Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KEGIATAN PPDH

ROTASI KLINIK
yang dilaksanakan di
PRAKTEK DOKTER HEWAN BERSAMA (PDHB)
DRH. CUCU K. SAJUTHI JAKARTA UTARA

KASUS INTERNA II
“HYPERTHYROID PADA KUCING”

Oleh:
ADE MAHENDRA, Skh
180130100111045

PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
KASUS INTERNA 2
Hyperthyroid pada kucing

A. SIGNALEMEN
Nama : Tricia
Ras/Breed : kucing/domestik
Warna Rambut : tri color
Berat Badan : 1,8 kg
Suhu : 38,60C
Sex : Betina
Usia : 10 Tahun

D. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan Umum
Perawatan : Kurang Baik
Habitus/Tingkah laku : Aktif
Gizi : Kurang Baik
Pertumbuhan Badan : Kurang Baik
Sikap berdiri : Mampu berdiri tegak dengan empat
kaki
Suhu tubuh : 38 oC
Frekuensi nadi : 230x/ menit
Frekuensi napas : 48x/menit
Capillary Refill Time (CRT) : > 2 detik

2. Kulit dan Rambut


Aspek rambut : Kusam
Kerontokan : terdapat kerontokan
Kebotakan : Tidak ada kebotakan
Turgor kulit : > 2detik
Permukaan kulit : Pigmentasi normal
Bau Kulit : Bau khas kulit
3. Kepala dan Leher
a. Inspeksi
Ekspresi wajah : Tidak responsif
Pertulangan wajah : Simetris
Posisi tegak telinga : Terkulai ke samping keduanya
Posisi kepala : Tegak diatas bahu
Mata dan Orbita Kiri
Palpebrae : Membuka dan menutup sempurna
Cilia : Melengkung keluar
Konjunctiva : pucat, basah dan tidak ada kerusakan
Membran nictitans : Tidak terlihat
Mata dan Orbita Kanan
Palpebrae : Membuka dan menutup sempurna
Cilia : Melengkung keluar
Konjunctiva : pucat, basah, tidak ada kerusakan
Membran nictitans : Tidak terlihat
Bola Mata Kiri
Sclera : Putih
Kornea : Bening, basah, rata
Iris : Kuning, tidak ada kelainan
Limbus : Rata, tidak ada kelainan
Refleks pupil : Ada reflek
Lensa Bening
:
Vasa Injectio : Tidak ada

Bola Mata Kanan


Sklera : Putih
Kornea : Bening, basah, rata
Iris : Kuning, tidak ada kelainan
Limbus : Rata
Refleks pupil : Ada, pupil dapat membesar dan mengecil

Lensa Bening
:
Vasa Injectio : Tidak ada
Hidung dan Sinus
Bentuk pertulangan : Simetris
Aliran udara : Aliran udara lancar pada kedua kavum nasal.
Cermin hidung : Basah, bersih dan licin
Mulut dan Rongga Mulut
Defek bibir : Tidak terdapat perubahan.
Mukosa : Pucat
Lidah : Pucat
Gigi geligi : Tidak terdapat gigi
Telinga
Posisi : Berdiri keduanya
Bau : Bau khas serumen
Permukaan daun telinga : Telinga kotor pucat, tidak ada kelainan
Krepitasi : Tidak ada
Reflek panggilan : Ada
Leher
Perototan : Kompak
Trakea : Teraba, tidak ada refleks batuk saat di palpasi
dan adanya pembedaran thyroid
Esofagus : Teraba dan kosong
Kelenjar Pertahanan
Ln.Mandibularis : Teraba
Lobulasi Jelas
:
Konsistensi Kenyal
Kesimetrisan : Simetris, tidak ada pembengkakan
:
Ln. Retropharingeal : Tidak teraba
Ln.Axilaris : Tidak teraba
Ln.Prefemoralis : Tidak teraba
Ln.Popliteus : Teraba
Lobulasi Jelas
:
Konsistensi Kenyal
Kesimetrisan : Simetris tidak ada pembengkakan
:
4. Thoraks
a. Sistem Pernafasan
Inspeksi
Bentuk rongga thoraks : Simetris
Tipe pernapasan : Costalis
Ritme pernapasan : Ritmis/ teratur
Intensitas : Sedang
Frekuensi : 48x/menit
Trakea : Teraba, terdapat pembesaran kelenjar
thyroid
Refleks batuk : Tidak ada
Palpasi
Penekanan rongga thoraks : Tidak ada reaksi kesakitan
Penekanan M. intercostalis : Tidak ada reaksi kesakitan
Perkusi
Lapangan Paru-Paru Tidak ada perluasan
:
Nyaring

