Anda di halaman 1dari 8

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
 Negara Indonesia merupakan negara tropis yang merupakan salah
satu tempat yang memiliki berbagai macam sumber daya alam. Jamur
merupakan salah satu mikroorganisme yang dapat bertahan hidup serta
 berkembangbiak
 berkembangbiak di negara yang beriklim tropis. Jamur
J amur memiliki berbagai
macam jenis, termasuk jamur yang sifatnya menguntungkan
menguntungkan dan juga jamur
j amur
yang sifatnya tidak menguntungkan atau merugikan makhluk hidup yang
ada di sekelilingnya. Manusia merupakan salah satu makhluk hidup yang
akan terganggu oleh jamur tersebut karena dapat menimbulkan berbagai
macam penyakit.
Jamur bisa hidup di mana saja seperti, udara, air, tempat yang
lembap, pakaian, bahkan pada tubuh manusia. Jamur termasuk golongan
mikroorganisme yang tidak dapat dilihat oleh kasat mata. Jamur dapat kita
lihat dengan bantuan alat-alat mikrobiologi seperti mikroskop. Oleh karena
itu, jamur tidak akan terlihat jika ia menempel pada pakaian. Jamur juga
 bisa menempel pada
pada makanan, sehingga
sehingga jika seseorang memakan makanan
makanan
yang sudah terkontaminasi dengan jamur, jamur tersebut akan ikut masuk
ke dalam tubuh manusia sehingga menimbulkan berbagai macam penyakit,
seperti penyakit pada sistem pencernaan.
pencernaan.
Masalah yang sering kita jumpai saat ini adalah penyakit jamur pada
kulit. Kulit merupakan lapisan pelindung terluar tubuh manusia. Kulit
termasuk sistem pertahanan tubuh manusia yang pertama dalam mencegah
masuknya anti gen masuk ke dalam tubuh. Pakaian yang telah
terkontaminasi oleh jamur, tentunya akan memberikan peluang besar bagi
mikroorganisme tersebut untuk berpindah tempat ke tubuh manusia yaitu
dengan menempel pada kulit. Jamur yang telah menempel di kulit, akan
 berkembangbiak
 berkembangbiak dan tentunya akan mengganggu
mengganggu pada jaringan-jaringan di
kulit. Jaringan yang telah terganggu akan
akan ditandai dengan adanya
adanya bercak-
2

 bercak pada kulit, inflamasi, hingga perubahan pada warna kulit. Selain
 perubahan fisik, kulit yang telah terinfeksi oleh jamur akan terasa gatal dan
 perih.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja macam-macam penyakit kulit karena jamur?
2. Seberapa jauh jamur dapat menginfeksi kulit?
3. Sejauh mana pemeriksaan terhadap penyakit kulit karena jamur?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui macam-macam penyakit kulit karena jamur.
2. Untuk mengetahui seberapa jauh jamur dapat menginfeksi kulit.
3. Untuk mengetahui sejauh mana pemeriksaan terhadap penyakit kulit
karena jamur.
D. Manfaat
Pembuatan makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
kita tentang macam-macam penyakit jamur, termasuk penyebab, gelaja,
hingga pemeriksaan yang dapat dilakukan pada penderita penyakit kulit
karena jamur.
3

BAB II

KAJIAN TEORETIS

A. Tinea Corporis (Kurap)


Tinea Corporis merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh
 jamur. Tinea Corporis sering dikenal sebagai penyakit kurap. Tinea korporis
atau kurap adalah infeksi dermatofita superfisial yang menyerang pada
 glabrous skin (kulit yang tidak berambut) seperti muka, leher, badan,
lengan, tungkai dan gluteal (Saraswati, 2013).
B. Tinea Fasialis
Tinea fasialis adalah suatu dermatofitosis superfisial yang terbatas
 pada kulit yang tidak berambut, yang terjadi pada wajah, memiliki
karakteristik sebagai plak eritema yang melingkar dengan batas yang jelas
(Suryantara, dkk. 2014).
C. Tinea Pedis (Kutu Air)
Tinea Pedis atau sering disebut kutu air adalah infeksi dermatofit
 pada kaki, terutama di sela jari atau telapak kaki terutama yang memakai
kaus kaki dan sepatu yang tertutup dan penyebab Tinea Pedis yang serign
ditemukan adalah Trychopyton Rubrum  (Miftahurohmah dan Risna, 2013).
D. Pitiriasis Versicolor (Panu)
Pitiriasis Versicolor merupakan salah satu penyakit yang disebabkan
oleh jamur. Ptiriasis versikolor disebabkan oleh Malasezia furfur, adalah
 penyakit jamur kulit yang kronik dan asimtomatik ditandai oleh bercak
 putih sampai coklat yang bersisik. Kelainan ini umumnya menyerang badan
dan kadang-kadang terlihat di ketiak, sela paha, tungkai atas, leher, muka,
dan kulit kepala (Siregar,1995).
E. Tinea scabies (Kudis)
Skabies (kudis) ialah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh
infestasi dan sensitisasi tungua sejenis kutu yang bernama Sarcoptes scabisi.
yang berada di dalam terowongan-terowongan di lapisan tanduk ( stratum
koreum) kulit manusia pada tempat-tempat predileksi (Hermawan, 2014).
4

