Oleh:
Puguh Raharjo
196070300111030
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
Kompleksitas masalah penyalahgunaan narkoba pada
remaja memerlukan partisipasi aktif seluruh komponen bangsa
dalam penanganannya. Perawat komunitas sebagai bagian dari
tenaga kesehatan mutlak melaksanakan fungsi dan perannya dalam
mengatasi masalah penyalahgunaan narkoba pada remaja. Dalam
hal ini, langkah awal yang harus dilakukan perawat adalah
melakukan pengkajian komunitas terkait masalah tersebut.
1.2 TUJUAN
1.2.1 Tujuan Umum
Menguraikan aplikasi Halth Belief Model dalam penanganan
pencegahan penyalagunaan narkoba pada remaja
1.1.2 Tujuan Khusus
1.2.1.1 Menjelaskan konsep keperawatan komunitas
1.2.1.2 Menejelaskan konsep remaja
1.2.1.3 Menjelaskan tentang narkoba
1.2.1.4 Menjelaskan teori health belived model
1.2.1.5 Menguraikan aplikasi teori health belief model
dalam pengembangan instrumen pengkajian
komunitas dengan masalah penyalahgunaan narkoba
pada remaja.
1.2.1.6 Menguraikan kisi kisi instrument sesuai agregat
BAB II
TINJAUAN TEORI
3
Komunitas atau masyarakat adalah kumpulan orang yang hidup
bersama di suatu daerah atau suatu lokasi, membentuk budaya dan
saling berinteraksi satu dengan lainnya, bersifat kontinyu serta
terikat oleh identitas bersama (Stanhope & Lancaster, 2016).
American Nurses Association (ANA) mendifinisikan keperawatan
komunitas sebagai sintetis praktik keperawatan klinis dan kesehatan
masyarakat yang bersifat komprehensif, holistik dan berlangsung
secara terus menerus yang diaplikasikan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan populasi dengan fokus praktik pada upaya
promotif dan preventif tanpa mengabaikan kuratif dan rehabilitatif
serta ditujukan pada masyarakat secara keseluruhan baik individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat (Stanhope & Lancaster, 2016).
Asuhankeperawatan komunitas diberikan kepada individu,
keluarga, kelompok dan komunitas dengan menggunakan proses
keperawatan. Proses keperawatan komunitas terdiri dari pengkajian,
perumusan diagnosis keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan
penilaian (Stanhope & Lancaster, 2016).
4
perubahan lingkungan, dan kedua adalah hal yang bersifat
internal, yaitu karakteristik di dalam diri remaja yang
membuat remaja relatif lebih bergejolak dibandingkan dengan
masa perkembangan lainnya. Masa remaja adalah masa
transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan
psikis. Masa remaja antara usia 12-18 tahun merupakan suatu
periode masa pematangan organ reproduksi manusia dan
sering disebut masa pubertas. Masa remaja adalah periode
peralihan dari masa anak ke masa dewasa (Widyastuti,
Rahmawati, Purnamaningrum; 2009).
2.2.2 Batasan Usia Remaja
Berdasarkan tahapan perkembangan individu dari masa
bayi hingga masa tua akhir, masa remaja dibagi menjadi tiga
tahapan yaitu masa remaja awal, masa remaja pertengahan
dan masa remaja akhir. Menurut Erickson, kriteria usia masa
remaja awal adalah 12 -14 tahun dan pada masa remaja
pertengahan adalah 14-16 tahun, sedangkan pada masa
remaja akhir adalah 16-18 tahun. Kriteria usia masa remaja
pertengahan pada perempuan yaitu 15-18 tahun dan pada
laki-laki yaitu 17-19 tahun (Thalib, 2010).
5
Health believed model adalah suatu model yang
digunakan untuk menggambarkan kepercayaan individu
terhadap perilaku hidup sehat, sehingga individu akan
melakukan perilaku sehat, perilaku sehat tersebut dapat
berupa perilaku pencegahan maupun penggunaan fasilitas
kesehatan (Conner, 2005).
