Anda di halaman 1dari 19

COMMUNITY AS PARTNER

PADA AGREGAT REMAJA


DENGAN PENYALAGUNAAN NARKOBA

Oleh:
Puguh Raharjo
196070300111030

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2019

0
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG.


Masa remaja merupakan tahapan penting dalam proses
perkembangan dimana terjadi perubahan emosional, seksual,
hubungan sosial dan perubahan gaya hidup. Pada tahap ini remaja
rentan terhadap perilaku tidak sehat, salah satunya penyalahgunaan
narkoba (Park & Kim, 2016). Penyalahgunaan narkoba
berhubungan dengan berbagai faktor, antara lain religiusitas,
keluarga, sosial ekonomi, konfromitas teman sebaya dan
ketersediaan narkoba (Jiloha, 2009; Rahmadona & Agustin, 2014).
Dampak penyalahgunaan narkoba dapat terlihat pada fisik,
psikis maupun sosial seseorang. Penyalahgunaan narkoba dapat
menyebabkan ketergantungan yang berakibat pada gangguan fisik,
komplikasi penyakit, hingga kematian. Dampak terhadap psikis
antara lain menurunnya produktivitas, hilangnya kepercayaan diri,
menyakiti diri-sendiri hingga risiko bunuh diri. Sedangkan dari segi
sosial, penyalahgunaan narkoba dapat menyebabkan gangguan
mental, anti sosial dan asusila, menjadi beban keluarga serta
dikucilkan masyarakat (Muslihatun & Santi, 2015).
Kompleksitas masalah penyalahgunaan narkoba pada
remaja memerlukan partisipasi aktif seluruh komponen bangsa
dalam penanganannya. Perawat komunitas sebagai bagian dari
tenaga kesehatan mutlak melaksanakan fungsi dan perannya dalam
mengatasi masalah penyalahgunaan narkoba pada remaja. Dalam
hal ini, langkah awal yang harus dilakukan perawat adalah
melakukan pengkajian komunitas terkait masalah tersebut.
Eksplorasi terkait epidemiologi penyalahgunaan narkoba
pada suatu komunitas dapat menjadi dasar dalam merancang
kebijakan dan program pengendalian penyalahgunaan narkoba pada
remaja (Feinberg, 2012). Sejalan dengan hal tersebut, model
community as partner dapat diadopsi sebagai framework dalam
pengembangan instrumen pengkajian komunitas dengan masalah

1
penyalahgunaan narkoba pada remaja. Pandangan model
community as partner yang dikembangkan Anderson dan
McFarlane (2011) ini berfokus pada filosofi dasar dari perawatan
kesehatan masyarakat.

1.2 TUJUAN
1.2.1 Tujuan Umum
Menguraikan aplikasi model community as partner dalam
pengembangan instrumen pengkajian komunitas dengan
masalah penyalahgunaan narkoba pada remaja.
1.2.2 Tujuan Khusus
1.2.2.1 Menjelaskan masalah penyalahgunaan narkoba pada
remaja
1.2.2.2 Menjelaskan model community as partner
1.2.2.3 Menjelaskan teori health belived model
1.2.2.4 Menguraikan aplikasi model community as partner
dalam pengembangan instrumen pengkajian
komunitas dengan masalah penyalahgunaan narkoba
pada remaja.
1.2.2.5 Menguraikan kisi kisi instrument pada sesuai
agregat

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 PENYEBAB PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA


