Anda di halaman 1dari 22

SIGNALEMEN

Nama : Simba

Jenis Hewan : Anjing

Ras : Alaskan Malamut

Jenis Kelamin : Jantan

Umur : 10 Bulan

Berat Badan : 3,6 kg

Warna : Hitam Putih

Gambar 1. Anjing Simba (Sumber: Dokumentasi pribadi, 2018)

ANAMNESA

Seekor anjing alaskan malamut jantan, bernama Simba datang ke Gloria Vet,

Bandung pada 10 Oktober 2018 dengan keluhan kaki belakang diseret ketika

berjalan. Dari hasil palpasi pada kaki belakang terasa patella dexter dan sinister

yang bergeser namun tidak merasa kesakitan.

PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan Umum

Perawatan : Baik

Habitus/tingkah laku : Baik

Gizi : Baik
Sikap berdiri : Kaki depan berfungsi dengan baik namun kaki belakang diseret

Suhu : 39oC

Ekspresi wajah : Bereaksi

Adaptasi lingkungan : Merespon dengan baik

Capillary refill time (CRT) : ≤ 2 detik

2. Kulit dan Rambut

Aspek rambut : Bersih

Kerontokan : Tidak ada kerontokan

Kebotakan : Tidak ada kebotakan

Turgor kulit : ≤ 2 detik

Permukaan kulit : Pigmentasi normal, tidak ada perubahan

Bau kulit : Bau khas kulit

3. Kepala dan Leher

Ekspresi wajah : Bereaksi

Pertulangan kepala : Kompak

Posisi tegak telinga : Telinga tegak keduanya

Posisi kepala : Tegak

4. Mata dan orbita kiri

Palpebrae : Membuka dan menutup sempurna

Cilia : Melengkung keluar

Konjungtiva : Pink, basah

Membran niktitans : Tidak terlihat


5. Mata dan orbita kanan

Palpebrae : Membuka dan menutup sempurna

Cilia : Melengkung keluar

Konjungtiva : Pink, basah

Membrana nikitans : Tidak terlihat

6. Bola mata kiri

Sclera : Putih

Kornea : Jernih, permukaannya rata, tidak kering

Iris : Tidak ada kelainan

Pupil : Tidak ada kelainan

Reflek pupil : Merespon cahaya dengan baik, bisa membesar dan mengecil

Lensa : Jernih

Limbus : Rata

Vasa injectio : Tidak ada

7. Bola mata kanan

Sclera : Putih

Kornea : Jernih, permukaannya rata, tidak kering

Iris : Tidak ada kelainan

Pupil : Tidak ada kelainan

Reflek pupil : Merespon cahaya dengan baik, bisa membesar dan mengecil

Lensa : Jernih

Limbus : Rata
Vasa injectio : Tidak ada

8. Hidung dan Sinus

Bentuk pertulang : Simetris

Aliran udara : Aliran udara bebas di kedua cavum nasal

Cermin udara : Basah

9. Mulut dan rongga mulut

Rusak/luka bibir : Tidak ada luka atau kerusakan

Mukosa : Pink, basah

10. Telinga

Posisi : Keduanya naik

Permukaan daun telinga : Bersih

Krepitasi : Tidak ada krepitasi

Refleks panggilan : Ada

11. Sistem Pernafasan

Inspeksi

Bentuk rongga thorax : Simetris

Tipe pernafasan : Thoracoabnominalis

Ritme : Ritmis

Intensitas : Sedang

Trakea : Teraba

Refleks batuk : Tidak ada batuk


Palpasi

Penekanan rongga thorax : Tidak ada reaksi kesakitan

Penekanan M. Intercostalis : Tidak ada reaksi kesakitan

Auskultasi

Suara pernafasan : Lama inspirasi sama dengan lama ekspirasi

Suara ikutan : Tidak ada

Frekuensi respirasi : 168x per menit

12. Sistem Peredaran Darah

Inspeksi

Ictus cordis : Tidak ada

Auskultasi

Intensitas : Sedang

Suara ikutan : Tidak ada

Ritme : Ritmis

Suara pulsus dengan jantung : Sinkron

Frekuensi pulsus : 112x per menit

13. Abdomen dan Organ Pencernaan

Inspeksi

Ukuran rongga abdomen : Tidak ada pembesaran

Bentuk rongga abdomen : Simetris

Palpasi

Epigastrikus : Tidak ada reaksi kesakitan

Mesogastrikus : Tidak ada reaksi kesakitan


Hipogastrikus : Tidak ada reaksi kesakitan

Auskultasi

Suara peristaltik usus : Terdengar pelan

Suara borboritmis : Tidak terdengar

14. Anus

Sekitar anus : Bersih dan tidak ada pembesaran

Refleks spinchter ani : Terdapat reflek mengkerut dan menghisap

Kebersihan perianal : Cukup bersih

15. Alat kelamin Jantan

Penis : Bersih

16. Sistem saraf

Tengkorak : Pertulangan tegas

Collumna vertebralis : Tidak ada reaksi kesakitan

Reflek : Ada

Gangguan kesadaran : Tidak ada gangguan

