Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN KOMUNITAS PADA REMAJA DENGAN

PERILAKU MEROKOK

Disusun Oleh:
Kelompok 11

1. Wisnu Aji Nugroho (202003049)


2. Jelita Juni Dwi A. (202003016)
3. Iin Anjarsari (202003050)
4. Eka Ruzdatul U. (202003077)
5. Happy kurnia Sari (202003109)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO
2021

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah

memberikan kemudahan dalam menyelesaikan “Laporan Pendahuluan dan Asuhan


Keperawatan Komunitas Pada Remaja Dengan Perilaku Merokok”. Selesainya penulisan

laporan ini adalah berkat bantuan dan dukungan serta bimbingan dari berbagai pihak,

maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan teima kasih yang sebesar-besarnya

kepada :

1. Dr. M. Sajidin, S.Kep.M.Kes. selaku Ketua STIKes Bina Sehat PPNI Mojokerto yang

memberikan kesempatan fasilitas untuk mengikuti pendidikan di Program Studi Ners.

2. Eka Nor Soemah, S.Kep.Ns.M.Kes. selaku Prodi Profesi Ners STIKes Bina Sehat

PPNI Mojokerto yang telah memberikan kesempatan penulis untuk terjun langsung

ke masyarakat untuk melakukan praktik keperawatan komunitas

3. Arif Andriyanto, M.Kep., Sp.Kep.Kom. selaku dosen pembimbing akademik di

STIKes Bina Sehat PPNI Mojokerto yang telah memberikan kesempatan penulis

untuk membuat tugas laporan praktik keperawatan komunitas.

Akhirnya penulis menyadari bahwa laporan kegiatan praktik keperawatan

komunitas ini masih jauh dari sempurna, karena penulis mengharapkan kritik dan saran

yang bersifat membangun yang diharapkan akan menyempurnakan proposal ini.

Mojokerto, Maret 2021


Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke dewasa.

Remaja menurut WHO (2014), adalah seseorang yang berusia 10 sampai 19

tahun. Sedangkan menurut Menteri Kesehatan RI (2010), batas usia remaja

adalah antara 10 sampai 19 tahun dan belum kawin. Seorang remaja akan

diberikan tanggung jawab yang lebih besar dari kedua orang tuanya

agar semakin mempelajari dunia dewasa dan perlahan meninggalkan

jiwa kekanak-kanakannya (Sari, 2019).

Masalah umum yang terjadi pada remaja sebagian besar adalah bentuk

perilaku ataupun kebiasaan yang menyimpang baik secara kesehatan, moral,

maupun sosial. Bentuk perilaku-perilaku penyimpangan tersebut dapat kita

sebut sebagai kenakalan remaja. Kenakalan remaja mencakup beberapa

perilaku yang menyimpang. Saat ini sering kita lihat banyak remaja

melakukan perilaku-perilaku yang menyimpang baik secara hukumn, agama,

moral maupun sosial. Perilaku-perialaku yang menyimpang tersebut dapat

berpengaruh serta berdampak negatif pada kesehatan remaja [ CITATION

Cha12 \l 14345 ].

Dalam kehidupan sehari-hari seringkali ditemui orang merokok dimana-mana,

baik dikantor, dipasar ataupun tempat umum lainnya atau bahkan dikalangan rumah

tangga sendiri. Kebiasaan merokok dimulai dengan adanya rokok pertama.

Umumnya rokok pertama dimulai saat usia remaja. Sejumlah studi menemukan

penghisapan rokok pertama dimulai pada usia 11-13 tahun (Smet, 1994). Studi
Mirner (Tuakli dkk, 1990) menemukan bahwa perilaku merokok diawali oleh rasa

ingin tahu dan pengaruh teman sebaya. Smet (1994) bahwa mulai merokok terjadi

akibat pengaruh lingkungan sosial. Modelling (meniru perilaku orang lain) menjadi

salah satu determinan dalam memulai perilaku merokok (Nasution, 2008). Perilaku

merokok sangat berdampak negatif pada remaja. Disamping perilaku merokok

merupakan suatu pemborosan, merokok juga dapat menimbulkan pencemaran

lingklungan dan masalah kesehatan yang kompleks. Berdasarkan hasil penelitian

yang dilakukan oleh lembaga survey WHO, Indonesia menduduki peringkat ke-3

sebagai jumlah perokok terbesar di dunia. Diantara para remaja tersebut sekitar 25%

perokok pada usia sebelum 10 tahun dan pada remaja usia 10 tahun berjumlah

27,7%, dan usia dibawah 20 tahun sebanyak 68% [ CITATION Lin12 \l 14345 ] .

Berdasarkan data survey dari GYTS tahun 2019 dari total remaja yang

di survey ditemukan 19,2% pelajar, 35,6% anak laki-laki dan 3,5 anak

perempuan saat ini menggunakan produk tembakau. Sementara itu dari total

remaja yang disurvey ditemukan 18,8% pelajar, 35,5% anak laki-laki, dan

2,9 anak perempuan saat ini menghisap tembakau. Sedangkan dari total

remaja yang disurvey didapatkan 19,2% pelajar, 38,3% anak laki-laki, dan

2,4% anak perempuan saat ini menghisap rokok (GYTS, 2019).

