Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Antibiotik yang efektif dan aman telah berkembang begitu pesat sehingga

dapat mengurangi mortalitas akibat penyakit infeksi secara drastis. Namun

keberhasilan tersebut terganggu dengan banyaknya bakteri yang resisten

terhadap antibiotik. Konsekuensi yang tidak terhindarkan akibat meluasnya

penggunaan senyawa antibiotika adalah timbulnya patogen yang resisten

antibiotika, dan peningkatan efek samping (Muslim, dkk. 2020).

Uji sensitivitas antibiotik merupakan tes yang digunakan untuk menguji

kepekaan suatu bakteri terhadap suatu antibiotik. Uji sensitivitas bertujuan

untuk mengetahui efektifitas dari suatu antibiotik. Hasil sensitivitas suatu

bakteri terhadap antibiotik ditentukan oleh diameter zona hambat yang

terbentuk, semakin besar diameter zona hambat yang terbentuk maka

pertumbuhannya semakin terhambat sehingga dibutuhkan standar acuan untuk

menentukan apakah bakteri tersebut resisten atau sensitive terhadap suatu

antibiotik. Beberapa faktor yang dapat mempengarui diameter zona hambat

diantaranya adalah waktu peresapan bakteri dalam media agar dan konsentrasi

antibiotik (Khusuma, dkk. 2019).

Uji sensitivitas terhadap antibiotik merupakan penentuan terhadap suatu

bakteri penyebab penyakit yang menunjukkan resistensi terhadap suatu

antibiotik. Pengujian di lakukan dalam kondisi standar, kondisi tersebut

berpedoman kepada Clinical and Laboratory Standards Institute (CLSI)


dimana standar yang harus dipenuhi adalah konsenterasi inokulum bakteri,

media pembenihan (Muller Hinton) dengan memperhatikan konsentrasi

kation, pH, tambahan darah dan serum, suhu inkubasi, lamanya inkubasi dan

konsentrasi antibiotik (Ramadhani dan Ance, 2020).

Uji sensitivitas bakteri terhadap suatu antibiotik dapat dilakukan dengan

beberapa cara yaitu: difusi cakram (diffusion test), pengenceran atau dilusi

(dilusi test), antimicrobial gradient dan short automated instrument system.

Uji sensitivitas dengan cara difusi merupakan cara yang paling banyak

digunakan karena teknis pemeriksaan lebih mudah dilakukan (Khusuma, dkk.

2019).

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dilakukan pengujian

sensitivitas beberapa antibiotik seperti Ciprofloxacin, Bacitracin, Amoxycillin,

Ampicillin, Penicillin G, Chloramphenicol, Tetracycline terhadap bakteri

penyebab infeksi dengan menggunakan metode difusi.

B. Tujuan

Untuk melakukan pengujian kepekaan antibiotik terhadap bakteri penyebab

infeksi dengan menggunakan metode difusi (Kirby Bauer).


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Antibiotik mampu membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri.

Penggunaan antibiotik sebagai terapi dalam mengobati infeksi harus tepat,

aman dan rasional. Penggunaan antibiotik rasional jika memenuhi kriteria

yang sesuai dengan indikasi penyakit, dosis yang diberikan tepat dan

memenuhi kebutuhan individu, cara pemberian dilakukan dengan jangka

waktu yang memadai dan biaya yang terjangkau. Efek yang terjadi bila

penggunaan antibiotik tidak rasional adalah resistensi bakteri terhadap

antibiotik. Antibiotik yang efektif dan aman telah berkembang begitu pesat

sehingga dapat mengurangi mortalitas akibat penyakit infeksi secara drastis.

Namun keberhasilan tersebut terganggu dengan banyaknya bakteri yang

resisten terhadap antibiotik. Konsekuensi yang tidak terhindarkan akibat

meluasnya penggunaan senyawa antibiotika adalah timbulnya patogen yang

resisten antibiotika, dan peningkatan efek samping (Muslim, dkk. 2020).