BAB III

PEMBAHASAN

MACAM-MACAM PENYAKIT KULIT YANG DISEBABKAN OLEH


JAMUR

A. Tinea Corporis (Kurap)


1. Definisi
Tinea Corporis merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh
 jamur. Tinea Corporis sering dikenal sebagai penyakit kurap. Tinea
korporis atau kurap adalah infeksi dermatofita superfisial yang
menyerang pada  glabrous skin (kulit yang tidak berambut) seperti
muka, leher, badan, lengan, tungkai dan gluteal (Saraswati, 2013).
2. Etiologi Patofisiologi
Trichophyton rubrum adalah salah satu dermatofita penyebab yang
 paling umum menyebabkan tinea korporis. Dermatofita adalah
golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis. Dermatofita
termasuk kelas fungi imperfecti yang terbagi menjadi tiga genus, yaitu
Trichophyton spp, Microsporum spp , dan  Epidermophyton spp .
Walaupun semua dermatofita bisa menyebabkan tinea korporis,
 penyebab yang paling umum adalah Trichophyton Rubrum dan
Trichophyton Mentagrophytes .7 Tinea korporis terjadi pada laki-laki
dan perempuan, terjadi pada semua kelompok umur, tetapi angka
kejadian paling tinggi pada remaja. Pada tinea korporis terlihat reaksi
 peradangan yang berbentuk seperti gelang eritema yang ditepinya
terlihat meninggi dan adanya  scaling . Terapi topikal direkomendasikan
untuk suatu peradangan yang dilokalisir, dan terapi sistemik untuk tinea
korporis jika didapatkan adanya peradangan kulit yang luas akibat
 penyakit immunosupresi (menekan respon imun) (Saraswati, 2013).
5

3. Gejala
Tinea korporis ditandai sebagai papul eritema (penonjolan di
 permukaan kulit yang berwarna kemerahan) atau suatu rangkaian
vesikel. Gejala yang khas adanya central healing (penyembuhan yang
 berada di bagian tengah lesi) dengan bagian tepi terlihat meninggi dan
 biasanya lebih aktif. Gejala subyektifnya yaitu gatal terutama jika
 berkeringat (Saraswati, 2013).
4. Pemeriksaan
Beberapa kasus membutuhkan pemeriksaan dengan lampu wood
yang mengeluarkan sinar UV dengan gelombang 3650 Å yang jika
didekatkan pada lesi akan timbul warna kehijauan. Pemeriksaan sediaan
langsung dengan KOH 10-20% bila positif memperlihatkan elemen
 jamur berupa hifa panjang dan artrospora. Pemeriksaan dengan biakan
diperlukan untuk menyokong pemeriksaan langsung sediaan basah
untuk menentukan spesies jamur. Pemeriksaan ini dilakukan dengan
menanamkan bahan klinis pada media buatan. Biakan memberikan hasil
yang lebih lengkap, akan tetapi lebih sulit dikerjakan, biayanya lebih
mahal, hasil yang diperoleh dalam waktu lebih lama dan sensitivitasnya
kutrang (± 60%) bila dibandingkan dengan cara pemeriksaan sediaan
langsung (Saraswati, 2013).
5. Reaksi Imun
Reaksi hipersensitivitas tipe IV atau  Delayed Type Hypersensitivity
(DHT) memainkan peran yang sangat penting dalam melawan
dermatifita. Pada penderita yang belum pernah terinfeksi dermatofita
sebelumnya inflamasi menyebabkan inflamasi minimal dan trichopitin
test hasilnya negatif. Infeksi menghasilkan sedikit eritema dan skuama
yang dihasilkan oleh peningkatan pergantian keratinosit. Dihipotesakan
 bahwa antigen dermatofita diproses oleh sel langerhans epidermis dan
dipresentasikan oleh limfosit T di nodus limfe. Limfosit T melakukan
 proliferasi dan bermigrasi ke tempat yang terinfeksi untuk menyerang
 jamur. Pada saat ini, lesi tiba-tiba menjadi inflamasi dan barier
6

