Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KEGIATAN

BAGIAN BEDAH DAN RADIOLOGI

ENUKLEASI MATA KANAN PADA KUCING PERSIA

Oleh:

Laely Fatkhul Hidayah, SKH B94184224 Operator


Bintang Mustika Buwana, SKH B94184210 Asisten Operator
Tomi Ragil Didik, SKH B94184245 Asisten Anestesi

Dibimbing oleh :

Dr Drh Gunanti, MS

PROGAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2018
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Mata merupakan salah satu indera yang penting bagi hewan. Melalui mata
hewan menyerap informasi visual yang digunakan untuk melaksanakan berbagai
kegiatan (Lubis et al. 2016). Mata adalah organ fotosensitif sangat berkembang
yang dapat menganalisis bentuk, intensitas cahaya, dan warna yang dipantulkan
objek. Organ dilindungi oleh lingkaran tulang-tulang yang dibentuk oleh os
frontale, os lacrimale, os zygomaticum, dan os temporal. Otot-otot mata terdiri
atas musculus rectus dorsalis et ventralis, lateralis et medianus, m. obliqus oculi
dorsalis et ventralis, m. retractor bulbi (Adiwinata dan Sukarsih 2011). Mata
kucing memiliki beberapa karakteristik yang berbeda dengan hewan lain. Jika
anjing memiliki kombinasi antara penglihatan, pendengaran, dan penciuman
untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan, namun kucing lebih banyak
mengandalkan penglihatan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Kucing memiliki mata yang besar, hal ini dapat dilihat dari ukuran korneanya
yang merupakan bagian mata kucing yang paling depan (Eldredge et al. 2008).
Abnormalitas pada mata dapat mengganggu fungsi dari koordinasi hingga
fisiologis hewan secara langsung maupun tidak langsung. Abnormalitas pada bola
mata dapat dihasilkan oleh pengaruh lokal ataupun pengaruh sistemik. Perubahan
atau kelainan pada bola mata diawali oleh kelainan secara unilateral, kemudian
dapat berkembang menjadi bilateral (Birchard dan Sherding 2000). Salah satu
abnormalitas pada mata adalah prolapsus bulbi oculi. Prolapsus bulbi oculi
adalah terjadinya peristiwa bola mata keluar dari rongga mata karena adanya
spasmus dari musculus orbicularis oculi. Keadaan ini merupakan kasus mata
darurat yang dapat terjadi akibat adanya trauma, bahan kimia, dan infeksi bakteri
maupun virus. Beberapa kelainan mata pada hewan dapat ditangani dengan
menggunakan obat-obatan, tetapi tidak jarang penanganan lebih lanjut dapat
berakhir dengan pembedahan (Anggraini 2018).
Bila hewan mengalami prolapsus bulbi oculi yang parah dan tidak dapat
ditangani dengan obat, salah satu teknik operasi yang dilakukan adalah enukleasi.
Enukleasi merupakan teknik operasi pengangkatan atau pembuangan bola mata
dari cavum orbita secara keseluruhan. Terdapat dua cara kerja dalam melakukan
operasi enukleasi yaitu teknik pembedahan transpalpebral dan pembedahan
subkonjunctival. Kelebihan dari teknik ini adalah nilai estetika tetap terjaga
karena hanya sebagian otot ekstraokuler yang diangkat sehingga rongga mata
menjadi kosong dan mata tidak menjadi cekung. Kekurangan pembedahan ini
adalah teknik yang cukup sulit dan dapat menimbulkan banyak pendarahan bila
tidak dilakukan dengan hati-hati (Mitchell 2008).

Tujuan

Tujuan pembedahan ini adalah untuk pengobatan kasus prolapsus bulbi


oculi pada kucing, sehingga dapat mencegah infeksi sekunder yang akan terjadi.
Selain itu, kegiatan ini juga dapat dijadikan pembelajaran dan melatih
keterampilan dalam melakukan operasi.

TINJAUAN KASUS

Anamnesa
Kucing ditemukan dengan mata mengalami pembengkakan dan terjadi
prolaps. Menurut seorang yang menemukan kemungkinan kucing tersebut berkelahi
dengan kucing lain dan sudah dua minggu mata kanan prolaps.

