Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH PEMERIKSAAN FISIK PADA KUCING NIKO YANG

MENGALAMI HEPATITIS DAN SUSFECT FELINE CALICI VIRUS

Oleh :

Eny Dyah Pratiwi, SKH


B94164117

Dibawah bimbingan :
Dr Drh Sus Derthi Widhyari, MSi

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2018
2

PENDAHULUAN

Ikterus adalah perubahan warna menjadi kuning pada kulit, sklera mata atau
membran mukosa lainnya karena hiperbilirubinemia (Elliott 2010). Ikterus memiliki
tiga mekanisme patofisiologi hiperbilirubinemia yaitu ikterus prehepatik, ikterus hepatik
dan posthepatik. Klasifikasi ini dibuat untuk mempermudah menjelaskan proses
hiperbilirubinemia (Sherding 2013).
Temuan klinis ikterus dapat menjadi gejala klinis dari berbagai penyakit dan
menunjukan adanya penurunan fungsi dari organ-organ vital tubuh utamanya adalah
hati. Kelainan pada organ lain selain hati dapat pula terjadi karena adanya keterkaitan
organ satu dan lainnya. Pengetahuan mengenai mekanisme patofisiologi terjadinya
ikterus dapat menjadi acuan terhadap adanya komplikasi pada organ lain.
Pemeriksaan fisik pada pasien dimulai dengan menggali anamnesa dari pemilik
hewan dan pengamatan gejala klinis. Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan organ-
organ sistem pencernaan dimulai mulut dan rongga mulut yang meliputi bibir, mukosa,
gigi geligi, lidah dan esofagus. Kemudian pemeriksaan dilanjutkan dengan memeriksa
abdomen yang dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi dan terakhir
dilakukan pemeriksaan daerah anus.
Feline calici virus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dari family
caliciviridae, virus calici ini merupakan salah satu dari jenis cat flu yang paling sering
menyerang kucing selain herpes virus (FHV).
Pemeriksaaan dimulai dengan histori atau anamnesa hewan, hal ini dulakukan
untuk mengetahui sejarah hewan dan menggali informasi yang dapat mengarahkan pada
diagnosa yang tepat. Kucing yang dibawa ke klinik dalam keadaan lemas dan tidak
nafsu makan.
Temuan klinis

Pada kucing yang bernama Niko ditemukan mukosa berwarna pucat kekuningan,
terdapat luka pada bibir dan pada lidah. Pemeriksaan pada selaput lendir seperti pada
mukosa mulut, mukosa hidung, lendir sclera, telinga, gusi, dan preputium terlihat
berwarna kuning. Ln. mandibularis kiri lebih besar dibandingkan yang kanan, kenyal,
dan lebih panas dari suhu tubuh. Permukaan telinga kasar dan terdapat ulkus. Kucing
yang diperiksa mengalami respon kesakitan pada saat dilakukan palpasi yaitu di bagian
epigastrium.

PEMBAHASAN

Pemilik membawa kucing ke klinik Cimanggu dengan keluhan lemas dan tidak
nafsu makan. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik menunjukan kondisi badan kurus.
suhu tubuh 37.8°C. Frekuensi napas 32 kali/menit, nilai tersebut masih dalam kisaran
normal yaitu frekuensi napas kucing normal adalah 20 – 32 kali/menit (Plumb 2008).
Frekuensi nadi yaitu 88 kali/menit,.
Gejala klinis yang didapatkan setelah dilakukan pemeriksaan fisik mengarah pada
hepatitis dan suspect feline calici virus . Pemeriksaan pada selaput lendir seperti pada
mukosa mulut, mukosa hidung, lendir sclera, telinga, gusi, dan preputium terlihat
berwarna kuning atau Jaundice. Ikterus adalah perubahan warna menjadi kuning pada
kulit, sklera mata atau membran mukosa lainnya karena hiperbilirubinemia (Elliott
3