Adapun beberapa pendapat dari tokoh mayarakat setempat, Pak RT setempat

yakni permasalahan di lingkungan sekitar mengacu pada permasalahan pada

beberapa opini warga dalam menyikapi permasalahan pada remaja, kurangnya

pengetahuan tentang akibat-akibat yang berbahaya dari rokok seperti asap rokok

terhirup oleh anak-anak/ bayi yang organ tubuh (mis. System pernafasan) yang

masih rentan terhadap pengaruh dari asap rokok tersebut. Selain dampak langsung

yang merugikan terhadap kesehatan, rokok juga memiliki dampak ekonomi yang

juga sangat merugikan.


Kecenderungan remaja yang ingin mencoba merokok menyebabkan masalah

kesehatan. Remaja adalah tahap dimana masih mencari jati diri mereka, mereka

masih ingin mencoba hal–hal baru dan mudah terpengaruh terhadap lingkungan yang

mereka tinggali. Di kalangan remaja saat ini, merokok bisa dikatakan sebagai

kebiasaan yang wajar. Bahkan di mata perokok, merokok sering dianggap sebagai

perilaku gentle/jantan dan menganggap bahwa lelaki yang tidak merokok seperti

seorang pecundang. Karena pernyataan yang salah inilah maka banyak remaja yang

terpengaruh dan memilih untuk merokok (Zulfiarini & Cahyati, 2018).

Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan dalam suatu lingkungan,

mahasiswa dapat menerapkan konsep kesehatan dan keperawatan komunitas, serta

sebagai salah satu upaya untuk mempunyai potensi keperawatan secara mandiri

sesuai dengan kompetensi yang harus dicapai, maka mahasiswa melaksanakan

Program Praktek Keperawatan Komunitas dengan menggunakan pendekatan primer,

sekunder dan tersier kepada remaja terkait permasalahan yang dialami saat ini.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Mengetahui masalah- masalah pada remaja sehingga mahasiswa mampu

membuat kesimpulan dan menerapkan asuhan keperawatan komunitas pada

setiap area pelayanan keperawatan di komunitas dengan pendekatan proses

keperawatan komunitas dan pengorganisasian komunitas.

1.2.2 Tujuan Khusus

Setelah menyelesaikan program praktek keperawatan komunitas,

mahasiswa mampu:

1) Melakukan pengkajian dalam suatu wilayah atau lingkungan (termasuk

yang telah ditentukan sebelumnya)


2) Melakukan analisa data dari data pengkajian guna menentukan diagnosis

keperawatan secara tepat dalam dalam suatu wilayah atau lingkungan

(termasuk yang telah ditentukan sebelumnya)

3) Membuat rencana tindakan atau intervensi keperawatan yang sesuai

dengan masalah yang telah ditemukan serta dengan tujuan dan kriteria hasil

yang relevan sesuai prosedur

4) Mengimplementasikan intervensi keperawatan yang telah dibuat guna

memperbaiki atau mengatasi masalah

5) Membuat evaluasi terkait implementasi yang telah diberikan sehingga

dapat melihat capaian daripada target/ tujuan dan kriteria hasil

1.3 Manfaat

1.3.1 Untuk Mahasiswa

1) Dapat mengaplikasikan konsep kesehatan komunitas secara nyata kepada

masyarakat.

2) Belajar menjadi model profesional dalam menerapkan asuhan

keperawatan komunitas

3) Meningkatkan kemampuan menganalisa masalah kesehatan masyarakat

4) Meningkatkan keterampilan komunikasi, kemandirian dan hubungan

interpersonal.

1.3.2 Untuk Remaja

1) Mendapatkan kesempatan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam

upaya peningkatan kesehatan pada remaja.

2) Mendapatkan kemampuan untuk mengenal, mengerti dan menyadari

masalah kesehatan dan mengetahui cara penyelesaian masalah kesehatan

yang di alami remaja.


3) Remaja mengetahui gambaran status kesehatannya dan mempunyai

upaya peningkatan status kesehatan tersebut.

1.3.3 Untuk Pendidikan

1) Salah satu tolak ukur keberhasilan Program Studi Profesi Ners Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Sehat PPNI Kabupaten Mojokerto

2) Sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam pengembangan model

praktek keperawatan komunitas selanjutnya.


BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Perilaku Merokok

2.1.1 Pengertian Perilaku

Sarwono (1993) mendefinisikan perilaku sebagai sesuatu yang

dilakukan oleh individu satu dengan individu lain dan sesuatu itu bersifat

nyata. Menurut Morgan (1986) tidak seperti pikiran atau perasaan, perilaku

merupakan sesuatu yang konkrit yang dapat diobservasi, direkam maupun

dipelajari.

Walgito (1994) mendefinisikan perilaku atau aktivitas ke dalam

pengertian yang luas yaitu perilaku yan tampak (overt behavior) dan perilaku

yang tidak tampak (innert behavior), demikian pula aktivitas-aktivitas

tersebut disamping aktivitas motoris juga termasuk aktivitas emosional dan

kognitif.

Chaplin (1999) memberikan pengertian perilaku dalam dua arti.

Pertama perilaku dalam arti luas didefinisikan sebagai segala sesuatu yang

dialami seseorang. Pengertian yang kedua, perilaku didefinisikan dalam arti

sempit yaitu segala sesuatu yang mencakup reaksi yang dapat

diamati.Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku adalah

segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia dalam menanggapi stimulus

lingkungan, yang meliputi aktivitas motoris, emosional dan kognitif.