Auskultasi
Suara pernapasan : Tidak ada kelainan
Suara ikutan : Tidak terdengar
b. Sistem Peredaran Darah
Inspeksi
Ictus cordis : Tidak ada
Auskultasi
Frekuensi : 230x/menit
Intensitas : Cepat
Ritme : Aritmis
Suara ikutan Tidak ada
:
Sinkron Pulsus dan Sinkron
:
Jantung
5. Abdomen dan Organ Pencernaan
Inspeksi
Ukuran rongga abdomen : Tidak terdapat perbesaran abdomen
Bentuk rongga abdomen : Simetris
Palpasi
Epigastrikus : Tidak ada reaksi kesakitan
Mesogastrikus : Tidak ada reaksi kesakitan.
Hipogastrikus : Tidak ada reaksi kesakitan
Auskultasi
Suara peristaltik usus : Terdengar
Suara borboritmis : Tidak terdengar
Anus
Daerah sekitar anus : Bersih
Refleks sphincter ani : Terdapat refleks mengkerut
Kebersihan perianal : Bersih
6. Sistem Urogenital
Ginjal : Teraba saat dilakukan palpasi, terletak
di epigastrikum dan tidak ada reaksi
kesakitan saat dipalpasi.
Vesica Urinaria : Teraba berisi urin, terletak didaerah
hipogastrikum dan tidak ada reaksi
kesakitan saat dipalpasi.
Alat Kelamin Betina
Mukosa Vulva : Rose, basah dan licin
Kelenjar mamae
Besar : Tidak ada perubahan atau pembesaran
Letak Ventral thorax-abdomen
:
7. Sistem Saraf
Tengkorak : Pertulangan tegas
Collumna vertebralis Tidak ada reaksi kesakitan pada saat
:
palpasi.
Gangguan kesadaran : Tidak ada gangguan
8. Alat Gerak
Inspeksi
Perototan kaki depan : Simetris
Perototan kaki belakang : Simetris
Spasmus otot : Tidak ada
Tremor : Tidak ada
Cara berjalan : Koordinatif
Bentuk pertulangan : Tidak ada penonjolan
Tuber coxee dan tuber ischii : Simetris

Palpasi Struktur Pertulangan


Kaki kanan depan : Tegas dan kompak
Kaki kanan belakang : Tegas dan kompak
Kaki kiri depan : Tegas dan kompak
Kaki kiri belakang : Tegas dan kompak
Konsistensi pertulangan : Keras
Reaksi saat palpasi : Tidak ada reaksi kesakitan
Panjang kaki depan ka/ki : Sama panjang, simetris
Panjang kaki belakang ka/ki : Sama panjang, simetris
Reaksi saat palpasi otot : Tidak ada rasa sakit

I. Sinyalemen dan Anamnesa


kucing domestik bernama Tricia yang berjenis kelamin betina, berumur diatas 10 tahun
dengan berat badan 1,8 Kg datang ke klinik dengan anamnesa, lemas, pucat, trugor sedang,
diare, nafsu Makan dan minum tinggi.
II. Temuan Klinis
Hasil pemeriksaan fisik diketahui bahwa kucing Tricia tampak lemah, pucat dan
dehidrasi. Pasien nafsu makan (polyphagia) dan banyak minum (polidipsia), dan sering buang
air pipis (poliuria), dan terlihat badan kurus, mengalami diare, Saat pemeriksaan suhu tubuh
didapat suhu tubuhnya 38 ºC dengan frekuensi nafas 48 kali/menit dan frekuensi nadi 230
kali/menit. Saat dilakukan pemeriksaan pada bagian kepala leher dengan cara palpasi
didapatkan ada pembesaran kelenjar tiroid.

III. Differential Diagnosis


 Diabates Militus
 Chronic Kidney Disease
 hyperthyroid
IV. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan hematologi dan kimia darah
KISARAN
HASIL
PEMERIKSAAN SATUAN NORMAL
KUCING
4/12/2018 28/12/2018
Hematologi :
Sel Darah Putih (WBC) 23,9 20,4 10^3/uL 6.0 – 17.0
Sel Darah Merah 8,56 8,52 10^6/uL 5.5 – 8.5
(RBC)
Hemoglobin (HB) 13,1 12,7 g/dL 12.0 – 18.0
Hematokrit (HCT) 40 37,6 % 37.0 – 55.0
MCV 46,7 44,1 fL 60.0 – 77.0
MCH 15,3 14,9 Pg 19.5 – 24.5
MCHC 32,8 33,8 g/dL 32.0 – 36.0
Trombosit (PLT) 127 142 10^3/uL 200 – 500
Limfosit 17,3 6,2 % 12.0 – 30.0
Monosit 2,4 1,7 % 3.0 – 10.0
Eosinofil 12,9 9 % 2.0 – 10.0
Granulosit 67,4 83,1 % 60.0 – 80.0
Limfosit 4,1 1,3 10^3/uL 1.0 – 4.8
Monosit 0,6 0,4 10^3/uL 0.15 – 1.35
Eosinofil 3,1 1,8 10^3/uL 0.01 – 1.25
Granulosit 16,1 16,9 10^3/uL 3.5 – 14.0
RDW 16,3 15 % 12.0 – 16.0
Procalcitonin (PCT) 0,13 0,14 % 0.0 – 2.9
Mean Platelet Volume 10,3 9,9 fL 6.7 – 11.0
(MPV)
Platelet Distribution 11,8 11,1 % 0.0 – 50.0
Width (PDW)
Kimia Darah :
AST/SGOT - 153 U/L 8.9 – 48.5
ALT/SGPT 213 173 U/L 8.2 – 57.3
Blood Urea Nitrogen 73,2 87 mg/dL 10 – 20
(BUN)
Kreatinin 1 1 mg/dL 1–2
Total Protein 10 9,7 g/dL 5.4 – 7.5
Albumin 3,6 3,5 g/dL 2.6 - 4.0
Globulin 6,4 6,2 g/dL 2.7 – 4.4
Ratio A/G 0,56 0,56 0.6 – 1.1