Gambar 1. Kondisi mata hewan sebelum dioperasi

Signalement Hewan

Nama hewan : Lupy


Jenis hewan : Kucing
Ras/Breed : Persia mix
Warna bulu dan kulit : putih hitam / rose
Jenis kelamin : Betina
Bobot badan : 2,35 kg
Umur : + 6 bulan
Tanda khusus : Rambut berwarna hitam di kepala berbentuk

Status Present
Keadaan Umum

Perawatan : Cukup
Habitus : Tulang punggung lurus
Tingkah laku : Jinak
Gizi : Baik
Body condition score (BCS) :3
Pertumbuhan badan : Baik
Sikap berdiri : Tegak pada empat kaki
Suhu : 38 oC
Frekuensi nafas : 52 kali/menit
Frekuensi jantung : 120 kali/menit
CRT : < 3 detik

Adaptasi Lingkungan : Baik


Kepala dan Leher
Inspeksi
Ekspresi wajah : Baik
Pertulangan kepala : Kompak (conformed), simetris
Posisi tegak telinga : Tegak pada keduanya
Posisi kepala : Tegak, Lebih tinggi dari tulang punggung

Palpasi
Turgor Kulit : < 3 detik
Kondisi Kulit : tidak ada perlukaan

Mata dan orbita kanan


Palpebrae : Tidak membuka dan menutup sempurna
Cilia : Tidak terlihat jelas
Conjuctiva : Tidak terlihat jelas
Membrana nictitans : Tidak terlihat jelas

Bola mata kanan


Sclera : Tidak terlihat jelas
Cornea : Tidak terlihat jelas
Iris : Tidak terlihat jelas
Limbus : Tidak terlihat jelas
Pupil : Tidak terlihat jelas
Refleks pupil : Tidak terlihat jelas
Vasa injectio : Tidak terlihat jelas

Mata dan orbita kiri


Palpebrae : Membuka dan menutup sempurna
Cilia : Melengkung keluar sempurna
Conjuctiva : Bening
Membrana nictitans : Tersembunyi

Bola mata kiri


Sclera : Putih bening
Cornea : Bening, terang, tembus
Iris : Tidak ada perlekatan, warna kuning
Limbus : Rata
Pupil : Tidak ada kelainan
Refleks pupil : Ada
Vasa injectio : Tidak ada

Hidung dan sinus-sinus : Simetris, aliran udara bebas, tidak ada


foetor ex naso
Mulut dan rongga mulut
Rusak/luka bibir : Tidak ada
Mucosa : Rose, licin mengkilat, basah, tidak ada
perlukaan
Gigi geligi : Tidak ada karang gigi, keropos, dan foeter
ex ore, Gigi tidak lengkap (I2 dan I3 bawah
tidak ada)
Lidah : Rose, licin mengkilat, basah, tidak ada
perlukaan

Telinga
Posisi : Tegak keduanya
Bau : Bau khas serumen
Permukaan daun telinga : Licin halus
Krepitasi : Tidak ada
Refleks panggilan : Ada

Leher
Perototan Leher : Rata, otot teraba
Trachea : Teraba, tidak ada refleks batuk
Esophagus : Teraba kosong

Thorak : Sistem Pernafasan


Inspeksi
Bentuk rongga thorax : Simetris
Tipe pernafasan : Costalis
Ritme : Teratur
Intensitas : Dalam
Frekuensi : 52 kali/menit

Palpasi
Penekanan rongga thorak : Tidak ada respon sakit
Palpasi intercostals : Tidak ada respon sakit, tidak ada refleks batuk

Perkusi
Lapangan Paru-paru : Tidak ada perluasan
Gema perkusi : Nyaring

Auskultasi
Suara pernafasan : Suara bronchial inspirasi jelas, panjang suara
inspirasi sama dengan ekspirasi
Suara ikutan : Tidak terdengar
Antara in dan ekspirasi : Tidak terdengar

Thoraks : Sistem Kardiovaskular


Inspeksi
Ictus cordis : Tidak ada

Perkusi
Lapangan jantung : Tidak ada perluasan

Auskultasi
Frekuensi : 120 kali/menit
Intensitas : Kuat
Ritme : Teratur
Suara sistol dan diastol : Jelas
Ekstraksistolik : Tidak terdengar
Sinkron pulsus dan jantung : Sinkron

Abdomen dan Organ Pencernaan yang Berkaitan


Palpasi
Epigastricus : Tidak ada rasa sakit
Mesogastricus : Tidak ada rasa sakit
Hypogastricus : Tidak ada rasa sakit
Isi usus besar : Tidak teraba
Isi usus kecil : Tidak teraba

