Disusun oleh:
Arindina Mahendra, SKH B94184207
Dibimbing oleh:
Dr. Drh. Chusnul Choliq, MS, MM
Status present
Keadaan Umum
Perawatan : Baik
Habitus/tingkah laku : Tulang punggung lurus/tenang
Gizi : Baik
Pertumbuhan badan : Baik
Sikap berdiri : Tegak pada keempat kaki
Suhu tubuh : 39.2°C
Frekuensi nadi : 117 kali/menit
Frekuensi nafas : 42 kali/menit
Adaptasi Lingkungan
Kepala dan Leher
Inspeksi
- Ekspresi wajah : Waspada
- Pertulangan kepala : Tegas, simetris, konformasi jelas, tidak ada penonjolan
- Posisi tegak telinga : Tegak keduanya
- Posisi kepala : Lebih tinggi dari tulang punggung
Palpasi
- Turgor kulit : < 3 detik
- Kondisi kulit : Terdapat lesio bintik hitam pada hidung dan telinga,
serta ada keropeng pada tepi telinga
Hidung dan sinus-sinus : Terdapat lesio berbintik hitam di kulit hidung, gema
perkusi nyaring, aliran udara bebas
Telinga
- Posisi : Tegak keduanya
- Bau : Bau khas cerumen
- Permukaan daun telinga : Terdapat keropeng pada ujung telinga
- Krepitasi : Tidak ada
- Refleks panggilan : Ada
Leher
- Perototan : Simetris kiri dan kanan, tidak ada kebengkakan
- Trakea : Tidak ada refleks batuk, cincin trakea tidak ada
kelainan
- Esofagus : Tidak teraba, tidak ada isi
- Ln. Retropharyngealis/Ln. : Tidak ada perlekatan, lobulasi jelas, suhu sama dengan
Mandibularis daerah sekitarnya, tidak ada pembengkakan, konsistensi
kenyal
Palpasi
- Penekanan rongga thoraks : Tidak ada rasa sakit
- Palpasi intercostal : Tidak ada rasa sakit
Perkusi
- Lapangan paru-paru : Tidak ada perluasan/pembesaran
- Gema perkusi : Nyaring
Auskultasi
- Suara pernapasan : Lama inspirasi dan ekspirasi sama
- Suara ikutan antara in- dan : Tidak ada
ekspirasi
Perkusi
- Lapangan jantung : Tidak ada perluasan/pembesaran/kelainan
Auskultasi
- Frekuensi : 175 kali/menit
- Intensitas : Kuat
- Ritme : Teratur
- Suara sistolik dan diastolik : Jelas
- Ekstrasistolik : Tidak ada
- Lapangan jantung : Tidak ada pembesaran
- Sinkron pulsus dan jantung : Tidak sinkron
Auskultasi
- Peristaltik usus : Tidak terdengar
Alat gerak
- Perototan kaki depan : Tidak ada rasa sakit, simetris kiri dan kanan
- Perototan kaki belakang : Tidak ada rasa sakit, simetris kiri dan kanan
- Spasmus otot : Tidak ada
- Tremor : Tidak ada
- Sudut persendian : Tidak ada kelainan
- Cara bergerak – berjalan : Koordinatif
- Cara bergerak – berlari : Koordinatif
Palpasi
Struktur pertulangan
- Kaki kiri depan : Konformasi tegas, tidak ada kelainan
- Kaki kanan depan : Konformasi tegas, tidak ada kelainan
- Kaki kiri belakang : Konformasi tegas, tidak ada kelainan
- Kaki kanan belakang : Konformasi tegas, tidak ada kelainan
- Konsistensi pertulangan : Tegas, keras
- Reaksi saat palpasi : Tidak ada rasa sakit
- Letak reaksi sakit : Tidak ada rasa sakit
- Panjang kaki depan ka/ki : Sama panjang kaki depan kanan dan kiri
- Panjang kaki belakang ka/ki : Sama panjang kaki belakang kanan dan kiri
Lymphonodus popliteus
- Ukuran : Tidak ada pembesaran
- Konsistensi : Kenyal
- Lobulasi : Jelas
- Perlekatan/pertautan : Tidak ada perlekatan
- Suhu : Sama dengan suhu daerah sekitar
Kestabilan pelvis
- Konformasi : Tegas
- Kesimterisan : Simetris
- Tuber ischii : Teraba
- Tuber coxae : Teraba
- Identifikasi kondisi : Rambut kusam, rontok di bagian kaki depan dan kaki
dermatologi ekstrimitas belakang
bawah
HASIL PEMBAHASAN
Pemeriksaan Umum
Kucing bernama Putih ini dibawa ke RSHP dengan adaptasi lingkungan yang buruk
yang berarti bahwa kucing ini stress. Respon stress dari Putih adalah dengan bergerak aktif
dan mencari tempat untuk bersembunyi. Suhu Putih saat pertama kali datang ke RSHP adalah
39.2°C yang termasuk dalam jangka suhu normal yaitu 38.0-39.5°C (Redondo et al 2012),
walaupun pada anak kucing, suhu normalnya bisa lebih tinggi dari suhu normal kucing
dewasa. Kemudian kucing yang berusia 6 bulan ini memiliki berat 1.48 kg, yang
menunjukkan bahwa pertumbuhan tubuh dan gizi dari kucing ini baik, dan tidak terlalu
berlebihan.
