Anda di halaman 1dari 4

BAB I

1. Latar Belakang

Adanya malaria dan DBD yang berumber dari nyamuk merupakan salah

satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di

dunia termasuk Indonesia. Jenis nyamuk penular DBD antara lain Aedes aegypti,

Aedes albopictus, dan Aedes scutellaris, tetapi sampai saat ini yang menjadi

vektor utama dari penyakit DBD adalah Aedes aegypti (Fathi, 2005). Ada

beberapa faktor yang mempengaruhi penyebaran dan penularan penyakit DBD

yaitu urbanisasi, perkembangan pembangunan di daerah pedesaan, mudahnya

transportasi, adanya pemanasan global yang dapat mempengaruhi bionomik

vektor Aedes aegypti (Kandun, 2004).

Menurut WHO (1992) dalam Sucipto (2015) resistensi terhadap

insektisida adalah kemampuan individu serangga dalam populasi untuk bertahan

hidup terhadap suatu dosis insektisida yang dalam keadaan normal dapat

membunuh spesies serangga tersebut. Resistensi merupakan suatu fenomena

evolusi yang disebabkan oleh seleksi serangga hama yang diberi perlakuan

insektisida secara terus menerus. Secara prinsip mekanisme resistensi ini akan

mencegah insektisida berikatan dengan titik targetnya atau tubuh serangga

menjadi mampu untuk mengurai bahan aktif insektisida sebelum sampai pada titik

sasaran. Jenis atau tingkatan resistensi itu sendiri meliputi tahap rentan, toleran

baru kemudian tahap resisten.


Jenis resistensi vektor (nyamuk) terhadap insektisida dapat berupa

resistensi tunggal, resistensi ganda (multiple resistance) atau resistensi silang

(cross resistance). Resistensi tunggal adalah resistensi pada populasi serangga

terhadap satu jenis insektisida sedangkan resistensi ganda (silang) adalah

perkembangan resistensi pada populasi serangga termasuk nyamuk akibat

penekanan secara selektif insektisida lain dengan mekanisme sama/target site

sama, tetapi bukan dari satu kelompok insektisida (WHO, 1992).

Menurut Herat (1997) yang dikutip oleh Sucipto (2015) bahwa status

resistensi terhadap serangga, diukur menggunakan prosedur standar WHO dengan

uji Susceptibility, yaitu metode standar yang tepat untuk mengukur resistensi

insektisida khususnya di lapangan. Maka dari itu dilakukan metode tersebut agar

mengetahui efektivitas pengukuran dengan uji Susceptibility WHO.

Sedangkan Uji bioassay adalah metode yang digunakan untuk mengetahui

efektif atau tidaknya insektisida yang digunakan terhadap vektor malaria dalam

program pengendalian vektor. Tujuannya adalah untuk mengetahui daya bunuh

insektisida dan menganalisis efek residu, kualitas insektisida yang digunakan.

Indoor Residual Spray (IRS) adalah aplikasi insektisida yang tahan lama

pada tempat-tempat potensial vektor malaria istirahat seperti dinding, atap, dan

langit-langit dari semua rumah atau tempat-

Fogging merupakan salah satu upaya yang sering digunakan untuk

mengendalikan vektor DBD yang dilakukan dengan teknik pengkabutan (space

spray) insektisida. Efektivitas pelaksanaan fogging dipengaruhi oleh jenis


insektisida, dosis, metode penggunaan, waktu pelaksanaan, jarak sembur, serta

kecepatan angin.

2. Rumusan masalah

a. Apa yang dimaksut dengan Uji WHO Susceptibili, Uji Bioassay

IRS serta Uji Bioassay Fogging ?

b. Bagaimana cara kerja Uji WHO Susceptibili, Uji Bioassay IRS

serta Uji Bioassay Fogging?

3. Tujuan

a. Mengetahui pengertian serta cara kerja dari Uji WHO Susceptibili,

Uji Bioassay IRS serta Uji Bioassay Fogging


BAB II

2.1 WHO Test

A. Pengertian

B. Alat dan Bahan

C. Cara Kerja

2.2 Uji Bioassay IRS

A. Pengertian

B. Alat dan Bahan

C. Cara Kerja

2.3 Uji Bioassay Fogging

A. Pengertian

B. Alat dan Bahan

C. Cara Kerja

Anda mungkin juga menyukai