REMAJA

2
Penyalahgunaan narkoba pada remaja berhubungan dengan
berbagai faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Salah
satu faktor internal yang bersumber dari remaja sendiri adalah
keyakinan terhadap bahaya narkoba. Remaja dengan keyakinan
yang rendah terhadap bahaya narkoba lebih berisiko
menyalahgunakan narkoba. Selain itu, remaja yang tidak
mengetahui bahaya narkoba akan lebih cenderung menggunakan
narkoba (Birhanu, Bisetegn, & Woldeyohannes, 2014).
Tingkat religiusitas secara langsung berhubungan dengan
kecenderungan remaja terlibat penyalahgunaan narkoba (Safaria,
2007). Remaja yang memiliki tingkat religiusitas rendah lebih
rentan terjerat masalah penyalahgunaan narkoba. Keadaan jiwa
yang tidak damai pada tingkat religiusitas rendah menyebabkan
perilaku anarkis, salah satunya penyalahgunaan narkoba
(Rahmadona & Agustin, 2014). Park dan Kim (2016) juga
menyebutkan suasana hati yang negatif, seperti stress dan depresi
dapat menyebabkan remaja menggunakan narkoba. Remaja
berpikir bahwa penggunaan narkoba dapat menjadi jalan keluar
dari stress yang dirasakan.
Peran keluarga memiliki hubungan yang bermakna terhadap
penyalahgunaan narkoba. Keluarga dengan riwayat pemakaian
narkoba berisiko menyebabkan penyalahgunaan narkoba pada
remaja. Peran keluarga dalam pencegahan penyalahgunaan narkoba
juga memainkan peranan penting dalam penyalahgunaan narkoba
(Birhanu et al., 2014; Rahmadona & Agustin, 2014).
Tingkat sosial ekonomi memiliki hubungan negatif dengan
risiko penyalahgunaan narkoba. Remaja yang menggunakan
narkoba umumnya berasal dari status ekonomi rendah dengan
penghasilan keluarga yang tidak stabil. Ketidakharmonisan
keluarga juga menyebabkan penyalahgunaan narkoba pada remaja.
Perhatian orang tua yang rendah terhadap remaja cenderung

3
menyababkan penyalahgunaan narkoba (Jiloha, 2009; Park & Kim,
2016).
Orientasi sosial pada masa remaja lebih banyak berpusat
pada lingkungan sebaya. Pengaruh negatif dari kelompok sebaya
dapat menjerumuskan remaja dalam penyalahgunaan narkoba.
Keinginan remaja untuk diakui pada lingkungan sebaya salah
satunya dengan mengikuti pengaruh negatif dari teman sebaya
(Safaria, 2007).
Monahan et al. (2011) menyatakan bahwa karakteristik
masyarakat dapat mempengaruhi individu. Karakteristik individu
dalam suatu agregat akan membentuk iklim sosial atau normatif
yang dapat mempengaruhi perilaku individu. Dalam hal
penyalahgunaan narkoba, tingkat risiko penyalahgunaan pada
komunitas remaja juga akan mempengaruhi penyalahgunaan
narkoba pada remaja.
Ketersediaan dan aksesibilitas adalah faktor risiko penting
dalam penyalahgunaan narkoba di kalangan remaja. Remaja
dengan akses yang mudah dalam memperoleh narkoba akan
cenderung menggunakan narkoba. Akses yang mudah tersebut
dapat diperoleh dari keluarga yang menggunakan narkoba maupun
teman sebaya (Jiloha, 2009).

2.2 COMMUNITY AS PARTNER


Model community as partner (Anderson & McFarlane,
2011) didasarkan pada model yang dikembangkan oleh Neuman
dengan menggunakan pendekatan manusia secara utuh dalam
melihat masalah pasien. Model community of client dikembangkan
oleh Anderson dan McFlarlane untuk menggambarkan definisi
keperawatan kesehatan masyarakat sebagai perpaduan antara
kesehatan masyarakat dan keperawatan. Model tersebut dinamakan
model “community as partner” untuk menekankan filosofi dasar
dari perawatan kesehatan masyarakat.

