesembuhan luka melewati beberapa tahapan kesembuhan luka yaitu :
10
1.
adanya
perdarahan
yang
berlangsung selama 2-3 hari dan bertahan sampai kurang lebih 5 hari.
Fase debrikasi (debriment phase)
Fase ini ditandai dengan adanya infiltrasi neutrofil dan monosit
ke daerah luka. Peristiwa ini terjadi kurang lebih 6-12 jam setelah
terjadinya luka. Infiltrasi netrofil dan monosit akan menginisiasi
debrikasi. Monosit akan berubah menjadi makrofag pada daerah luka
kurang lebih setelah 24-48 jam. Makrofag akan menyingkirkan
jaringan nekrotik, bakteri dan material asing. Limfosit akan
3.
dan
proteoglikan
yang
akan
mengalami
maturasi
11
granulasi.
Proses
ini
terjadi
bersamaan
dengan
(Fossum, 2002).
Proses kesembuhan luka
Proses kesembuhan luka adalah suatu respon alami apabila tubuh
mengalami luka. Pada dasarnya proses kesembuhan luka dibedakan menjadi dua
yaitu primer dan sekunder.
1. Proses kesembuhan luka primer
12
yang
tumbuh
memanjang.
Sel
endotelial
berkembang
13
14
15
BAB III
MATERI DAN METODE
Materi
Anjing betina bernama Jeny dengan umur 10 bulan, alat yang diperlukan
antara lain handle scalpel dan blade, gunting lurus, gunting bengkok, needle
holder, pinset anatomis, pinset cirrurgis, seperangkat hemostatik forceps, allis
forceps, duk klem, jarum berujung bulat, jarum berujung segitiga, benang katun,
benang catgut kromic dan catgut plain, duk steril, kapas dan kasa steril.
Bahan lain yang digunakan adalah air sabun, alkohol 70%, larutan Kalium
Permanganat (PK), iodium tincture, Atropin sulfat 0,025% dosis 0,04 mg/kg BB
subcutan (SC), Ketamin HCl 10% dosis 15 mg/kg BB intramuscular (IM),
Xylasin 2% dosis 2 mg/kg BB intramuscular (IM), larutan penstrep, Ampicillin,
Betadine, dan salep bioplacenton.
Metode
Persiapan Operator dan Co-operator
Meja operasi disterilkan terlebih dahulu. Alat-alat operasi yang telah
disterilkan diletakkan di meja khusus secara urut dan rapi di dekat meja operasi.
Selama operasi berlangsung, operator dan co-operator harus dalam keadaan steril.
Tangan dicuci dengan sabun kemudian dibilas dengan air yang mengalir mulai
dari ujung jari sampai siku kemudian celupkan pada larutan Kalium Permanganat
(PK) dan didesinfeksi dengan alkohol 70% lalu dibiarkan hingga kering. Tangan
harus dibiarkan dalam posisi terangkat dan tidak boleh menyentuh barang-barang
disekitarnya. Pakaian yang digunakan operator dan co-operator adalah jas operasi,
sarung tangan, masker dan penutup kepala.
Persiapan hewan
Sebelum operasi dilakukan pemeriksaan fisik. Jika hasil dari pemeriksaan
hewan dinyatakan memenuhi syarat untuk operasi, maka operasi dapat langsung
dilaksanakan. Sebelum operasi hewan dipuasakan makan terlebih dahulu 6-12
jam dan puasa minum 2-6 jam. Tujuan hewan dipuasakan adalah pengosongan
16
lambung sehingga selama operasi hewan tidak muntah. Disamping itu juga karena
pengaruh anastesi, maka tonus muskulus akan menurun sehingga apabila hewan
tidak dipuasakan makanan dari lambung dapat masuk ke saluran pernafasan
melalui faring. Bila rambutnya kotor dimandikan terlebih dahulu kemudian
dikeringkan dan dilakukan pencukuran rambut. Pencukuran dilakukan searah
rebah rambut dengan sebelumnya diberi air sabun terlebih dahulu.