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada kasus ini antara lain pemeriksaan
laboratorium untuk hematologi, kimia darah,tes kit FIV/Felv dan ultrasonografi (USG).
Hasil pemeriksaan hematologi menunjukkan adanya peningkatan jumlah leukosit yaitu 23,9
x10^3 /µl. Peningkatan jumlah sel darah putih (leukositosis) merefleksikan adanya respon
terhadap inflamasi ataupun infeksi di dalam sistem atau organ. Selain itu, leukositosis terjadi
biasanya sebagai akibat dari adanya peningkatan jumlah neutrofil yang bersikulasi. Hal ini
terlihat dari jumlah granulosit yang meningkat yaitu 16,1x10^3/ µl (Cowell, 2004).
Pada pemeriksaan kimia darah menunjukkan terjadi peningkatan pada nilai Aspartat
Aminotransferase (AST) dan Alanin Transaminase (ALT) yaitu 153 U/L dan 173 U/L.
Enzim ALT merupakan enzim yang spesifik terdapat dalam sitoplasma hepatosit sedangkan
enzim AST terdapat dalam sitosol dan mitokondria pada hepar dan muskulus (Salasia dan
Hariono, 2010). Peningkatan AST dapat disebabkan oleh kerusakan otot skeletal, kerusakan
otot jantung dan penyakit pada hepar. Peningkatan ALT dapat disebabkan oleh hepatic
lipidosis, hepatitis, toksin bakteri, neoplasia, hipoksia berat, hyperadenocortism, obat, dan
bahan kimia yang bersifat hepatotoksik (Thrall et al., 2004). Peningkatan nilai AST dan ALT
pada kasus kucing Tricia ini kemungkinan disebabkan oleh adanya gangguan pada
hormonal.
Blood Urea Nitrogen (BUN) merupakan produk akhir nitrogen dari metabolisme
protein yang normalnya dieksresikan dalam urin (Price and Wilson, 2006). Peningkatan
kadar BUN terjadi akibat adanya dehidrasi, penurunan perfusi ginjal, gagal jantung,
peningkatan konsumsi protein dan keadaan katabolik (seperti demam, trauma, pendarahan
gastrointestinal). (Rosner and Bolton, 2006).
Peningkatan BUN yang signifikan pada kasus kucing Tricia yaitu 87 mg/dL ini
kemungkinan disebabkan oleh dehidrasi yang terlihat dari temuan klinis trugor dan mukosa
pucat dan sering minum. Untuk mengevaluasi fungsi ginjal dan hepar dilakukan penunjang
yaitu USG, dengan hasil tidak ada kelainan dari organ ginjal dan ukuran dari ginjal normal
terlihat pada gambar 2.1 dengan pajang 3,29 cm dan ukuran ginjal pada kucing normal
berkisar antara 3,2 - 4,2cm (Widmer e colt, J Am Vet Med Assoc 2004).

b. Pemeriksaan USG
Gambar 3.1 USG pada liver kucing Tricia

Evalasi dilakukan kembali terkait temuan klinis yang didapat yaitu pada saat melakukan
palpasi bagian thorax adanya pembesaran kelenjar tiroid dilakukan pengujaian T4 dalam
darah yang dipadat adanya peningkatan yang siknifikan yaitu lebi dari 5,5 ug/dL dengan
nilai normal pada kucing antara 2,0-5,5 dL.
Kelenjar tiroid mensekresikan thyroxine T4 atau tetraiodothyronine dan triiodothyronine
T3 dibawah stimulasi TSH ( Thyroid stimulating hormon).