2.3.2 Komponen Health Belived Model
Health Belived Model mempunyai enam komponen yaitu
1. Perceived susceptibility (kerentanan yang dirasakan)
Hal ini mengacu pada persepsi subyektif seseorang
menyangkut risiko dari kondisi kesehatannya. Di dalam
kasus penyakit secara medis, dimensi tersebut meliputi
penerimaan terhadap hasil diagnosa, perkiraan pribadi
terhadap adanya resusceptibilily (timbul kepekaan
kembali), dan susceptibilily (kepekaan) terhadap
penyakit secara umum
2. Perceived severity (keseriuasan yang dirasakan)
Persepsi mengenai keseriusan suatu penyakit, meliputi
kegiatan evaluasi terhadap konsekuensi klinis dan medis
(sebagai contoh, kematian, cacat, dan sakit) dan
konsekuensi sosial yang mungkin terjadi (seperti efek
pada pekerjaan, kehidupan keluarga, dan hubungan
sosial). Banyak ahli yang menggabungkan kedua
komponen diatas sebagai ancaman yang dirasakan
(perceived threat). Hal ini berarti perceived severity
berprinsip pada persepsi keparahan yang akan diterima
individu.
6
kepercayaan seseorang terhadap efektivitas dari berbagai
upaya yang tersedia dalam mengurangi risiko penyakit,
atau keuntungan-keuntungan yang dirasakan (perceived
benefit) dalam mengambil upaya-upaya kesehatan
tersebut. Ketika seorang memperlihatkan suatu
kepercayaan terhadap adanya kepekaan (susceptibility)
dan keseriusan (seriousness), sering tidak diharapkan
untuk menerima apapun upaya kesehatan yang
direkomendasikan kecuali jika upaya tersebut dirasa
manjur dan cocok
4. Perceived barriers (hambatan yang dirasakan untuk
berubah)
Perceived barriers secara singkat berarti persepsi
hambatan atau persepsi menurunnya kenyamanan saat
meninggalkan perilaku tidak sehat. Aspek-aspek negatif
yang potensial dalam suatu upaya kesehatan (seperti:
ketidakpastian, efek samping), atau penghalang yang
dirasakan (seperti: khawatir tidak cocok, tidak senang,
gugup), yang mungkin berperan sebagai halangan untuk
merekomendasikan suatu perilaku.
5. Cues to action (Isyarat Tindakan)
Cues to action adalah faktor mempercepat tindakan yang
membuat seseorang merasa butuh mengambil tindakan
atau melakukan tindakan nyata untuk melakukan
perilaku sehat. Untuk mendapatkan tingkat penerimaan
yang benar tentang kerentanan, kegawatan dan
keuntungan tindakan, maka diperlukan isyarat-isyarat
yang berupa faktor-faktor eksternal maupun internal,
misalnya pesan-pesan pada media massa, nasihat atau
anjuran kawan atau anggota keluarga lain, aspek
sosiodemografis misalnya tingkat pendidikan,
lingkungan tempat tinggal, pengasuhan dan pengawasan
7
orang tua, pergaulan dengan teman, agama, suku,
keadaan ekonomi, sosial, dan budaya. Cues to action
merupakan elemen tambahan dari elemen dasar Health
Belief Model.
6. Self Efficacy (Kepercayaan Diri)
Biasanya, seseorang tidak akan mencoba melakukan
sesuatu perubahan baru sampai mereka menyadari bahwa
mereka bisa melakukan perubahan tersebut. Hal ini
senada dengan pendapat Rotter (1966) dan Wallston
mengenai teori self-efficacy oleh Bandura yang penting
sebagai kontrol dari faktor-faktor perilaku sehat. Self
efficacy dalam istilah umum adalah kepercayaan diri
seseorang dalam menjalankan tugas tertentu. Self
Efficacy adalah kepercayaan seseorang mengenai
kemampuannya untuk mempersuasi keadaan atau merasa
percaya diri dengan perilaku sehat yang dilakukan. Self
efficcay dibagi menjadi dua yaitu outcome expectancy
seperti menerima respon yang baik dan outcome value
seperti menerima nilai social (Hayden, 2014).
8
Modifying Factor Individual Beliefs Action
9
serupa biasa juga disebut dengan nama lain, seperti NAZA
(Narkotika, alkohol, dan Zat Adiktif lainnya) dan NAPZA
(Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya) (Witarsa, 2006).