Anestesi
Terlebih dahulu diberikan premedikasi Atropin sulfat 0,025% dosis 0,04
mg/kg BB secara sub kutan kemudian induksi anastesi umum diinjeksikan 15
menit setelahnya. Induksi anestesi yang digunakan adalah Ketamin HCl 10%
dosis 15 mg/kg BB secara intramuskuler, dan Xylasin 2% dosis 2 mg/kg BB
secara intramuskuler.
Pelaksanaan operasi
Pelaksanaan operasi dimulai dengan pemberian anestesi, setelah
teranestesi hewan diletakkan pada meja operasi dengan posisi rebah dorsal dengan
keempat kaki difiksasi pada kaki meja operasi. Daerah yang akan diincisi diolesi
dengan alkohol dan kemudian dengan yodium secara sirkuler dari bagian sentral
(tempat yang akan dioperasi) bergerak ke perifer. Hal ini bertujuan untuk
mematikan berbagai jenis kuman baik virus, bakteri maupun spora. Setelah itu
duk dipasang yang kemudian difiksir dengan duk klem. Incisi pada kulit dan sub
kutan dibuat pada garis median mulai dari posterior umbilikus sampai tepi pelvis
dengan panjang irisan secukupnya tergantung besar kecilnya hewan. Kulit dan
jaringan sub kutan diiris dengan menggunakan pisau bedah (untuk mendapatkan
linea alba dapat dilakukan preparasi tumpul). Dibagian kiri dan kanan linea alba
dijepit allis forceps kemudian dengan ujung gunting/ujung pisau bedah dibuat
irisan kecil pada linea alba dan diperpanjang dengan gunting sebagai pemandu
jari telunjuk dan jari tengah tangan kiri diletakkan dibawah linea alba supaya
tidak melukai organ dalam.
Setelah itu vesica urinaria dikeluarkan dari rongga abdomen dan urin yang
terdapat di dalam vesica urinaria dikeluarkan dengan dipungsi menggunakan spuit
karena tidak dipasang kateter. Incisi dilakukan pada bagian dorsal vesica urinaria
17
yaitu dipilih pada bagian yang sedikit pembuluh darahnya dengan maksud untuk
menghindari terjadinya perdarahan (bleeding) yang dapat membahayakan
keselamatan hewan. Sebelum dinding vesica urinaria ditutup, masukkan larutan
antibiotik ke dalam rongga vesika urinaria untuk mencegah terjadinya infeksi
bakteri sekunder yang dapat menghambat proses kesembuhan (Fossum, 2002).
Sebelum dinding vesica urinaria ditutup, masukkan larutan antibiotik atau
NaCl fisiologis steril ke dalam rongga vesika urinaria untuk mencegah terjadinya
infeksi bakteri sekunder yang dapat menghambat proses kesembuhan kemudian
dinding vesika urinaria dijahit sebanyak 2 kali (tergantung kondisi), jahitan
pertama dilakukan pada lapisan mukosa, atau pada lapisan submukosa, muskularis
dan serosa dengan benang catgut chromic pola jahitan sederhana tunggal,
kemudian jahitan kedua dilakukan pada lapisan muskularis dan serosa
menggunakan benang catgut chromic pola jahitan lambert tunggal. Jahitan ini
bertujuan untuk mencegah terjadinya kebocoran pada vesika urinaria. Linea alba
dipertautkan dengan jahitan sederhana tunggal menggunakan benang katun,
lapisan sub kutan dijahit dengan benang catgut plain pola jahitan sederhana
menerus, sedangkan kulit dijahit dengan benang katun pola jahitan sederhana
tunggal (Fossum, 2002).
Perawatan Pasca Operasi
Ketika pasien belum tersadar dari pengaruh anestesi, dilakukan
pengamatan terhadap nafas, pulsus, dan suhu tubuh serta diberi infus Normal
Saline. Untuk menghindari infeksi sekunder diberikan injeksi antibiotik yaitu
Ampicillin yang diberikan selama 3 hari berturut-turut. Bekas luka operasi diolesi
dengan larutan iodin dan bioplacenton. Apabila kesembuhan luka baik maka
benang jahitan dapat diambil tujuh hari pasca operasi.