Auskultasi
Peristaltik usus : Tidak terdengar

Anus
Sekitar anus : Bersih
Refleks spinchter ani : Ada
Pembesaran kolon-kucing : Tidak ada
Kebersihan daerah perineal : Bersih

Alat perkemihan dan Kelamin (Urogenitalis)


Betina
Inspeksi dan palpasi
Mukosa vagina : Rose, licin, bersih, tidak ada perlukaan
Perhatikan kelenjar mamae
Besar : Tidak ada pembesaran
Letak : Tidak ada perubahan
Bentuk : Tidak ada perubahan
Kesimetrisan : Simetris
Konsistensi kelenjar : Kenyal
Palpasi Perektal :-

Alat Gerak
Inspeksi
Perototan kaki depan : Simetris, tidak ada kelainan
Perototan kaki belakang : Simetris, tidak ada kelainan
Spasmus otot : Tidak ada
Tremor : Tidak ada
Sudut persendian : Tidak ada kelainan
Cara bergerak-berjalan : Koordinatif
Cara bergerak-berlari : Koordinatif

Palpasi
Struktur pertulangan
Kaki kiri depan : simetris
Kaki kanan depan : simetris
Kaki kiri belakang : simetris
Kaki kanan belakang : simetris
Konsistensi pertulangan : kokoh, keras
Reaksi saat palpasi : Tidak ada reaksi sakit
Letak rasa sakit : Tidak ada
Panjang kaki depan : Simetris, sama panjang
Panjang kaki belakang : Simetris, sama panjang

Palpasi
Limfoglandula poplitea
Ukuran : Proporsional, tidak bengkak
Konsistensi : Kenyal
Lobulasi : Jelas
Perlekatan : Tidak ada perlekatan
Panas : Sama dengan suhu kulit sekitar
Kesimetrisan : Simetris
Kestabilan pelvis
Konformasi : Tegas
Kesimetrisan : Simetris
Tuber ischii : Tegas, teraba

PEMERIKSAAN DARAH

Tabel 1. Hasil pemeriksaan darah


Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai normal
Hemoglobin 12.7 8-15
Trombosit 230 300-800
Leukosit 21.2 5.5-19.5
Hematokrit 39 24-45
Eritrosit 4.2 5-10
Basofil 0 0-0.2
Eosinofil 2 0-1
Netrofil batang 4 2.5-14
Netrofil segmen 59 35-80
Limfosit 31 20-55
Monosit 4 0-1.5

Gambaran pemeriksaan darah menunjukan adanya penurunan pada trombosit,


leukosit, dan eritrosit. Hal tersebut dapat terjadi karena hewan yang stress saat
pengambilan darah, infeksi kronis pada mata kanan yang mengalami prolapse bulbi,
peradangan, dan karena parasite yaitu kutu.

MATERI DAN METODE

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam operasi enukleasi adalah alkohol 70%,


iodine tincture 3%, atropin sulfat, xylazine HCl 2%, ketamine HCl 10%,
penicillin, amoxicillin sirup, salep Genoin, dan larutan NaCl fisiologis.

Alat
Alat-alat yang digunakan dalam operasi enukleasi mata adalah stetoskop,
termometer, timbangan, set alat bedah minor (towel clamp, pinset anatomis, pinset
sirurgis, gagang scalpel, gunting lurus, gunting bengkok, arteri clamp anatomis
dan sirurgis, dan needle holder), pasien monitoring, cauter, perlengkapan operator
dan asisten operator (sikat, handuk, penutup kepala, masker, baju operasi, dan
sarung tangan ), blade, kapas, tampon, meja operasi, lampu penerang, tali
pengikat, plester, kasa steril, syringe, jarum jahit (penampang segitiga dan bulat),
dan benang jahit (Chromic catgut 3/0, Vicryl 5/0).

Prosedur Operasi

Pre Operasi

A. Preparasi Ruangan
Ruangan bedah dibersihkan dari debu dan kotoran dengan cara disapu dan dipel.
Kemudian ruang bedah disterilisasi dengan radiasi atau dengan cairan desinfektan.

