Anda di halaman 1dari 29

APLIKASI TEORI HEATLH BELIEF MODEL DALAM

PENANGANAN PENCEGAHAN PENYALAGUNAAN


NARKOBA PADA REMAJA

Oleh:
Puguh Raharjo
196070300111030

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2019
KATA PENGANTAR

Terimakasih yang sebesar penulis panjatkan kehadirat Tuhan


Yang Maha Esa oleh karena rahmat dan karunia beliau penulis dapat
menyelesaikan makalah. Aplikasi Teori Health Belief Model Dalam
Penanganan Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Pada Remaja
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah
Prengkajian Keperawatan Komunitas pada Program Studi Magister
Keperawatan.
Penulis menyampaikan permohonan maaf yang sebesar besarnya
apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat kesalahan. Besar
harapan penulis, Bapak Dosen berkenan memberikan arahan terkait
lebih sempurnanya makalah ini. Akhir kata penulis sampaikan terima
kasih yang sebesar besarnya.

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG.


Masa remaja merupakan tahapan penting dalam proses
perkembangan dimana terjadi perubahan emosional, seksual,
hubungan sosial dan perubahan gaya hidup. Pada tahap ini remaja
rentan terhadap perilaku tidak sehat, salah satunya penyalahgunaan
narkoba (Park & Kim, 2016). Penyalahgunaan narkoba
berhubungan dengan berbagai faktor, antara lain religiusitas,
keluarga, sosial ekonomi, konfromitas teman sebaya dan
ketersediaan narkoba (Jiloha, 2009; Rahmadona & Agustin, 2014).
Masa remaja adalah suatu tahap kehidupan yang bersifat
peralihan,pada masa ini remaja telah meninggalkan masa kanak-
kanak yang lebih dan penuh kebergantungan, akan tetapi belum
mampu bertanggungjawab terhadap dirinya atau masyarakat
(Hurlock, 2012). Menurut Depkes RI (2010), klasifikasi umur
remaja dibagi menjadi dua yaitu remaja awal rentang usia 12
sampai dengan 16 tahun dan remaja akhir rentang usia 17 sampai
dengan 25 tahun. Di usia inilah rentan sekali pengaruh-pengaruh
positif dan negatif ke dalam diri seorang remaja. Di usia inilah
pencarian jati diri, menjadi tolok ukur untuk melakukan sesuatu
apakah itu berdasarkan keinginan sendiri atau pengaruh dari
lingkungan sekitar (keluarga, masyarakat, teman, dan sekolah).
Dampak penyalahgunaan narkoba dapat terlihat pada fisik,
psikis maupun sosial seseorang. Penyalahgunaan narkoba dapat
menyebabkan ketergantungan yang berakibat pada gangguan fisik,
komplikasi penyakit, hingga kematian. Dampak terhadap psikis
antara lain menurunnya produktivitas, hilangnya kepercayaan diri,
menyakiti diri-sendiri hingga risiko bunuh diri. Sedangkan dari segi
sosial, penyalahgunaan narkoba dapat menyebabkan gangguan
mental, anti sosial dan asusila, menjadi beban keluarga serta
dikucilkan masyarakat (Muslihatun & Santi, 2015).

2
Kompleksitas masalah penyalahgunaan narkoba pada
remaja memerlukan partisipasi aktif seluruh komponen bangsa
dalam penanganannya. Perawat komunitas sebagai bagian dari
tenaga kesehatan mutlak melaksanakan fungsi dan perannya dalam
mengatasi masalah penyalahgunaan narkoba pada remaja. Dalam
hal ini, langkah awal yang harus dilakukan perawat adalah
melakukan pengkajian komunitas terkait masalah tersebut.

1.2 TUJUAN
1.2.1 Tujuan Umum
Menguraikan aplikasi Halth Belief Model dalam penanganan
pencegahan penyalagunaan narkoba pada remaja
1.1.2 Tujuan Khusus
1.2.1.1 Menjelaskan konsep keperawatan komunitas
1.2.1.2 Menejelaskan konsep remaja
1.2.1.3 Menjelaskan tentang narkoba
1.2.1.4 Menjelaskan teori health belived model
1.2.1.5 Menguraikan aplikasi teori health belief model
dalam pengembangan instrumen pengkajian
komunitas dengan masalah penyalahgunaan narkoba
pada remaja.
1.2.1.6 Menguraikan kisi kisi instrument sesuai agregat