2.1.2 Pengertian Perilaku Merokok

Bermacam-macam bentuk perilaku yang dilakukan manusia dalam

menanggapi stimulus yang diterimanya, salah satu bentuk perilaku manusia

yang dapat diamati adalah perilaku merokok. Merokok telah banyak


dilakukan pada zaman tiongkok kuno dan romawi, pada saat itu orang sudah

menggunakan suatu ramuan yang mengeluarkan asap dan menimbulkan

kenikmatan dengan jalan dihisap melalui hidung dan mulut (Danusantoso,

1991).

Masa sekarang, perilaku merokok merupakan perilaku yang telah

umum dijumpai. Perokok berasal dari berbagai kelas sosial, status, serta

kelompok umur yang berbeda, hal ini mungkin dapat disebabkan karena

rokok bisa didapatkan dengan mudah dan dapat diperoleh dimana pun juga.

Poerwadarminta (1995) mendefinisikann merokok sebagai menghisap rokok,

sedangkan rokok sendiri adalah gulungan tembakau yang berbalut daun nipah

atau kertas. Merokok adalah menghisap asap tembakau yang dibakar ke

dalam tubuh dan menghembuskannya kembali keluar (Armstrong, 1990).

Danusantoso (1991) mengatakan bahwa asap rokok selain merugikan diri

sendiri juga dapat berakibat bagi orang-orang lain yang berada disekitarnya.

Pendapat lain menyatakan bahwa perilaku merokok adalah sesuatu yang

dilakukan seseorang berupa membakar dan menghisapnya serta dapat

menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang-orang disekitarnya (Levy,

1984).

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku

merokok adalah suatu kegiatan atau aktivitas membakar rokok dan kemudian

menghisapnya dan menghembuskannya keluar dan dapat menimbulkan asap

yang dapat terhisap oleh orang-orang disekitarnya.

2.1.3 Tipe Perilaku Merokok

Seperti yang diungkapkan oleh Leventhal & Clearly (Komasari & Helmi,

2000) terdapat 4 tahap dalam perilaku merokok sehingga menjadi

perokok, yaitu :
1. Tahap Prepatory. Seseorang mendapatkan gambaran yang
menyenangkan mengenai merokok dengan cara mendengar, melihat atau
dari hasil bacaan. Hal-hal ini menimbulkan minat untuk merokok.
2. Tahap Initiation. Tahap perintisan merokok yaitu tahap apakah
seseorang akan meneruskan atau tidak terhadap perilaku merokok.
3. Tahap Becoming a Smoker. Apabila seseorang telah mengkonsumsi
rokok sebanyak empat batang per hari maka mempunyai kecenderungan
menjadi perokok.
4. Tahap Maintenance of Smoking. Tahap ini merokok sudah menjadi salah
satu bagian dari cara pengaturan diri (self regulating). Merokok
dilakukan untuk memperoleh efek fisiologis yang menyenangkan.
Menurut Smet (1994) ada tiga tipe perokok yang dapat diklasifikasikan
menurut banyaknya rokok yang dihisap. Tiga tipe perokok tersebut
adalah:

1. Perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang rokok dalam sehari.
2. Perokok sedang yang menghisap 5-14 batang rokok dalam sehari.
3. Perokok ringan yang menghisap 1-4 batang rokok dalam sehari.
Tempat merokok juga mencerminkan pola perilaku merokok. Berdasarkan
tempat-tempat dimana seseorang menghisap rokok, maka Mu’tadin (2002)
menggolongkan tipe perilaku merokok menjadi :
1. Merokok di tempat-tempat umum / ruang publik
a. Kelompok homogen (sama-sama perokok), secara bergerombol
mereka menikmati kebiasaannya. Umumnya mereka masih
menghargai orang lain, karena itu mereka menempatkan diri di
smoking area.
b. Kelompok yang heterogen (merokok ditengah orang-orang lain yang
tidak merokok, anak kecil, orang jompo, orang sakit, dll).
2. Merokok di tempat-tempat yang bersifat pribadi
a. Kantor atau di kamar tidur pribadi. Perokok memilih tempat-tempat
seperti ini yang sebagai tempat merokok digolongkan kepada
individu yang kurang menjaga kebersihan diri, penuh rasa gelisah
yang mencekam.
b. Toilet. Perokok jenis ini dapat digolongkan sebagai orang yang suka
berfantasi.
Menurut Silvan & Tomkins (Mu’tadin, 2002) ada empat tipe perilaku
merokok berdasarkan Management of affect theory, ke empat tipe
tersebut adalah :

1. Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif.


a. Pleasure relaxation, perilaku merokok hanya untuk menambah atau
meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat, misalnya merokok
setelah minum kopi atau makan.
b. Simulation to pick them up. Perilaku merokok hanya dilakukan
sekedarnya untuk menyenangkan perasaan.
c. Pleasure of handling the cigarette. Kenikmatan yang diperoleh dari
memegang rokok.
2. Perilaku merokok yang dipengaruhi perasaan negatif.
Banyak orang yang merokok untuk mengurangi perasaan negatif dalam
dirinya. Misalnya merokok bila marah, cemas, gelisah, rokok dianggap
sebagai penyelamat. Mereka menggunakan rokok bila perasaan tidak
enak terjadi, sehingga terhindar dari perasaan yang lebih tidak enak.