B. Preparasi Alat
Alat operasi berupa 1 set alat bedah minor direndam dalam air sabun,
disikat,dibilas, dan dikeringkan. Alat bedah minor dimasukan kedalam wadah
dengan urutan needle holder, tang arteri bengkok sirugis, tang arteri lurus sirugis,
tang arteri bengkok anatomis, tang arteri lurus anatomis, gunting, pinset sirugis,
pinset anatomis, scalpel dan towel clamp. Wadah alat bedah minor diletakan
ditengah kain, sisi kain dilipat ketengah wadah dengan urutan sisi bawah, sisi atas,
sisi kanan,dan sisi kiri selanjutnya wadah dibungkus lagi dengan cara yang sama.
Wadah tersebut dimasukan kedalam UV sterilizer selama 60 menit.

C. Preparasi Operator dan Asisten


Baju operasi yang telah dicuci bersih, dilipat dengan syarat bagian yang
bersinggungan dengan pasien berada di lipatan dalam. Perlengkapan operator dan
asisten disusun diatas kain pembungkus dengan urutan dari bawah, yaitu sarung
tangan, baju operasi, handuk, sikat, masker, dan tutup kepala. Perlengkapan tersebut
tersebut dibungkus dengan tata cara yang sama dengan cara membungkus alat bedah,
kemudian diberi label yang berisi tanggal dan keterangan, selanjutnya dilakukan
sterilisasi dengan UV sterilizer selama 60 menit.

D. Persiapan Tim Bedah


Operator : Pelaksana operasi secara langsung dan harus berada dalam keadaan
steril.
Asisten 1: Membantu langsung operator dan harus berada dalam keadaan steril
(Asisten operator)
Asisten 2 (Asisten anestesi) : Membantu melakukan anestesi pada hewan
Asisten 3 : Monitoring pembiusan, maintenance serta mengukur frekuensi
denyut jantung dan respirasi.
Asisten 4 : Dokumentasi.
Operator dan asisten operator memcuci tangan terlebih dahulu lalu
mengenakan tutup kepala dan masker. Selanjutnya mencuci tangan dengan sabun
dan disikat dimulai dari ujung jari hingga siku dan dibilas menggunakan air
bersih yang mengalir sebanyak 15-20 kali. Lalu tangan dikeringkan
menggunakan handuk dengan sisi yang berbeda untuk tangan kanan dan tangan
kiri. Operator dan asisten kemudian memakai pakaian bedah dan sarung tangan
dengan teknik yang benar. Proses operasi dapat dilakukan setelah semua
prosedur persiapan tersebut dilalui secara aseptis.

E. Preparasi Hewan dan Anestesi


Preparasi dilaksanakan setelah hewan dilakukan pemeriksaan fisik meliputi,
frekuensi jantung, frekuensi napas, suhu tubuh dan CRT. Setelah itu hewan
diberikan premedikasi berupa atropin sulfat dengan dosis 0,025mg/kg BB dan
konsentrasinya 0,25 mg/ml. Volume pemberian atropin sulfat dapat dihitung dengan
cara :

BB kg × dosis mg/kg BB
Dosis pemberian =
konsentrasi mg/ml
2,35 kg × 0,025 mg/kg BB
= = 0,235 ml
0,25 mg/ml

Setelah pemberian atropin secara subkutan, ditunggu 15 menit untuk kemudian


diberikan anestetikum dengan ketamine HCl 10% dan xylazine 2% (rute pemberian
secara intramuscular) dengan perhitungan sebagai berikut :
2,35 kg × 10 mg/kg BB
Dosis pemberian ketamine = = 0,235 ml
100 mg/ml

2,35 kg × 2 mg/kg BB
Dosis pemberian xylazine = = 0,235 ml
20 mg/ml

Setelah hewan teranestesi, hewan dicukur terlebih dahulu pada bagian yang akan
dilakukan penyayatan yaitu disekitar palpebrae mata kanan. Daerah yang telah
dicukur dibersihkan dengan alkohol 70% dan kemudian diikuti dengan pemberian
povidon iodine dengan rute melingkar keluar menggunakan kasa steril. Selanjutnya
hewan dibawa ke meja operasi dengan posisi berbaring ventrodorsal. Kaki hewan
masing masing diikat ke ujung meja operasi dengan tali menggunakan simpul
tomfool. Kemudian daerah kepala khususnya sekitar mata kanan ditutup dengan
kain duk dan difiksir dengan towel clamp.
F. Operasi