Berdasarkan Undang-undang RI Nomor 22 tahun 1997
tentang Narkotika, zat yang dimaksud dengan narkotika adalah
zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan (Redaksi Penerbit Asa Mandiri,
2007). Sedangkan yang dimaksud dengan Bahan/Zat Adiktif
lainnya adalah bahan lain bukan narkotika atau psikotropika
yang penggunaannya dapat menimbulkan ketergantungan.
Minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung etanol
yang diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung
karbohidrat dengan cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi
tanpa destilasi, maupun yang diproses dengan cara mencampur
konsentrat dengan etanol atau dengan cara pengenceran
minuman yang mengandung etanol (Darmono, 2006).
2.4.1 Jenis dan menurut Undang-Undang Sesuai dengan
Undang-Undang Narkoba Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika,Narkoba dibagi dalam 3 jenis yaitu
Narkotika, Psikotropika dan Zat adiktif lainnya.
Di bawah ini uraian tentang jenis narkoba dan beberapa
zat yang termasuk dalam golongannya :
1. Narkotika adalah zat atau bahan aktif yang
bekerja pada sistem saraf pusat (otak), yang dapat
menyebabkan penurunan sampai hilangnya kesadaran dari
rasa sakit (nyeri) serta dapat menimbulkan
ketergantungan (ketagihan). Zat yang termasuk golongan
ini antara lain : Morfin, Putaw (heroin), Ganja, Hashish
adalah getah ganja yang dikeringkan, Kokain, Opium,
10
Codein, Metadon adalah opioida sintetik yang
mempunyai daya kerja lebih lama serta lebih efektif
daripada morfin dengan pemakaian ditelan. Metadon
dipakai untuk metadhone maintenance program, yaitu
untuk mengobati ketergantungan terhadap morfin atau
heroin. Dan opiat lainnya.
2. Alkohol adalah jenis minuman yang mengandung
etil-alkohol (dibagi dalam 3 kelompok), disesuaikan
dengan kadar etil-alkoholnya. Alkohol dapat
menimbulkan adiksi (ketagihan) dan dependensi
(ketergantungan). Efek penggunaan alkohol tergantung
dari jumlah yang dikonsumsi, ukuran fisik pemakai serta
kepribadian pemakai. Pada dasarnya alkohol dapat
mempengaruhi koordinasi anggota tubuh, akal sehat,
tingkat energi, dorongan seksual dan nafsu makan.
Menurut Keputusan Presiden RI No. 3 Tahun 1997
tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman
Beralkohol, minuman beralkohol dikelompokkan dalam 3
golongan dilihat dari kandungan alkoholnya, yaitu :
1. Golongan A : yaitu berbagai jenis minuman keras
yang mengandung kadar alkohol antara
1% s/d 5%. Contoh minuman keras ini
adalah : bir, green sand, dll.
2. Golongan B : yaitu berbagai jenis minuman keras
yang mengandung kadar alkohol antara
5% s/d 20%. Contohnya adalah :
anggur malaga, dll.
3. Golongan C : yaitu minuman keras yang mengandung
kadar alkohol antara 20% s/d 50%.
Yang termasuk jenis ini adalah :
brandy, vodka, wine, drum,
11
champagne, whiski, dll (Joewana,
2005).
Kebanyakan orang mulai terganggu tugas sehari-harinya
bila kadar alkohol dalam darah mencapai 0,5% dan
hampir semua akan mengalami gangguan koordinasi bila
kadar alkohol dalam darah 0,10%.
3. Psikotropika adalah zat atau bahan aktif bukan
narkotika, bekerja pada sistem saraf pusat (otak) dan
dapat menyebabkan perasaan khas pada aktifitas mental
dan perilaku serta dapat menimbulkan ketagihan atau
bahkan ketergantungan. Zat yang termasuk golongan ini
menurut Karsono (2004) antara lain :
Psikostimulan (shabu-shabu, ekstasi, amphetamine),
shabu, inhalansia seperti aerosol, bensin, perekat,
solvent, butyl nitrites (pengharum ruangan). Obat
penenang dan obat tidur (nipam, mogadon, diazepam,
bromazepam, nitrazepam, flunitrazepam, estazolam, pil
BK dan obat antipsikosis dan obat antidepresi.
4. Zat adiktif adalah zat atau bahan aktif bukan
narkotika atau psikotropika, bekerja pada sistem saraf
pusat dan dapat menimbulkan ketergantungan/ketagihan.