3. Perilaku merokok yang adiktif.


Perokok yang sudah adiksi, akan menambah dosis rokok yang digunakan
setiap saat setelah efek dari rokok yang dihisapnya berkurang.

4. Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan.


Mereka menggunakan rokok sama sekali bukan karena untuk
mengendalikan perasaan mereka, tetapi karena sudah menjadi kebiasaan.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku


merokok pada remaja digolongkan kedalam beberapa tipe yang dapat
dilihat dari banyaknya rokok yang dihisap, tempat merokok, dan fungsi
merokok dalam kehidupan sehari- hari.

2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Merokok Remaja

Perilaku merokok merupakan perilaku yang berbahaya bagi


kesehatan, tetapi masih banyak orang yang melakukannya. Bahkan orang
mulai merokok ketika mereka masih remaja. Sejumlah studi menegaskan
bahwa kebanyakan perokok mulai merokok antara umur 11 dan 13 tahun
dan 85% sampai 95% sebelum umur 18 tahun (Laventhal dan
Dhuyvettere dalam Smet, 1994).
Ada berbagai alasan yang dikemukakan oleh para ahli untuk
menjawab mengapa seseorang merokok. Menurut Levy (1984) setiap
individu mempunyai kebiasaan merokok yang berbeda dan biasanya
disesuaikan dengan tujuan mereka merokok. Pendapat tersebut didukung
oleh Smet (1994) yang menyatakan bahwa seseorang merokok karena
faktor-faktor sosio cultural seperti kebiasaan budaya, kelas sosial, gengsi,
dan tingkat pendidikan.

Menurut Lewin (Komasari & Helmi, 2000) perilaku merokok


merupakan fungsi dari lingkungan dan individu. Artinya, perilaku
merokok selain disebabkan faktor-faktor dari dalam diri juga disebabkan
faktor lingkungan. Laventhal (dalam Smet, 1994) mengatakan bahwa
merokok tahap awal dilakukan dengan teman-teman (46%), seorang
anggota keluarga bukan orang tua (23%) dan orang tua (14%). Hal ini
mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Komasari dan Helmi
(2000) yang mengatakan bahwa ada tiga faktor penyebab perilaku
merokok pada remaja yaitu kepuasan psikologis, sikap permisif orang tua
terhadap perilaku merokok remaja, dan pengaruh teman sebaya.

Mu`tadin (2002) mengemukakan alasan mengapa remaja merokok, antara


lain:

1. Pengaruh Orang Tua


Menurut Baer & Corado, remaja perokok adalah anak-anak yang
berasal dari rumah tangga yang tidak bahagia, dimana orang tua tidak
begitu memperhatikan anak-anaknya dibandingkan dengan remaja
yang berasal dari lingkungan rumah tangga yang bahagia. Remaja
yang berasal dari keluarga konservatif akan lebih sulit untuk terlibat
dengan rokok maupun obat-obatan dibandingkan dengan keluarga
yang permisif, dan yang paling kuat pengaruhnya adalah bila orang
tua sendiri menjadi figur contoh yaitu perokok berat, maka anak-
anaknya akan mungkin sekali untuk mencontohnya. Perilaku
merokok lebih banyak didapati pada mereka yang tinggal dengan satu
orang tua ( Single Parent ). Remaja berperilaku merokok apabila ibu
mereka merokok daripada ayah yang merokok. Hal ini lebih terlihat
pada remaja putri.
2. Pengaruh Teman
Berbagai fakta mengungkapkan bahwa semakin benyak remaja
merokok maka semakin besar kemungkinan teman-temannya adalah
perokok juga dan demikian sebaliknya. Ada dua kemungkinan yang
terjadi dari fakta tersebut, pertama remaja tersebut terpengaruh oleh
teman-temannya atau sebaliknya. Diantara remaja perokok terdapat
87 % mempunyai sekurang-kurangnya satu atau lebih sahabat yang
perokok begitu pula dengan remaja non perokok.
3. Faktor Kepribadian
Orang mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau ingin
melepaskan diri dari rasa sakit dan kebosanan. Satu sifat kepribadian
yang bersifat pada pengguna obat-obatan (termasuk rokok) ialah
konformitas sosial. Pendapat ini didukung Atkinson (1999) yang
menyatakan bahwa orang yang memiliki skor tinggi pada berbagai tes
konformitas sosial lebih menjadi perokok dibandingkan dengan
mereka yang memiliki skor yang rendah.
4. Pengaruh Iklan
Melihat iklan di media massa dan elektronik yang menampilkan
gambaran bahwa perokok adalah lambang kejantanan atau glamour,
membuat remaja seringkali terpicu untuk mengikuti perilaku seperti
yang ada dalam iklan tersebut.
Pendapat lain dikemukakan oleh Hansen ( Sarafino, 1994) tentang
faktor- faktor yang mempengaruhi perilaku merokok, yaitu :
1. Faktor Biologis
Banyak Penelitian menunjukkan bahwa nikotin dalam rokok
merupakan salah satu bahan kimia yang berperan penting pada
ketergantungan merokok. Pendapat ini didukung Aditama (1992)
yang mengatakan nikotin dalam darah perokok cukup tinggi.
2. Faktor Psikologis
Merokok Dapat bermakna untuk meningkatkan konsentrasi,
menghalau rasa kantuk, mengakrabkan suasana sehingga timbul
rasa persaudaraan, juga dapat memberikan kesan modern dan
berwibawa, sehingga bagi individu yang sering bergaul dengan
orang lain, perilaku merokok sulit untuk dihindari.
3. Faktor Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial berpengaruh terhadap sikap, kepercayaan, dan
perhatian individu pada perokok. Seseorang akan berperilaku
merokok dengan memperhatikan lingkungan sosialnya.
4. Faktor Demografis
Faktor ini meliputi umur dan jenis kelamin. Orang yang merokok
pada usia dewasa semakin banyak (Smet,1994) akan tetapi
pengaruh jenis kelamin zaman sekarang sudah tidak terlalu
berperan karena baik pria maupun wanita sekarang sudah
merokok.

