PERILAKU MEROKOK
Disusun Oleh:
Kelompok 11
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
laporan ini adalah berkat bantuan dan dukungan serta bimbingan dari berbagai pihak,
maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan teima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Dr. M. Sajidin, S.Kep.M.Kes. selaku Ketua STIKes Bina Sehat PPNI Mojokerto yang
2. Eka Nor Soemah, S.Kep.Ns.M.Kes. selaku Prodi Profesi Ners STIKes Bina Sehat
PPNI Mojokerto yang telah memberikan kesempatan penulis untuk terjun langsung
STIKes Bina Sehat PPNI Mojokerto yang telah memberikan kesempatan penulis
komunitas ini masih jauh dari sempurna, karena penulis mengharapkan kritik dan saran
PENDAHULUAN
adalah antara 10 sampai 19 tahun dan belum kawin. Seorang remaja akan
diberikan tanggung jawab yang lebih besar dari kedua orang tuanya
Masalah umum yang terjadi pada remaja sebagian besar adalah bentuk
perilaku yang menyimpang. Saat ini sering kita lihat banyak remaja
Cha12 \l 14345 ].
baik dikantor, dipasar ataupun tempat umum lainnya atau bahkan dikalangan rumah
Umumnya rokok pertama dimulai saat usia remaja. Sejumlah studi menemukan
penghisapan rokok pertama dimulai pada usia 11-13 tahun (Smet, 1994). Studi
Mirner (Tuakli dkk, 1990) menemukan bahwa perilaku merokok diawali oleh rasa
ingin tahu dan pengaruh teman sebaya. Smet (1994) bahwa mulai merokok terjadi
akibat pengaruh lingkungan sosial. Modelling (meniru perilaku orang lain) menjadi
salah satu determinan dalam memulai perilaku merokok (Nasution, 2008). Perilaku
yang dilakukan oleh lembaga survey WHO, Indonesia menduduki peringkat ke-3
sebagai jumlah perokok terbesar di dunia. Diantara para remaja tersebut sekitar 25%
perokok pada usia sebelum 10 tahun dan pada remaja usia 10 tahun berjumlah
27,7%, dan usia dibawah 20 tahun sebanyak 68% [ CITATION Lin12 \l 14345 ] .
Berdasarkan data survey dari GYTS tahun 2019 dari total remaja yang
di survey ditemukan 19,2% pelajar, 35,6% anak laki-laki dan 3,5 anak
perempuan saat ini menggunakan produk tembakau. Sementara itu dari total
remaja yang disurvey ditemukan 18,8% pelajar, 35,5% anak laki-laki, dan
2,9 anak perempuan saat ini menghisap tembakau. Sedangkan dari total
remaja yang disurvey didapatkan 19,2% pelajar, 38,3% anak laki-laki, dan
pengetahuan tentang akibat-akibat yang berbahaya dari rokok seperti asap rokok
terhirup oleh anak-anak/ bayi yang organ tubuh (mis. System pernafasan) yang
masih rentan terhadap pengaruh dari asap rokok tersebut. Selain dampak langsung
yang merugikan terhadap kesehatan, rokok juga memiliki dampak ekonomi yang
kesehatan. Remaja adalah tahap dimana masih mencari jati diri mereka, mereka
masih ingin mencoba hal–hal baru dan mudah terpengaruh terhadap lingkungan yang
mereka tinggali. Di kalangan remaja saat ini, merokok bisa dikatakan sebagai
kebiasaan yang wajar. Bahkan di mata perokok, merokok sering dianggap sebagai
perilaku gentle/jantan dan menganggap bahwa lelaki yang tidak merokok seperti
seorang pecundang. Karena pernyataan yang salah inilah maka banyak remaja yang
sebagai salah satu upaya untuk mempunyai potensi keperawatan secara mandiri
sekunder dan tersier kepada remaja terkait permasalahan yang dialami saat ini.
1.2 Tujuan
mahasiswa mampu:
dengan masalah yang telah ditemukan serta dengan tujuan dan kriteria hasil
1.3 Manfaat
masyarakat.
keperawatan komunitas
interpersonal.