4
Empat konseptual yang merupakan pusat keperawatan dapat
memberikan sebuah kerangka kerja bagi model community as
partner yang didefinisikan sebagai berikut:
1. Individu
Individu dalam model community as partner adalah sebuah
populasi atau sebuah agregat. Setiap orang dalam sebuah
komunitas yang didefinisikan (populasi total) atau agregat
(lansia, dewasa, remaja, anak, perawat) mencerminkan
individu.
2. Lingkungan
Lingkungan dapat diartikan sebagai komunitas seperti jaringan
masyarakat dan sekelilingnya. Hubungan antara masyarakat
dalam komunitas dapat terjadi dimana masyarakat tinggal,
pekerjaan, suku bangsa dan ras, cara hidup, serta faktor lain
yang umumnya dimiliki masyarakat.
3. Kesehatan
Kesehatan dalam model ini dilihat sebagai sumber bagi
kehidupan sehari-hari, bukan tujuan hidup. Kesehatan
merupakan sebuah konsep positif yang menekankan pada
sumber sosial dan personal sebagai kemampuan fisik.
4. Keperawatan
Keperawatan, berdasarkan definisi tiga konsep yang lain,
merupakan upaya pencegahan (prevention). Keperawatan
terdiri dari pencegahan primer yang bertujuan pada
menurunkan kemungkinan yang berhadapan dengan stressor
atau memperkuat bentuk pertahanan, pencegahan sekunder
yang dilakukan setelah sebuah stressor memasuki garis
pertahanan dan menyebabkan sebuah reaksi serta tujuannya
adalah pada deteksi dini dalam mencegah kerusakan lebih
lanjut, dan pencegahan tersier yang bertujuan untuk
meningkatkan dan mengembalikan status kesehatan.
Model community as partner memiliki dua faktor sentral
yaitu berfokus pada komunitas sebagai partner (mitra) yang
digambarkan dalam roda assessment. Fokus sentral tersebut
berhubungan dengan masyarakat pada komunitas sebagai intinya

5
dan menggunakan pendekatan proses keperawatan. Model tersebut
dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Model community as partner digambarkan dalam gambaran


yang jelas untuk membantu pengguna model dalam memahami
bagian-bagiannya yang akan menjadi pedoman dalam praktik di
komunitas. Anderson dan McFarlane (2011) mengatakan bahwa
dengan menggunakan model community as partner terdapat dua
komponen utama yaitu roda pengkajian komunitas dan proses
keperawatan.

6
Roda pengkajian komunitas dalam community as partner
(Anderson & McFarlane, 2011) terdiri dari dua bagian utama yaitu
inti dan delapan subsistem yang mengelilingi inti yang merupakan
bagian dari pengkajian keperawatan, sedangkan proses
keperawatan terdiri dari beberapa tahap mulai dari pengkajian,
diagnosa, perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Inti roda
pengkajian adalah individu yang membentuk suatu komunitas. Inti
meliputi demografi, nilai, keyakinan, dan sejarah penduduk
setempat. Sebagai anggota masyarakat, penduduk setempat
dipengaruhi oleh delapan subsistem komunitas, dan sebaliknya.
Delapan subsistem ini terdiri atas lingkungan, pendidikan,
keamanan dan transportasi, politik dan pemerintahan, pelayanan
kesehatan dan sosial, komunikasi, ekonomi, dan rekreasi.
Garis tebal yang mengelilingi komunitas menggambarkan
garis pertahanan yang normal atau tingkat kesehatan komunitas
yang telah dicapai selama ini. Garis normal pertahanan dapat
berupa karakteristik seperti nilai imunitas yang tinggi, angka
mortalitas infant yang rendah, atau tingkat penghasilan yang
sedang. Garis pertahann normal juga meliputi pola koping yang
digunakan, kemampuan memecahkan masalah yang mencerminkan
kesehatan komunitas. Fleksibilitas garis pertahanan digambarkan
sebagai sebuah garis putus-putus di sekitar komunitas dan garis
pertahanan normal, merupakan daerah (zona) penyangga (buffer)
yang menggambarkan sebuah tingkat kesehatan yang dinamis yang
dihasilkan dari respon sementara terhadap stressor. Respon
sementara tersebut mungkin menjadi gerakan lingkungan melawan
sebuah stressor lingkungan atau sebuah stressor sosial. Kedelapan
subsistem tersebut dibagi dalam garis terputus untuk mengingatkan
bahwa subsistem tersebut saling mempengaruhi (Anderson &
McFarlane, 2011).