Resistensi antibiotik adalah kemampuan mikroorganisme untuk bertahan

terhadap efek antibiotik, diantaranya dengan memperoleh gen resisten melalui

mutasi atau perubahan/pertukaran plasmid (transfer gen) antar spesies bakteri

yang sama. Resistensi bakteri terhadap antibiotik menyebabkan berkurangnya

efektivitas terapi Kurangnya sensitivitas antibiotik terhadap suatu bakteri yang

membuat bakteri itu semakin kebal yang berdampak peningkatan morbiditas

dan mortalitas serta pengeluaran perawatan kesehatan yang berlebihan

(Sukertiasih, dkk. 2021).


Penggunaan antibiotik yang tidak sesuai meningkatkan kasus terjadinya

resistensi antibiotik. Resistensi antibiotik masih menjadi perhatian dalam

pengobatan penyakit infeksi. Resistensi antibiotik terhadap mikroba

menimbulkan beberapa konsekuensi yang fatal. Penyakit infeksi yang

disebabkan oleh bakteri yang gagal berespon terhadap pengobatan

mengakibatkan perpanjangan penyakit, meningkatnya resiko kematian, dan

semakin lamanya masa rawat inap di rumah sakit. Ketika respon terhadap

pengobatan menjadi lambat bahkan gagal, pasien menjadi infeksius untuk

beberapa waktu yang lama (carrier). Hal ini memberikan peluang yang lebih

besar bagi galur resisten untuk menyebar kepada orang lain (Ningsih, dkk.

2021).

Adanya resistensi antibiotika, menyebabkan penurunan kemampuan

antibiotik tersebut dalam mengobati infeksi dan penyakit pada manusia,

hewan dan tumbuhan. Lebih lanjut, hal ini menyebabkan terjadinya masalah

seperti: meningkatnya angka kesakitan dan menyebabkan kematian,

meningkatnya biaya dan lama perawatan, meningkatnya efek samping dari

penggunaan obat ganda dan dosis tinggi (Yunita, dkk. 2021).

Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya resistensi

antibiotik, diantaranya peresepan dalam jumlah yang besar, sehingga dapat

meningkatkan biaya kesehatan yang tidak perlu dan seleksi resistensi terhadap

obat-obatan baru, penggunaan yang kurang tepat (irasional), pengetahuan

pasien yang minim akan menganggap wajib diberikan antibiotik dalam

penanganan penyakit meskipun disebabkan oleh virus (Ningsih, dkk. 2021).


Uji sensitivitas antibiotik merupakan tes yang digunakan untuk menguji

kepekaan suatu bakteri terhadap suatu antibiotik. Uji sensitivitas bertujuan

untuk mengetahui efektifitas dari suatu antibiotik. Uji sensitivitas bakteri

terhadap suatu antibiotik dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu: difusi

cakram (diffusion test), pengenceran atau dilusi (dilusi test), antimicrobial

gradient dan short automated instrument system (Khusuma, dkk. 2019).

Metode difusi adalah metode yang sering digunakan untuk analisis

aktivitas antibakteri. Ada 3 cara dari metode difusi yang dapat dilakukan yaitu

metode sumuran, metode cakram, dan metode silinder. Prinsip kerja metode

difusi adalah terdifusinya senyawa antibakteri ke dalam media padat dimana

mikroba uji telah diinokulasikan. Hasil pengamatan yang diperoleh berupa ada

atau tidaknya daerah bening yang terbentuk di sekeliling kertas cakram yang

menunjukan zona hambat pada pertumbuhan bakteri (Nurhayati, dkk. 2020).

Metode sumuran dilakukan dengan membuat lubang yang dibuat tegak

lurus pada agar padat yang telah diinokulasi dengan bakteri uji. Jumlah dan

letak lubang disesuaikan dengan tujuan penelitian, kemudian lubang diisi

dengan sampel yang akan diuji. Setelah dilakukan inkubasi, pertumbuhan

bakteri diamati untuk melihat ada tidaknya daerah hambatan di sekeliling

lubang. Metode sumuran memiliki kelebihan yaitu lebih mudah mengukur

luas zona hambat yang terbentuk karena bakteri beraktivitas tidak hanya di

permukaan atas nutrien agar tetapi juga sampai ke bawah (Nurhayati, dkk.