Teknik Operasi

Penyayatan dilakukan melingkari palpabrae dimulai dari tepi kantus lateralis


dengan urutan penyayatan adalah kulit kemudian M. Retractor anguli oculi
lateralis. Sayatan melingkat dilanjutkan dengan menyayat M. Orbicularis oculi
yang memiliki serabut melingkari palpabrae superior dan inferior. Otot -otot
ekstraokular (M. rectus medianus, M. rectus lateralis, M. Rectus superior, M.
rectus inferior, M. oblikus superior, dan M. obliquus inferior) dipreparasi.
Pendarahan yang terjadi dibersihkan menggunakan tampon steril. Bola mata
ditarik perlahan dan diusahakan tidak terlepas dari otot-otot ang memfiksirnya
M.retractor bulbi, arteri retinal sentralis¸vena retinal sentralis, dan nervus
opticus diikat ganda menggunakan benang catgut pada dua bagian anterior dan
posterior, kemudian dipotong di atas kedua ikatan tersebut.
Pendarahan yang terjadi dibersihkan menggunakan tampon steril dan diberi
epinephrine secukupnya secara topikal sebagai vasokonstriktor. Bagian mata yang
masih melekat dipreparir. Penicillin 50.000 IU/mL diteteskan pada ruangan mata.
Kulit mata dijahit menggunakan benang Vicryl 5-0 dengan tipe jahitan subcutis .
Area disekitar jahitan dibersihkan dengan NaCl 0.9% dan diberi salep gentamicin.

Maintenance
Monitoring anestesi sangat penting terkait dengan keselamatan pasien dan
berkontribusi pada persembuhan yang baik dan sesuai periode waktunya (Debora
2013). Monitoring anestesi juga dilakukan untuk melihat seberapa perlu dilakukan
maintenance anestesi kepada hewan tersebut. Maintenance dilakukan apabila bedah
belum selesai dilakukan, tetapi hewan sudah ada refleks gerak. Tetapi perlu
diperhatikan, untuk tidak memberikan maintenance apabila suhu sangat rendah di
bawah 35oC dan denyut jantung di bawah 80 kali per menit. Selain itu untuk
maintenance hanya diberikan ketamine setengah dosis.
2,35 kg × 10 mg/kg BB
Dosis pemberian ketamine = ½ x = 0,12 ml
100 mg/ml
Rute pemberian maintenance yaitu intramuskular.

G. Post operasi

Monitoring
Luka jahitan diolesi dengan perubalsem untuk mempercepat proses
persembuhan luka. Pemeriksaan klinis pada hewan dilakukan dengan mengamati
suhu, frekuensi jantung, frekuensi napas, CRT, mukosa, defekasi, dan urinasi hewan
tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pre operasi

Operasi enukleasi dilakukan dengan melalui beberapa pemeriksaan fisik


terlebih dahulu sebelum operasi. Seekor kucing berumur 6 bulan yang bernama
Lupy berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik di diagnosa mengalami
prolapsus bulbi pada mata kanan. Prolapsus bulbi pada kucing ini diduga
trauma akibat perkelahian. Pemeriksaan lainnya yaitu penunjang diagnosa
berupa hematologi yang dilakukan untuk memastikan bahwa hewan dalam
keadaan baik sebelum operasi.
Operasi dimulai dari tahap pre operasi. Tahap ini biasa dilakukan untuk
memastikan bahwa segala persiapan mulai dari hewan operasi, alat dan bahan,
operator, maupun asisten operator dalam keadaan baik sehingga operasi
diharapkan berjalan dengan lancar. Tahap ini juga dilakukan untuk menjaga
kebersihan dan kesterilan operator, asisten, pasien, peralatan, dan ruangan
selama berlangsungnya proses operasi. Tahap preoperasi lainnya yaitu
persiapan hewan mulai dari pencukuran area sekitar mata yang akan dioperasi,
pembersihan daerah yang telah dicukur, anestesi, hingga hewan berada di atas
meja operasi.
Pemberian premedikasi sebelum operasi yang diberikan pada operasi ini
yaitu atropine sulfat dengan dosis 0.025 mg/kgBB. Menurut Plumb (2011),
sedian atropin sulfat merupakan agen antimuskarinik dengan menghambat
acetylcholine atau stimulant kolinergik lainnya pada postganglion parasimpatik
di neuroefektor. Sardjana dan Kusumawati (2004), menyatakan bahwa atropin
merupakan agen antikholinergik yang paling sering digunakan. Sediaan ini
digunakan untuk mengurangi sekresi saliva dari bronkial, melindungi jantung
dari efek muskarinik anticholinesterase seperti neostigmine, juga dapat
menurunkan peristaltik intestinal dan menyebabkan dilatasi pupil.
Pemberian anestesi dilakukan setelah 15 menit pemberian premedikasi.
Pemberian sediaan anestetikum pada operasi merupakan salah satu tahap
penting. Obat-obatan anestesi terutama diberikan secara injeksi harus
memenuhi beberapa kriteria tertentu untuk menghindari resiko-resiko yang
tidak diinginkan. Kriteria tersebut meliputi obat yang tidak bersifat toksik dan
kumulatif di dalam tubuh pasien, potensinya besar yaitu dalam dosis rendah
mampu memberikan efek yang diinginkan, daya kerja cepat diikuti dengan
waktu pemulihan yang cepat pula, dapat dikombinasikan dengan obat anestesi
yang lain, tidak bersifat alergenik, tidak menimbulkan kesakitan saat injeksi
(Lee 2007).
Sediaan anestetikum yang digunakan adalah ketamine dan xylazine.
Ketamin memiliki sifat anastetikum, analgesik, dan sedikit kataleptik
(Gunawan et al. 2007). Penggunaan ketamin mampu menghasilkan fase
anastesi yang lama, namun menimbulkan efek samping antara lain tachycardia,
fase delirium yang lama dan eksitasi berlebihan pada fase delirium. Efek
samping ini dapat diimbangai dengan penggunaan premedikasi atropim dan
kombinasi dengan xylazine. Xylazine bekerja sebagai sedative dan muscle
relaxan. Xylazine cocok dikombinasikan dengan ketamin untuk sediaan
anastesi general. Muscle relaxan yang ditimbulkan xylazin dapat mengimbangi
efek samping penggunaan ketamin pada fase delirium. Efek samping
penggunaan ketamin adalah terjadinya eksitasi dan kontraksi otot yang hebat
pada fase delirium bahkan sampai fase anastesi. Penggunaan xylazine dapat
menginduksi muntah, mengakibatkan bradicardia, dan hipertensi. Efek samping
penggunaan xilazine ini harus bisa diimbangi dengan pemberian premedikasi
atropin.
Operasi