3.3 Teori Health Belived Model

7
3.3.1 Pengertian Teori Health Belived Model
Irwin Rosenstock (1974) adalah tokoh yang
mencetuskan health belief model untuk pertama kali bersama
Godfrey Hochbaum (1958). Mereka mengembangkannya
dengan mengemukaan kerentanan yang dirasakan untuk
penyakit TBC. Stephen Kegels (1963) menunjukkan hal yang
serupa mengenai kerentanan yang dirasakan untuk masalah
gigi yang parah dan perhatian untuk mengunjungi dokter gigi
menjadi tindakan prefentif sebagai salah satu solusi masalah
gigi.
Health believed model adalah suatu model yang
digunakan untuk menggambarkan kepercayaan individu
terhadap perilaku hidup sehat, sehingga individu akan
melakukan perilaku sehat, perilaku sehat tersebut dapat
berupa perilaku pencegahan maupun penggunaan fasilitas
kesehatan (Conner, 2005).
3.3.2 Komponen Health Belived Model
Health Belived Model mempunyai enam komponen yaitu :
3.3.2.1 Perceived susceptibility (kerentanan yang dirasakan)
Hal ini mengacu pada persepsi subyektif seseorang
menyangkut risiko dari kondisi kesehatannya. Di
dalam kasus penyakit secara medis, dimensi tersebut
meliputi penerimaan terhadap hasil diagnosa,
perkiraan pribadi terhadap adanya resusceptibilily
(timbul kepekaan kembali), dan susceptibilily
(kepekaan) terhadap penyakit secara umum
3.3.2.2 Perceived severity (keseriuasan yang dirasakan)
Persepsi mengenai keseriusan suatu penyakit,
meliputi kegiatan evaluasi terhadap konsekuensi
klinis dan medis (sebagai contoh, kematian, cacat, dan
sakit) dan konsekuensi sosial yang mungkin terjadi
(seperti efek pada pekerjaan, kehidupan keluarga, dan

8
hubungan sosial). Banyak ahli yang menggabungkan
kedua komponen diatas sebagai ancaman yang
dirasakan (perceived threat). Hal ini berarti perceived
severity berprinsip pada persepsi keparahan yang akan
diterima individu.
3.3.2.3 Perceived benefits (manfaat yang dirasakan).
Perceived Benefits adalah kepercayaan terhadap
keuntungan dari metode yang disarankan untuk
mengurangi risiko penyakit. Ini tergantung pada
kepercayaan seseorang terhadap efektivitas dari
berbagai upaya yang tersedia dalam mengurangi
risiko penyakit, atau keuntungan-keuntungan yang
dirasakan (perceived benefit) dalam mengambil
upaya-upaya kesehatan tersebut. Ketika seorang
memperlihatkan suatu kepercayaan terhadap adanya
kepekaan (susceptibility) dan keseriusan
(seriousness), sering tidak diharapkan untuk
menerima apapun upaya kesehatan yang
direkomendasikan kecuali jika upaya tersebut dirasa
manjur dan cocok
3.3.2.4 Perceived barriers (hambatan yang dirasakan untuk
berubah)
Perceived barriers secara singkat berarti persepsi
hambatan atau persepsi menurunnya kenyamanan saat
meninggalkan perilaku tidak sehat. Aspek-aspek
negatif yang potensial dalam suatu upaya kesehatan
(seperti: ketidakpastian, efek samping), atau
penghalang yang dirasakan (seperti: khawatir tidak
cocok, tidak senang, gugup), yang mungkin berperan
sebagai halangan untuk merekomendasikan suatu
perilaku.
3.3.2.5 Cues to action (Isyarat Tindakan)

9
Cues to action adalah faktor mempercepat tindakan
yang membuat seseorang merasa butuh mengambil
tindakan atau melakukan tindakan nyata untuk
melakukan perilaku sehat. Untuk mendapatkan tingkat
penerimaan yang benar tentang kerentanan, kegawatan
dan keuntungan tindakan, maka diperlukan isyarat-
isyarat yang berupa faktor-faktor eksternal maupun
internal, misalnya pesan-pesan pada media massa,
nasihat atau anjuran kawan atau anggota keluarga lain,
aspek sosiodemografis misalnya tingkat pendidikan,
lingkungan tempat tinggal, pengasuhan dan
pengawasan orang tua, pergaulan dengan teman,
agama, suku, keadaan ekonomi, sosial, dan budaya.
Cues to action merupakan elemen tambahan dari
elemen dasar Health Belief Model.
3.3.2.6 Self Efficacy (Kepercayaan Diri)
Biasanya, seseorang tidak akan mencoba melakukan
sesuatu perubahan baru sampai mereka menyadari
bahwa mereka bisa melakukan perubahan tersebut. Hal
ini senada dengan pendapat Rotter (1966) dan Wallston
mengenai teori self-efficacy oleh Bandura yang penting
sebagai kontrol dari faktor-faktor perilaku sehat. Self
efficacy dalam istilah umum adalah kepercayaan diri
seseorang dalam menjalankan tugas tertentu. Self
Efficacy adalah kepercayaan seseorang mengenai
kemampuannya untuk mempersuasi keadaan atau
merasa percaya diri dengan perilaku sehat yang
dilakukan. Self efficcay dibagi menjadi dua yaitu
outcome expectancy seperti menerima respon yang baik
dan outcome value seperti menerima nilai social
(Hayden, 2014).