17. Alat Gerak

Inspeksi

Perototan kaki depan : Simetris

Perototan kaki belakang : Simetris

Spasmus otot : Tidak ada

Tremor : Tidak ada


Cara bergerak-berjalan : Kaki belakang diseret

Bentuk pertulangan : Ada kelainan

Tuber ischii : Tidak simetris

Tuber coxae : Tidak simetris

18. Struktur pertulangan

Kaki kiri depan : Tegas, kompak

Kaki kanan depan : Tegas, kompak

Kaki kiri belakang : Tegas, kompak

Kaki kanan belakang : Tegas, kompak

Konsistensi pertulangan : Keras

Reaksi saat palpasi : Tidak ada reaksi kesakitan

Panjang kaki depan ka/ki : Sama panjang, simetris

Panjang kaki belakang ka/ki : Sama panjang, simetris

TEMUAN KLINIS

Kaki belakang hewan diseret saat berjalan serta patella dexter dan sinister bergeser ketika
dipalpasi.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

c. Pemeriksaan X-ray

Pemeriksaan x-ray pada anjing Lisi dilakukan dengan posisi ventrodorsal dan letaral.
Hasil radiografi menunjukkan os patella dexter dan sinister yang bergeser ke arah medial.
Gambar 2. Gambar Radiografi Anjing Simba Posisi Ventrodorsal (kanan) dan lateral
recumbency sinister (kiri) (Sumber: Dokumentasi pribadi, 2018)

DIAGNOSA BANDING

Nekrosis avaskular pada caput femoralis, luksasi os patella, luksasi coxofemoral,

dan ruptur ligamentum cranial cruciate.

DIAGNOSA

Medial Patellar Luxation (MPL)

TERAPI

Persiapan dan Prosedur Operasi

Alat dan Bahan

Alat : Gunting tajam tumpul, gunting tumpul-tumpul, gunting bengkok,gunting benang, pinset
anatomis dan chirurgis, scalpel handle, blade, towel clamp, needle holder, needle (cutting dan
tape point), arterial clamp (lurus dan bengkok), allis tissue forcep, periosteal elevator, orthopedic
drill chuck, kain drape, tampon steril, IV catheter, mouth gag, endotracheal tube, syringe, hair
clipper, silet,gloves, dan masker.
Bahan : Cairan infus Ringer Lactat dan Normal Saline, ketamin, acepromazine, atropin,
isofluran, ceftriaxone, tramadol, benang monosyn absorbable dan non absorbable, alkohol 70%,
iodine, chlorhexidine, dan hypafix.

Prosedur Operasi

Pre Operasi

Hewan dipuasakan selama 6-8 jam sebelum operasi

Dilakukan physical examination (PE) untuk mengetahui status present hewan

Diinduksi campuran ketamin (5 mg/kg BB) dan acepromazine (5 mg/kg BB) sebagai anestesi
melalui injeksi intramuscular

Dilakukan pemasangan infus menggunakan cairan Ringer Lactat secara IV pada vena
cephalica antibrachii

Diinjeksi ceftriaxone (15 mg/kg BB) melalui intravena sebagai profilaksis

Dilakukan pencukuran rambut di sekitar daerah insisi dengan menggunakan hair clipper,
kemudian dilanjutkan dengan menggunakan silet

Dilakukan pencucian daerah insisi dengan menggunakan chlorhexidine hingga bersih lalu
dikeringkan

Hewan diletakkan pada meja operasi dengan posisi rebah lateral sinister

Diinduksi atropin (0,03 mg/kg BB) sebagai antikolinergik melalui injeksi subcutan

Dilakukan pemasangan endotracheal tube dengan cara membuka mulut menggunakan mouth
gag

Endotracheal tube disambungkan dengan selang yang terhubung dengan mesin anestesi
inhalasi yang berisi isoflurane

Dilakukan desinfeksi pada bidang insisi dengan menggunakan larutan alkohol 70 % dan
iodine

Dilakukan pemasangan kain drape dan difiksasi dengan menggunakan towel clamp
Teknik Operasi

Dilakukan insisi pada kulit sepanjang + 4 cm secara craniolateral pada daerah patella dan
diperpanjang 2 cm dibawah tuberositas tibialis menggunakan blade dan dilanjutkan sampai
lapisan subkutan

Dilakukan insisi pada lateral retinaculum dan kapsul sendi untuk membuka sendi

Dilakukan trochlear wedge recession (sulcoplasty) dengan cara memotong kartilago artikular
trochlea dan dibuat bentukan seperti diamond dengan menggunakan gergaji. Pastikan lebar dari
potongan atau insisi sesuai dengan lebar patella tetapi tetap mempertahankan posisi trochlear
ridges.