1) Salah satu tolak ukur keberhasilan Program Studi Profesi Ners Sekolah
dilakukan oleh individu satu dengan individu lain dan sesuatu itu bersifat
nyata. Menurut Morgan (1986) tidak seperti pikiran atau perasaan, perilaku
dipelajari.
pengertian yang luas yaitu perilaku yan tampak (overt behavior) dan perilaku
kognitif.
Pertama perilaku dalam arti luas didefinisikan sebagai segala sesuatu yang
1991).
umum dijumpai. Perokok berasal dari berbagai kelas sosial, status, serta
kelompok umur yang berbeda, hal ini mungkin dapat disebabkan karena
rokok bisa didapatkan dengan mudah dan dapat diperoleh dimana pun juga.
sedangkan rokok sendiri adalah gulungan tembakau yang berbalut daun nipah
sendiri juga dapat berakibat bagi orang-orang lain yang berada disekitarnya.
1984).
merokok adalah suatu kegiatan atau aktivitas membakar rokok dan kemudian
Seperti yang diungkapkan oleh Leventhal & Clearly (Komasari & Helmi,
perokok, yaitu :
1. Tahap Prepatory. Seseorang mendapatkan gambaran yang
menyenangkan mengenai merokok dengan cara mendengar, melihat atau
dari hasil bacaan. Hal-hal ini menimbulkan minat untuk merokok.
2. Tahap Initiation. Tahap perintisan merokok yaitu tahap apakah
seseorang akan meneruskan atau tidak terhadap perilaku merokok.
3. Tahap Becoming a Smoker. Apabila seseorang telah mengkonsumsi
rokok sebanyak empat batang per hari maka mempunyai kecenderungan
menjadi perokok.
4. Tahap Maintenance of Smoking. Tahap ini merokok sudah menjadi salah
satu bagian dari cara pengaturan diri (self regulating). Merokok
dilakukan untuk memperoleh efek fisiologis yang menyenangkan.
Menurut Smet (1994) ada tiga tipe perokok yang dapat diklasifikasikan
menurut banyaknya rokok yang dihisap. Tiga tipe perokok tersebut
adalah:
1. Perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang rokok dalam sehari.
2. Perokok sedang yang menghisap 5-14 batang rokok dalam sehari.
3. Perokok ringan yang menghisap 1-4 batang rokok dalam sehari.
Tempat merokok juga mencerminkan pola perilaku merokok. Berdasarkan
tempat-tempat dimana seseorang menghisap rokok, maka Mu’tadin (2002)
menggolongkan tipe perilaku merokok menjadi :
1. Merokok di tempat-tempat umum / ruang publik
a. Kelompok homogen (sama-sama perokok), secara bergerombol
mereka menikmati kebiasaannya. Umumnya mereka masih
menghargai orang lain, karena itu mereka menempatkan diri di
smoking area.
b. Kelompok yang heterogen (merokok ditengah orang-orang lain yang
tidak merokok, anak kecil, orang jompo, orang sakit, dll).
2. Merokok di tempat-tempat yang bersifat pribadi
a. Kantor atau di kamar tidur pribadi. Perokok memilih tempat-tempat
seperti ini yang sebagai tempat merokok digolongkan kepada
individu yang kurang menjaga kebersihan diri, penuh rasa gelisah
yang mencekam.
b. Toilet. Perokok jenis ini dapat digolongkan sebagai orang yang suka
berfantasi.
Menurut Silvan & Tomkins (Mu’tadin, 2002) ada empat tipe perilaku
merokok berdasarkan Management of affect theory, ke empat tipe
tersebut adalah :
5. Faktor Sosial-kultural
Kebiasaan budaya, kelas sosial, tingkat pendidikan, penghasilan,
dan gengsi pekerjaan akan mempengaruhi perilaku merokok pada
individu
6. Faktor Sosial Politik
Menambahkan kesadaran umum berakibat pada langkah-langkah
politik yang bersifat melindungi bagi orang-orang yang tidak
merokok dan usaha melancarkan kampanye-kampanye promosi
kesehatan untuk mengurangi perlaku merokok. Merokok menjadi
masalah yang bertambah besar di negara-negara berkembang
seperti Indonesia.