A. Pembahasan Hipertiroid

2.1 Definisi
Hipertiroid adalah suatu keadaan dimana didapatkan kelebihan hormon tiroid bebas dalam
sirkulasi darah.1 Penyebab tersering hipertiroid adalah penyakit Grave’s. Ini adalah suatu penyakit
autoimun di mana tubuh tidak tepat dalam menghasilkan long-lasting thyroid stimulator (LATS),
suatu antibody yang sasarannya adalah reseptor TSH di sel tiroid.2
Perlu dibedakan antara pengertian tirotoksikosis dengan hipertiroidisme. Tirotoksikosis
adalah manifestasi klinis kelebihan hormone tiroid yang beredar dalam sirkulasi. Hipertiroidisme
adalah tirotoksikosis yang disebabkan oleh kelenjar tiroid yang hiperaktif. Namun manifestasinya
sama, hal ini disebabkan oleh ikatan T3 dengan reseptor T3-inti semakin penuh.3
Selain itu, penting juga untuk mengetahui definisi krisis hipertiroid. Krisis hipertiroid adalah
tirotoksikosis yang amat membahayakan. Pada keadaan ini dijumpai dekompensasi satu atau lebih
system organ.3

2.2 Anatomi Tiroid


Kelenjar tiroid terdiri dari dua lobus jaringan endokrin yang dihubungkan di tengah oleh
suatu bagian sempit kelenjar sehingga organ ini tampak seperti dasi kupu-kupu. 1 kedua lobus tiroid
dihubungkan oleh isthmus. Tiroid terletak pada anterior trakea, diantara kartilago cricoid dan notch
suprasternal. Volume normal tiroid adalah sekitar 12-20 gram, vaskularisasi yang sangat tinggi, dan
konsistensi yang lunak. Pada bagian posterior kelenjar tiroid terdapat empat buah kelenjar paratiroid
yang memproduksi hormone paratiroid. Pada bagian lateral tiroid terdapat nervus laringeus
rekurens. Cedera pada nervus laringeus rekurens dapat menyebabkan paralisis pada vocal cords.4
Gambar 2.1 Anatomi Tiroid2
Kelenjar tiroid berkembang dari dasar faring primitif pada minggu ketiga gestasi. Kelenjar
yang berkembang bermigrasi sepanjang duktus tiroglossus hingga mencapai tempat akhir di leher.
Gangguan perkembangan kelenjar tiroid dapat menyebabkan terbentuknya kelenjar tiroid ektopik,
seperti lokasi tiroid pada dasar lidah (lingual thyroid) atau terbentuknya kista duktus tiroglossus
pada sepanjang traktus perkembangannya. Pada umumnya, kelenjar tiroid mulai mensekresikan
hormone tiroid pada usia sebelas minggu masa gestasi.4
2.3 Fisiologi Pembentukan Hormon Tiroid
Sel-sel sekretorik utama tiroid, yang dikenal sebagai sel folikel, tersusun membentuk bola-
bola berongga yang masing-masing membentuk satu unit fungsional yang dinamakan folikel. Di
dalam folikel terdapat koloid, yaitu bahan yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan ekstrasel
untuk hormone tiroid. Konstituen utama koloid adalah suatu molekul protein besar yang dikenal
sebagai tiroglobulin. Tiroglobulin berikatan dengan hormone tiroid dalam berbagai stadium
sintesis.2
Sel folikel menghasilkan dua hormone yang mengandung iodium yang berasal dari asam
amino tirosin, yaitu tetraiodotironin (T4 atau tiroksin) dan triiodotironin (T3). Kedua hormone,
yang secara kolektif disebut hormone tiroid, adalah regulator penting laju metabolic basal (BMR)
keseluruhan. Di ruang interstisium di antara folikel-folikel terselip sel C, tipe sel sekretorik lain
yang mensekresi hormone peptide kalsitonin. Kalsitonin berperan dalam metabolisme kalsium serta
sama sekali tidak berkaitan dengan dua hormone tiroid utama lainnya.2
Gambar 2.2 Fisiologi Pembentukan Hormon Tiroid2
Bahan dasar untuk sintesis hormone tiroid adalah tirosin dan iodium. Tirosin, suatu asam
amino, dibentuk dalam jumlah memadai oleh tubuh sehingga bukan zat essensial dalam makanan.
Sebaliknya, iodium yang dibutuhkan untuk sintesis hormone tiroid harus diperoleh dari makanan.
Pembentukan, penyempitan, dan sekresi hormone tiroid melibatkan langkah-langkah tersebut :2
 Semua tahap pembentukan hormone tiroid berlangsung di molekul tiroglobulin di dalam
koloid. Tiroglobulin diproduksi oleh kompleks golgi / reticulum endoplasma sel folikel
tiroid. Asam amino tirosin masuk ke dalam molekul tiroglobulin. Setelah terbentuk,
tiroglobulin yang sudah mengandung tirosin di ekspor dari sel folikel ke dalam koloid
melalui proses eksositosis.
 Tiroid smenangkap iodium dari darah dan memindahkannya ke dalam koloid melalui pompa
iodium. Hampir semua iodium di tubuh dipindahkan melawan gradien konsentrasi untuk
disimpan di tiroid untuk membentuk hormone tiroid. Iodium tidak memiliki fungsi lain di
tubuh.
 Di dalam koloid, iodium cepat dilekatkan ke tirosin di dalam molekul tiroglobulin.
Perlekatan satu iodium ke tirosin menghasilkan monoiodotirosin (MIT). Perlekatan dua
iodium ke tirosin menghasilkan diiodotirosin (DIT).
 Kemudian, terjadi proses penggabungan antara molekul-molekul tirosin yang telah
beriodium untuk membentuk hormone tiroid. Penggabungan MIT dengan satu DIT akan
menghasilkan triiodotironin (T3). Penggabungan dua DIT menghasilkan tetraiodotironin (T4
atau tiroksin). Antara dua molekul MIT tidak terjadi penggabungan.