Dihilangkan irisan osteochondral dan perdalam recession pada trochlea dengan cara
menghilangkan tulang-tulang pada satu atau kedua sisi femoral groove yang baru terbentuk

Dikembalikan irisan osteochondral jika kedalaman cukup untuk menampung 50% dari tinggi
patella

Dilakukan pelepasan kapsul sendi medial dengan cara dibuat insisi parapatellarmedial melalui
fascia medial dan kapsul sendi

Insisi dimulai pada ujung proximal patella dan diperpanjang secara distal ke arah kepala tibia

Dilakukan transposisi tuberositas tibialis dengan cara membuat insisi pada lateral parapatellar
melalui fascialata dan dilanjutkan secara distal ke arah tuberositas tibialis dibawah garis sendi

Dikuakkan muskulus cranialis tibialis dari tuberositas tibialis lateral dan tibial plateu sampai
sejajar dengan tendon extensor digital

Irisan diperdalam sampai ke permukaan bagian dalam dari tendon patella

Dimulai pada posisi yang sejajar dengan patella, dibuat insisi pada medial parapatellar melalui
fascia dan dan secara distal melalui preiosteum dari tuberositas tibialis

Diletakkan osteotom dibawah tendon patella 3-5 cm pada titik tuberositas tibialis caudal dan
cranial

Lanjutkan osteotomi dari arah proksimal ke distal

Angkat tuberositas tibialis pada posisinya dan stabilkan dengan satu atau dua kawat Kirschneri
yang diarahkan secara caudal dan sedikit proksimal

Diperiksa stabilitas patella dan relokasi tuberositas jika diperlukan


Dimasukkan benang monofilamen non absorbable 2.0 ke dalam lubang dan diatas ujung pin
dengan pola membentuk angka delapan. Lalu eratkan benang.

Kemudian lakukan imbrication lateral. Untuk jahitan imbrication, letakkan benang polyester
melalui ligamen femoral-fabellar dan fibrokartilago parapatellar lateral.

Diletakkan benang imbrication melalui kapsul sendi fibrosa dan tepi lateral tendon patella

Dengan posisi kaki sedikit fleksi, ikatkan benang femoral-fabellar dan benang imbrication

Dilakukan penjahitan musculus menggunakan benang monofilamen absorbable 3.0 dengan


pola jahitan menerus sederhana

Dilakukan penjahitan lapisan subcutan menggunakan benang monofilamen absorbable 3.0


dengan pola jahitan menerus sederhana

Dilakukan penjahitan intradermal menggunakan benang monofilamen absorbable 3.0

Dilakukan penjahitan lapisan kulit menggunakan benang monofilamen absorbable 3.0 dengan
pola jahitan terputus sederhana

Diolesi iodin pada bekas jahitan kemudian ditutup dengan menggunakan plaster

Post Operasi

Setelah selesai menjalani operasi, anjing Simba diinjeksi analgesik tramadol 2 mg/kg BB
secara IV sebagai penahan rasa sakit setelah operasi. Selain itu juga diberi amoxicillin dan asam
klavulanat (15 mg/kg BB) sebagai antibiotik dan firocoxib (15 mg/kg BB) sebagai antiinflamasi
secara peroral.

PEMBAHASAN

Anjing Simba datang ke klinik Gloria Vet dengan kondisi kedua kaki belakang diseret.
Dari hasil palpasi pada kaki belakang terasa patella dexter dan sinister yang bergeser. Namun
hewan tampak tidak mengalami kesakitan. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan penunjang berupa
x-ray untuk menentukan diagnosa secara pasti. Dari hasil x-ray menunjukkan os patella dexter
dan sinister bergeser ke arah medial (Gambar 2.). Berdasarkan pemeriksaan tersebut anjing
Simba didiagnosa mengalami luksasi patella. Sehingga diputuskan untuk dilakukan operasi
dengan tujuan mengembalikan os patella ke posisi semula. Medial Patellar Luxation (MPL)
adalah pergeseran patella dari sulkus trochlear. Operasi dianjurkan pada pasien di segala umur
yang menunjukkan gejala kepincangan dan sangat disarankan pada pasien yang masih
mengalami
pertumbuhan secara aktif karena deformitas tulang dapat bertambah parah secara cepat (Fossum,
et al., 2013). Medial Patellar Luxation (MPL) merupakan salah satu penyakit yang sering
menyebabkan kepincangan pada anjing. Walaupun dapat dijumpai pada anjing ras besar,
termasuk Labrador, namun anjing ras kecil lebih sering terserang seperti Yorkshire Terriers dan
poodle. Berdasarkan hasil penelitan, MPL lebih sering terjadi dibandingkan lateral patellar
luxation (LPL) dengan persentase kasus 75-80% dan mencapai 98% pada ras kecil. Walaupun
MPL sering terjadi pada ras besar, namun persentase LPL pada ras ini lebih tinggi dibandingkan
pada anjing ras kecil. Anjing betina ras kecil dan jantan ras besar lebih sering terkena MPL.
Sedangkan pada kucing, MPL lebih sering terjadi dibandingkan LPL (Perez, et al., 2014).

PATOMEKANISME

Patella yang dalam kondisi normal akan memberikan tekanan pada trochlear groove
kartilago artikular selama masa pertumbuhan, sehingga akan menyebabkan terbentuknya
lengkungan (groove) dengan kedalaman dan lebar yang cukup. Tidak adanya tekanan fisiologis
pada kasus MPL menyebabkan terjadinya hypoplasia trochlear. Luksasi yang hanya sebentar dan
reduksi pada trochlea medial akan menyebabkan ketidakstabilan dan cenderung mengarah
keluksasi. Pemendekan kaki karena luksasi pinggul atau pemotongan femoral head dapat
menyebabkan kelemahan mekanisme extensor, sehingga hewan akan lebih mudah terkena MPL.
Disarankan agar mekanisme quadriceps sebagai penstabil sekunder untuk menahan, mencegah
translasi cranial tibia. Luksasi patella kronis dapat menyebabkan meningkatnya tekanan pada
cranial cruciate ligament (CCL) dan degenerasi bahkan putus. Kombinasi CCL yang putus dan
MPL merupakan temuan yang sering dijumpai, khususnya degan meningkatnya keparahan dari
luksasi patella (Perez, et al., 2014).

