Anda di halaman 1dari 3

KERANGKA ACUAN KEGIATAN

ANALISIS DAMPAK FAKTOR RISIKO TERKAIT STUNTING


TAHUN 2019

A. Latar Belakang
1. Dasar Hukum
1) Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 2349/MENKES/PER/XI/2011
tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Bidang Teknik
Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit
2) Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 64 Tahun 2015 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan
3) Permenkes no. 1995 tahun 2010 tentang standar antropometri penilaian
status gizi anak
4) Permenkes no. 39 tahun 2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program
Indonesia Sehat Dengan Pendekatan Keluarga

2. Gambaran Umum
Indonesia merupakan Negara terbesar kelima dengan jumlah anak stunting
di dunia. Studi Pemantauan Status Gizi (IPSG) Kementerian Kesehatan tahun
2016 mencatat terdapat 27,5% anak dibawah lima tahun (balita) mengalami
stunting dan sebesar 21,7% anak dibawah 2 tahun mengalami stunting. Stunting
adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang
kurang dalam waktu cukup lama. Stunting terjadi mulai dari dalam kandungan
dan baru terlihat saat anak berusia 2 tahun, yang anak secara fisik terlihat lebih
pendek daripada anak lain seumurnya. Stunting disebabkan oleh faktor multi
dimensi dan tidak hanya disebabkan oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu
hamil maupun anak balita. Secara lebih detil, beberapa faktor yang menjadi
penyebab stunting dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Praktek pengasuhan yang kurang baik, termasuk kurangnya pengetahuan ibu
mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan, serta
setelah ibu melahirkan..
2. Masih terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC-Ante Natal
Care (pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan) Post Natal
Care dan pembelajaran dini yang berkualitas.
3. Masih kurangnya akses rumah tangga/keluarga ke makanan bergizi.
4. Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi. Data yang diperoleh di lapangan
menunjukkan bahwa 1 dari 5 rumah tangga di Indonesia masih buang air
besar (BAB) diruang terbuka, serta 1 dari 3 rumah tangga belum memiliki
akses ke air minum bersih.
Beberapa penyebab seperti yang dijelaskan di atas, telah berkontibusi pada
masih tingginya pervalensi stunting di Indonesia dan oleh karenanya diperlukan
rencana intervensi yang komprehensif untuk dapat mengurangi pervalensi
stunting di Indonesia

1
Pemerintah Indonesia dalam mengatasi permasalahan stunting melalui dua
kerangka intervensi yaitu intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif.
Intervensi gizi spesifik dengan sasaran ibu hamil, intervensi gizi spesifik dengan
sasaran ibu menyusui dan anak usia 0 s/d 6 bulan, Intervensi Gizi Spesifik
dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia 7-23 bulan. Intervensi Gizi Sensitif,
Kerangka intervensi ini lebih banyak dilakukan melalui berbagai kegiatan
pembangunan diluar sektor kesehatan dan berkontribusi pada 70% Intervensi
Stunting. Sasaran dari intervensi gizi spesifik adalah masyarakat secara umum
dan tidak khusus ibu hamil dan balita pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan/HPK.
Kegiatan terkait Intervensi Gizi Sensitif dapat dilaksanakan melalui beberapa
kegiatan yang umumnya makro dan dilakukan secara lintas Kementerian dan
Lembaga.
BBTKLPP Jakarta sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dapat
berperan dalam intervensi gizi sensitif melalui kegiatan memastikan keamanan
akses terhadap air bersih dan akses sanitasi dengan sasaran pada sekolah dasar
dengan melibatkan siswa melakukan perbaikan sanitasi di keluarganya melalui
intervensi CPTS sederhana. Dua Kabupaten yang menjadi sasaran kegiatan ini
adalah Kabupaten Lebak dan Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat yang masuk
kedalam 100 kabupaten/kota prioritas untuk intervensi anak kerdil pada tahun
2019.

B. Metode Pelaksanaan
Metode pelaksanaan kegiatan ini secara swakelola
Desain studi potong lintang, studi deskriptif analitik. Tujuannya untuk mengetahui
gambaran faktor risiko stunting pada ibu hamil dan anak usia sekolah
Populasi berisiko: ibu hamil dan anak usia sekolah
Sampel : 200 sampel feses, makanan dan tanah
Pengumpulan data dilakukan dengan pengambilan sampel feses, tanah, dan
makanan

C. Tahapan Kegiatan
1. Koordinasi dan Pengamatan Faktor Risiko
a. Rapat koordinasi dan pembentukan tim teknis pengumpul data lapangan.
b. Melakukan pertemuan dan koordinasi dengan Dinkes Prov. dan Kab/Kota
terpilih dan Dinas Pendidikan
c. Pengumpulan data sekunder dari Puskesmas, dan penyiapan kerangka
sampel
2. Pertemuan Persiapan
Melakukan koordinasi dan briefing teknis terkait rencana pelaksanaan
pengambilan sampel serta pembagian pot feses pada pihak puskesmas untuk
dapat dibagikan ke responden (ibu hamil)
3. Pengambilan Sampel
Pengumpulan data primer berupa wawancara kuesioner, observasi factor risiko
penyakit, inspeksi sanitasi, pengambilan sampel makanan, tanah, dan sampel
feses

2
4. Manajemen dan Analisa Data
Manajemen dan analisa data dilakukan untuk melihat gambaran faktor risiko
dominan stunting
5. Penyusunan Laporan

D. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan


Kegiatan direncanakan dilaksanakan pada bulan Februari - Juni tahun 2019 dan
lokasi di Kabupaten Lebak, Banten serta Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat

E. Penanggungjawab Kegiatan
Penanggungjawab kegiatan analisis faktor risiko stunting adalah Kepala
BBTKLPP Jakarta.

F. Pembiayaan
Biaya pelaksanaan kegiatan koordinasi dan pengambilan sample dibebankan
kepada DIPA BBTKLPP Jakarta tahun anggaran 2019.

Jakarta, Januari 2019


Kepala Bidang ADKL

Sukamto, ST, M.Kes


NIP. 196512271989031003

Anda mungkin juga menyukai