2020).
Pembuatan sumuran memiliki beberapa kesulitan seperti terdapatnya

sisa-sisa agar pada suatu media yang digunakan untuk membuat sumuran,

selain itu juga besar kemungkinan media agar retak atau pecah disekitar lokasi

sumuran sehingga dapat mengganggu proses peresapan antibiotik ke dalam

media yang akan memengaruhi terbentuknya diameter zona bening saat

melakukan uji sensitivitas (Nurhayati, dkk. 2020).

Metode difusi menggunakan cakram dilakukan dengan cara kertas

cakram sebagai media untuk menyerap bahan antimikroba dijenuhkan ke

dalam bahan uji. Setelah itu kertas cakram diletakkan pada permukaan media

agar yang telah diinokulasi dengan biakan mikroba uji, kemudian

diinkubasikan selama 18-24 jam pada suhu 35°C. Area atau zona bening di

sekitar kertas cakram diamati untuk menunjukkan ada tidaknya pertumbuhan

mikroba. Diameter area atau zona bening sebanding dengan jumlah mikroba

uji yang ditambahkan pada kertas cakram. Kelebihan dari metoda cakram

yaitu dapat dilakukan pengujian dengan lebih cepat pada penyiapan cakram

(Nurhayati, dkk. 2020).

Metode difusi cakram dalam uji antimikroba mempunyai tingkat

kesesuaian antara 82.0%-100% tergantung dari jenis antibiotik atau

antimikroba yang digunakan. Kekurangan dari metode disk (cakram) difusi

yaitu tingkat osmolaritas larutan uji yang rendah dan konsentrasi ekstrak yang

digunakan lebih sedikit (Rahman, dkk. 2022).


BAB III

METODE PEMERIKSAAN

A. Waktu dan Tempat

1. Waktu

Adapun waktu dilaksanakannya praktikum ini yaitu pada :

Hari : Rabu

Tanggal : 5 juni 2023

Pukul : 09.00 WITA – Selesai

2. Tempat

Adapun tempat dilaksanakanya praktikum ini yaitu di laboratorim

mikrobiologi, lantai 1 gedung D, Universitas Megarezky Makassar.

B. Alat dan Bahan

1. Alat

a. Cawan petri

b. Pipet skala

c. Erlenmeyer

d. Bunsen

e. Batang pengaduk

f. Inkubator

g. Gelas kimia

h. Kaki tiga

i. Autoklaf

j. Neraca analitik
k. Laminar air flow

l. Ose

2. Bahan

a. Muller Hinton Agar (MHA)

b. Disc Paper (antibiotik)

c. Lidi kapas atau swab steril

d. Aquadest

e. Nacl 0,9%

f. Alumunium foil

C. Prisip

Prinsip kerja metode Kirby-Bauer adalah mendifusikan sejumlah senyawa

antibakteri pada media agar yang telah diinokulasi dengan bakteri. metode ini

merupakan metode difusi agar dengan menggunakan paper disc yang telah

distandarilisasi dan dievaluasi secara luas.Obat yang akan diuji diresapkan

pada kertas disc, selanjutnya diletakkan pada kultur MO didalam cawan petri

yang mengandung media agar.

D. Prosedur Kerja

1. Pembuatan Media Muller Hinton Agar (MHA)

a. Ditimbang 17,1 gram media MHA menggunakan neraca analitik.

b. Dimasukan media MHA kedalam erlenmeyer dan dilarutkan

dengan 450 ml aquadest.

c. Dipanaskan dengan bunsen sambil diaduk dengan batang pengaduk

d. Ditutup mulut erlenmeyer menggunakan alumunium foil


e. Dimasukan media kedalam cawan petri, cawan diberi label nama

media dan tanggal pembuatan media

f. Media siap digunakan

g. MHA = 38 × 450 : 1000 = 71,1

2. Pembuatan Suspensi Bakteri

a. Diambil 1 koloni bakteri dari media kultur

b. Disuspensikan dengan NaCl dalam tabung sampai kekeruhan yang

sama dengan standar yang telah dibuat sebelumnya.