Semua produk ini tetap melekat ke tiroglobulin. Hormone tiroid tetap tersimpan dalam
bentuk ini di koloid sampai terurai dan disekresikan. Jumlah hormone tiroid yang tersimpan
umumnya dapat memenuhi kebutuhan tubuh untuk beberapa bulan.
Pada perangsangan yang sesuai, sel folikel tiroid menelan sebagian dari koloid yang
mengandung tiroglobulin melalui proses fagositosis. Lisosom menyerang vesikel yang ditelah
tersebut dan memisahkan produk-produk beriodium tiroglobulin. Hormone tiroid karena sangat
lipofilik , mudah melewati membrane luar sel folikel dan masuk ke dalam sirkulasi. MIT dan
DIT mengalami deiodinasi, dan iodium yang bebas didaur ulang untuk membentuk hormone
baru. Setelah hormone tiroid dikeluarkan ke dalam sirkulasi, molekul-molekul hormone tiroid
yang sangat lipofilik berikatan dengan protein plasma. Sebagian besar T3 dan T4 diangkut oleh
thyroxine-binding globulin, yang secara selektif berikatan hanya dengan hormone tiroid. Kurang
dari 0.1% T4 dan kurang dari 1% T3 tetap berada dalam bentuk bebas (tak terikat). Hanya
bentuk bebas dari keseluruhan hormone tiroid yang memiliki akses ke reseptor sel sasaran dan
menimbulkan efek.2
TSH (Thyroid-stimulating hormone) disekresi oleh sel thyrotrope oleh hipofisis anterior.
TSH menjalankan peran penting dalam control aksis tiroid dan merupakan marker hormone
tiroid secara fisiologis. TSH merupakan hormone 31 kDa yang terdiri atas subunit α dan β.
Subunit α serupa dengan hormone glikoprotein lainnya (mis LH, FSH, dan hCG), sedangkan
subunit β merupakan subunit yang unik yang hanya dimiliki oleh TSH. Kerja hormone TSH
dikontrol oleh hormone TRH (Thyrotropin-releasing hormone). 4
Aksis tiroid merupakan loop feedback endokrin. TRH diseksrei oleh hipotalamus
memberikan stimulasi kepada hipofisis anterior untuk memproduksi dan mensekresi TSH.
Hormone tiroid secara predominan bekerja melalui reseptor hormone tiroid β2 (TRβ2). Ketika
hormone tiroid berikatan dengan reseptornya, maka akan terjadi feedback berupa inhibisi
produksi TRH dan TSH. “Set point” dalam aksis tiroid, secara dominan diatur oleh TSH. TRH
merupakan regulator positif sintesis dan sekresi hormone TSH. Puncak sekresi hormone TSH
tercapai pada sekitar 15 menit setelah pemberian hormone TRH eksogen. Dopamin,
glukokortikoid, dan somatostatin dapat menyebabkan supresi pada TSH, namun tidak
berpengaruh besar, kecuali jika diberikan dalam dosis terapi. Penurunan kadar hormone tiroid
dapat menyebabkan peningkatan produksi hormone TSH basal secara cepat dan meningkatkan
produksi TRH untuk stimulasi sintesis dan sekresi hormone TSH. Hal tersebut menunjukkan
bahwa hormone tiroid merupakan regulator dominan dalam produksi TSH.4
Seperti hormone hipofisis lainnya, TSH disekresikan secara pulsatile dan memiliki ritme
diurnal. Kadar hormone TSH didapatkan mencapai kadar tertinggi saat malam hari.
Dibandingkan dengan hormone hipofisis lainnya, TSH merupakan hormone hipofisis yang
paling stabil. Hal ini disebabkan oleh karena TSH memiliki waktu paruh yang cukup panjang di
dalam plasma, sekitar 50 menit. Oleh sebab itu, pengukuran kadar TSH sendiri sudah cukup
adekuat dalam menilai kadarnya dalam sirkulasi. Kadar hormone TSH dapat digunakan dalam
mendiagnosis hipertiroid (TSH rendah) maupun hipotiroid (TSH meningkat).4
2.5 Efek Hormon Tiroid
2.5.1 Efek hormone tiroid pada laju metabolisme dan produksi panas
Hormone tiroid meningkatkan laju metabolisme basal keseluruhan tubuh. Hormone
ini adalah regulator mayor dalam laju konsumsi O 2 dan pengeluaran energy tubuh
dalam keadaan istirahat. Efek metabolic hormone tiroid berkaitan erat dengan efek
kalorigenik sehingga menyebabkan peningkatan panas.2
2.5.2 Efek pada metabolisme antara
Hormone tiroid tidak hanya dapat memengaruhi pembentukan dan penguraian
karbohidrat, lemak, dan protein. Dalam jumlah yang berbeda, hormone tiroid dapat
menimbulkan efek metabolic yang berbeda. Contohnya, pada jumlah minimal,
hormone tiroid dapat membentuk glukosa menjadi glikogen, namun dalam jumlah
besar hormone ini dapat memecah glikogen menjadi glukosa. 2
2.5.3 Efek simpatomimetik
Hormon tiroid meningkatkan responsivitas sel target terhadap katekolamin (epinefrin
dan norepinefrin), mediator kimia yang digunakan oleh system saraf simpatis dan
medulla adrenal. Hormon tiroid menyebabkan proliferasi reseptor sel target spesifik
katekolamin. Sehingga jika terjadi peningkatan kadar hormone tiroid, maka akan
serupa dengan aktivasi system saraf simpatis.2
2.5.4 Efek pada sistem kardiovaskular
Hormone tiroid meningkatkan sensitivitas jantung terhadap kadar katekolamin dalam
darah, sehingga kontraktilitas dan curah jantung meningkat. Selain itu, sebagai
respon terhadap panas yang dihasilkan oleh efek kalorigenik, akan terjadi
vasodilatasi sistemik.2
2.5.6 Efek pada pertumbuhan dan sistem saraf
Hormon tiroid penting bagi pertumbuhan karena memiliki efek terhadap growth
hormone dan IGF-1. Hormone tiroid berperan dalam merangsang sekresi GH dan
meningkatkan produksi IGF-1 oleh hepar. Selain itu, hormone tiroid juga
meningkatkan efek GH dan IGF-I dalam pembentukan protein structural dan
pertumbuhan tulang. Namun, tidak seperti kelebihan hormone GH, hormone tiroid
yang berlebih tidak menyebabkan pertumbuhan yang berlebih.2
Hormon tiroid berperan penting dalam perkembangan normal sistem saraf,
khususnya SSP. Hormone tiroid juga memiliki fungsi yang essensial dalam aktivitas
normal SSP pada dewasa.2
2.5 Klasifikasi Hipertiroid
Berdasarkan etiologinya, hipertiroid diklasifikasikan menjadi dua, yaitu Hipertiroid primer
dan hipertiroid sekunder.4
 Hipertiroid primer
 Grave’s disease
 Toxic Multinodular goiter
 Toxic adenoma
 Activating mutation of TSH receptor
 Efek obat : pemberian iodine berlebih
 Hipertiroid sekunder
 TSH-secreting pituitary adenoma
 Sindrom resistensi hormone tiroid
 Chorionic gonadotropin-secreting tumors
 Tirotoksikosis gestasional