Zat yang termasuk dalam golongan ini antara lain :
Nicotine, LSD (lysergic acid diethylamide), Psilosin,
Psilosibin, Meskalin, dan lain-lain.(Hariyanto, 2018)
2.5 APLIKASI TEORI HEATLH BELIEF MODEL DALAM
PENANGANAN PENCEGAHAN PENYALAGUNAAN
NARKOBA PADA REMAJA
Health belief model memiliki empat komponen utama yaitu
perceived susceptibility (kerentanan terhadap penyakit), perceived
seriousness (keseriusan penyakit), perceived benefit (manfaat
dari melakukan tindakan kesehatan), dan perceived barriers
(hambatan untuk melakukan tindakan kesehatan). Selain empat
12
komponen utama yang telah disebutkan health belief model telah
dikembangkan, sehingga terdapat beberapa komponen penting
yaitu self efficacy, cues to action, dan modifying variables (Glanz,
2008).
2.5.1 Persepsi Kerentanan (perceived Susceptibility)
Persepsi kerentanan terhadap suatu penyakit atau persepsi
tentang kemungkinan mengalami risiko atau mendapatkan
kondisi atau penyakit agar bertindak untuk mengobati atau
mencegah penyakitnya. Mencegah dan mengatasi penyakit
akibat penyalagunaan narkoba pada remaja sangat perlu
dikarenakan dapat mencegah risiko terkena penyakit HIV /
AIDS, Hepatitis B dan C, Kemampuan Kognitif Menurun,
Gangguan Hati (liver) dan Ginjal, Gangguan Paru-Paru
dan Pernapasan, Infeksi Seksual, Gangguan Jiwa,gangguan
tidur.
2.5.2 Persepsi keseriusan (perceived seriousness)
13
keseriusan dalam penelitian ini yaitu persepsi remaja
dengan penyalagunaan narkoba tidak diatasi.
14
kesadaran remaja pada dampak negative pada
penggunaan narkoba.
2.5.5 Kepercayaan diri (self efficacy)
Kepercayaan seseorang akan kemampuan untuk
melakukan suatu tindakan dengan berhasil. Konsep ini
ditambahkan oleh Rosenstock, Strecher, dan Becker
tahun 1988 untuk menyempurnakan teori Health belief
model agar sesuai dengan tantangan perubahan perilaku
atau tantangan yang tidak sehat (Glanz, 2008).
Remaja dalam kepercayaan diri untuk mengatasi masalah
penggunaan narkoba dan penyakit yang disebabkan
dengan cara memahami apa itu narkoba dan brbagai
penyakit penyerta yang disebabkan.
2.5.6 Petunjuk untuk bertindak (cues to action)
Menurut Glanz (2008)faktor yang dapat membuat
seseorang untuk merubah perilakunya, seperti adanya
dukungan dari keluarga terdekat, informasi dari tenaga
kesehatan serta media massa seperti majalah, televisi dan
radio untuk melakukan tindakan dalam mengatasi remaja
dalam penyalagunanaan narkoba.
Selanjutnya menurut Wiryanto (2004), Efek media
massa dapat mengubah perilaku individu atau khalayak.
Selain itu dapat memberikan jawaban dalam
menciptakan perhatian, pengetahuan, sikap dan
perubahan perilaku.
15
BAB III
INSTRUMEN PENGKAJIAN APLIKASI TEORI HEATLH
BELIEF MODEL DALAM PENANGANAN PENCEGAHAN
PENYALAGUNAAN NARKOBA PADA REMAJA
Pekerja Persepsi
an Manfaat yang
dirasakan
Penget dalam
ahuan
aplikasi Halth Belief
mengatasi Model dalam
penyalgunaa
penanganan
n narkoba
pencegahan
penyalagunaan
Persepsi narkoba pada remaja
Hambatan
yang dirasakan
remaja dalam
penyalagunaa
n narkoba
Persepsi
hambatan yang
dirasakan
remaja dalam
mengatasi
penyalagunaan
narkoba
16
BAB IV
Kisi Kisi Instrumen
No. Komponen Variabel Sub Variabel Sub-sub Variabel Pertanyaan Metode Penelitian Sasaran
WS I O FGD S DS
17
Angka Kematian 1. Berapa angka kematian
Penyalahgunaan Narkoba
pada Remaja dalam 3
tahun terakhir?