5. Faktor Sosial-kultural
Kebiasaan budaya, kelas sosial, tingkat pendidikan, penghasilan,
dan gengsi pekerjaan akan mempengaruhi perilaku merokok pada
individu
6. Faktor Sosial Politik
Menambahkan kesadaran umum berakibat pada langkah-langkah
politik yang bersifat melindungi bagi orang-orang yang tidak
merokok dan usaha melancarkan kampanye-kampanye promosi
kesehatan untuk mengurangi perlaku merokok. Merokok menjadi
masalah yang bertambah besar di negara-negara berkembang
seperti Indonesia.
Berdasarkan apa yang telah diuraikan diatas maka dapat
diambil kesimpulan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi
perilaku merokok remaja, faktor-faktor tersebut yaitu faktor
demografis, fakator lingkungan sosial, faktor psikologis, faktor
sosial-kultural, dan faktor sosial politik.
2.1.5 Motif Perilaku Merokok

Laventhal & Cleary (dalam Oskamp, 1984) menyatakan motif


seseorang merokok terbagi menjadi dua motif utama, yaitu :

1. Faktor Psikologis
Pada umumnya faktor-faktor tersebut tentang ke dalam lima
bagian, yaitu :
a. Kebiasaan
Perilaku merokok menjadi sebuah perilaku yang harus
tetap dilakukan tanpa adanya motif yang bersifat
negatif ataupun positif. Seseorang merokok hanya
untuk meneruskan perilakunya tanpa tujuan tertentu.
b. Reaksi emosi yang positif
Merokok digunakan untuk menghasilkan emosi yang
positif, misalnya rasa senang, relaksasi, dan
kenikmatan rasa. Merokok juga dapat menunjukkan
kejantanan (kebanggaan diri) dan menunjukkan
kedewasaan.
c. Reaksi untuk penurunan emosi
Merokok ditujukan untuk mengurangi rasa tegang,
kecemasan biasa, ataupun kecemasan yang timbul
karena adanya interaksi dengan orang lain.
d. Alasan sosial
Merokok ditujukan untuk mengikuti kebiasaan
kelompok (umumnya pada remaja dan anak-anak),
identifikasi dengan perokok lain, dan untuk
menentukan image diri seseorang. Merokok pada
anak-anak juga dapat disebabkan adanya paksaan dari
teman-temannya.
e. Kecanduan atau ketagihan
Seseorang merokok karena mengaku telah mengalami
kecanduan. Kecanduan terjadi karena adanya nikotin
yang terkandung di dalam rokok. Semula hanya
mencoba-coba rokok, tetapi akhirnya tidak dapat
menghentikan perilaku tersebut karena kebutuhan tubuh
akan nikotin.
2. Faktor biologis
Faktor ini menekankan pada kandungan nikotin yang ada
di dalam rokok yang dapat mempengaruhi ketergantungan
seseorang pada rokok secara biologis.
Selain motif-motif diatas, individu juga dapat merokok
dengan alasan sebagai alat dalam mengatasi stres (coping)
(Wills, dalam Sarafino, 1994). Sebuah studi menemukan
bahwa bagi kalangan remaja, jumlah rokok yang mereka
konsumsi berkaitan dengan stres yang mereka alami, semakin
besar stres yang dialami, semakin banyak rokok yang mereka
konsumsi.

2.1.6 Aspek-Aspek dalam Perilaku Merokok


Aspek-aspek perilaku merokok menurut Aritonang (1997),
yaitu:
1. Fungsi merokok dalam kehidupan sehari-hari
Erickson (Komasari dan Helmi, 2000) mengatakan
bahwa merokok berkaitan dengan masa mencari jati
diri pada diri remaja. Silvans & Tomkins (Mu’tadin,
2002) fungsi merokok ditunjukkan dengan perasaan
yang dialami si perokok, seperti perasaan yang positif
maupun perasaan negatif.
2. Intensitas merokok
Smet (1994) mengklasifikasikan perokok berdasarkan
banyaknya rokok yang dihisap, yaitu :
a. Perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang
rokok dalam sehari.
b. Perokok sedang yang menghisap 5-14 batang
rokok dalam sehari.
c. Perokok ringan yang menghisap 1-4 batang rokok
dalam sehari