2.5 Etiologi Hipertiroid

Tabel 2.1 Etiologi Hipertiroid6


Grave’s Disease merupakan penyebab tersering terjadinya hipertiroid, mencapai 60% hingga
80% dari seluruh kasus hipertiroid. Penyakit Grave disebabkan oleh autoimun. Toxic
multinodular goiter merupakan etiologi sebanyak 5% kasus hipertiroid di US dan dapat 10 kali
lebih sering pada daerah dengan defisiensi iodine. Penyakit ini cenderung muncul pada pasien
dengan usia lebih dari 40 tahun dengan goiter kronik dan onset dapat muncul lebih mendadak
dibandingkan dengan penyakit Grave’s. Toxic adenoma merupakan nodul yang berfungsi secara
autonomy yang umumnya ditemukan pada dewasa muda, terutama pada area dengan defisiensi
iodine.6
Tiroiditis subakut menyebabkan onset gejala tirotoksis disebabkan oleh kebocoran hormone
dari kelenjar yang mengalami inflamasi. Cenderung didahului oleh infeksi virus. Gejala
cenderung dapat diatasi dalam jangka waktu delapan bulan. Namun kondisi tersebut dapat
terjadi berulang pada beberapa pasien. Selain itu, dapat pula terjadi limfositik dan postpartum
tiroiditis, yang merupakan inflamasi transient yang dapat menyebabkan hipertiroid, pada fase
akut kondisi ini mungkin sulit dibedakan dengan penyakit Graves. Tiroiditis postpartum dapat
terjadi pada 5% hingga 10% wanita pada tiga hingga enam bulan pertama pasca melahirkan.6
Penyebab hipertiroid lainnya adalah Treatment-induced hyperthyroidism. Salah satu
penyebabnya ialah iodine-induced hypertiroidism. Hal ini dapat terjadi setelah intake iodine
yang berlebih, paparan kontras radiografi, atau pengobatan. Kadar iodine yang berlebih dapat
meningkatkan sintesis dan sekresi hormone tiroid pada pasien dengan defisiensi iodine dan pada
pasien lansia dengan riwayata multinodular goiter sebelumnya.6
Selain itu, dapat pula disebabkan oleh konsumsi Amiodarone. Hipertiroid yang disebabkan
oleh amiodarone mencapai 12% pada pasien yang di terapi, terutama pada daerah defisiensi
iodine, hal ini terjadi dalam dua mekanisme. Mekanisme tipe I menjelaskan bahwa amiodarone
mengandung 37% iodine sehingga dapat menyebabkan iodine-induced hypertiroid. Sedangkan
tipe II adalah tiroiditis yang dapay mengenai pasien dengan kelenjar tiroid normal. Pengobatan
menggunakan interferon, IL-2 dapat menyebabkan hipetiroid tipe II.6
Manifestasi klinis penyakit Grave sama dengan penyebab tirotoksikosis lainnya. Manifestasi klinis bergantung pada tingkat keparahan