GEJALA KLINIS

Gejala klinis yang tampak sangat beragam, tergantung pada tingkat keparahan dari
perubahan anatomis dan derajat luksasi, mulai dari intermittent, tidak ada rasa sakit, kelemahan
melompat, keraguan melompat, membungkuk, sampai kepincangan dan kelainan skeletal (Riggs
and Hobbs, 2013). Gejala klinis yang tampak juga tergantung pada derajat keparahan luksasi.
Menurut Perez et al. (2014), tingkat keparahan luksasi dibagi menjadi empat, yaitu sebagai
berikut:

I - Biasanya sesekali ditemukan adanya temuan klinis pada pemeriksaan fisik

- Patella dapat diluksasi secara manual, tapi akan kembali ke trochlear groove secara cepat saat
tekanan manual dilepaskan

- Tidak ada krepitasi dan deformitas tulang


- Gejala klinis biasanya tidak tampak

II - Luksasi secara mendadak terjadi dengan gejala klinis tidak adanya rasa sakit serta
kepincangan yang disertai dengan gerakan melompat

- Deformitas ringan mulai terbentuk

- Dapat berkembang ke luksasi tingkat III karena terjadi erosi kartilago yang progresif pada
patella dan permukaan trochlea, dan/atau penyakit CCL dan terjadi rupture

III - Lebih sering ditemukan patella terluksasi tapi dapat direduksi secara manual

- Lebih banyak deformitas tulang yang berat, termasuk rotasi internal tibia dan bentuk
lengkungan S pada distal femur dan proximal tibia

- Trochlear groove yang dangkal dapat teraba ketika patella diluksasi

- Kepincangan yang berhubungan dengan derajat erosi kartilago dari permukaan artikular patella
dan puncak trochlear bagian medial dari femur

- Abnormalitas cara berjalan dengan cirri kaki biasanya setengah ditekuk, dengan posisi dirotasi
secara internal, namun lebih sering bilateral IV - Lukasi pada patella bersifat permanen

- Jika tidak diperbaiki dengan cepat, deformitas tulang dan ligamen akan berkembang, sehingga
menyebabkan operasi untuk penyembuhan lebih sulit

- Deformitas tulang yang parah: tibia berputar dari 60o ke 90o sehingga menyebabkan femoral
varus, proximal tibia varus, dan terjadi rotasi internal tibia

DIAGNOSIS

Diagnosa MPL berdasarkan pada pemeriksaan fisik. Penemuan pada pemeriksaan fisik
bermacam-macam dan tergantung pada keparahan luksasi. Pasien dengan tingkat I secara umum
tidak menunjukkan gejala kepincangan dan diagnosa dibuat berdasarkan penemuan pada
pemeriksaan fisik. Pasien dengan tingkat II menujukkan gejala terkadang melompat ketika
berjalan atau berlari. Kepincangan pada pasien tingkat III bermacam-macam mulai dari
melompat sesekali sampai kepincangan saat menahan berat. Pasien dengan tingkat IV akan
berjalan dengan seperempat bagian tubuh belakang turun ke bawah karena tidak mampu untuk
menahan sendi sepenuhnya. Patella mungkin mengalami hipoplasia dan berpindah secara medial
di dekar condilus femoralis (Fossum, et al., 2013). Menurut Perez et al. (2014), pemeriksaan fisik
diperlukan untuk mengkarakteristikkan tingkat luksasi dan mengetahui penyakit yang menyertai
CCL atau patologis lainnya yang dapat menyebabkan kepincangan kaki belakang. Pengamatan
cara berjalan dan berlari dilakukan untuk mengevaluasi kelainan atau deformitas tulang, serta
untuk menentukan derajat dan karakteristik kepincangan.

Hal tersebut merupakan faktor penting sebagai bahan catatan untuk membuat rencana
terapi. Tujuan pemeriksaan fisik yaitu untuk mengetahui hal-hal sebagai berikut:

Ketidakstabilan pada dua arah (lateral dan medial)

Lokasi patella

Kemampuan untuk mereduksi patella

Ada atau tidaknya krepitasi

Derajat deviasi tuberositas tibialis

Pemeriksaan fisik dilakukan dalam keadaan pasien dalam posisi berdiri. Sehingga
kesimetrisan antara kaki dan adanya kontraksi muskulus quadriceps femoris saat menahan beban
serta stabilitas patella dapat diperiksa dengan lebih mudah. Selain itu derajat efusi sendi yang
lebih sering terjadi pada penyakit CCL dapat lebih mudah diamati. Pada kasus sendi yang
mengalami inflamsi, mencari posisi patella akan menjadi lebih sulit sehingga dapat dilakukan
dengan cara mengikuti ligamentum patella dari perlekatannya pada tuberositas tibialis. Ketika
patella sudah diketahui lokasinya, selanjutnya patella diletakkan diantara ibu jari dan telunjuk
dalam satu tangan sedangkan tangan yang lainnya memegang tibia dan mengangkat kaki dari
lantai. Fleksi, ekstensi, rotasi internal dan eksternal dilakukan untuk menahan dan secara
bersamaan dilakukan penekanan secara manual secara lateral dan medial pada patella untuk
mengidentifikasi arah dan derajat luksasi.