3. Tempat merokok
Tipe perokok berdasarkan tempat ada dua (Mu’tadin,
2002) yaitu :
a. Merokok di tempat-tempat umum / ruang publik
1. Kelompok homogen (sama-sama perokok),
secara bergerombol mereka menikmati
kebiasaannya. Umumnya mereka masih
menghargai orang lain, karena itu mereka
menempatkan diri di smoking area.
2. Kelompok yang heterogen (merokok ditengah
orang-orang lain yang tidak merokok, anak
kecil, orang jompo, orang sakit, dll).

b. Merokok di tempat-tempat yang bersifat pribadi


1. Kantor atau di kamar tidur pribadi.
Perokok memilih tempat- tempat seperti
ini yang sebagai tempat merokok
digolongkan kepada individu yang kurang
menjaga kebersihan diri, penuh rasa
gelisah yang mencekam.
2. Toilet. Perokok jenis ini dapat
digolongkan sebagai orang yang suka
berfantasi.
4.Waktu merokok
Menurut Presty (Smet, 1994) remaja yang
merokok dipengaruhi oleh keadaan yang dialaminya pada
saat itu, misalnya ketika sedang berkumpul dengan teman,
cuaca yang dingin, setelah dimarahi orang tua, dll.

2.1.7 Dampak Perilaku Merokok


Ogden (2000) membagi dampak perilaku merokok
menjadi dua, yaitu :
1. Dampak Positif
Merokok menimbulkan dampak positif yang sangat sedikit
bagi kesehatan. Graham (dalam Ogden, 2000) menyatakan
bahwa perokok meyebutkan dengan merokok dapat
menghasilkan mood positif dan dapat membantu individu
menghadapi keadaan-keadaan yang sulit. Smet (1994)
menyebutkan keuntungan merokok (terutama bagi perokok)
yaitu mengurangi ketegangan, membantu berkonsentrasi,
dukungan sosial dan menyenangkan.
2. Dampak Negatif
Merokok dapat menimbulkan berbagai dampak negatif yang
sangat berpengaruh bagi kesehatan (Ogden, 2000). Merokok
bukanlah penyebab suatu penyakit, tetapi dapat memicu
suatu jenis penyakit sehingga boleh dikatakan meorkok tidak
menyebabkan kematian, tetapi dapat mendoorng munculnya
jenis penyakit yang dapat mengakibatkan kematian.
Berbagai jenis penyakit yang dapat dipicu karena merokok
dimulai dari penyakit di kepala sampai dengan penyakit
ditelapak kaki, antara lain (Sitepoe,2001): penyakit
kardiolovaskular, neoplasma (kanker), saluran pernafasan,
peningkatan tekanan darah, memperpendek umur, penurunan
vertilitas (kesuburan) dan nafsu seksual, sakit mag, gondok,
gangguan pembuluh darah, penghambat pengeluaran air
seni, ambliyopia (penglihatan kabur), kulit menjadi kering,
pucat dan keriput, serta polusi udara dalam ruangan
(sehingga terjadi iritasi mata, hidung dan tenggorokan).

2.2 Konsep Remaja

2.2.1 Pengertian Remaja

2.2.2 Ciri-Ciri Masa Remaja

2.2.3 Tugas Perkembangan Pada Masa Remaja

2.2.4 Perubahan Sosial Pada Masa Remaja

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Komunitas

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan kesehatan


masyarakat, metode yang digunakan adalah proses keperawatan
sebagai suatu pendekatan ilmiah di dalam bidang keperawatan,
melalui tahap-tahap sebagai berikut:

2.3.1 Pengkajian

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan perawat kesehatan masyarakat dalam


mengkaji masalah kesehatan baik di tingkat individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat adalah:
1) Pengumpulan Data
Kegiatan ini dilakukan untuk mengidentifikasi masalah kesehatan yang
dihadapi individu, keluarga, kelompok khusus dan masyarakat melalui
wawancara, observasi, studi dokumentasi dengan menggunakan instrumen
pengumpulan data dalam menghimpun informasi.
Pengkajian yang diperlukan adalah inti komunitas beserta faktor
lingkungannya. Elemen pengkajian komunitas menurut Anderson dan MC.
Forlane (1958) terdiri dari inti komunitas, yaitu meliputi demografi;
populasi; nilai-nilai keyakinan dan riwayat individu termasuk riwayat
kesehatan. Sedangkan faktor lingkungan adalah lingkungan fisik;
pendidikan; keamanan dan transportasi; politik dan pemerintahan; pelayanan
kesehatan dan sosial; komunikasi; ekonomi dan rekreasi.
Subsistem
1. Lingkungan fisik
- Lokasi dan batas desa
- Cuaca/musim
- Kondisi tanah, air, udara (kualitas dan kuantitas)
- Perumahan
- Lingkungan terbuka
- Binatang dan tumbuh – tumbuhan
- Sampah dan pengelolaannya
- Saluran Pembuangan Air limbah (SPAL)
- Orang-orang/kebiasaan masyarakat
2. Pendidikan
- Tingkat pendidikan penduduk
- Tipe/macam sekolah yg tersedia didlm/diluar masy
- Adakah layanan Kesehatan sekolah (UKS)
3. Sistem Politik dan Pemerintahan
- Sistem pemerintahan umum
- Manajemen masyarakat : sistem pemilihan pemimpin, perkumpulan di
masyarakat, PJ kesehatan masyarakat
- Bagaimana peraturan pemerintah terhadap komunitas
4. Keamanan dan Transportasi
- Sarana transportasi : pribadi dan umum
- Sarana dan fasilitas keamanan
5. Pelayanan Kesehatan dan Sosial
- Jenis yankes & sosial yang ada
- Sumber-sumber yang dapat digunakan
- Karakteristik jasa pemakai pelayanan
- Statistik kunjungan pelayanan
- Apakah pelayanan dapat diterima secara adekuat?
6. Komunikasi
- Diamana penduduk sering berkumpul
- Bagaimana informasi dikomunikasikan (formal/informal)
7. Ekonomi
- Jenis pekerjaan
- Tingkat pengangguran
- Home industry atau pabrik yang ada di sekitar masyarakat
- Pengaruh ekonomi thd kes masy
- % anggota masy yg hidup digaris kemiskinan
8. Rekreasi
- Macam, tempat, bayaran, yang menggunakan, fasilitas rekreasi
Persepsi
- Bagaiamana perasaan orang-orang tentang komunitasnya?
- Masalah yang terjadi?, kekuatan dan kelemahannya
Hal diatas perlu dikaji untuk menetapkan tindakan yang sesuai dan
efektif dalam langkah-langkah selanjutnya.