2010). Bilirubin yaitu suatu pigmen kuning yang tidak larut dalam air, produk akhir
dari metabolisme eritrosit (Sherding 2013). Kejadian ikterus sering dikait-kaitkan
dengan fungsi dari organ hati dan adanya kelainan dalam metabolisme darah terutama
peningkatan kadar bilirubin dalam sirkulasi darah. Bilirubin dibentuk oleh pemecahan
gugus heme pada metabolisme darah (Elliot 2010). Makin tinggi kadar bilirubin dalam
darah, warna kuning akan semakin nyata. Hal itu hanya menunjukan tingkat
keparahannya saja. Tingkat keparahan ikterus akan menunjukan sebuah proses penyakit
yang mungkin berbeda (Elliot 2010)
Berlebihnya kadar bilirubin dalam darah disebut Hiperbilirubinemia.
Hiperbilirubinemia merupakan kondisi dimana terjadi peningkatan konsentrasi bilirubin
dalam sirkulasi darah. Hanya ada dua penyebab utama dalam temuan klinis ikterus
yaitu peningkatan produksi pigmen empedu atau terjadi gangguan pada ekskresi
empedu, kedua hal ini berhubungan dengan fungsi hati yang dapat mengambil dan
mengekskresikan bilirubin dalam jumlah besar (Ettinger dan Feldman 2010).
Terdapat perbedaan parameter klinis antara tipe-tipe ikterus. Perbedaan parameter
tersebut dapat dilihat dari aspek utama diantaranya bilirubin tak terkonjugasi, bilirubin
terkonjugasi. Parameter-parameter tersebut dapat secara tidak langsung mendefinisikan
identifikasi tipe ikterus, namun pada kasus niko belum dilakukan diagnosa penunjang
lainnya tetapi berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, pasien mengarah kepada hepatitis
karena saat palapasi dibagian epigastikus pasien mengalami respon sakit dan mengalami
kebengkakan pada hati. Kebengkakkan pada organ hati disebabkan karena beberapa
kemungkinan yaitu lipidosis hati, neoplasia, atau adanya obstruksi pada saluran empedu
(Steiner 2008). Ikterus Hepatik disebabkan karena adanya kerusakan pada organ hati,
kerusakan dapat disebabkan oleh inflamasi atau adanya infeksi oleh agen yang
mengakibatkan menurunnya fungsi hati, kolestasis, dan sirosis hati (Sherding 2013).
Kasus ikterus prehepatik ditandai dengan ditemukannya peningkatan urobilinogen
dalam urin sehingga terdapat warna merah pada urin (hemoglobinuria), hal ini terjadi
karena adanya produksi bilirubin terkonjugasi yang berlebihan akibat lisisnya sel darah
merah (Center 1996). Pada pasien tidak ditemukan urin berwarna merah. Sedangkan
Sedangkan ikterus post hepatis detandai dengan terjadi karena adanya obstruksi atau
sumbatan pada saluran empedu, atau aliran lainnya dari mulai hati sampai duodenum,
Tumor hati dan batu empedu (Sherding 2013).
Refluks bilirubin tak terkonjugasi ke dalam sirkulasi terjadi karena peningkatan
akumulasi bilirubin di hepatosit yang mengganggu proses konjugasi. Hiperbilirubinemia
yang terjadi pada kebanyakan penyakit hati adalah gabungan dari bilirubin terkonjugasi
dan tidak terkonjugasi, hal ini akan menyebabkan kadar bilirubin terkonjugasi dan tidak
terkonjugasi akan sama-sama meningkat. Pasien yang mengalami kasus ikterus hepatik
akan mengalami peningkatan enzim ALT dan AST juga ALP. Hal ini dikarenakan
penyebab primer dari ikterus hepatik ini adalah adanya kelainan pada parenkim hati atau
sel hepatosit yang menyebabkan adanya peningkatan pada enzim-enzim tersebut.
Bilirubin terkonjugasi juga dapat terdeteksi pada urin karena disekresikan bersama
dengan urobilinogen oleh ginjal ( Sherding 2013). Penyebab ikterus hepatik yang biasa
terjadi pada kucing disebabkan oleh toksik hepatopati, neoplasia hepatik, atau
amyloidosis hepatitis, infeksi virus FIP dan toxoplasmosis (Mackin 2010).
Kejadian ikterus dapat mudah dilihat dengan mata telanjang atau hanya dengan
cara adspeksi. Perubahan warna yang sangat mencolok pada selaput lendir tubuh hewan
dapat mudah diidentifikasi, namun perlu ada uji laboratorium lanjut untuk mengetahui
penyakit utama apa yang diderita pasien yang mengalami ikterus ini. Diagnosis dapat
4