10
11
BAB III
PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENGKAJIAN KOMUNITAS
DENGAN MASALAH PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA
REMAJA BERDASARKAN MODEL COMMUNITY AS PARTNER

Instrumen pengkajian komunitas dengan masalah


penyalahgunaan narkoba pada remaja dapat dikembangkan berdasarkan
model community as partner. Pengkajian komunitas pada model
community as partner terdiri dari dua bagian utama, yaitu pengkajian
inti dan delapan subsistem. Pengembangan instrumen pengkajian
tersebut dapat dilihat pada bagan berikut ini:
.
Pelayanan kesehatan
Lingkungan fisik Ekonomi
dan sosial
Komponen Teori Health Belived
Model
Riwayat
Demografi
komunitas
Perceived Susceptibility

Perceived Severity
Penyalahgunaan narkoba Transportasi
Rekreasi dan Perceived Benefits
pada remaja
keamanan
Perceived Barriers

Cues To Action
Nilai dan Statistik
Self Efficacy
kepercayaan vital

Politik dan
Pendidikan Komunikasi
pemerintahan
BAB IV
Kisi-Kisi Instrumen Pengkajian Komunitas dengan Masalah Penyalahgunaan
Narkoba pada Remaja

Metode
Variabel Sub Variabel Sumber data
S O W P
Pengkajian Inti Community as Partner
Riwayat -Sejarah perkembangan √ Tokoh
komunitas komunitas masyarakat
-Kekuatan komunitas √
-Pola perubahan √
komunitas √
Data - Usia remaja √ Remaja
demografi - Jenis kelamin remaja √
- Tipe keluarga √
Statistik -Prevalensi √ Petugas
vital penyalahgunaan kesehatan
narkoba atau
-Morbiditas √ Puskesmas
penyalahgunaan
narkoba
- Mortalitas √
penyalahgunaan
narkoba
Nilai dan - Agama remaja √ Remaja
kepercayaan - Tinjauan narkoba dari √ Tokoh
keyakinan remaja masyarakat
- Nilai dan norma √
masyarakat terkait
penyalahgunaan narkoba
Pengkajian Subsistem
Lingkungan - Luas komunitas √ √ Tokoh
fisik - Batas wilayah √ √ masyarakat
- Penerangan √
- Kebersihan √
Pelayanan - Fasilitas kesehatan yang √ √ √ Remaja
kesehatan ada Tokoh
dan sosial - Pemanfaatan fasilitas √ √ masyarakat
kesehatan oleh remaja
- Petugas kesehatan yang ada √
- Kader kesehatan
- Program kesehatan remaja

√ √
Ekonomi - Pekerjaan orang tua √ Remaja
- Tingkat pendapatan orang √
tua
- Jaminan kesehatan yang √
dimiliki
Transportasi - Alat transportasi √ √ Tokoh
dan - Akses komunitas √ √ masyarakat
keamanan - Fasilitas keamanan √ Remaja
- Tindakan kriminal √
Politik dan - Organisasi kemasyarakatan √ Tokoh
pemerintahan - Kebijakan terkait narkoba √ masyarakat

Komunikasi - Pola komunikasi keluarga √ √ Remaja
- Alat komunikasi √ √
- Pola komunikasi dengan √ √
sebaya
Rekreasi - Program rekreasi √ √ Remaja
- Tempat bermain √ √
Keterangan :
S : Survey
O : Observasi
W : Wawancara
P : Studi pustaka

