Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Antibiotik maupun jenis-jenis antimikroba lainnya telah umum dikenal
dikalangan masyarakat. Penggunaan dari ntibiotik dan antimikroba ini pun telah
meningkat, seiring dengan bermunculannya berbagai jenis infeksi yang
kemungkinan ditimbulkan oleh jenis bakteri baru ataupun virus baru.
Kenyataannya adalah bahwa penggunaanya dikalangan awam seringkali disalah
artikan atau disalah gunakan, dalam artian seringkali penatalaksanaan dalam
menangani suatu jenis infeksi yang tidak tepat, yang berupa pemakaian antibiotik
dengan dosis dan lama terapi atau penggunaan yang tidak tepat, karena kurangnya
pemahaman mengenai antibiotik ini sendiri. Hal ini pulalah yang kemudian hari
merupakan penyebab utama dari timbulnya resistensi dari obat-obat antibiotik
maupun antimikroba terhadap jenis bakteri tertentu. Obat-obat antimikroba efektif
dalam pengobatan infeksi karena kemampuan obat tersebut membunuh
mikroorganisme yang menginvasi penjamu tanpa merusak sel.
Dalam percobaan ini akan dilakukan uji sensitifitas, yang merupakan suatu
teknik untuk menetapkan sensitifitas suatu antibiotika dengan mengukur efek
senyawa tersebut pada pertumbuhan suatu mikroorganisme serta berhubungan
dengan waktu inkubasi untuk melihat antibiotik mana yang kerjanya lebih cepat
menghambat atau membunuh mikroba lain. Alasan penggunaan beberapa macam
antibiotik yaitu untuk melihat antibiotik mana yang kerjanya lebih cepat
menghambat atau membunuh mikroba, antibiotik mana yang telah resisten dan
antibiotik mana yang betul-betul cocok untuk suatu jenis mikroba.
Penggunaan atau pemberian antibiotik sebenarnya tidak membuat kondisi
tubuh semakin baik, justru merusak sistem kekebalan tubuh karena imunitas bisa
menurun akibat pemakaiannya. Alhasil, beberapa waktu kemudian akan mudah
jatuh sakit kembali.
Antibiotik hanya melawan infeksi bakteri dan tidak bekerja melawan
infeksi virus, gondok dan bronkhitis. Antibiotik yang diperlukan untuk mengobati
infeksi virus malah bisa membahayakan tubuh. Hal ini karena setiap kali dosis
antibiotik diambil virus tidak terpengaruh, malah sebaliknya, terjadi peningkatan
kekebalan bakteri terhadap antibiotik. Bakteri yang kebal dengan antibiotik tidak
dapat dibunuh dengan obat tersebut pada dosis yang sama. Inilah sebabnya
mengapa setiap orang harus mengikuti petunjuk yang diberikan oleh dokter
sebelum mengambil antibiotik.
Pada percobaan ini dilakukan uji pada beberapa antibiotik terhadap bakteri
E. coli dan S. aureus untuk mengetahui besar sensitif, resistensi, intermediet dan
zona hambat dari setiap antibiotik.
1.2    Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum uji sensitivitas yaitu :
1.         Untuk mengetahui teknik uji sensitivitas.
2.         Untuk mengukur zona hambat pada masing-masing antibiotik terhadap bakteri S.
aureus dan E. coli.
3.         Untuk mengetahui tingkat sensitivitas, intermediet dan resistensi antibiotik
terhadap bakteri S. aureus dan E. coli.
1.3    Manfaat
Adapun manfaat dari praktikum ini adalah praktikan dapat mengetahui
teknik uji sensitivitas, dapat mengukur zona hambat pada masing-masing
antibiotik terhadap bakteri S. aureus dan E. coli, mengetahui tingkat sensitivitas,
intermediet dan resistensi antibiotik terhadap bakteri S. aureus dan E. coli serta
manfaat bagi mahasiswa Ilmu Kesehatan Masyarakat dengan dilakukannya
praktikum ini adalah mempunyai pengetahuan tentang berbagai jenis obat
antibiotik sehingga dapat mengetahui antibiotik yang tepat untuk digunakan
sebagai penghambat pertumbuhan suatu bakteri untuk menyembuhkan penyakit.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1    Uji Sensitivitas