Frekuensi napas si Putih adalah 42x/menit dengan ritme yang kurang beraturan dan
intensitas yang dalam. Frekuensi napas si Putih termasuk normal yaitu 20-60x/menit (Ford
dan Mezzaferro 2012), namun karena Putih sedang mengalami stress pada saat itu, maka
ritme pernapasannya kurang teratur. Frekuensi nadi si Putih adalah 117x/menit, yang mana
nilai normal frekuensi nadi kucing adalah 110-130x/menit. Pemeriksaan dan perhitungan
pulsus nadi pada kucing dapat dilakukan pada a. femoralis (Widodo et al 2012). Sedangkan
frekuensi jantung kucing ini adalah 175x/menit yang masih termasuk dalam nilai normalnya
yaitu 90-200x/menit (Shenck 2010).
Pemeriksaan pada rongga mulut memperlihatkan gusi yang sedikit kemerahan, namun
bau mulut Putih masih belum ada kelainan. Hal tersebut bisa menjadi salah satu gejala awal
dari ginggivitis pada kucing (Davis 2007). Ginggivitis pada kucing dapat terjadi akibat
infeksi bakteri maupun virus, namun karena gejala ginggivitis ini masih belum parah, maka
penyebabnya juga masih belum dapat diidentifikasi. Terdapat lesio bintik hitam pada telinga
kiri dan kanannya, serta pada hidungnya. Lesio yang terlihat pada telinga juga disertai
keropeng pada tepi telinganya. Bentuk lesio ini memiliki kemiripan dengan lesio penyakit
kulit seperti scabies, atau ringworm. Berdasarkan sejarah penyakitnya yaitu induknya
menderita ringworm dan Putih sempat menjalankan pengobatan ringworm, kemungkinan
besar lesio ini disebabkan oleh ringworm. Penyebab lesio tersebut akan dapat diidentifikasi
menggunakan diagnosa penunjang contohnya dengan wood lamp.
A B
Gambar 1 (A) Lesio pada kulit telinga; (B) Lesio pada kulit hidung
A B
Gambar 2 menunjukkan adanya hasil positif infeksi ringworm pada hidung (A) dan
telinga (B) si Putih. Pada umumnya, lesio yang ditimbulkan oleh infeksi jamur akan
berbentuk bulat, berwarna merah, dan memiliki batasan keropeng (Ward 2010). Menurut
Sirois (2013), spesies jamur yang umum ditemukan pada kucing adalah Microsporum canis,
M. distortum, M. gypseum, dan Trichophyton rubrum. Infeksi jamur akan mudah ditemukan
pada anak kucing. Pada umumnya, lesio yang ditemukan pada anak kucing adalah di sekitar
muka, telinga, dan ekstremitas bagian bawah (Colville dan Berryhill 2007).