BAB V

1
PENUTUP

5.1 KESIMPULAN
Usia remaja merupakan salah satu agregat yang harus
diperhatikan karena merupakan masa dimana remaja mengalami
ketidakstabilan dengan perubahan yang terjadi pada dirinya.
Masalah yang sering terjadi adalah kenakalan remaja, salah satunya
risiko penyalahgunaan narkoba. Penyalahgunaan narkoba
berhubungan dengan berbagai faktor, antara lain religiusitas,
keluarga, sosial ekonomi, konfromitas teman sebaya dan
ketersediaan narkoba.
Menyikapi masalah penyalahgunaan narkoba pada remaja,
peran perawat komunitas dalam penanganan risiko penyalahgunaan
narkoba sangat diperlukan. Dalam melakukan pengkajian
komunitas tentang masalah penyalahgunaan narkoba pada remaja,
perawat dapat mengadopsi model community as partner yang
berfokus pada filosofi dasar dari perawatan kesehatan masyarakat.
Dengan penerapan model community as partner dan model family
centered nursing diharapkan mampu mengkaji masalah yang terjadi
pada remaja khususnya penyalahgunaan narkoba.

5.2 SARAN
5.2.1 Perawat komunitas diharapkan dapat mengaplikasikan
pendekatan community as partner dalam pengkajian
komunitas dengan masalah penyalahgunaan narkoba pada
agregat remaja.
5.2.2 Perawat komunitas diharapkan mampu mengembangkan
aplikasi model atau teori lain dalam mengembangkan
instrumen pengkajian komunitas dengan masalah
penyalahgunaan narkoba pada agregat remaja.
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, E.T., McFarlane, J. (2011). Community as partner: theory


and practice in nursing. Philadelphia: Lippincott Williams &

2
Wilkins.
Birhanu, A.M., Bisetegn, T.A., Woldeyohannes, S.M. (2014). High
prevalence of substance use and associated factors among high
school adolescents in Woreta Town, Northwest Ethiopia: multi-
domain factor analysis. BMC Public Health, 14. doi:10.1186/1471-
2458-14-1186
Feinberg, M.E. (2012). Community epidemiology of risk and
adolescent substance use: practical questions for enhancing
prevention. American Journal of Public Health, 102(3), 457–468.
doi:10.2105/AJPH.2011.300496
Jiloha, R.C. (2009). Social and cultural aspects of drug abuse in
adolescents. Delhi Psychiatry Journal, 12(2), 167–175. Diakses
dari http://medind.nic.in
Monahan, K., Egan, E.A., Horn, M.L.V., Arthur, M., Hawkins, D.
(2011). Community-level effects of individual and peer risk and
protective factors on adolescent substance use. Journal of
Community Psychology, 39(4), 478–498. doi:10.1002/jcop
Muslihatun, W.N., Santi, M.Y. (2015). Antisipasi remaja terhadap
bahaya penyalahgunaan narkoba dalam triad kesehatan reproduksi
remaja di Sleman. Jurnal Kebidanan Dan Keperawatan, 11(1),
41–50. Diakses dari http://ejournal.unisayogya.ac.id/ejournal
Park, S., & Kim, Y. (2016). Prevalence, correlates, and associated
psychological problems of substance use in Korean adolescents.
BMC Public Health, 16(1), 79. doi:10.1186/s12889-016-2731-8
Rahmadona, E., Agustin, H. (2014). Faktor yang berhubungan dengan
penyalahgunaan narkoba di RSJ Prof. HB. Sa’anin. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Andalas, 8(2), 59–65. Diakses dari
http://jurnal.fkm.unand.ac.id

Safaria, T. (2007). Kecenderungan penyalahgunaan napza ditinjau dari


tingkat religiusitas, regulasi emosi , motif berprestasi , harga diri ,

3
keharmonisan keluarga dan pengaruh negatif teman sebaya.
Humanitas, 4(1), 13–24. Diakses dari
http://journal.uad.ac.id/index.php
United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC). (2016). World
drug report. New York: UNODC. Diakses dari
http://www.unodc.org

Anda mungkin juga menyukai