18
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
19
garis median mulai dari posterior umbilikus sampai tepi pelvis dengan panjang
irisan secukupnya tergantung besar kecilnya hewan. Kulit dan jaringan sub kutan
diiris dengan menggunakan pisau bedah (untuk mendapatkan linea alba dapat
dilakukan preparasi tumpul). Dibagian kiri dan kanan linea alba dijepit allis
forceps kemudian dengan ujung gunting/ujung pisau bedah dibuat irisan kecil
pada linea alba dan diperpanjang dengan gunting sebagai pemandu jari telunjuk
dan jari tengah tangan kiri diletakkan dibawah linea alba supaya tidak melukai
organ dalam.
Setelah itu vesica urinaria dikeluarkan dari rongga abdomen dan urin yang
terdapat di dalam vesica urinaria dikeluarkan dengan cara ditekan sehingga urine
dapat keluar melalui vagina. Incisi dilakukan pada bagian dorsal vesica urinaria
yaitu dipilih pada bagian yang sedikit pembuluh darahnya dengan maksud untuk
menghindari terjadinya perdarahan (bleeding) yang dapat membahayakan
keselamatan hewan. Sebelum dinding vesica urinaria ditutup, masukkan larutan
antibiotik ke dalam rongga vesika urinaria untuk mencegah terjadinya infeksi
bakteri sekunder yang dapat menghambat proses kesembuhan (Fossum, 2000).
Sebelum dinding vesica urinaria ditutup, masukkan larutan antibiotik atau
NaCl fisiologis steril ke dalam rongga vesika urinaria untuk mencegah terjadinya
infeksi bakteri sekunder yang dapat menghambat proses kesembuhan kemudian
dinding vesika urinaria dijahit pada lapisan mukosa, atau pada lapisan submukosa,
muskularis dan serosa dengan benang catgut chromic pola jahitan sederhana
tunggal dan dilanjutkan dengan pola jahitan Lambert pada lapisan seromuskularis
dengan benang catgut chromic pula, dengan jarum ujung bulat (tapper). Catgut
chromic digunakan untuk menghindari kebocoran karena benang ini mengalami
chromikasi dan baru akan diserap kurang lebih 21 hari kemudian sehingga
diharapkan akan menghasilkan aposisi yang kuat. Pada operasi kali ini tidak
digunakan catgut plain karena benang ini cepat terserap dan mudah terlepas
simpulnya sehingga ditakutkan akan terjadi kebocoran vesica urinaria.
Penggunaan benang yang tidak terserap seperti katun akan mengakibatkan fistula
kronis. Sebelum dinding abdomen ditutup, masukkan larutan antibiotik atau NaCl
fisiologis steril ke dalam rongga abdomen (Fossum, 2002).
20
21
temperatur ruang operasi, proses anastesi, dan operasi yang lama (Sardjana dan
Kusumawati, 2004).
Operasi cystotomi merupakan tindakan operasi untuk membuka vesica
urinaria. Cystotomi pada hewan diindikasikan untuk penanganan kalkuli vesicae,
neoplasia atau terapi akibat traumatik pada vesica urinaria (Lewis, et al., 1994).
Beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan dalam melakukan cystotomi
adalah hubungan besarnya kalkuli (dalam kasus urolitiasis), ketajaman dan kontur
permukaan dengan diameter dan panjang uretra. Urolitiasis merupakan suatu
keadaan ditemukannya bentukan batu atau kalkuli pada saluran perkencingan.
Sedangkan kalkuli adalah bentukan agregasi yang nampak oleh mata dan
merupakan presipitasi dari protein urin, cairan urin dan debris yang bersifat
proteinus (Bone, et al., 1963).
Menurut Bojrab (1975) cystotomi diindikasikan antara lain jika terdapat
obstruksi akibat adanya kalkuli. kalkuli yang termasuk dalam urin asam adalah
ammonium urat, kalsium/ammonium oksalat serta cystin, sedangkan yang
termasuk kalkui dalam urin basa adalah phospat dan karbonat (Brumley, 1975).