Pemeriksaan radiografi dapat dilakukan untuk membantu mendokumentasikan luksasi


dan mengetahui derajat perubahan degeneratif pada sendi. Selain itu juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi abnormalitas skeletal pada kasus yang sudah parah. Jika tingkat luksasi rendah
dan abnormalitas skeletal ringan, cukup diambil gambaran radiografi orthogonal sendi. Tapi
pada kasus yang parah dimana terdapat deformitas skeletal, gambaran orthogonal femur dan tibia
(mulai dari pinggul sampai sendi tarsal), dan juga gambaran orthogonal sendi diperlukan untuk
mengkarakteristikkan deformitas dan dapat menilai kondisi sendi secara pasti (Gambar 4).
Alternatif lainnya dapat dilakukan computed tomography (CT) dengan rekontruksi 3D pada
skeletal untuk mengetahui deformitas.
Gambar 4. Gambaran radiografi medio-lateral sendi pada anjing yang mengalami MPL dimana
patella tereduksi di trochlea (kiri) (Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014)

Operasi Medial Patellar Luxation (MPL)

Persiapan Pre Operasi

a. Persiapan Alat

Sebelum dimulai operasi, alat-alat yang akan digunakan dipersiapkan terlebih dahulu.
Kemudian dilakukan sterilisasi terhadap alat-alat dengan menggunakan autoclave. Tujuan
sterilisasi ini yaitu untuk menghilangkan mikroba pada alat-alat operasi agar operasi dapat
berjalan secara aseptis.

b. Persiapan Hewan

Sebelum operasi, hewan dipuasakan untuk mengosongkan lambung selama 6-8 jam untuk
mencegah terjadinya muntah pada saat pemberian anestesi. Jika hewan sudah tenang, selanjutnya
diinjeksi campuran ketamin dan acepromazine secara intramuscular sebagai anestesi. Tujuan dari
pemberian anestesi yaitu agar hewan tidak merasa sakit pada saat dilakukan operasi. Ketamin
dapat diberikan secara sendiri namun memiliki efek yang tidak menyenangkan seperti tonus otot
dan gemetar walaupun memiliki efek analgesik yang baik. Penambahan acepromazine sebagai
kombinasi dengan ketamin dapat memberikan efek yang berbeda. Acepromazine mengurangi
dosis ketamin yang dibutuhkan untuk analgesik dan meningkatkan derajat serta durasi relaksasi
otot. Selain itu juga mencegah gerakan reflek pada kaki. Acepromazine akan menambah durasi
anestesi dan kesadaran (Baniadam, et al., 2006). Lalu dilakukan pemasangan infus menggunakan
cairan Ringer Lactat secara IV pada vena cephalica antibrachii.

Selanjutnya diinjeksi ceftriaxone (15 mg/kg BB) melalui intravena sebagai profilaksis.
Setelah itu dilakukan pencukuran rambut di sekitar area yang akan dioperasi. Kemudian hewan
dipindahkan ke meja operasi dan diposisikan rebah lateral sinister. Selanjutnya hewan diinjeksi
atropin 0,03 mg/kg BB secara subcutan sebagai antikolinergik. Menurut Hall, et al. (2000),
atropin menginhibisi transmisi impuls saraf kolinergik post ganglion menuju sel efektor tetapi
hambatannya tidak pada seluruh tubuh serta atropin memiliki efek yang rendah terhadap vesica
urinary dan usus dibanding jantung dan glandula saliva. Aksi utama obat ini yaitu pada detak
jantung yang biasanya akan meningkat karena inhibisi perifer dari cadiac vagus. Arterial blood
pressure (ABP) biasanya tidak berubah, namun jika sudah ditekan oleh aktivitas vagal melalui
refleks atau kerja obat (seperti halothane) maka akan meningkat seiring dengan diberikannya
atropin. Selain itu, atropin juga akan mengakibatkan relaksasi pada muskulus bronchial dan
sekresi bronchial akan berkurang.

Kemudian dilakukan pemasangan endotracheal tube dan disambungkan dengan selang


yang terhubung dengan mesin anestesi inhalasi yang berisi isoflurane. Menurut Hall, et al.
(2000), isoflurane biasa diberikan bersamaan dengan oksigen atau nitrous oxide atau campuran
oksigen dan karena ini merupakan anestesi yang kuat maka vaporizer yang dikalibrasi secara
akurat harus digunakan. Isoflurane memiliki aroma yang tajam namun hewan akan
menghirupnya tanpa menahan nafasnya atau terbatuk. Penekanan respirasi dan kardiovaskular
tergantung pada dosis. Penekanan tekanan darah arteri sama seperti pada penggunaan anestesi
halothane.

Selanjutnya dilakukan disinfeksi pada bidang insisi dengan menggunakan larutan alkohol
70 % dan iodine yang berfungsi sebagai antiseptik agar tidak terjadi kontaminasi bakteri. Lalu
dilakukan pemasangan kain drape dan difiksasi dengan menggunakan towel clamp untuk
menghindari kontak langsung dengan daerah yang tidak dioperasi.

c. Persiapan Operator dan Asisten Operator

Persiapan operator dan asisten meliputi sterilisasi diri dengan cara mencuci tangan
menggunakan sabun atau cairan antiseptik dan memakai peralatan yang akan digunakan untuk
operasi seperti baju operasi, cap, dan glove.