Uji sentifitas bakteri merupakan suatu metode untuk menentukan tingkat
kerentanan bakteri terhadap zat antibakteri dan untuk mengetahui senyawa murni
yang memiliki aktivitas antibakteri. Metode Uji sensitivitas bakteri adalah metode
cara bagaimana mengetahui dan mendapatkan produk alam yang berpotensi
sebagai bahan anti bakteri serta mempunyai kemampuan untuk menghambat
pertumbuhan atau mematikan bakteri pada konsentrasi yang rendah. Uji sentivitas
bakteri merupakan suatu metode untuk menentukan tingkat kerentanan bakteri
terhadap zat antibakteri dan untuk mengetahui senyawa murni yang memiliki
aktivitas antibakteri. Seorang ilmuan dari perancis menyatakan bahwa metode
difusi agar dari prosedur Kirby-Bauer, sering digunakan untuk mengetahui
sensitivitas bakteri. Prinsip dari metode ini adalah penghambatan terhadap
pertumbuhan mikroorganisme, yaitu zona hambatan akan terlihat sebagai daerah
jernih di sekitar cakram kertas yang mengandung zat antibakteri. Diameter zona
hambatan pertumbuhan bakteri menunjukkan sensitivitas bakteri terhadap zat
antibakteri. Selanjutnya dikatakan bahwa semakin lebar diameter zona hambatan
yang terbentuk bakteri tersebut semakin sensitif (Waluyo, 2008).
Sensitivitas adalah suatu keadaan dimana mikroba sangat peka terhadap
antibiotik atau sensitivitas adalah kepekaan suatu antibiotik yang masih baik
untuk memberikan daya hambat terhadap mikroba. Uji sensitivitas terhadap suatu
antimikroba untuk dapat menunjukkan pada kondisi yang sesuai dengan efek daya
hambatnya terhadap mikroba. Suatu penurunan aktivitas antimikroba akan dapat
menunjukkan perubahan kecil yang tidak dapat ditunjukkan oleh metode kimia,
sehingga pengujian secara mikrobiologis dan biologi dilakukan. Biasanya metode
merupakan standar  untuk mengatasi keraguan tentang kemungkinan hilangnya
aktivitas antimikroba (Djide, 2008).
Intermediet adalah suatu keadaan dimana terjadi pergeseran dari keadaan
sensitif ke keadaan yang resisten tetapi tidak resisten sepenuhnya. Sedangkan
resisten adalah suatu keadaan dimana mikroba sudah peka atau sudah kebal
terhadap antibiotik (Djide, 2008).
Resisten adalah ketahan suatu mikroorganisme terhadap suatu anti
mikroba atau antibiotik tertentu. Resisten dapat berupa resisten alamiah, resisten
karena adaya mutasi spontan (resisten kromonal) dan resisten karena terjadinya
pemindahan gen yang resisten (resistensi ekstrakrosomal) atau dapat dikatakan
bahwa suatu mikroorganisme dapat resisten terhadap obat-obat antimikroba,
karena mekanisme genetik atau non-genetik (Djide, 2008).
Penyebab terjadiya resisten terhadap mikroorganisme adalah penggunaan
antibiotik yang tidak tepat, misalnya  penggunaan dengan dosis yang tidak
memadai, pemakaian  yang tidak teratur, demikian juga waktu pengobatan yang
tidak cukup lama, sehingga untuk mencegah atau memperlambat terjadinya
resisten tersebut, maka cara pemakaian antibiotik perlu diperhatikan (Djide,
2008).
Zona Hambat merupakan tempat dimana bakteri terhambat
pertumbuhannya akibat antibakteri atau antimikroba. Zona hambat adalah daerah
untuk menghambat pertumbuhan mikroorrganisme pada media agar oleh
antibiotik. Contohnya: Tetracycline, Erytromycin, dan Streptomycin. Tetracycline
merupakan antibiotik yang memiliki spektrum yang luas sehingga dapat
menghambat pertumbuhan bakteri secara luas (Djide, 2008).
2.2    Medium BHIB Dan Medium MHA
a)        Medium Mueller Hinton Agar (MHA)
Medium Mueller Hinton Agar (MHA) merupakan medium tempat hidup
dan berkembangbiaknya suatu bakteri. Adapun kandungan dari MHA adalah
pepton (6 g), kasein (17,5 g), pati (1,5 g) dan agar (10 g). Semua kandungan
tersebut dilarutkan dalam 1 liter air (Fadhlan, 2010).
b)      Medium Brain Heart Infusion Broth (BHIB)
Medium Brain Heart Infusion Broth (BHIB) adalah media
penyubur yang berguna untuk pertumbuhan berbagai macam bakteri baik bentuk
cair maupun agar. Bahan utama terdiri dari beberapa jaringan hewan ditambah
pepton, Buffer posfat dan sedikit dekstrosa. Penambahan karbohidrat
memungkinkan bakteri dapat menggunakan langsung sebagai sumber energi
(Fadhlan, 2010).
2.3    Antibiotik
Kegiatan antibiotik untuk pertama kalinya ditemukan oleh sarjana Inggris
dr. Alexander Flemming pada tahun 1928 (penisilin). Penemuan ini baru
dikembangkan dan dipergunakan dalam terapi di tahun 1941 oleh dr.Florey
(Oxford) yang kemudian banyak zat lain dengan khasiat antibiotik diisolir oleh
penyelidik-penyelidik di seluruh dunia, akan tetapi berhubung dengan sifat
toksisnya hanya beberapa saja yang dapat digunakan sebagai obat (Suwandi,
2003).
Antibiotik merupakan zat kimia yang dihasilkan mikroorganisme yang
dalam jumlah amat kecil atau rendah bersifat merusak atau menghambat
mikroorganisme lain. Antibiotik mempunyai nilai ekonomi yang tinggi terutama