2.3.2 Analisa Data

Analisa data dilaksanakan berdasarkan data yang telah diperoleh dan


disusun dalam suatu format yang sistematis. Dalam menganalisa data
memerlukan pemikiran yang kritis.
Data yang terkumpul kemudian dianalisa seberapa besar faktor stressor
yang mengancam dan seberapa berat reaksi yang timbul di komunitas.
Selanjutnya dirumuskan maslah atau diagnosa keperawatan. Menurut Mueke
(1987) maslah tersebut terdiri dari:
a. Masalah sehat sakit
b. Karakteristik populasi
c. Karakteristik lingkungan
2) Perumusan Masalah dan Diagnosa Keperawatan/Kesehatan
Kegiatan ini dilakukan diberbagai tingkat sesuai dengan urutan
prioritasnya. Diagnosa keperawtan yang dirumuskan dapat aktual, ancaman
resiko atau wellness.
Dasar penentuan masalah keperawatan kesehatan masyarakat antara
lain:
a. Masalah yang ditetapkan dari data umum
b. Masalah yang dianalisa dari hasil kessenjangan pelayanan kesehatan

Contoh :

No Data Diagnosa
Keperawatan
Hasil angket:
- 52% kemampuan penduduk dalam mencegah Perilaku
remaja merokok kurang baik. Kesehatan
- 44% remaja merokok usia <18 tahun cenderung
Dan tidak pernah mendapatkan berisiko
terjadinya
penyuluhan tentang Bahaya Merokok. masalah
- 59% hambatan yang dirasakan dalam Remaja
mengurangi remaja perokok karena pergaulan, Merokok
lingkungan, serta orang tua yang sibuk dengan
pekerjaan.
Hasil winshield survey:
- Alasan remaja untuk merokok karena alasan ingin
mencoba/iseng khususnya di RW ”X” dan RW “Y.
Hasil wawancara:
- Menurut kader, banyak remaja yang merokok ketika
masih sekolah smp dan sma karena faktor teman
dan lingkungan
- Menurut 4 remaja mengatakan bahwa mereka mulai
merokok karena penasaran dan coba-coba,
kemudian ketagihan, dan usia kurang dari 18 tahun
Studi dokumentasi :
- Hasil rekap kejadian Remaja merokok rata-rata
dengan 10 remaja disetiap RT.
Menetapkan skala prioritas dilakukan untuk menentukan tindakan
yang lebih dahulu ditanggulangi karena dianggap dapat mengancam
kehidupan masyarakat secara keseluruhan dengan mempertimbangkan:
a. Masalah spesifik yang mempengaruhi kesehatan masyarakat
b. Kebijaksanaan nasional dan wilayah setempat
c. Kemampuan dan sumber daya masyarakat
d. Keterlibatan, partisipasi dan peran serta masyarakat
Kriteria skala prioritas:
a. Perhatian masyarakat, meliputi: pengetahuan, sikap, keterlibatan emosi
masyarakat terhadap masalah kesehatan yang dihadapi dan urgensinya untuk
segera ditanggulangi.
b. Prevalensi menunjukkan jumlah kasus yang ditemukan pada suatu kurun
waktu tertentu
c. Besarnya masalah adalah seberapa jauh masalah tersebut dapat
menimbulkan gangguan terhadap kesehatan masyarakat
d. Kemungkinan masalah untuk dapat dikelola dengan mempertimbangkan
berbagai alternatif dalam cara-cara pengelolaan masalah yang menyangkut
biaya, sumber daya, srana yang tersedia dan kesulitan yang mungkin timbul
(Effendi Nasrul, 1995).