2. Apakah terdapat
fluktuasi (peningkatan
dan penurunan) angka
kematian
Penyalahgunaan
Narkoba pada Remaja
dari tahun ke tahun?
18
Etnis dan Kebiasaan Gaya Hidup 1. Apakah Anda merokok?
Budaya
2. Apakah Anda suka
minum minuman
beralkohol?
2. Bagaimana pandangan
Anda terhadap
kematian?
3. Bagaimana pandangan
Anda terhadap narkoba
19
dan penggunanya?
4. Menurut Anda,
bagaimana keluarga
memandang jika
anda mengkonsumsi
narkoba ?
5. Menurut Anda,
bagaimana masyarakat
umum memandang Anda
jika anda mengkonsumsi
narkoba ?
20
mengurangi stres? Dan
Apakah cara tersebut
berhasil?
21
memiliki masalah?
22
2. Subsistem Lingkungan Tempat Lokasi dan 1. Apakah Anda memiliki Remaja
Fisik berkumpul Kondisi tempat berkumpul untuk
bersosialisasi dengan
teman-teman Anda ?
23
Pelayanan Pelayanan Jenis 1. Pelayanan kesehatan apa Remaja
Kesehatan Kesehatan saja yang tersedia di
dan Sosial sekitar rumah ?
24
2. Apakah Anda pernah Remaja
mendapat informasi
mengenai narkoba?
stres?
25
Rekreasi Ketersediaan Kegiatan 1. Adakah kegiatan Remaja
rekreasi yang dilakukan
Anda di setiap bulan ?
S : Survey
O : Observasi
W : Wawancara
P : Studi pustaka
DS : Data Skunder
26
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Usia remaja merupakan salah satu agregat yang harus diperhatikan
karena merupakan masa dimana remaja mengalami ketidakstabilan dengan
perubahan yang terjadi pada dirinya. Masalah yang sering terjadi adalah
kenakalan remaja, salah satunya risiko penyalahgunaan narkoba.
Penyalahgunaan narkoba berhubungan dengan berbagai faktor, antara lain
religiusitas, keluarga, sosial ekonomi, konfromitas teman sebaya dan
ketersediaan narkoba.
Menyikapi masalah penyalahgunaan narkoba pada remaja, peran
perawat komunitas dalam penanganan risiko penyalahgunaan narkoba sangat
diperlukan. Dalam melakukan pengkajian komunitas tentang masalah
penyalahgunaan narkoba pada remaja, perawat dapat mengadopsi model teori
health belief model. Dengan penerapan health belief model diharapkan
mampu mengkaji masalah yang terjadi pada remaja khususnya dalam
mencegah penyalahgunaan narkoba.
5.2 SARAN
5.2.1 Perawat komunitas diharapkan dapat mengaplikasikan pendekatan
community as partner dalam pengkajian komunitas dengan masalah
penyalahgunaan narkoba pada agregat remaja.
5.2.2 Perawat komunitas diharapkan mampu mengembangkan aplikasi model
atau teori lain dalam mengembangkan instrumen pengkajian komunitas
dengan masalah penyalahgunaan narkoba pada agregat remaja.
DAFTAR PUSTAKA
27
Hariyanto, B. P. (2018). Pencegahan Dan Pemberantasan Peredaran Narkoba Di
Indonesia, 1(1), 201–210.
Jiloha, R. C. (2009). Social and Cultural Aspects of Drug Abuse in Adolescents.
Delhi Psychiatry Journal, 12(2), 167–175.
Muslihatun, W. N., & Santi, M. Y. (2015). Antisipasi Remaja terhadap Bahaya
Penyalahgunaan Narkoba dalam Triad Kesehatan Reproduksi Remaja di
Sleman. Junal Kebidanan Dan Keperawatan, 11(1), 41–50.
Park, S., & Kim, Y. (2016). Prevalence, Correlates, and Associated Psychological
Problems of Substance Use in Korean Adolescents. BMC Public Health,
16(1), 79. https://doi.org/10.1186/s12889-016-2731-8
Rahmadona, E., & Agustin, H. (2014). Faktor yang berhubungan dengan
penyalahgunaan narkoba di rsj prof. hb. sa’anin. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Andalas, 8(2), 59–65.
Stanhope & Lancaster, (2016). Public Health Nursing Population Centered
Health Care In The Community. USA: Mosby
28