Pemeriksaan infeksi dengan lampu Wood memang kurang spesifik, karena masih sulit
untuk menentukan spesies jamur yang menginfeksi hewannya. Pemeriksaan natif dari
kerokan kulit di bawah mikroskop mungkin dapat membantu mengidentifikasi spesiesnya,
namun sulit untuk menemukannya. Uji yang paling dianjurkan untuk mengetahui spesies
jamurnya adalah dengan membiakkan jamurnya pada media. Uji tersebut dilakukan dengan
menggunakan kerokan kulit dan rontokan rambut yang ditanamkan pada sebuah media. Hasil
positif akan menunjukkan adanya pertumbuhan spora pada beberapa minggu hingga beberapa
bulan (Ward 2010). Uji ini memang uji yang paling baik untuk mengetahui spesies jamur
yang menginfeksi si Putih, namun karena uji ini memakan waktu yang lama, maka
penggunaan uji lampu Wood merupakan pilihan utama untuk digunakan.
Terapi
Pengobatan penyakit dermatofitosis atau infeksi jamur umumnya akan menggunakan
waktu beberapa bulan. Pengobatan ini juga dilakukan untuk mencegah adanya infeksi jamur
kepada hewan lain di sekitar, dan juga kepada manusia/pemiliknya. Obat yang diberikan pada
penyakit dermatofitosis dapat berupa topikal maupun oral. Pengobatan topikal merupakan
pengobatan yang paling sering digunakan khususnya untuk infeksi lokal yang belum
menyebar. Pengobatan topikal dapat berupa sampo anti fungi dan juga salep (Ward 2010).
Salep yang dapat digunakan untuk kasus ini adalah salep Ketoconazole. Salep ini dapat
diaplikasikan pada hidung dan telinga si Putih. Kemudian, si Putih juga harus dimandikan
dengan sampo anti fungi dua kali dalam satu minggu. Pengobatan tambahan berupa vitamin E
yang diberikan secara per oral juga dapat dilakukan untuk mencegah adanya kerontokan
rambut pada si Putih. Selain terapi pada hewannya, pencegahan infeksi jamur kepada hewan
dan manusia di sekitarnya juga perlu dilakukan, yaitu dengan mengisolasikan si Putih dengan
kucing lainnya, serta membersihkan kandang dan sekitarnya termasuk menyapu rontokan
rambut dan luka keropeng dari si Putih.
SIMPULAN
Pemeriksaan umum dan diagnosa lanjutan yang dilakukan pada si Putih menunjukkan
bahwa si Putih terinfeksi jamur. Infeksi jamur pada Putih masih belum menyebar, dan hanya
pada hidung dan telinga, sehingga pengobatan yang dapat dilakukan adalah secara topikal.
Penggunaan salep Ketoconazole dan sampo anti fungi dapat diberikan selama minimal satu
bulan. Kemudian vitamin E dapat juga diberikan untuk mencegah kerontokan dan pemulihan
rambut si Putih.
DAFTAR PUSTAKA
Colville JL, Berryhill DL. 2007. Handbook of Zoonoses E-Book: Identificaton and
Prevention. Missouri (US): Mosby Elsevier.
Davis KL. 2007. The Everything Cat Book. Massachusets (US): F+W Publications.
Ford RB, Mazzaferro EM. 2012. Kirk & Bistner’s Handbook of Veterinary Procedures and
Emergency Treatment. Missouri (US): Saunders Elsevier.
Redondo JI, Suesta P, Gil L, Soler G, Serra I, Soler C. 2012. Retrospective study of the
prevalence of post anaesthetic hypothermia in cats. Veterinary Record. 170: 206.
Schenck PA. 2010. Saunders Comprehensive Review of the NAVLE. Missouri (US): Saunders
Elsevier.
Sirois M. 2013. Elsevier’s Veterinary Assisting Textbook. Missouri (US): Mosby Elsevier.
Suraprasit P, Bunyaratvej S, Pattanaprichakul P, Kobwanthanakun W, Prasertworonun N,
Leeyaphan C. 2016. Wood’s lamp examination: Evaluation of basic knowledge in
general physiscians. Siriraj Medical Journal. 68: 79-83.
Ward E. 2010. Ringworm in cats. [Internet]. Tersedia pada: https://vcahospitals.com/know-
your-pet/ringworm-in-cats. [23 Maret 2019].
Widodo S, Sajuthi D, Choliq C, Wijaya A, Wulansari R, Lelana RPA. 2012. Diagnostik
Klinik Hewan Kecil. Cetakan ke-dua. Bogor (ID): IPB Press.