Operasi enukleasi pada kasus ini dilakukan untuk menangani kasus


prolapsus bulbi yang terjadi pada kucing akibat trauma dan telah terjadi infeksi
karena sudah lama didiamkan. Menurut Mitchell (2008 ), enukleasi adalah
teknik operasi yang dilakukan pada bola mata. Sebagian besar tindakan ini
dilakukan pada kondisi kebutaan yang sudah tidak bisa disembuhkan dengan
pengobatan. Beberapa indikasi dilakukannya enukleasi meliputi, peningkatan
tekanan intraokular yang menyebabkan terjadinya glaukoma, neoplasia
intraokular, infeksi intraokular/endophthalmitis, pthisis bulbi, dan trauma.
Teknik yang dilakukan pada operasi enukleasi ini yaitu dengan
menggunakan teknik transpalpabrae. Teknik ini berupa pengangkatan bola
mata, konjungtiva, membrana nictitans, dan musculus ekstraokular. Teknik ini
dipilih karena bola mata pada kucing sudah hancur dan pecah sehingga teknik
transpalpabrae akan lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan teknik
transkonjungtiva. Operasi dimulai dengan menyayat daerah sekeliling
palpabrae, tanpa menjahit palpabrae posterior dan anterior. Hal tersebut
dilakukan karena kondisi mata kucing yang sudah keluar dengan ukuran yang
sangat besar, sehingga tidak dimungkinkan untuk dilakukan penutupan
palpabrae terlebih dahulu.
Selama operasi berlangsung, monitoring terhadap kondisi fisiologi pasien
harus diperhatikan. Monitoring dilakukan terhadap frekuensi jantung, frekuensi
nafas, dan suhu tubuh kucing. Hasil monitoring selama proses operasi
menunjukkan tidak adanya perubahan yang fluktuatif terhadap frekuensi
jantung, frekuensi nafas, maupun suhu tubuh hewan.

Tabel 2 Hasil monitoring selama operasi


Menit ke-
Parameter
0 15 30 45 60 75 90
Frekuensi napas (kali/menit) 28 40 40 40 48 52 36
Frekuensi jantung (kali/menit) 132 148 112 116 112 108 104
Suhu (ºC) 37.6 38.5 38.9 39.0 39.0 39.0 38.9
CRT (detik) <3 <3 >3 >3 >3 >3 >3
Mukosa (warna) Rose pucat Pucat Pucat Pucat Pucat Pucat
Refleks pupil (+/-) + - - - - - -
60

Frek. napas (kali/menit)


50

40

30

20

10

0
0' 15' 30' 45' 60' 75' 90'
Waktu pengamatan (menit)

Grafik 1 Frekuensi napas selama operasi

Monitoring terhadap frekuensi nafas (Grafik 1), menunjukkan perubahan.