Operasi

Operasi MPL dimulai dengan melakuka insisi pada kulit sepanjang + 4 cm secara
craniolateral pada daerah patella dan diperpanjang 2 cm dibawah tuberositas tibialis
menggunakan blade dan dilanjutkan sampai lapisan subkutan. Kemudian diinsisi pada lateral
retinaculum dan kapsul sendi untuk membuka sendi. Selanjutnya dilakukan trochlear wedge
recession (sulcoplasty) dengan cara memotong kartilago artikular trochlea dan dibuat bentukan
seperti diamond dengan menggunakan gergaji. Pastikan lebar dari potongan atau insisi sesuai
dengan lebar patella tetapi tetap mempertahankan posisi trochlear ridges. Irisan osteochondral
dihilangkan dan recession pada trochlea diperdalam dengan cara menghilangkan tulang-tulang
pada satu atau kedua sisi femoral groove yang baru terbentuk. Kemudian irisan osteochondral
dikembalikan jika kedalaman cukup untuk menampung 50% dari tinggi patella (Gambar 5).
Gambar 5. Trochlear wedge recession (sulcoplasty) (Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)

Selanjutnya dilakukan pelepasan kapsul sendi medial dengan cara dibuat insisi
parapatellar medial melalui fascia medial dan kapsul sendi. Insisi dimulai pada ujung proximal
patella dan diperpanjang secara distal ke arah kepala tibia. Kemudian dilakukan transposisi
tuberositas tibialis dengan cara membuat insisi pada laeral parapatellar melalui fascialata dan
dilanjutkan secara distal ke arah tuberositas tibialis dibawah garis sendi. Lalu muskulus cranialis
tibialis dikuakkan dari tuberositas tibialis lateral dan tibial plateu sampai sejajar dengan tendon
extensor digital. Irisan diperdalam sampai ke permukaan bagian dalam dari tendon patella.
Dimulai pada posisi yang sejajar dengan patella, dibuat insisi pada medial parapatellar melalui
fascia dan dan secara distal melalui preiosteum dari tuberositas tibialis. Osteotom diletakkan
dibawah tendon patella 3-5 cm pada titik tuberositas tibialis caudal dan cranial. Osteotomi
dilanjutkan dari arah proksimal ke distal. Setelah itu tuberositas tibialis diangkat pada posisinya
dan stabilkan dengan satu atau dua kawat Kirschner yang diarahkan secara caudal dan sedikit
proksimal (Gambar 6). Kemudian stabilitas patella diperiksa dan tuberositas direlokasi jika
diperlukan. Benang monofilamen non absorbable 2.0 dimasukkan ke dalam lubang dan diatas
ujung pin dengan pola membentuk angka delapan dan benang dieratkan. Kemudian lakukan
imbrication lateral. Untuk jahitan imbrication, letakkan benang polyester melalui ligamen
femoral-fabellar dan fibrokartilago parapatellar lateral. Benang imbrication diletakkan melalui
kapsul sendi fibrosa dan tepi lateral tendon patella. Dengan posisi kaki sedikit fleksi, ikatkan
benang femoral-fabellar dan benang imbrication.
Gambar 6. Pemasangan kawat Kirschner pada tuberositas tibialis
(Sumber:Dokumentasi Pribadi, 2017)

Selanjutnya dilakukan penjahitan musculus menggunakan benang monofilamen


absorbable 3.0 dengan pola jahitan menerus sederhana. Dilanjutkan dengan lapisan subcutan
menggunakan benang monofilamen absorbable 3.0 dengan pola jahitan menerus sederhana.
Kemudian dilakukan penjahitan intradermal menggunakan benang monofilamen absorbable 3.0.
Setelah itu dilakukan penjahitan lapisan kulit menggunakan benang monofilamen absorbable3.0
dengan pola jahitan terputus sederhana. Menurut Fossum, et al. (2013), benang monofilamen
terbuat dari material untaian tunggal sehingga akan sedikit menarik jaringan dibandingkan
dengan benang multifilamen serta tidak memiliki celah yang memungkinkan tumbuhnya bakteri
atau cairan. Contoh benang monofilamen absorbable klasik yang yaitu polydioxanone dan
polyglyconate yang memiliki daya renggang yang kuat lebih dari benang multifilamen yang akan
diabsorbsi secara sempurna dalam 6 bulan. Poliglecaprone 25 dan glycomer 631 merupakan
monofilamen sintetik absorbable yang relatif baru. Benang ini bersifat lunak, tidak kaku, dan
penanganannya mudah. Benang ini memiliki kekuatan renggangan yang baik dan akan mulai
menurun pada minggu ke-2 sampai 3 diikuti dengan implantasi dan akan diabsorbsi secara
sempurna dalam 120 hari.