di bidang kesehatan, karena kegunaanya dalam mengobati berbagai penyakit
infeksi. Adanya penemuan antibiotik-antibiotik baru sangat dibutuhkan dalam
bidang kedokteran karena banyak kuman yang telah resisten terhadap antibiotik-
antibiotik yang sudah ada. Untuk itu perlu dilakukan penelitian eksplorasi untuk
mendapatkan isolasi bakteri yang dapat menghasilkan antibiotik. Antibiotik
banyak dihasilkan oleh alga, lichen, tumbuhan tingkat tinggi, hewan tingkat
rendah, vertebrata dan mikroorganisme (Suwandi, 2003).
Antibiotik sering digunakan untuk mengobati berbagai penyakit infeksi
bakterial. Dalam melakukan terapi dengan menggunakan antibiotik guna
penanggulangan penyakit infeksi bakterial, kadang diperlukan pemeriksaan
kepekaan (tes sensitivitas) kuman terhadap antibiotik yang tersedia, karena pada
masa kini telah banyak ditemukan kuman yang resisten terhadap antibiotik
(Waluyo, 2008).
Obat-obat antimikroba efektif dalam pengobatan infeksi karena toksisitas
selektifnya. Kemampuan obat tersebut membunuh mikroorganisme yang
menginvasi pejamu tanpa merusak sel. Pada kebanyakan kasus, toksisitas lebih
relatif dari pada absolut, yang memerlukan kontrol konsentrasi obat secara hati-
hati untuk menyerang mikroorganisme sehingga dapat ditolerir oleh tubuh. Terapi
antimikroba selektif mempunyai keuntungan dengan adanya perbedaan biokimia
yang timbul antara mikroorganisme dan manusia (Suwandi, 2003).
Menurut Waluyo (2008), pemeriksaan kepekaan kuman terhadap
antibiotika dilakukan dengan :
a.     Cara Cakram (Disc Method), menggunakan cakram kertas saring yang
mengandung antibiotika/bahan kimia lain dengan kadar tertentu yang diletakkan
di atas lempeng agar yang ditanami kuman yang akan diperiksa, kemudian di
inkubasi. Apabila tampak adanya zona hambatan pertumbuhan kuman di
sekeliling cakram antibiotik, maka kuman yang diperiksa sensitif terhadap
antibiotik tersebut. Cara ini disebut juga cara difusi agar, yang lazim dilakukan
adalah cara Kirby-Bauer.
b.    Cara Tabung (Tube Dilution Method), membuat penipisan antibiotik pada
sederetan tabung reaksi yang berisi perbenihan cair. Ke dalam tabung-tabung
tersebut dimasukkan kuman yang akan diperiksa dengan jumlah tertentu dan
kemudian dieram. Dengan cara ini akan diketahui konsentrasi terendah antibiotik
yang menghambat pertumbuhan kuman yang disebut Konsentrasi Hambat
Minimal (KHM) atau Minimal Inhibitory Concentration (MIC).
c.     Cara penipisan seri agar lempeng. Pada umumnya cara ini hampir sama dengan
cara tabung atau penipisan kaldu
d.    pepton, perbedaannya terletak pada media yang digunakan yaitu pada cara ini
menggunakan media padat. Kelemahan cara ini adalah tidak dapat digunakan
untuk semua jenis bakteri. Untuk beberapa bakteri tertentu seperti bakteri yang
membentuk koloni yang sangat halus dalam media agar kaldu pepton (contoh :
Streptococcus) atau bakteri yang akan menyebar pertumbuhannya dalam media
padat (contoh : Proteus)cara ini tidak dapat digunakan.
2.4         Eschericia coli
Escherichia coli merupakan bakteri patogen utama infeksi pada pasien
rawat jalan maupun rawat inap. Sekitar 85% penyebab ISK (Infeksi Saluran
Kemih) dan sekitar 50% infeksi nosokomkial di masyarakat penyebabnya adalah
Escherichia coli. Berdasarkan data pola kuman dan resistensi dari isolat urin pada
3 tempat berbeda di Indonesia yaitu Jakarta (Bagian Mikrobiologi & Bagian
Patologi Klinik FKUI-RSCM), Bandung (Bagian Patologi Klinik Sub Bagian
Mikrobiologi RS Hasan Sadikin) dan Surabaya (Bagian Mikrobiologi RS
Soetomo), jumlah kuman yang didapat dari periode 2002-2004, infeksi oleh
Escherichia coli merupakan yang terbanyak ditemukan yaitu sebanyak 34,85%
diikuti dengan Klebsiella sp (16,63%) dan Pseudomonas sp (14,95%) (Alke,
2012).
2.5         Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus adalah flora normal tubuh manusia yang habitatnya
di hidung, tenggorok dan kulit orang sehat. Infeksi S.aureus baik di rumah sakit
maupun di komunitas diduga terkait dengan adanya kolonisasi hitung koloni
bakteri S.aureus pada tubuh penderita sebagai sumber utama, sehingga dapat
terjadi infeksi oportunistik pada diri penderita sendiri atau terjadi transmisi pada
penderita lain. Saat ini penanganan infeksi khususnya oleh bakteri S. aureus
masih menggunakan antibiotik pilihan jenis β-laktam, makrolida, cephalosporin
dan quinolon serta derivatnya. Akan tetapi bakteri S. aureus telah mampu
memproduksi strain resisten terhadap obat pilihan yang telah ada, yaitu strain
Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Beberapa penyakit infeksi
yang disebabkan oleh S. Aureus adalah bisul, jerawat, impetigo dan infeksi luka.
Infeksi yang lebih berat diantaranya pneumonia, mastitis, plebitis, meningitis,
infeksi saluran kemih, osteomielitis dan endokarditis (Dewi, dkk., 2011).