Contoh SKORING : [ CITATION Kha16 \l 14345 ]

No Masalah Tota Priorita


. Keperawatan l s
1. Penyalahgunaa 5 4 4 4 5 5 5 5 5 4 4 50 Masalah
n Rokok prioritas

2. Defisit 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 45
Pengetahuan

3. Dan
seterusnya….

Keterangan Pembobotan:

Sangat rendah=1, Rendah=2, Cukup=3, Tinggi=4, Sangat tinggi=5

Aspek Yang Dinilai:

A = Resiko terjadi G = Tempat

B = Resiko parah H = Waktu

C = Potensial untuk Penkes I = Dana

D = Minat Masyarakat J = Fassilitas

E = Mungkin diatasi K = Sumber daya

F = Sesuai program
pemerintah

2.3.3 Perencanaan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah:


1) Menetapkan tujuan dan sasaran pelayanan
2) Menetapkan rencana kegiatan untuk mengatasi masalah kesehatan dan
keperawatan
3) Menetapkan kriteria keberhasilan dari rencana tindakan yang akan dilakukan.

2.3.4 Pelaksanaan

Pada tahap ini rencana yang telah disusun dilaksanakan dengan melibatkan
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat sepenuhnya dalam mengatasi
masalah kesehatan dan keperawatan yang dihadapi. Hal-hal yang perlu
dipertimbangkan dalam pelaksanaan kegiatan perawatan kesehatan masyarakat
adalah:
1) Melaksanakan kerjasama lintas program dan lintas sektoral dengan instansi
terkait
2) Mengikutsertakan partisipasi aktif individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya
3) Memanfaatkan potensi dan sumber daya yang ada di masyarakat
Level pencegahan dalam pelaksanaan praktik keperawatan komunitas terdiri
atas:
a. Pencegahan Primer
Pencegahan yang terjadi sebelum sakit atau ketidak fungsinya dan
diaplikasikannya ke dalam populasi sehat pada umumnya dan perlindungan
khusus terhadap penyakit.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder menekankan diagnosa diri dan intervensi yang tepat
untuk menghambat proses patologis, sehingga memprependek waktu sakit
dan tingkat keparahan.
c. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier dimulai pad saat cacat atau terjadi ketidakmampuan
sambil stabil atau menetap atau tidak dapat diperbaiki sama sekali.
Rehabilitasi sebagai pencegahan primer lebih dari upaya menghambat proses
penyakit sendiri, yaitu mengembalikan individu kepada tingkat berfungsi
yang optimal dari ketidakmampuannya.

2.3.5 Evaluasi / Penilaian

Evaluasi dilakukan atas respon komunitas terhadap program kesehatan.


Hal-hal yang perlu dievaluasi adalah masukan (input), pelaksanaan (proses) dan
hasil akhir (output).
Penilaian yang dilakukan berkaitan dengan tujuan yang akan dicapai,
sesuai dengan perencanaan yang telah disusun semula. Ada 4 dimensi yang harus
dipertimbangkan dalam melaksanakan penilaian, yaitu:
1) Daya guna
2) Hasil guna
3) Kelayakan
4) Kecukupan
Fokus evaluasi adalah:
1) Relevansi atau hubungan antara kenyataan yang ada dengan pelaksanaan
2) Perkembangan atau kemajuan proses
3) Efisiensi biaya
4) Efektifitas kerja
5) Dampak: apakah status kesehatan meningkat/menurun, dalam rangka waktu
berapa?
Perubahan ini dapat diamati seperti gambar dibawah ini:

Keterangan:
: peran masyarakat
: peran perawat

Pada gambar diatas dapat dijelaskan alih peran untuk memandirikan klien
dalam menanggulangi masalah kesehatan, pada awalnya peran perawat lebih
besar daripada klien dan berangsur-angsur peran klien lebih besar daripada
perawat.
Tujuan akhir perawatan komunitas adalah kemandirian keluarga yang terkait
dengan lima tugas kesehatan, yaitu: mengenal masalah kesehatan, mengambil
keputusan tindakan kesehatan, merawat anggota keluarga, menciptakan
lingkungan yang dapat mendukung upaya peningkatan kesehatan keluarga serta
memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang tersedia, sedangkan
pendekatan yang digunakan adalah pemecahan masalah keperawatan yaitu
melalui proses keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

GYTS. (2019). LEMBAR INFORMASI. 0–1.

Nasution, I. K. (2008). Perilaku merokok pada remaja.

Sari, A. (2019). Perilaku Merokok di Kalangan Siswa Sekolah Menengah Atas di


Kota Padang Smoking Behavior among High School Students in Padang City.
Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat, 11, 238–244.

Zulfiarini, F. M., & Cahyati, W. H. (2018). Perilaku Merokok pada Remaja Umur
13-14 Tahun Mirnawati1. HIGEIA JOURNAL OF PUBLIC HEALTH
RESEARCH AND DEVELOPMENT, 2(186), 396–405.
https://doi.org/https://doi.org/10.15294 /higeia/v2i3/26761

Chandra, B. (2012). Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC.


Efendi, F. &. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik
dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Khalifah, S. N., & Widagdo, W. (2016). Praktikum Keperawatan
Keluarga,Komunitas. Jakarta Selatan: KEMENKES RI Pusdik SDM
Kesehatan.
Lindawati, & dkk. (2012). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Merokok
Siswa-Siswi SMP Di Daerah Jakarta Selatan Pada Tahun 2011. Journal
Health Quality Vomule 2 No.4.

Anda mungkin juga menyukai