Gambar 7. Penjahitan lapisan subcutan dengan pola menerus sederhana (kiri) dan lapisan kulit
dengan pola terputus sederhana (kanan) (Sumber:Dokumentasi Pribadi, 2018)
Post Operasi

Obat-obatan yang diberikan pasca operasi MPL yaitu sebagai berikut:

a. Ringer Lactate

Menurut Davis et al. (2013), salah satu fungsi umum terapi cairan yaitu untuk membantu
pasien selama periode perianastesi. Keputusan untuk menggunakan cairan selama anestesi
maupun jenis dan volume yang digunakan tergantung pada beberapa faktor seperti signalement,
kondisi fisik, dan lama serta tipe prosedur operasi. Keuntungan penggunaan terapi cairan selama
perianestesi pada hewan sehat yaitu:

Mengoreksi kehilangan cairan yang berlangsung normal, mendukung fungsi cardiovascular


dan kemampuan menjaga volume cairan tubuh secara keseluruhan selama periode anestesi yang
lama

Melawan efek fisiologi negatif yang berhubungan dengan agen anestesi seperti hypotensi dan
vasodilatasi

Ringer Lactate (RL) mengandung air steril yang ditambahkan elektrolit, laktat atau asetat.
Ringer lactate tidak mengandung buffer ion bikarbonat tetapi dimetabolisme menjadi bikarbonat.
Berbagai jenis asetat lebih cepat di metabolisme menjadi bikarbonat. Waktu paruh untuk
distribusi dari plasma ke cairan interstitial sekitar 8 menit. Ringer lactate seharusnya tidak
diberikan kepada pasien yang mengalami masalah pada liver karena mengandung laktat da
dimetabolisme di liver bersama dengan pembentukan bikarbonat. Selain itu, RL juga
mengandung kalsium yang mampu berikatan dengan antikoagulan selama transfusi darah yang
dapat menyebabkan pembekuan darah (Brandel, 2015).

b. Ceftriaxone

Ceftriaxone merupakan generasi ketiga dari cephalosporins. Seperti cephalosporins


lainnya, ceftriaxone membunuh bakteri dengan cara mengganggu sintesis dinding sel bakteri.
Ceftriaxone memiliki aktivitas intrinsik yang tinggi dan stabilitas yang baik untuk menghidrolisis
oleh β- laktamase. Antibiotik ini aman dan memiliki toleransi yang baik untuk digunakan pada
neonatus. Ceftriaxone merupakan antibiotik spektrum luas yang aktif melawan patogen aerobik
dan anaerobik gram positif maupun negatif, serta meningkatkan stabilitas β-laktamase.
Ceftriaxone didistribusikan secara luas di cairan cerebrospinal, empedu, sekresi bronkial,
jaringan paru- paru, dan telinga bagian tengah. Ceftriaxone dieliminasi melalui biliary (40%) dan
mekanisme renal (Pacifici and Marchini, 2017).
c. Ketamin dan Acepromazine

Ketamin merupakan anestesi disosiatif yang telah digunakan untuk beberapa tahun yang
lalu dalam kedokteran hewan. Obat ini blood-brain barrier dengan cepat ketika diberikan secara
intravena. Ketamin akan berikatan secara reversible dengan reseptor NMDA sebagai antagonis.
Ketamin lebih berperan dalam menangani rasa sakit pada sistem somatik dibandingkan visceral.
Ketamin menimbulkan efek pada kardiovaskular yang menyerupai stimulasi sistem saraf
simpatik dengan meningkatkan detak jantung dan tekanan darah, cardiac output, dan kebutuhan
oksigen jantung. Ketamin sebaiknya dihindarkan dari pasien yang takikardi, hipersensitif,
stenosis subaortik, hipertropi kardiomiopati, atau deplesi simpatis (Fossum, et al., 2013).

Acepromazine merupakan tranquilizer yang umum digunakan pada kedokteran hewan.


Obat ini dapat menimbulkan efek sedasi dengan dosis kecil, namun memiliki efeknya tidak
terlalu maksimal pada hewan tua, sakit atau trauma. Penggunaan acipromazine sebagai
premedikasi dan untuk mempertahankan anestesi inhalasi (seperti isoflurane dan sevoflurane).
Acepromazine memiliki efek pada kardiovaskular yang menyebabkan vasodilatasi perifer dan
secara bersamaan mengurangi volume aliran dan cardiac output. Karena acepromazine
dimetabolisme di liver dan diekskresi di ginjal, sehingga perlu diperhatikan penggunaannya pada
pasien dengan disfungsi hepar dan limpa (Fossum, et al., 2013).

d. Tramadol

Tramadol merupakan obat analgesik yang bekerja secara sentral, bersifat agonis opioid
(memiliki sifat seperti opium/morfin), dapat diberikan peroral, parenteral, intravena,
intramuscular. Dalam beberapa penelitian menunjukkan efek samping yang ditimbulkan oleh
karena pemberian tramadol secara intravena diantaranya adalah mual, muntah, pusing, gatal,
sesak nafas, mulut kering, dan berkeringat. Selain itu tramadol menunjukkan penggunaannya
lebih aman bila dibandingkan dengan obat analgesik jenis morfin yang lain. Tramadol
mempunyai 2 mekanisme yang berbeda pada manajemen nyeri yang keduanya bekerja secara
sinergis yaitu agonis opioid yang lemah dan penghambat pengambilan kembali monoamine
neurotransmitter (Indra, 2013).