Temperatur anjing setelah operasi berada di bawah normal yaitu 35,8 C.
Menurut Tilley dan Smith (1997), suhu normal anjing adalah 37,5-39C. Menurut
Surono (2005), suhu normal anjing adalah 37,8-39,5 0C.
Beberapa jam pasca operasi sampai hari ke lima temperatur anjing berada
pada kisaran normal yaitu 38,40 C. Ini berarti kondisi anjing semakin membaik.
Disamping itu sejak hari kedua anjing sudah bisa jalan-jalan dan berlari serta mau
makan dan minum dan juga feses normal padat. Nafas dan pulsus anjing setelah
operasi secara umum masih berada pada kisaran normal yaitu 28 x/menit dan
100x/menit. Menurut Tilley dan Smith (1997), frekuensi nafas dan pulsus normal
anjing berturut-turut adalah 10-30 kali/menit dan 60-180 kali/menit. Sedangkan
menurut Surono (2005) nafas dan pulsus normal anjing berturut-turut adalah 2442 kali/menit dan 76-148 kali/menit.
Setelah operasi selesai dilaksanakan, dilakukan monitoring kesembuhan
selama 7 hari, didapatkan hasil sebagai berikut :
22
Pagi
Nafas
Pulsus
x/mnt
Sore
Suhu
0
1/10/13
2/10/13
3/10/13
30
32
120
112
38,1
38,2
x/m
x/mnt
28
100
38,4
32
124
38,3
36
124
Keterangan
38,4
Post
operasi,
hewan
sadar.
suhu
mulai
normal kembali.
Diberi
Ampicillin
0,53cc
IM.
Bantak jahitan
11, luka operasi
diolesi
iod
tincture
dan
bioplasenton.
Penutupan luka
sudah terjadi,
luka masih
basah. Timbul
kebengkakan
pada luka.
Banyak jahitan
masih 11 Diberi
Ampicillin 0,53
cc IM S2dd,
iod tincture dan
bioplasenton.
Nafsu makan
dan minum
baik.
luka sudah kering, kulit
hampir bertaut,
masih terdapat
kebengkakan.
Banyak jahitan
masih 11.Diberi
Ampicillin 0,53
cc IM S2dd,
dan salep
betadine. Nafsu
makan dan
23
4/10/13
32
96
38,0
42
108
38,8
5/10/13
32
112
38,1
36
118
38,9
6/10/13
28
100
38,2
32
108
38,6
7/10/13
30
94
38,3
34
108
38,5
minum baik.
Luka sudah
kering,
beraposisi
dengan baik.
Kebengkakan
mulai
mengecil.
Nafsu makan
sudah baik.
Diberi
Ampicillin 0,53
cc IM S2dd,
dan salep
betadine.
Banyak jahitan
masih 11
Luka sudah
menutup dengan baik dan
kering, tidak
ada
kebengkakan,
kondisi tubuh
normal dan
nafsu makan
dan minum
baik. Diberi
salep betadin.
Banyak jahitan
masih 11
Luka sudah
menutup dengan baik dan
kering, tidak
ada
kebengkakan,
kondisi tubuh
normal dan
nafsu makan
dan minum
baik. Diberi
salep betadine.
Banyak jahitan
masih 11
Luka sudah
24
8/10/13
28
100
38,5
36
112
38,8
Agar bekas jahitan tidak digigit oleh anjing, maka anjing dipasangkan
Elisabeth collar pada lehernya. Selama 1 hari pertama anjing diberikan infus NS.
Hari kedua, anjing sudah bisa jalan-jalan dan berlari serta mau makan dan minum
dan juga feses normal padat.
Proses kesembuhan luka dapat dibedakan menjadi proses kesembuhan
primer dan proses kesembuhan sekunder. Kesembuhan primer terjadi apabila
keadaan luka masih baru, pada luka yang diperbaharui, luka dalam keadaan
aseptik, luka yang tidak mengalami perdarahan lagi, tepi luka teriris licin dan
dipertemukan dengan jahitan atau cara lain, suplai darah pada dinding luka cukup
bagus, tidak ada jaringan mati pada tepi luka, harus ada proteksi terhadap infeksi
dan terhadap gangguan pada pertautan tepi lukanya (Fossum, 2002).