dilakukan dengan cara palpasi, dan melakukan berbagai tes uji untuk mengetahui
seberapa kadar bilirubin dan penyakit apa yang diderita pasien sehingga menyebabkan
ikterus. Menurut Sajuthi (2013) setiap kucing yang mengalami ikterus disarankan untuk
uji darah lengkap termasuk hematokrit dan ulas darah. Pemeriksaan darah yang
dilakukan yaitu pemeriksaan hematologi rutin dan kimia darah. Pemeriksaan hematologi
lengkap complete blood count (CBC), kimia darah dan urinalisis.
Pemeriksaan CBC dilakukan dengan menghitung keseluruhan darah dan
mengetahui perbedaan-perbedaan anemia yang berhubungan dengan kejadian
hiperbilirubinemia. Pemeriksaan kimia darah meliputi uji ALT (Alanine
aminotransferase) dan AST (Aspartate transaminase). Keduanya merupakan enzim
transaminase yang dihasilkan terutama oleh sel–sel hati. ALT dan AST merupakan
indikator yang lebih baik untuk mendeteksi kerusakan jaringan hati, karena kedua
enzim tersebut akan meningkat terlebih dahulu dan peningkatannya lebih drastis bila
dibandingkan dengan enzim-enzim lainnya (Amin 1995). Diagnosis menggunakan
radiologi juga perlu dilakukan untuk mengetahui diagnosa banding dari setiap
klasifikasi tersebut. Salah satu diagnosis radiographyyang efektif adalah dengan
ultrasonography (USG). USG pada daerah abdomen dapat menentukan ikteus
intrahepatik atau posthepatik (Elliot 2010).
Adanya ulcer pada lidah merupakan gejala simptomatis penyakit feline
calicivirus. Hal ini menunjukkan terjadinya penyebaran virus dalam tubuh kucing.
Menurut Subronto (2008), gejala yang tampak dari infeksi feline calicivirus antara lain
adalah, lethargy, pengerasan rambut disekitar mulut dan hidung, anorexia, inappetance,
oral ulceration, hipersalivasi dan nasal discharge dengan atau tanpa disertai demam atau
bersin.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan temuan klinis, kucing Niko dapat juga
didiagnosa mengalami feline calicivirus dan hepatitis. Feline Calicivirus kemungkinan
terjadi karena penularan dari kucing lain. Feline Calicivirus (FCV) adalah virus dari
keluarga caliciviridae yang dapat menyebabkan infeksi saluran pernapasan pada kucing.
Virus ini adalah virus RNA yang meiliki ealstisitas genom, yang membuatnya lebih
mudah beradaptasi ke lingkungan tekanan tinggi (Radford et al. 2007). Feline
calicivirus bereplikasi dalam jaringan lidah dan pernapasan atas, dikeluarkan dalam air
liur, kotoran, urin dan pernapasan sekresi. Dapat ditularkan melalui udara, secara oral,
dan pada sisa muntah. Kucing yang terinfeksi biasanya menyebarkan virus selama dua
minggu. Penyebaran virus ini sangat cepat dengan tingkat kematian 67%.
Penyakit feline calicivirus akan sembuh sendiri dalam waktu 2-3 minggu jika
kucing dalam kondisi dan gizi yang bagus. Perawatan yang intensif selama sakit dan
pemberian pakan yang cukup akan mempercepat terjadinya persembuhan. Tidak ada
pengobatan yang spesifik untuk mengeliminasi virus ini. Interferon alpha dapat
diberikan untuk menghambat replikasi virus. Kucing dijaga senyaman mungkin dengan
menjaga tetap hangat dan mengobati gejalanya. Discharge pada mulut harus dibersihkan
secara teratur dengan cairan fsiologis. Infeksi bakteri sekunder dapat diobati dengan
antibiotik spektrum luas seperti doxycycline atau cholrampenicol. Rasa sakit yang
ditimbulkan akibat ulser dapat dikurangi dengan pemberian analgesik secara
intramuskular, intravena atau peroral. Kucing yang terinfeksi feline calicivirus
menyebabkan kehilangan rasa dari penciumannya sehingga kucing akan kehilangan
ketertarikan untuk makan. Selain itu, ulcer yang terdapat pada mulut dapat
menyebabkan kucing berhenti untuk makan hal ini tentunya dapat mengakibatkan
5

terjadinya malnutrisi dan dehidrasi sehingga pemberian cairan intravena perlu


dilakukan.
Pada pemeriksaan telinga, terlihat telingga kotor dan adanya krepitasi pada telinga
serta bau tengik. Gejala ini menunjukan bahwa telingga kucing mengalami peradangan
atau otitis. Faktor utama yang paling umum menyebabkan otitis adalah hipersensitivitas,
gangguan keratinasi, dan tungau Otodectes, factor utama yang harus dikendalikan untuk
membantu dalam resoluasi otitis (Schaer, 2009). Otitis sering terjadi jika telinga kucing
jarang dibersihkan. Cairan telinga yang disebut cerumen jika tidak rutin dibersihkan
lama-lama akan menumpuk, ditambah dengan kotoran dari luar seperti debu dan tanah
menyebabkan mikroorganisme tumbuh dengan subur di dalam telinga.

DAFTAR PUSTAKA

Amin I. 1995. Pengaruh Pemberian Seduhan Rimpang Kunyit (Curcuma domestica,


VAL) Terhadap Aktivitas SGOT dan SGPT [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Elliot J.2010. Jaundice. Di dalam: Eittinger, Feldman, editor. Textbook of Veterinary
Internal Medicine Edisi ke-7. St. Louis (US) : Sauncders Elsevier. hlm 287-
289.
Radford AD et al: Feline clicivirus. Vet Res commun 31(4):497-507, 2007
Sherding RG. 2013. Icterus. Di dalam Canine and Feline Gastroenterology. Washabau
RJ Day MJ., editor .St Louis Missouri (US) : Elsevier Saunders. hlm 140-147.
Steiner JM. 2008. Small Animal Gastoenterology. Jerman : Schultersche. hlm 275-290.
Sajuthi CK. 2013. Penyakit Dengan Tanda Kuning (Jaundice) pada Kucing [Internet].
[diunduh 2018 mei 7]. Tersedia pada : http://pdhbvet.com/tag/ikterus/
Plumb DC. 2008. Veterinary Drug Handbook. 6th Ed. Iowa (US): Blackwell Publishing.
Sturgess K. 2012. Pocket Handbook of Small Animal Medicine. London (UK): Manson
Publishing Ltd
Widodo S, Sajuthi D, Choliq C, Wijaya A, Wulansari R, Lelana RPA. 2012. Diagnostik
Klinik Hewan Kecil. Bogor (ID): IPB Press.

Anda mungkin juga menyukai