Peningkatan frekuensi nafas tertinggi dapat terlihat pada menit ke-75 yaitu sebesar
52 x/menit. Menurut Eldredge et al. (2008), frekuensi nafas normal kucing adalah
berkisar antara 20-40 x/menit. Peningkatan frekuensi nafas dapat terjadi akibat
adanya rasa sakit pada hewan dan pengguanan heating pad yang terlalu tinggi saat
operasi.

160
Frek. Jantung (kali/menit)

140
120
100
80
60
40
20
0
0' 15' 30' 45' 60' 75' 90'
Waktu pengamatan (menit)

Grafik 2 Frekuensi jantung selama operasi


Hasil monitoring (Grafik 2) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan
frekuensi jantung mulai dari menit ke-15 dan penurunan pada menit ke 30.
Frekuensi jantung dibawah rentan normal pada menit ke-30 sampai akhir operasi.
Menurut Eldredge et al. (2008), frekuensi jantung normal kucing berkisar antara
140-240 x/menit. Peningkatan frekuensi jantung yang terjadi pada menit ke-15
yang terjadi selama operasi dapat disebabkan karena penggunaan sediaan ketamin
yang mampu meningkatkan kerja jantung. Fossum (2013) juga menyatakan bahwa
efek yang timbul akibat pemberian ketamin yaitu delirium, peningkatan
(stimulasi) kardiovaskular, peningkatan tekanan intraokular, peningkatan ekskresi
saliva, kekejangan otot, dan bronkodilatasi. Efek terhadap kardiovaskuler adalah
peningkatan laju jantung dan kebutuhan oksigen jantung.

39,5
39
38,5
Suhu (oC)

38
37,5
37
36,5
0' 15' 30' 45' 60' 75' 90'
Waktu pengamatan (menit)

Grafik 3 Suhu tubuh hewan selama operasi


Sedian anestesi yang diberikan memiliki efek samping mendepres sistem
saraf pusat. Suhu tubuh termasuk dalam status fisiologis yang diatur oleh sistem
saraf pusat. Hasil monitoring suhu tubuh hewan selama operasi (Grafik 3)
menunjukkan suhu tubuh senantiasa berada dalam nilai normal (38-39oC).
Mukosa hewan terlihat pucat dengan refleks pupil yang telah menghilang
sejak menit ke-15 operasi. Selain itu, nilai CRT pada menit ke-30 hingga operasi
berakhir tetap berada pada keadaan normal yaitu <3 detik.

Post Operasi
Hari Waktu Frek Frek Suhu Urinasi Defekasi Makan Minum Jahitan
o
Jantung Nafas ( C)
(x/mnt) (x/mnt)
1 S 148 28 38 + - + + Basah