Mekanisme kesembuhan luka primer adalah sebagai berikut, apabila
terjadi kelukaan, darah akan mengalir dari pembuluh darah yang terpotong ke
tempat luka, darah kemudian menjendal. Dalam beberapa jam, bekuan darah pada
luka menjadi dehidrasi dan terbentuklah keropeng (scab) yang berfungsi
melindungi luka. Bersamaan dengan reaksi tersebut, permeabilitas kapiler dari
pembuluh darah yang terganggu akibat adanya luka permeabilitasnya menjadi
25
meningkat dan segera terjadi eksudasi dalam waktu 12 jam yang berisi RBC,
leukosit polimorfonuklear, makrofag dan fibrin mengisi luka. Selanjutnya, sel-sel
kolagen yang terdapat pada luka akan membengkak dan mengalami hialinisasi,
sehingga pada daerah luka akan terasa bengkak dan sakit. Jumlah sel
polimorfonuklear akan meningkat pada waktu 24 jam, diikuti dengan fragmentasi
pada 48 jam. Pada 25-72 jam aktifitas makrofag akan meningkat sehingga
jaringan mati didaerah luka sedikit demi sedikit akan dibuang. Peningkatan
fibroblas terjadi pada hari ke-3-5, dan menempatkan dirinya dalam posisi tegak
lurus pada arah irisan luka. Proses pada saat itu lebih cenderung pada fibrogenesis
sehingga disebut juga fase substrat. Setelah pembentukan matriks pada substansi
dasar (24 jam pertama) yang berfungsi untuk deposisi kolagen yang lebih efektif,
terjadi proliferasi epitel yang akan mempertautkan kedua tepi luka. Proses
kesembuhan primer berlangsung cukup singkat, dan hasilnya terjadi kesembuhan
seperti semula, baik keadaan fisik maupun fungsinya (Fossum, 2002).
Proses kesembuhan sekunder, mekanismenya mirip dengan proses
kesembuhan primer, namun merupakan proses kesembuhan yang lama dan
melibatkan terbentuknya jaringan granulasi. Jaringan granulasi adalah jaringan
bentukan baru yang secara komparatif lebih banyak mengandung sel dari pada
jaringan interseluler dan biasanya berwarna merah segar. Kesembuhan sekunder
terjadi pada luka yang lebar, atau luka dengan tepi luka yang tidak baik. Proses
kesembuhan dimulai dengan melibatkan fibroblas dan sel-sel endotelial yang
tumbuh memanjang. Sel endotelial berkembang membentuk tabung-tabung yang
kemudian satu sama lain akan saling beranastomosis membentuk pembuluh darah
(jaringan granulasi). Selanjutnya sel-sel epitelial berproliferasi, berkembang turun
kebawah bertemu dengan jaringan granulasi, membentuk anyaman saling mengisi
satu sama lain dan akhirnya menutup luka. Jaringan parut yang terbentuk oleh
interaksi jaringan granulasi dan sel epitelial yang berproliferasi akan mengalami
pematangan dalam kurun waktu lama, bersamaan dengan pembentukan kembali
jaringan konektiv (Fossum, 2002).
Proses kesembuhan luka pada anjing Jeny dapat digolongkan sebagai
proses kesembuhan luka primer karena proses kesembuhannya relatif cepat dan
26
tepi luka menyatu cukup baik. Pada post operasi, jahitan atau luka bekas operasi
diberi salep bioplacenton atau betadine. Salep bioplacenton mengandung
Bioplacenton dan Neomicin sulfat yaitu antibiotik topikal yang berpotensi untuk
melawan bakteri Gram positif dan negatif. Kombinasi antara Bioplacenton dan
Neomicin sulfat akan mempercepat proses kesembuhan luka dan mencegah
infeksi pada kulit.