tirotoksikosis, durasi penyakit, faktor individu dalam sekresi hormone tiroid, dan usia pasien. Pada lansia gejala tirotoksikosis minimal dan tidak khas. Pasien

cenderung hanya mengeluh lemas dan terdapat penurunan berat badan. Gejala ini dikenal dengan sebutan apathetic thyrotoxicosis.4

Gejala Tanda
Hiperaktivitas, Iritabilitas, dan diforia Takikardia, atrial fibrilasi pada lansia
Intoleransi panas dan berkeringat Tremor
Palpitasi Goiter
Mudah lelah dan lemas Hangat, kulit lembab
Peningkatan nafsu makan disertai penurunan BB kelemahan otot, miopati proksimal
Diare retraksi kelopak mata
Poliuria ginekomastia
Oligomenorrhea, penurunan libido
Tabel 2.3 Tanda dan Gejala

Pada pasien dengan hipertiroid bulu cenderung akan menjadi kusam , dapat disertai dengan
alopecia pada 40% kasus. Kerja pencernaan menjadi lebih cepat sehingga frekuensi BAB menjadi
lebih sering. Efek langsung peningkatan hormone tiroid adalah memicu terjadinya osteopenia pada
tirotoksikosis kronis. Hiperkalsemia ringan muncul pada 20% kasus, namun hipekalsiuria lebih
sering terjadi.4
Kelainan hormone tiroid umumnya disebabkan oleh gangguan di dalam kelenjar tiroid itu
sendiri dan jarang disebabkan oleh gangguan pada hipotalamus atau hipofisis anterior. Pemeriksaan
dasar yang sebaiknya dilakukan adalah pengukuran free T3 dan free T4. Kadar free T3 dan free T4
lebih bermanfaat disbanding mengukur kadar T3 dan T4 karena dipengaruhi oleh Thyroxine binding
globuline (TBG). Kadar T3 dan T4 total meningkat jika kadar TBG meningkat, begitu pun
sebaliknya. Kadar T3 dan T4 bebas tidak dipengaruhi oleh kadar TBG. Kadar TBG meningkat pada
kehamilan, hepatitis, dan terapi estrogen (HRT, pil kontrasepsi oral). Kadar TBG dapat menurun
pada keadaan sindrom nefrotik dan malnutrisi (kehilangan protein), konsumsi obat-obatan
(misalnya androgen, kortikosteroid, fenitoin), penyakit hati kronik, dan akromegali.5
Selain pemeriksaan kadar T3 dan T4 bebas, perlu dilakukan pemeriksaan kadar TSH.
Pemeriksaan kadar TSH bermanfaat untuk setiap kecurigaan hipertiroidisme. Pada setiap
kecurigaan hipertiroid, maka perlu dilakukan pemeriksaan T3, T4, dan TSH. Dalam hipertiroid
semua akan menyebabkan TSH menurun, kecuali dalam fenomena yang langka, yaitu terjadinya
adenoma hipofisis penyekresi TSH. Kebanyakan mengalami peningkatan T4, tetapi hanya kurang
dari 1% dari kasus yang hanya mengalami peningkatan T3.5
V. Terapi
Terapi yang diberikan pada kucing tricia adalah pemberian obat-obatan yang bersifat
suportif, diet pakan dan terapi cairan. Pemberian terapi cairan yaitu dengan cairan ringer lactate.
Pemberian diet pakan yaitu Royal canin Veterinary Diet ® Renal SupportTM, yang mendukung
fungsi ginjal melalui kandungan kadar protein rendah dan fosfor yang rendah serta mengandung
asam lemak omega-3 yang membantu menurunkan tekanan glomerulus dan memperlambat
penurunan progresif GFR.
Terapi yang diberikan pada kucing Tricia untuk kidneyprotective menggunakan
Ornipural yang mengandung Betaine 15 mg, Arginine 33,3 mg, Ornithine 11,8 mg, Citrulline 10
mg, Sorbitol 200 mg, Metacresol 3 mg. Suplemen ini diberikan untuk stimulasi aktivitas
hepatodigestive pada gangguan pencernaan dan gagal ginjal pada kucing. Suplemen ini
diberikan sebanyak 2 ml secara IM, SC atau IV. Terapi antibiotik pada kucing Tricia
menggunakan Ampisilin (ampicillin) yaitu antibiotik golongan beta laktam termasuk keluarga
penisillinum yang mempunyai spectrum luas, aktif terhadap bakteri gram negatif maupun gram
positif. Ampisilin adalah bakteriocidal yang bekerja dengan cara menghambat secara