2.6         Pencegahan
a)   E. coli
Menurut Alke (2012), untuk menghindari supaya tidak tertular E. coli, cara
pencegahan yang dapat dilakukan yaitu :
1.         Pemberian air susu ibu (ASI) secara ekslusif, sampai umur 4-6 bulan. Pemberian
ASI mepunyai banyak keuntungan bagi bayi atau ibunya. Bayi yang mendapat
ASI lebih sedikit dan lebih ringan episode diarenya dan lebih rendah risiko
kematiannya jika disbanding bayi yang mendapat ASI. ASI mengandung antibodi
yang melindungi bayi terhadap infeksi terutama diare, yang tidak terdapat pada
susu sapi atau formula.
2.         Perilaku bersih, memersihkan dapur, mencuci tangan setelah menyentuh daging
mentah, serta membedakan pisau untuk memotong buah dan sayuran dengan
daging mentah seperti daging ayam atau ikan.
3.         Mencuci tangan, mencuci tangan merupakan hal penting yang harus dilakukan
terutama setelah menggunakan kamar mandi dan menyentuh binatang, serta
sebelum menyiapkan makanan. Membilas tangan dengan air dan menggunakan
sabun antiseptik akan membantu mengurangi infeksi bakteri.
b)      S. aureus
Bahan pangan terutama dalam kondisi mentah jika dibiarkan dalam suhu
kamar terlalu lama dapat menyebabkan perkembangan S. aureus dengan
menghasilkan toksin. Salah satu usaha pencegahan adalah dengan menjaga
kebersihan makanan baik selama proses pembuatan atau saat mengkonsumsi,
dengan pemasakan yang benar dan sampai matang dan selam proses
menggunakan alat-alat steril (Dewi, dkk., 2011).
2.7         Pengobatan
a)        E. coli
E. coli terjadi karena banyaknya bakteri yang terdapat pada usus besar
sehingga menyebabkan terjadinya infeksi pada saluran pencernaan (diare). Cara
penanganan dapat dilakukan dengan pemberian obat spectinomycin, neomycin,
kanamycin, amikacin, dan gentamicin (Alke, 2012).
b)        S. aureus
S. aureus terjadi karena adanya gangguan dari faktor lingkungan dan
akhirnya menyebabkan infeksi pada kulit dan menyebabkan luka. Infeksi kulit
ringan biasanya diobati denagn salep antibiotik seperti campuran triple-
nonprescription antibiotik. Dalam beberapa kasus antibiotik oral dapat diberikan
untuk infeksi kulit. Infeksi yang lebih serius dapat diobati dengan antibiotik
Intravena (Dewi, dkk., 2011).

BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Adapun waktu dan tempat pelaksanaan praktikum ini yaitu :
Hari/ tanggal : Jumat/ 25 April 2014
Waktu : 13.30 WITA s/d selesai
Tempat : Laboraturium Terpadu FKIK UNTAD
3.2 Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu :
3.2.1      Alat
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu :
1.        Bunsen
2.        Cawan petri
3.        Handsprayer
4.        Ose loop
5.        Rak tabung
6.        Tabung reaksi
7.        Inkubator
8.        Tabel disk
9.        Pinset
10.    Penggaris
3.2.2      Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu :
1.         Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus.
2.         Medium BHIB
3.         Medium MHA
4.         Spritus
5.         Kapas
6.         Kapas lidi
7.         Alkohol 70%
8.         Korek api
9.         Tissue
10.     Kertas A4
11.     Lidi
12.     Dist Antibiotik Doxycyline (DO)
13.     Dist Antibiotik Streptomycin (S)
14.     Dist Antibiotik Norfloxacin (NOR)
15.     Dist Antibiotik Oxacilin (OX)
16.     Dist Antibiotik Gentamicin (CN)
17.     Dist Antibiotik Bacitracin (B)
18.     Dist Antibiotik Pefloxacin (PEF)
19.     Dist Antibiotik Ampicilin (AMP)
20.     Dist Antibiotik Erythromycin (E)
21.     Dist Antibiotik Ciprofloxacin (CIP)
22.     Dist Antibiotik Tetracycline (TE)
23.     Dist Antibiotik Ceftriaxone (CRO)
24.     Dist Antibiotik Cephalotin (KF)
25.     Dist Antibiotik Amikacin (AK)
26.     Dist Antibiotik Fosfomycin (FOS)
27.     Dist Antibiotik Cefadroxil (CFR)
28.     Dist Antibiotik Novobiocin (NV)
29.     Dist Antibiotik Sulphamethoxazde (SXT)
30.     Dist Antibiotik Nalidixic acid (NA)
31.     Dist Antibiotik Cefotaxime (CTX)
3.3 Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja pada praktikum ini yaitu :
1)             Menyiapkan alat dan bahan.
2)             Menyiapkan medium BHIB dan MHA.
3)             Mensterilkan tangan dan lidi menggunakan alkohol 70%.
4)             Menyalakan bunsen.
5)        Menanamkan bakteri E. colli dan S. aureus dengan cara mengambil koloni
bakteri dan memasukkan ke dalam medim BHIB.
6)        Mendiamkan medium BHIB yang telah dimasukkan bakteri E. colli dan S.
aureus selama 5 menit.
7)        Mengfiksasikan medium MHA dengan cara melidahapikan setiap sisi cawan
petri dengan cara diputar-putar.
8)        Mengambil bakteri E. colli dan S. aureus menggunakan lidi kapas sampai
meresap dengan cara mencelupkan lidi kapas ke suspensi bakteri.
9)        Menggoreskan lidi kapas tersebut pada media MHA.
10)    Menempelkan disk obat pada medium MHA.
11)    Mengfiksasikan kembali cawan petri.
12)    Membungkus cawan petri menggunakan kertas dengan cara dibalik.
13)    Menaruh cawan petri di incubator selama 24 jam dengan suhu 37oC.
14)    Setelah 24 jam, mengukur zona daya hambat yang ada pada medium MHA
tersebut.
15)    Mencocokkan hasil pengukuran zona daya hambat dengan table disk.

BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


Zona
Nama Jenis Hambat
No. Gambar Keterangan
Bakteri Antibiotik Antibiotik
(mm)
Doxycyline 14 mm Intermediet
1. Streptomycin 20 mm Sensitivitas
S. aureus
Norfloxacin 22 mm Sensitivitas
Oxacilin 0 Resistensi
Gentamicin 16 mm Sensitivitas

2. S. aureus Bacitracin 4 mm Resistensi

Pefloxacin 20 mm Intermediet
3. S. aureus Ampicilin 6 mm Resistensi
Erythromycin 14 mm Intermediet
Ciprofloxacin 24 mm Sensitivitas

Tetracycline 36 mm Sensitivitas
Ceftriaxone 40 mm Sensitivitas
4. E. coli Sulphamethox
38 mm Sensitivitas
azde
Nalidixic acid 36 mm Sensitivitas

Cefotaxime 44 mm Sensitivitas
Erythromycin 14 mm Intermediet
5. E. coli
Cephalotin 16 mm Intermediet
Amikacin 30 mm Sensitivitas
Fosfomycin 34 mm Sensitivitas

6. E. coli Cefadroxil 0 Resistensi

Novobiocin 0 Resistensi

4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pengujian antibiotik Doxycyline
dengan menggunakan bakteri S. aureus, diperoleh zona hambat 14 mm dengan
keterangan intermediet. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang ada yaitu 13-15
mm (I) yang artinya antibiotik intermediet terhadap S. aureus dan sebaliknya
bakteri juga intermediet terhadap antibiotik Doxycyline. Berdasarkan hasil
tersebut antibiotik Doxycyline kurang baik digunakan untuk pengobatan pada
penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri S. aureus.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pengujian antibiotik Streptomycin
dengan menggunakan bakteri S. aureus, diperoleh zona hambat 20 mm dengan
keterangan sensitif. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang ada yaitu 15 mm (S)
yang artinya antibiotik sensitif terhadap S. aureus dan sebaliknya bakteri resisten
terhadap antibiotik Streptomycin. Berdasarkan hasil tersebut antibiotik
Streptomycin baik digunakan untuk pengobatan pada penyakit yang disebabkan
oleh infeksi bakteri S. aureus.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pengujian antibiotik Norfloxacin
dengan menggunakan bakteri S. aureus, diperoleh zona hambat 22 mm dengan
keterangan sensitif. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang ada yaitu 17 mm (S)
yang artinya antibiotik sensitif terhadap S. aureus dan sebaliknya bakteri resisten
terhadap antibiotik Norfloxacin. Berdasarkan hasil tersebut antibiotik Norfloxacin
baik digunakan untuk pengobatan pada penyakit yang disebabkan oleh infeksi
bakteri S. aureus.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pengujian antibiotik Oxacilin
dengan menggunakan bakteri S. aureus, diperoleh zona hambat 0 mm dengan
keterangan resistensi. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang ada yaitu 10 mm
(R) yang artinya antibiotik resistensi terhadap S. aureus dan sebaliknya bakteri
sensitif terhadap antibiotik Oxacilin. Berdasarkan hasil tersebut antibiotik
Oxacilin kurang baik digunakan untuk pengobatan pada penyakit yang disebabkan
oleh infeksi bakteri S. aureus.

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pengujian antibiotik Gentamicin