27
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan operasi yang telah dilaksanakan hingga perawatan pasca
operasi dapat disimpulkan cystotomi pada hewan diindikasikan untuk penanganan
kalkuli vesicae, neoplasia atau terapi akibat traumatik pada vesika urinaria.Faktor
yang mempengaruhi keberhasilan operasi diantaranya persiapan dan perawatan
post operasi yang baik dan benar.Pelaksanaan operasi yang aseptis dan ketelitian
dalam perawatan pasca operasi juga berpengaruh pada kesembuhan pasien.
Cystotomi pada anjing Jeny berhasil dengan kesembuhan luka primer karena
proses kesembuhannya relatif cepat dan tepi luka dapat bertaut dengan baik.
Kesembuhan luka yang terjadi adalah kesembuhan primer.
28
DAFTAR PUSTAKA
Anonim,
2012.
Anatomi
Sistem
Urogenital
Anjing
Betina.
http://www.vetmed.wsu.edu/cliented/anatomy/dog_ug.aspx (diakses 12
Desember 2012).
Archibald, J., 1974. Canine Surgery. 2nd ed. Veterinary Publications. Inc. Santa
Barbara California.
Bojrab, J. M. 1975. Current Techniques in Amall Animal Surgery. Firs edition. Lea
and Febiger. Philadelphia.
Bone, J. F. Catcott, E. J. Gabel, A. A. Johnson, L. E. Riley, W. F. 1963. Equine
Medicine and Surgery. Fisrt edition. America Veterinery Publication Inc.
Boothe, Dawn Merton. 1991. Small Animals Clinical Pharmacology and
Therapeutics. W.B. Saunders Company. A Harcourt Health Sciences
Company. Philadelphia.
Brander, G.C., Pugh, D.M., Bywater, R.J., and Jenkins, W.L., 1991. Veterinary
Applied Pharmacologt and Therapeutics, 5th ed., bailere, Tindal.
Dellman, 1992. Buku Teks Histologi Veteriner, Edisi Ketiga. Universitas Indonesi
Press Jakarta. PP 437-441.
Ettinger, S.J., 1975. Textbook of Veterinary Internal Medicine Volume 2. Third
Saunder Co., Philadelphia. Hal. 2036, 2083-2104.
Fossum, Theresa Welch, 2002, Small Animal Surgey 2nd edition, Mosby, Texas
Frandson, 1996. Anatomi dan Fisiologi Ternak, edisi ke-4 Gadjah Mada
University Press.
Ganiswara, S.G., 1995. Farmakologi dan Terapi, edisi empat, Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jakarta.
Heinze, C.D., 1974, Text book of Large Animal Surgery, Williams Company,
Baltimore
Kirk dan Bistner, S.I, 1985, Hand Book of Veterinary Procedures and Emergency
Treatment, Fourth Edition, W. B. Saunders Company
Kumar, A., 1997. Veterinary Surgical Technique, Vikas Publising Hause, New
Delhi, India
Lane, D.R., dan Cooper, B.C., 2003. Veterinary Nursing, Butterworth-Heinemann,
USA
29
Lewis, L.D., Morris, M., and Hand, M.S., 1994. Small Animal Clinical Nutrition
III, Mark Morris Associateds Topeka, Kansas.
Lumb, W.V., and Jones, E.W., 1984. Veterinary Anasthesia, second edition,
Lea&Febiger, Philadelphia.
Nelson, R.W., dan Cauto, C.G., 2003. Small Animal Internal Medicine. 3rd Ed.
Mosby, St. Louis.
Rossoff, I.S., 1994. Handbook veterinary Drugs and Chemicals. Pharmatox
Publishing Company Taylorville, Illinois, USA
Sardjana, I. K and Kusumawati, D., 2004. Anastesi Veteriner. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta
Sawyer, D.C. 1982. The Practice of Small Animal Anesthesia. W.B. Saunders
Company. Philadelphia.
Surono, 2005. Data Fisiologi Normal. Disitasi Dalam Diktat Praktikum Diagnosa
Klinik Veteriner. Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKH UGM, Yogyakarta.
Tilley Patrick Larry and Smith W.K. Francis, 1997, The Five Minute Veterinary
Consult Canine and Feline, Williams and Wilkins, A. Waverly Company,
London.
30