irreversible aktivitas enzim transpeptidase yang dibutuhkan untuk sintesis dinding sel bakteri.
Ampisilin secara spesifik menghambat proses sintesis dinding sel bakteri yang merupakan awal
dari kehancuran sel bakteri tersebut. Antibiotik ampisilin ini menurut aturan diberikan dengan
dosis 10-20 mg/kg berat badan.
Pemberian Urdafalk pada Tricia bertujuan untuk efek imunomodulator mununjukan
ekspresi dari peningkatan enzim hepar. Kandungan Urdafalk yaitu ursodeoxyxholic acid 250
mg, yang bekerja dengan cara mengubah precipitate kolesterol menjadi kolesterol yang mudah
larut sehingga mengalami disolusi (mencair) dengan jalan merangsang pembentukan lapisan
cairan lecithin kolesterol dan juga bekerja menekan asam empedu endogen yang merangsang
hepatoksisitas, terhadap sel sel hepatosit dan modifikasi dari sistem imun.
Pemberian Hp Pro pada kucing sebagai memberbaiki fungsi ati yang mengandung
scizandrae fructus extratum siccum 7,5 mg Pemberian multivitamin pada kucing Tricia yaitu
Neurobion, memiliki komposisi beberapa vitamin B, antara lain vitamin B1, vitamin B6, dan
vitamin B12. Neurobion digunakan untuk memperbaiki metabolisme tubuh dan memenuhi
kebutuhan sehari-hari akan vitamin B komplek. Khusus untuk vitamin B6 dan B12, vitamin ini
diperlukan dalam pembentukan dan kematangan sel darah merah. Obat ini digunakan dalam
mencegah terjadinya anemia pada anjing miki dengan dosis 20ug/kg dan diberikan secara IM
atau SC. Pemberian Metycobal diberikan pada kucing tricia sebagai neuropati perifer.
Metycobal mengandung 250 ug mecobalamin yaitu vitamin B12 bekerja memperbaiki
koordinasi pemakian uridin yang mengalami defiseinsi vitamin B12 dan asam folat serta
membantu memulihkan batas normal RNA dalam sel –sel saraf dan juga meningkatkan peran
leucine pada saraf-saraf yang mengalami kerusakan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kementerian kesehatan Indonesia. 2015. Situasi dan Analisis Penyakit Tiroid. Pusat
data dan informasi kementerian kesehatan Indonesia.
2. Sherwood, lauralee. 2009. Human physiology from cells to system 6th Ed. Jakarta :
EGC
3. R. Djoko Moejianto. 2009. Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme, dan Hipertiroidisme.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid III h.1993-2009. Jakarta : Interna
Publishing
4. Harrisons. 2012. Disorder of the Thyroid Gland. Harrison’s Principles of Internal
Medicine 18th Ed p.5767- 5806. Mc Graw Hill
5. Murray Longmore, et al. 2012. Buku Saku Oxford Kedokteran Klinis Ed 8.
Jakarta : EGC
6. Jeri R Reid dan Stephen Wheeler. 2005. Hyperthyroidism : Diagnosis and Treatment.
American Family Physician Vol 72, number 4; August 15,2005
7. Rebecca S Bahn, et al. 2011. Hypertiroidism and Other Causes Of Thyrotoxicosis
Management Guidelines of The American Thyroid Association and American
Association of Clinical Endocrinology. Hyperthyroidism Management Guidelines,
Endocr Pract, May 24, 2011; 17 (No.3)
8. Elias S Siraj, MD. 2008. Updateoh Diagnosis and Treatment of Hypertiroidism.
Department of Medicine,Section of Endocrinology, Diabetes, and Metabolism,
Temple Universitiy School of Medicine, Philladelphia; June 2008 JCOM Vol.15
No.6 p.298-307
DAFTAR PUSTAKA

Ganong.1998.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

Rumahorbor, Hotma.1999. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Endokrin.Jakarta:EGC.

Smeltzer, Suzzanne C.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
Ed.8.Jakarta: EGC.

Kozier, et al.1993. Fundamental of nursing. California: Addison-Wesley Publishing Company.

www.endocrine.com

Anda mungkin juga menyukai