P 152 28 38.5 + + + + Basah

2 S 120 32 38.4 + - + + Basah

P 148 40 38.9 + + + + Basah

3 S 152 40 39 + - + + Basah

P 152 32 38.6 + + + + Basah

4 S 120 32 38.7 + - + + Basah

P 132 40 39 + + + + Basah
5 S 148 40 38.7 + - + + Basah

P 120 44 38.5 + + + + Basah

Ket : S = Sore, P=Pagi, Skor feses : 1-5, + : ada, - : tidak ada

Tahap post operasi meliputi pemeriksaan hewan selama post operasi,


pemberian terapi post operasi hingga persembuhan. Pemeriksaan hewan selama
post operasi dilakukan untuk mengetahui status kesehatan hewan setelah operasi
dalam keadaan stabil atau tidak. Pemeriksaan ini dapat meliputi pemeriksaan
terhadap frekuensi jantung, frekuensi respirasi, suhu tubuh, defekasi, urinasi,
makan, dan minum. Pemeriksaan monitoring pada kondisi fisiologis dilakukan
selama 5 hari dengan frekuensi monitoring dua kali sehari yaitu pada pagi dan
sore.
Hasil monitoring selama post operasi menunjukkan bahwa kucing dalam
keadaan baik. Selama 5 hari kucing tidak menunjukkan adanya penurunan nafsu
makan dan minum. Kucing selama perawatan post operasi memperlihatkan nafsu
makan dan minum yang sangat baik. Urinasi dan defekasi kucing selama post
operasi lancar dan tidak ditemukan adanya kelainan. Defekasi mulai terlihat pada
pagi hari ke-2 setelah operasi. Skor feses selama operasi tergolong bagus yaitu 3,
artinya konsistensi feses kucing masih tergolong bagus. Perawatan luka dilakukan
selama 7 hari dengan menggunakan perubalsem dengan frekuensi pemberian dua
kali sehari. Luka jahitan dibersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan NaCl
0.9% sebelum luka jahitan dioleskan dengan salep. Hal tersebut bertujuan untuk
menjaga kebersihan luka. Pemasangan collar juga dilakukan guna menghindari
lepasnya jahitan akibat garukan atau sentuhan oleh kucing sehingga luka jahitan
akan cepat mengalami persembuhan. Secara umum, hewan selama perawatan post
operasi dalam keadaan baik.
Tahap post operasi penting lainnya yaitu pemberian obat-obatan serta
tindakan persembuhan luka. Obat – obatan yang diberikan secara peroral yaitu
antibiotik amoxicillin dengan pemberian 2 ml setiap dua kali sehari selama 5 hari
dan supplement imboos sebanyak 1 ml setiap dua kali sehari. Pemberian antibiotik
golongan beta lactam ini bertujuan untuk mencegah adanya infeksi sekunder
akibat operasi. Menurut Plumb (2011), amoxicillin atau aminopenicillin
merupakan agen bakteriosidal yang bekerja dengan menghambat sintesis dinding
sel. Antibiotik ini termasuk ke dalam spektrum luas yangdapat meningkatkan
aktifitas melawan bakteri gram-negatif aerob dan juga terhadap bakteri anareob.

SIMPULAN

Operasi enukleasi dilakukan untuk menangani kasus prolapse bulbi yang


terjadi pada kucing Lupy akibat trauma. Teknik enukleasi yang digunakan yaitu
teknik transpalpabrae. Monitoring selama operasi dan post operasi pada kucing ini
menunjukkan kondisi yang normal atau baik.
DAFTAR PUSTAKA

Adiwinata G dan Sukarsih. 2001. Ophthalmology in approach to common eye


conditions. Journal Ophthalmology. 3: 13-18.
Anggraini F. 2018. Teknik perawatan pasca operasi prolapsus bulbus oculi pada
kucing. [Skripsi]. Banda Aceh (ID): Universitas Syiah Kuala.
Birchard SJ, Sherding RG. 2000. Saunders Manual of Smaal Animal Practice.
2nd ed. Philadelphia (US): WB Saunders Company.
Eldredge DM, Carlson DG, Carlson LD, Giffin JM. 2008. Cat Owner’s Home
Veterinary Handbook, 3rd Edition. New Jersey : Willey Publishing, Inc.
Fossum TW. 2013. Small Animal Surgery. 4th Ed. Missouri (US) : Mosby Inc
Gunawan, Gan S, Setiabudy, Rianto, Nafrialdi. 2007. Farmakologi Dan Terapi.
Edisi 5. Jakarta (ID) : Gaya Baru.
Lee L. 2007. Canine & feline anesthesia. Center for Veterinary Health Sciences.
11-16
Lubis RR, Megawati ER, Lubis LD. 2016. Identifikasi kelainan mata dan koreksi
tajam penglihatan presbiopia. Abdimas Talenta. 1(1): 13-19.
Mitchell N. 2008. Enucleation in companion animals. Irish Veterinary Journal.
61(2): 108-114.
Plumb DC. 2011. Veterinary Drug Handbook. 7th Ed. Stockholm: Pharma Vet
Inc.
Sardjana, I. K. W dan D. Kusumawati. 2004. Anestesi Veteriner Jilid I.
Yogyakarta (ID) : Gadjah Mada University Press.

LAMPIRAN

Gambar 2. Pemberian iodine pada daerah Gambar 3. Pemasangan duk


yang akan dioperasi
Gambar 4. Insisi sekitar palpebrae Gambar 5. Diseksi dan pemotongan otot -
otot ekstraokular

Gambar 6. Pengangkatan bola mata dan Gambar 7. Pemberian antibiotik di


ligasi pembuluh darah, nervus, dan otot dalam rongga mata
bawah mata

Gambar 8. Penjahitan kulit Gambar 9. Hasil akhir jahitan

Anda mungkin juga menyukai