3. Penanaman pada Media Muller Hilton Agar (MHA)

a. Dicelupkan lidi kapas steril kedalam suspensi bakteri yang telah

distandarilisasi, dibiarkan agar suspensi bakteri uji meresap

kedalam lidi kapas.

b. Selanjutnya lidi kapas ditekan-tekan pada dinding tabung bagian

dalam sambil diputar-putar.

c. Goreskan pada permukaan MHA sampai seluruh permukaan

tertutup rapat dengan goresan , biasanya dilakukan 3 kali

penggoresan dengan lidi kapas dibolak-balik. Dari goresan pertama

ke goresan , plate diputar 90ºC ,sedangkan goresan kedua ke

goresan 3 plate diputar 45ºC.

d. dibiarkan MHA diatas meja selama 5-15 menit agar suspensi

bakteri dapat meresap kedalam agar


e. Penempelan disc obat Dilakukan secara manual satu persatu

dengan pinset steril dengan template (pola) agar jarak antara disc 1

dengan lainnya tdk kurang dari 15 mm.

f. Lakukan sedikit penekanan sedemikan rupa agar terjadi kontak

yang baik antara disc obat dgn media.

g. Media MHA diinkubasi suhu 37ºC sema 16-18 jam.

4. Pembacaan/ pengukuran diameter zona hambat

a. Diukur diameter zona hambat yg terjadi pada MHA dengan

penggaris.

b. Diaameter zona hambat yang diukur yaitu jernih sekitar disc obat,

c. Diukur dari ujung yang satu ke ujung lain melewati tengah-tengah

disc obat.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

Nama Antibiotik Diameter Zona Hambat

Bacitracin 9 mm

Ciprofloxacin 23,4 mm

Tetracycline 25,9

B. Gambar

Gambar 1.1 Zona Hambat Tetracycline

Gambar 1.2 Zona Hambat Ciprofloxacin


Gambar 1.2 Zona Hambat Ciprofloxacin

C. Pembahasan

Pada praktikum uji kepekaan antibiotik ini menggunakan metode Kirby

Bouer yang merupakan metode difusi agar dengan menggunakan paper disc

yang telah distandarilisasi dan dievaluasi secara luas. Media yang digunakan

yaitu Muller Hinton Agar (MHA)

Pada praktikum ini menggunakan suspensi bakteri Staphylococcus aureus

dan Escherichia coli. Dimana disiapkan 2 tabung suspensi tersebut terdiri dari

masing masing 3 ml Nacl 0,9% dan bakteri Staphylococcus aureus dan

Escherichia coli yang diambil denga ose steril dan dimasukan kemasing-

masing tabung tersebut. Kemudian dibandingkan kekeruhannya dengan

Standar Kekeruhan (Mac Farland 0,5 % dan 1 %). Jika masih terlihat keruh

suspensi tersebut maka harus ditambahkan lagi Nacl 0,9% sampai kekeruhan

suspense sama dengan Standar Kekeruhan (Mac Farland 0,5 % dan 1 %).

Kemudian dilanjutkan dengan penggoresan media atau penanaman bakteri

pada media Muller Hinton Agar (MHA) kemudian didiamkan hingga 15 menit

agar bakteri yang ditanam tersebut betul betul tertanam pada media MHA

tersebut. Setelah didiamkan dilakukan penempelan disc antibiotik media pada


MHA tersebut dengan jarak kurang lebih 2 cm pada masing masing disc.

Adapun disc antibiotik yang dipasang pada media tersebut yaitu

Ciprofloxacin, Bacitracin, Amoxycillin, Ampicillin, Penicillin,

Chloramphenicol, Tetracycline. Kemudian diinkubasi selama 24 jam, lalu

diukur diameter zona hambat antibiotik dengan menggunakaan mistar/jangka

sorong. Zona hambat antibiotik yang diukur yaitu zona bening yang tidak

ditumbuhi oleh bakteri.