Berdasarkan apa yang telah diuraikan diatas maka dapat
diambil kesimpulan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi
perilaku merokok remaja, faktor-faktor tersebut yaitu faktor
demografis, fakator lingkungan sosial, faktor psikologis, faktor
sosial-kultural, dan faktor sosial politik.
2.1.5 Motif Perilaku Merokok
1. Faktor Psikologis
Pada umumnya faktor-faktor tersebut tentang ke dalam lima
bagian, yaitu :
a. Kebiasaan
Perilaku merokok menjadi sebuah perilaku yang harus
tetap dilakukan tanpa adanya motif yang bersifat
negatif ataupun positif. Seseorang merokok hanya
untuk meneruskan perilakunya tanpa tujuan tertentu.
b. Reaksi emosi yang positif
Merokok digunakan untuk menghasilkan emosi yang
positif, misalnya rasa senang, relaksasi, dan
kenikmatan rasa. Merokok juga dapat menunjukkan
kejantanan (kebanggaan diri) dan menunjukkan
kedewasaan.
c. Reaksi untuk penurunan emosi
Merokok ditujukan untuk mengurangi rasa tegang,
kecemasan biasa, ataupun kecemasan yang timbul
karena adanya interaksi dengan orang lain.
d. Alasan sosial
Merokok ditujukan untuk mengikuti kebiasaan
kelompok (umumnya pada remaja dan anak-anak),
identifikasi dengan perokok lain, dan untuk
menentukan image diri seseorang. Merokok pada
anak-anak juga dapat disebabkan adanya paksaan dari
teman-temannya.
e. Kecanduan atau ketagihan
Seseorang merokok karena mengaku telah mengalami
kecanduan. Kecanduan terjadi karena adanya nikotin
yang terkandung di dalam rokok. Semula hanya
mencoba-coba rokok, tetapi akhirnya tidak dapat
menghentikan perilaku tersebut karena kebutuhan tubuh
akan nikotin.
2. Faktor biologis
Faktor ini menekankan pada kandungan nikotin yang ada
di dalam rokok yang dapat mempengaruhi ketergantungan
seseorang pada rokok secara biologis.
Selain motif-motif diatas, individu juga dapat merokok
dengan alasan sebagai alat dalam mengatasi stres (coping)
(Wills, dalam Sarafino, 1994). Sebuah studi menemukan
bahwa bagi kalangan remaja, jumlah rokok yang mereka
konsumsi berkaitan dengan stres yang mereka alami, semakin
besar stres yang dialami, semakin banyak rokok yang mereka
konsumsi.
3. Tempat merokok
Tipe perokok berdasarkan tempat ada dua (Mu’tadin,
2002) yaitu :
a. Merokok di tempat-tempat umum / ruang publik
1. Kelompok homogen (sama-sama perokok),
secara bergerombol mereka menikmati
kebiasaannya. Umumnya mereka masih
menghargai orang lain, karena itu mereka
menempatkan diri di smoking area.
2. Kelompok yang heterogen (merokok ditengah
orang-orang lain yang tidak merokok, anak
kecil, orang jompo, orang sakit, dll).
2.3.1 Pengkajian
Contoh :
No Data Diagnosa
Keperawatan
Hasil angket:
- 52% kemampuan penduduk dalam mencegah Perilaku
remaja merokok kurang baik. Kesehatan
- 44% remaja merokok usia <18 tahun cenderung
Dan tidak pernah mendapatkan berisiko
terjadinya
penyuluhan tentang Bahaya Merokok. masalah
- 59% hambatan yang dirasakan dalam Remaja
mengurangi remaja perokok karena pergaulan, Merokok
lingkungan, serta orang tua yang sibuk dengan
pekerjaan.
Hasil winshield survey:
- Alasan remaja untuk merokok karena alasan ingin
mencoba/iseng khususnya di RW ”X” dan RW “Y.
Hasil wawancara:
- Menurut kader, banyak remaja yang merokok ketika
masih sekolah smp dan sma karena faktor teman
dan lingkungan
- Menurut 4 remaja mengatakan bahwa mereka mulai
merokok karena penasaran dan coba-coba,
kemudian ketagihan, dan usia kurang dari 18 tahun
Studi dokumentasi :
- Hasil rekap kejadian Remaja merokok rata-rata
dengan 10 remaja disetiap RT.