dengan menggunakan bakteri S. aureus, diperoleh zona hambat 16 mm dengan
keterangan sensitif. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang ada yaitu 15 mm (S)
yang artinya antibiotik sensitif terhadap S. aureus dan sebaliknya bakteri resisten
terhadap antibiotik Gentamicin. Berdasarkan hasil tersebut antibiotik Gentamicin
baik digunakan untuk pengobatan pada penyakit yang disebabkan oleh infeksi
bakteri S. aureus.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pengujian antibiotik Bacitracin
dengan menggunakan bakteri S. aureus, diperoleh zona hambat 4 mm dengan
keterangan resistensi. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang ada yaitu 8 mm
(R) yang artinya antibiotik resistensi terhadap S. aureus dan sebaliknya bakteri
sensitif terhadap antibiotik Bacitracin. Berdasarkan hasil tersebut antibiotik
Bacitracin kurang baik digunakan untuk pengobatan pada penyakit yang
disebabkan oleh infeksi bakteri S. aureus.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pengujian antibiotik Pefloxacin
dengan menggunakan bakteri S. aureus, diperoleh zona hambat 20 mm dengan
keterangan intermediet. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang ada yaitu 16-21
mm (I) yang artinya antibiotik intermediet terhadap S. aureus dan sebaliknya
bakteri intermediet terhadap antibiotik Pefloxacin. Berdasarkan hasil tersebut
antibiotik Pefloxacin kurang baik digunakan untuk pengobatan pada penyakit
yang disebabkan oleh infeksi bakteri S. aureus.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pengujian antibiotik Ampicilin
dengan menggunakan bakteri S. aureus, diperoleh zona hambat 6 mm dengan
keterangan resistensi. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang ada yaitu 11 mm
(R) yang artinya antibiotik resistensi terhadap S. aureus dan sebaliknya bakteri
sensitif terhadap antibiotik Ampicilin. Berdasarkan hasil tersebut antibiotik
Ampicilin kurang baik digunakan untuk pengobatan pada penyakit yang
disebabkan oleh infeksi bakteri S. aureus.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pengujian antibiotik Erythromycin
dengan menggunakan bakteri S. aureus, diperoleh zona hambat 14 mm dengan
keterangan intermediet. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang ada yaitu 14-22
mm (I) yang artinya antibiotik intermediet terhadap S. aureus dan sebaliknya
bakteri intermediet terhadap antibiotik Erythromycin. Berdasarkan hasil tersebut
antibiotik Erythromycin kurang baik digunakan untuk pengobatan pada penyakit
yang disebabkan oleh infeksi bakteri S. aureus.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pengujian antibiotik Ciprofloxacin
dengan menggunakan bakteri S. aureus, diperoleh zona hambat 24 mm dengan
keterangan sensitif. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang ada yaitu 21 mm (S)
yang artinya antibiotik sensitif terhadap S. aureus dan sebaliknya bakteri resisten
terhadap antibiotik Ciprofloxacin. Berdasarkan hasil tersebut antibiotik
Ciprofloxacin baik digunakan untuk pengobatan pada penyakit yang disebabkan
oleh infeksi bakteri S. aureus.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pengujian antibiotik Tetracycline
dengan menggunakan bakteri E. coli, diperoleh zona hambat 36 mm dengan
keterangan sensitif. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang ada yaitu 19 mm (S)
yang artinya antibiotik sensitif terhadap E. coli dan sebaliknya bakteri resisten
terhadap antibiotik Tetracycline. Berdasarkan hasil tersebut antibiotik
Tetracycline baik digunakan untuk pengobatan pada penyakit yang disebabkan
oleh infeksi bakteri E. coli.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pengujian antibiotik Ceftriaxone
dengan menggunakan bakteri E. coli, diperoleh zona hambat 40 mm dengan
keterangan sensitif. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang ada yaitu 21 mm (S)
yang artinya antibiotik sensitif terhadap E. coli dan sebaliknya bakteri resisten
terhadap antibiotik Ceftriaxone. Berdasarkan hasil tersebut antibiotik Ceftriaxone
baik digunakan untuk pengobatan pada penyakit yang disebabkan oleh infeksi
bakteri E. coli.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pengujian antibiotik Sulphamethox
azde dengan menggunakan bakteri E. coli, diperoleh zona hambat 38 mm dengan
keterangan sensitif. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang ada yaitu 16 mm (S)
yang artinya antibiotik sensitif terhadap E. coli dan sebaliknya bakteri resisten
terhadap antibiotik Sulphamethox azde. Berdasarkan hasil tersebut antibiotik
Sulphamethox azde baik digunakan untuk pengobatan pada penyakit yang
disebabkan oleh infeksi bakteri E. coli.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pengujian antibiotik Nalidixic acid
dengan menggunakan bakteri E. coli, diperoleh zona hambat 36 mm dengan
keterangan sensitif. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang ada yaitu 19 mm (S)
yang artinya antibiotik sensitif terhadap E. coli dan sebaliknya bakteri resisten
terhadap antibiotik Nalidixic acid. Berdasarkan hasil tersebut antibiotik Nalidixic
acid baik digunakan untuk pengobatan pada penyakit yang disebabkan oleh
infeksi bakteri E. coli.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pengujian antibiotik Cefotaxime
dengan menggunakan bakteri E. coli, diperoleh zona hambat 44 mm dengan
keterangan sensitif. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang ada yaitu 23 mm (S)
yang artinya antibiotik sensitif terhadap E. coli dan sebaliknya bakteri resisten
terhadap antibiotik Cefotaxime. Berdasarkan hasil tersebut antibiotik Cefotaxime
baik digunakan untuk pengobatan pada penyakit yang disebabkan oleh infeksi
bakteri E. coli.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pengujian antibiotik Erythromycin
dengan menggunakan bakteri E. coli, diperoleh zona hambat 14 mm dengan
keterangan intermediet. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang ada yaitu 14-22
mm (I) yang artinya antibiotik intermediet terhadap E. coli dan sebaliknya bakteri
juga intermediet terhadap antibiotik Erythromycin. Berdasarkan hasil tersebut
antibiotik Erythromycin kurang baik digunakan untuk pengobatan pada penyakit
yang disebabkan oleh infeksi bakteri E. coli.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pengujian antibiotik Cephalotin
dengan menggunakan bakteri E. coli, diperoleh zona hambat 16 mm dengan
keterangan intermediet. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang ada yaitu 15-17
mm (I) yang artinya antibiotik intermediet terhadap E. coli dan sebaliknya bakteri
juga intermediet terhadap antibiotik Cephalotin. Berdasarkan hasil tersebut
antibiotik Cephalotin kurang baik digunakan untuk pengobatan pada penyakit
yang disebabkan oleh infeksi bakteri E. coli.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pengujian antibiotik Amikacin
dengan menggunakan bakteri E. coli, diperoleh zona hambat 30 mm dengan
keterangan sensitif. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang ada yaitu 17 mm (S)
yang artinya antibiotik sensitif terhadap E. coli dan sebaliknya bakteri resisten
terhadap antibiotik Amikacin. Berdasarkan hasil tersebut antibiotik Amikacin baik
digunakan untuk pengobatan pada penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri
E. coli.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pengujian antibiotik Fosfomycin
dengan menggunakan bakteri E. coli, diperoleh zona hambat 34 mm dengan
keterangan sensitif. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang ada yaitu 16 mm (S)
yang artinya antibiotik sensitif terhadap E. coli dan sebaliknya bakteri resisten
terhadap antibiotik Fosfomycin. Berdasarkan hasil tersebut antibiotik Fosfomycin
baik digunakan untuk pengobatan pada penyakit yang disebabkan oleh infeksi
bakteri E. coli.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pengujian antibiotik Cefadroxil
dengan menggunakan bakteri E. coli, diperoleh zona hambat 0 mm dengan
keterangan resistensi. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang ada yaitu 14 mm
(R) yang artinya antibiotik resistensi terhadap E. coli dan sebaliknya bakteri
sensitif terhadap antibiotik Cefadroxil. Berdasarkan hasil tersebut antibiotik
Cefadroxil kurang baik digunakan untuk pengobatan pada penyakit yang
disebabkan oleh infeksi bakteri E. coli.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pengujian antibiotik Novobiocin
dengan menggunakan bakteri E. coli, diperoleh zona hambat 0 mm dengan
keterangan resistensi. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang ada yaitu 17 mm
(R) yang artinya antibiotik resistensi terhadap E. coli dan sebaliknya bakteri
sensitif terhadap antibiotik Novobiocin. Berdasarkan hasil tersebut antibiotik
Novobiocin kurang baik digunakan untuk pengobatan pada penyakit yang
disebabkan oleh infeksi bakteri E. coli.