Pada praktikum ini kelompok IV mendapkan 3 antibiotik yang sensitive

yaitu Ciprofloxacin, Bacitracin dan Tetracycline. Dimana pada Ciprofloxacin

diameter zona hambatnya yaitu 23,3 mm, pada Tetracycline diameter zona

hambatnya yaitu 25,9 mm. dan pada Bacitracin diameter zona hambatnya

yaitu 9,0 mm dan untuk pada antibiotik, Amoxycillin, Ampicillin, Penicillin

Choloramphenicol tidak terdapat zona hambat sama sekali. Adapun yang

mempengaruhi zona daya hambat yaitu sensitivitas organisme, pH, jenis

mikroba, bahan antimikroba yang digunakan, medium kultur, kondisi

inkubasi, dan kecepatan difusi agar dan obat tersebut resisten terhadap bakteri.
Tabel sensitivitas antibiotik menunjukan bahwa antibiotic Tetracycline

Bacitracin, dan Ciprofloxacin sensitive. Amoxycillin, Ampicillin, Penicillin

resisten karena tidak terdapat sama sekali diameter zona antibiotik.


BAB V

PENUTU

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari praktikum ini yaitu antibiotik yang memiliki

sensitivitas dan kepekaan yang tinggi yaitu Tetracycline , Bacitracin, dan

Ciprofloxacin sensitive. Amoxycillin, Ampicillin, Penicillin resisten .

B. Saran

Adapun saran dari saya pada praktikum ini yaitu agar selalu dalam

pengerjannya harus dilakukan secara steril agar tidak terkontaminasi oleh

mikroorganisme dari luar


DAFTAR PUSTAKA

Khusuma, A., dkk. 2019. Uji Teknik Difusi Menggunakan Kertas Saring Media

Tampung Antibiotik dengan Escherichia Coli Sebagai Bakteri Uji. Jurnal

Kesehatan Prima, Vol. 13, No. 2, Hlm. 151-152.

Muslim, Z., dkk. 2020. Sensitivitas Antibiotik Terhadap Pasien Infeksi Saluran

Pernapasan Akut di Rumah Sakit Bhayangkara Kota Bengkulu. Jurnal

Teknologi dan Seni Kesehatan, Vol. 11, No. 1, Hlm. 31-40.

Ningsih, S., dkk. 2021. Penggunaan Antibiotik Restriksi pada Pasien Ulkus,

Abses dan Batu Kandung Kemih di Bangsal Bedah RSUD H. Abdul

Manap Kota Jambi Periode 2017-2019. Jurnal Sains dan Kesehatan, Vol.

3, No. 3, Hlm. 359-360.

Nurhayati, L., S., dkk. 2020. Perbandingan Pengujian Aktivitas Antibakteri

Starter Yougurt dengan Metode Difusi Sumuran dan Metode Difusi

Cakram, Jurnal Teknologi Hasil Peternakan, Vol. 1, No. 2, Hlm, 41-46.

Rahman, I., W., dkk. 2022. Potensi Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava)

dalam Menghambat Pertumbuhan Serratia marcescens. Jurnal Ilmu Alam

dan Lingkungan, Vol. 13, No. 1, Hlm. 14-22.

Ramadhani, K., dan Ance, R., 2020. Perbandingan Sensitivitas Amoxicillin dan

Eritromicin Terhadap Streptococcus β-hemolyticus Pada Perokok. Jurnal

Pandu Husada, Vol. 2, No. 1, Hlm. 117-118.

Sukertiasih, N., K., dkk. 2021. Studi Retrospektif Gambaran Resistensi Bakteri

Terhadap Antibiotik. Jurnal Ilmiah Medicamento, Vol. 7, No. 2, Hlm.

108-111.
Yunita, S., L., dkk. 2021. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan dan

Perilaku Penggunaan Antibiotika pada Mahasiswa Farmasi Universitas

Muhammadiyah Malang. Pharmaceutical Journal Of Indonesia, Vol. 63,

No. 2, Hlm. 119-123.1

Anda mungkin juga menyukai