epidermal menjadi permaebel terhadap transferin dan sel-sel yang


 bermigrasi. Segera jamur hilang dan lesi secara spontan menjadi sembuh
(Saraswati, 2013).
B. Tinea Fasialis
1. Definisi
Tinea fasialis adalah suatu dermatofitosis superfisial yang terbatas
 pada kulit yang tidak berambut, yang terjadi pada wajah, memiliki
karakteristik sebagai plak eritema yang melingkar dengan batas yang
 jelas (Suryantara, dkk. 2014).
2. Etiologi Patofisiologi
Dermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan
dermatofitosis. Dermatofita terbagi dalam 3 genus yaitu: Microsporum,
Trichophyton, dan Epidermophyton. Belum banyak penelitian yang
menjelaskan jenis terbanyak dermatofita yang terdapat pada tinea
fasialis tapi ada beberapa sumber mengatakan di Asia, Trichophyton
mentagrophytes dan Trichophyto Rubrum merupakan penyebab
tersering. Berikut adalah faktor-faktor risiko timbulnya penyakit ini:
a. Kontak dengan pakaian, handuk, atau apapun yang suda
 berkontak dengan penderita,
 b. kontak kulit ke kulit dengan penderita atau hewan peliharaan
c. Umur 12 tahun ke bawah,
d. lebih sering menghabiskan waktu di tempat yang tertutup, dan
e.  penggunaan obat-obatan glukokortikoid topikal dalam jangka
waktu yang lama. Patologi dari tinea ini juga masih belum begitu
 jelas. Dikatakan bahwa dermatofit merilis beberapa enzim,
termasuk keratinases, yang memungkinkan mereka untuk
menyerang stratum korneum dari epidermis sehingga
menyebabkan kerusakan. Ada juga teori patogenesis yang
mengungkapkan adanya invasi epidermis oleh dermatofit
mengikuti pola biasa pada infeksi yang diawali dengan pelekatan
antara artrokonidia dan keratinosit yang diikuti dengan penetrasi
17

BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Jamur merupakan mikroorganisme yang memiliki sifat dapat
menguntungkan maupun merugikan manusia. Jamur yang merugikan
 bisa mengakibatkan timbulnya penyakit pada salah satu tempat yang
dominan yaitu kulit. Penyakit kulit akibat jamur sangat bermacam-
macam, mulai dari yang biasa hingga yang berbahaya.
B. Saran
Penyakit kulit akibat jamur kini telah menjadi masalah yang sangat
mengganggu aktifitas penderitanya maupun dalam hal estetikanya.
Penyakit kulit akibat jamur harus segera ditangani melalui pemerkisaan
yang memadai hingga pengobatannya. Maka dari itu, tenaga medis
harus bisa lebih kompetentif dalam menangani kasus tersebut.
18

DAFTAR PUSTAKA

Boediaardja. 1989. “Pendekatan Diagnosis dan Penatalaksanaan Penyakit Kulit dan


Kelamin pada Anak”. Jakarta: FKUI.

Harahap, Marwali. 2000. “Ilmu Penyakit Kulit”. Jakarta: Hipokrates.

Hermawan, Danny A. 2014. “Mengenal Penyakit Scabies”. Forum Penelitian.

Miftahurohmah, dkk. 2013. “Hubungan Kejadian Tinea Pedis (Kutu Air) dengan
Praktik Personal Hygien e pada Pemulung di TPA Tanjunggrejo Kudus”.
Forum Penelitian, 1 (2) STIKES Cendekia Utama Kudus.

Saraswati, Yara Egyptha, dkk. 2013. “Tinea Corporis”. Forum Penelitian,


FKUNUD.

Siregar, R.S. 1995. “Penyakit Jamur Kulit”. Jakarta: EGC.

Suryantara, I Pt Agus, dkk. 2014. “Diagnosis dan Tatalaksana Tinea Fasialis”.


Forum Penelitian, FKUNUD.

Trihapsoro, Iwan. 2003. “ Dermatitis Kontak Alergik pada Pasien Rawat Jalan di
RSUP Haji Adam Malik Medan” . Forum Penelitian, FKUSU.

Anda mungkin juga menyukai