e. Amoxicillin dan Asam Klavulanat

Amoxicillin mengikat protein penicillin yang melibatkan sintesis dinding sel bakteri
sehingga mengurangi kekuatan dinding sel yang mempengaruhi pembelahan sel, pertumbuhan
dan formasi septum. Tambahan inhibitor beta laktamase klavulanat akan meningkatkan spektrum
antibakteri melawan organisme yang memproduksi beta lakatamase seperti Staphylococcus sp.
Antibiotik ini aktif melawan organisme aerobik gram positif dan negatif serta beberapa obligat
anaerob. Bakteri yang memproduksi penicillinase seperti Eschericia coli dan Staphylococcus sp.
mungkin dapat dilawan, namun sult untuk organisme gram negatif seperti Pseudomonas
aeruginosa dan Klebsiella sp. karena sering resisten (Ramsey, 2007).
Menurut Esen (2017), asam klavulanat merupakan inhibitor beta laktamase yang
memiliki efek bakterisidal yang kuat ketika dikombinasikan bersama dengan amoxicillin.
Sirkulasi sistemik dari amoxicillin/asam klavulanat menunjukkan penyebaran yang bagus dan
konsentrasi antibakteri mencapai tulang, telinga bagian tengah, peritoneum, dan cairan sinovial.

f. Firocoxib

Firocoxib merupakan generasi baru non-steroidal anti-inflamatory drug (NSAID) yang


sangat spesifik pada COX-2 (cyclo-oxygenase 2 isoenzyme) untuk anjing. Firocoxib memiliki
waktu paruh 7,59 jam dan bioavailabilitas oral 36,9%. Kegunaan dari firocoxib yang merupakan
selktif inhibitor COX-2 dapat mengurangi rasa sakit yang akut saat sinovitis dan menunjukkan
perubahan yang signifikan dalam menahan beban pada dosis > 5 mg/kg BB. Efek ini lebih baik
dibandingkan dengan carprofen yang hampir sama dengan vedaprofen (Joubert, 2009).

Pemberian firocoxib (5mg/kg-1) pada anjing secara peroral dapat diabsorbsi dengan baik
dan dieliminasi melalui metabolisme hepar dan ekskresi fekal. Firocoxib memiliki waktu parauh
yang lebih lama dibandingkan dengan NSAID lainnya seperti phenylbutazone dan flunixin
meglumine. Namun firocoxib memiliki efek embryotoxic dan foetotoxic. Oleh karena itu tidak
boleh diberikan pada anjing bunting atau laktasi (Kim and Giorgi, 2013).
DAFTAR PUSTAKA

Baniadam, A., F. S. Afshar, and M. R. B. Balani. 2006. Cardiopulmonaru Effects of


Acepromazine-Ketamine Administration in the Sheep. Bull Vet Inst Pulawy Vol.
51: 93-96.

Brandel, Robert L. 2015. Ringer’s Lactate vs. Normal Saline in the Pre-Hospital Protocols.
Isotonic, Hypertonic, Hypotonic Fluids, When, Why, and Where are They
Primarily Used?. 7-8.

Davis, H., T. Jensen, A. Johnson, P. Knowles, R. Meyer, R. Rucinsky, and H. Shafford.


2013.2013 AAHA/AAFP Fluid Therapy Guidelines for Dogs and Cats. American
Animal Hospital Association. 6

Esen, Alparslan. 2017. The Effects of Amoxicillin With or Without Clavulanic Acid on the
Postoperative Complaints After Third Molar Surgery: A Retrospective Chart
Analysis. J Istanbul Univ Fac Dent Vol. 51(2): 1-6.

Fossum T. W., C. W. Dewey, C. V. Horn, A. L. Johnson, C. M. MacPhail, M. G. Radlinsky, K.


S. Schulz, and M. D. Willard. 2013. Small Animal Surgery Fourth Edition. Elsevier
Ins., Canada. 67, 137, 139. Hall, L.W., K. W. Clarke, and C. M. Trim. 2000.
Veterinary Anesthesia. W. B. Saunders, England. 406-407. Indra, Imai. 2013.
Farmakologi Tramadol. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala 13(1): 50-54.

Joubert, K. E. 2009. The Effects of Firocoxib (PrevicoxTM) in Geriatric Dogs Over a Period of
90 Days. JI S. Afr. Vet. Ass Vol. 80(3): 179-184. Kim, Tae Won and Giorgi, M.
2013. A Brief Overview of the Coxib Drugs in the Veterinary Field. American
Journal of Animal and Veterinary Sciences Vol. 8(2): 89-97.

Pacifici, G. M. And Marchini, G. 2017. Clinical Pharmacology of Ceftriaxone in Neonates and


Infants: Effects and Pharmacokinetics. Int J Pediatr Vol. 5(9): 5751-5777). Perez,
P., W. Tails, and P. Lafuente. 2014. Management of Medial Patellar Luxation in
Dogs: What You Need to Know. Veterinary Ireland Journal 4 (12): 634-640.

Ramsey, Ian. 2007. BSAVA Small Animal Formulary 6th Edition. British SmallAnimal
Veterinary Association, Gloucester. 19-20.

Riggs, J. and S. J. L. Hobbs. 2013. Case Report Surgical Correction of Patellar Luxation in a
Rabbit. Case Reports in Veterinary Medicine 1-5.

Anda mungkin juga menyukai