Menetapkan skala prioritas dilakukan untuk menentukan tindakan
yang lebih dahulu ditanggulangi karena dianggap dapat mengancam
kehidupan masyarakat secara keseluruhan dengan mempertimbangkan:
a. Masalah spesifik yang mempengaruhi kesehatan masyarakat
b. Kebijaksanaan nasional dan wilayah setempat
c. Kemampuan dan sumber daya masyarakat
d. Keterlibatan, partisipasi dan peran serta masyarakat
Kriteria skala prioritas:
a. Perhatian masyarakat, meliputi: pengetahuan, sikap, keterlibatan emosi
masyarakat terhadap masalah kesehatan yang dihadapi dan urgensinya untuk
segera ditanggulangi.
b. Prevalensi menunjukkan jumlah kasus yang ditemukan pada suatu kurun
waktu tertentu
c. Besarnya masalah adalah seberapa jauh masalah tersebut dapat
menimbulkan gangguan terhadap kesehatan masyarakat
d. Kemungkinan masalah untuk dapat dikelola dengan mempertimbangkan
berbagai alternatif dalam cara-cara pengelolaan masalah yang menyangkut
biaya, sumber daya, srana yang tersedia dan kesulitan yang mungkin timbul
(Effendi Nasrul, 1995).
2. Defisit 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 45
Pengetahuan
3. Dan
seterusnya….
Keterangan Pembobotan:
F = Sesuai program
pemerintah
2.3.3 Perencanaan
2.3.4 Pelaksanaan
Pada tahap ini rencana yang telah disusun dilaksanakan dengan melibatkan
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat sepenuhnya dalam mengatasi
masalah kesehatan dan keperawatan yang dihadapi. Hal-hal yang perlu
dipertimbangkan dalam pelaksanaan kegiatan perawatan kesehatan masyarakat
adalah:
1) Melaksanakan kerjasama lintas program dan lintas sektoral dengan instansi
terkait
2) Mengikutsertakan partisipasi aktif individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya
3) Memanfaatkan potensi dan sumber daya yang ada di masyarakat
Level pencegahan dalam pelaksanaan praktik keperawatan komunitas terdiri
atas:
a. Pencegahan Primer
Pencegahan yang terjadi sebelum sakit atau ketidak fungsinya dan
diaplikasikannya ke dalam populasi sehat pada umumnya dan perlindungan
khusus terhadap penyakit.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder menekankan diagnosa diri dan intervensi yang tepat
untuk menghambat proses patologis, sehingga memprependek waktu sakit
dan tingkat keparahan.
c. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier dimulai pad saat cacat atau terjadi ketidakmampuan
sambil stabil atau menetap atau tidak dapat diperbaiki sama sekali.
Rehabilitasi sebagai pencegahan primer lebih dari upaya menghambat proses
penyakit sendiri, yaitu mengembalikan individu kepada tingkat berfungsi
yang optimal dari ketidakmampuannya.
Keterangan:
: peran masyarakat
: peran perawat
Pada gambar diatas dapat dijelaskan alih peran untuk memandirikan klien
dalam menanggulangi masalah kesehatan, pada awalnya peran perawat lebih
besar daripada klien dan berangsur-angsur peran klien lebih besar daripada
perawat.
Tujuan akhir perawatan komunitas adalah kemandirian keluarga yang terkait
dengan lima tugas kesehatan, yaitu: mengenal masalah kesehatan, mengambil
keputusan tindakan kesehatan, merawat anggota keluarga, menciptakan
lingkungan yang dapat mendukung upaya peningkatan kesehatan keluarga serta
memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang tersedia, sedangkan
pendekatan yang digunakan adalah pemecahan masalah keperawatan yaitu
melalui proses keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Zulfiarini, F. M., & Cahyati, W. H. (2018). Perilaku Merokok pada Remaja Umur
13-14 Tahun Mirnawati1. HIGEIA JOURNAL OF PUBLIC HEALTH
RESEARCH AND DEVELOPMENT, 2(186), 396–405.
https://doi.org/https://doi.org/10.15294 /higeia/v2i3/26761