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan pada praktikum ini yaitu :
1.         Teknik uji sensitivitas menggunakan bakteri E. coli dan S. aureus, antibiotik,
medium BHIB dan MHA. Uji sensitivitas antibiotik ari yang sensitif dalah uji
untuk mengidentifikasi bakteri yang sensitif terhadap suatu antibiotik.
2.         Pada bakteri S. aureus, didapatkan zona hambat untuk antibiotik Doxycyline 14
mm, antibiotik Streptomycin 20 mm, antibiotik Norfloxacin 22 mm, antibiotik
Oxacilin 0, antibiotik Gentamicin 16 mm, antibiotik Bacitracin 4 mm, antibiotik
Pefloxacin 20 mm, antibiotik Ampicilin 6 mm, antibiotik Erytrhomycin 14 mm
dan antibiotik Ciprofloxacin 24 mm. Sedangkan pada bakteri E. coli didapatkan
zona hambat untuk jenis antibiotik Tetracycline 36 mm, antibiotik Ceftriaxone 40
mm, antibiotik Sulphamethoxazde 38 mm, antibiotik Nalidixic Acid 36 mm,
antibiotik Cefotaxime 44 mm, antibiotik Erytrhomycin 14 mm, antibiotik
Cephalotin 16 mm, antibiotik Amikacin 30, antibiotik Fosfomycin 34 mm,
antibiotik Cefadroxil 0 dan antibiotik Novobiocin 0.
3.         Pada bakteri S. aureus, antibiotik Doxycyline bersifat (I), antibiotik Streptomycin
bersifat (S), antibiotik Norfloxacin bersifat (S), antibiotik Oxacilin bersifat (R),
antibiotik Gentamicin bersifat (S), antibiotik Bacitracin bersifat (R), antibiotik
Pefloxacin bersifat (I), antibiotik Ampicilin bersifat (R), antibiotik Erytrhomycin
bersifat (I) dan antibiotik Ciprofloxacin bersifat (S). Sedangkan pada bakteri E.
coli jenis antibiotik Tetracycline bersifat (S), antibiotik Ceftriaxone bersifat (S),
antibiotik Sulphamethoxazde bersifat (S), antibiotik Nalidixic Acid bersifat (S),
antibiotik Cefotaxime bersifat (S), antibiotik Erytrhomycin bersifat (I), antibiotik
Cephalotin bersifat (I), antibiotik Amikacin bersifat (S), antibiotik Fosfomycin
bersifat (S), antibiotik Cefadroxil bersifat (R) dan antibiotik Novobiocin bersifat
(R).
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat disampaikan untuk laboran yaitu agar
melengkapi sarana dan prasarana ruangan terutama kursi dan pendingin ruangan.
Kemudian untuk praktikan agar memperhatikan saat asisten menjelaskan agar
dapat lebih memahami materi praktikum.

DAFTAR PUSTAKA

Alke Rumimpunu. 2012. Pola Bakteri Aerob Dan Uji Kepekaan Terhadap Antibiotika
Pada Penderita Otitis Media Di Poliklinik Tht-Kl Blu Rsup Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado Periode Desember 2012 – Januari 2013. Universitas Sam
Ratulangi. Manado. (http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/
ebiomedik/article/download/3860/3375). Diakses pada hari Sabtu, tanggal 26 April
2014. Pukul 08:02 WITA.

Dewi, dkk,. 2011. Staphylococcus aureus pada Komunitas Lebih Resisten terhadap
Ampisilin dibandingkan Isolat Rumah Sakit. Universitas Brawijaya. Malang.
(http:// www. jkb. ub. ac. id/ index. php/ jkb/ article/ download/ 385/ 360).
Diakses pada hari Selasa, tanggal 08 April 2014. Pukul 19:15 WITA.

Djide M, Natsir. 2008. Dasar-dasar Mikrobiologi. Universitas Hasanuddin. Makassar. 

Fadhlan. 2010. Mikrobiologi Farmasi. Salemba medika. Jakarta.

Sumadio, H. 2004. Biokimia dan Farmakologi Antibiotika, USU Press, Medan.

Suwandi, U. 2003. Perkembangan Antibiotik. Cermin Dunia Kedokteran No. 83. Pusat
Penelitian dan Pengembangan PT. Kalbe Farma, Jakarta.
Waluyo, Lud. 2008. Teknik dan Metode Dasar Dalam Mikrobiologi. Malang. UMM
Press.

Anda mungkin juga menyukai