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Keperawatan Komunitas

3
Komunitas atau masyarakat adalah kumpulan orang yang hidup
bersama di suatu daerah atau suatu lokasi, membentuk budaya dan
saling berinteraksi satu dengan lainnya, bersifat kontinyu serta
terikat oleh identitas bersama (Stanhope & Lancaster, 2016).
American Nurses Association (ANA) mendifinisikan keperawatan
komunitas sebagai sintetis praktik keperawatan klinis dan kesehatan
masyarakat yang bersifat komprehensif, holistik dan berlangsung
secara terus menerus yang diaplikasikan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan populasi dengan fokus praktik pada upaya
promotif dan preventif tanpa mengabaikan kuratif dan rehabilitatif
serta ditujukan pada masyarakat secara keseluruhan baik individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat (Stanhope & Lancaster, 2016).
Asuhankeperawatan komunitas diberikan kepada individu,
keluarga, kelompok dan komunitas dengan menggunakan proses
keperawatan. Proses keperawatan komunitas terdiri dari pengkajian,
perumusan diagnosis keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan
penilaian (Stanhope & Lancaster, 2016).

2.2 Konsep Remaja


2.2.1. Pengertian Remaja
Remaja (adolescence) berasal dari bahasa Latin
adolescare yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk
mencapai kematangan”. Bangsa primitif dan orang-orang
purbakala memandang masa puber dan masa remaja tidak
berbeda dengan periode lain dalam rentang kehidupan. Anak
dianggap sudah dewasa apabila sudah mampu mengadakan
reproduksi (Ali & Asrori, 2006).
Masa remaja adalah masa peralihan, ketika
individu tumbuh dari masa anak-anak menjadi individu yang
memiliki kematangan. Pada masa tersebut, ada dua hal
penting menyebabkan remaja melakukan pengendalian diri
meliputi pertama, hal yang bersifat eksternal, yaitu adanya

4
perubahan lingkungan, dan kedua adalah hal yang bersifat
internal, yaitu karakteristik di dalam diri remaja yang
membuat remaja relatif lebih bergejolak dibandingkan dengan
masa perkembangan lainnya. Masa remaja adalah masa
transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan
psikis. Masa remaja antara usia 12-18 tahun merupakan suatu
periode masa pematangan organ reproduksi manusia dan
sering disebut masa pubertas. Masa remaja adalah periode
peralihan dari masa anak ke masa dewasa (Widyastuti,
Rahmawati, Purnamaningrum; 2009).
2.2.2 Batasan Usia Remaja
Berdasarkan tahapan perkembangan individu dari masa
bayi hingga masa tua akhir, masa remaja dibagi menjadi tiga
tahapan yaitu masa remaja awal, masa remaja pertengahan
dan masa remaja akhir. Menurut Erickson, kriteria usia masa
remaja awal adalah 12 -14 tahun dan pada masa remaja
pertengahan adalah 14-16 tahun, sedangkan pada masa
remaja akhir adalah 16-18 tahun. Kriteria usia masa remaja
pertengahan pada perempuan yaitu 15-18 tahun dan pada
laki-laki yaitu 17-19 tahun (Thalib, 2010).

2.3 Konsep Health Belief Model


2.3.1 Definisi Health Belief Model
Irwin Rosenstock (1974) adalah tokoh yang mencetuskan
health belief model untuk pertama kali bersama Godfrey
Hochbaum (1958). Mereka mengembangkannya dengan
mengemukaan kerentanan yang dirasakan untuk penyakit
TBC. Stephen Kegels (1963) menunjukkan hal yang serupa
mengenai kerentanan yang dirasakan untuk masalah gigi yang
parah dan perhatian untuk mengunjungi dokter gigi menjadi
tindakan prefentif sebagai salah satu solusi masalah gigi.

5
Health believed model adalah suatu model yang
digunakan untuk menggambarkan kepercayaan individu
terhadap perilaku hidup sehat, sehingga individu akan
melakukan perilaku sehat, perilaku sehat tersebut dapat
berupa perilaku pencegahan maupun penggunaan fasilitas
kesehatan (Conner, 2005).
2.3.2 Komponen Health Belived Model
Health Belived Model mempunyai enam komponen yaitu
1. Perceived susceptibility (kerentanan yang dirasakan)
Hal ini mengacu pada persepsi subyektif seseorang
menyangkut risiko dari kondisi kesehatannya. Di dalam
kasus penyakit secara medis, dimensi tersebut meliputi
penerimaan terhadap hasil diagnosa, perkiraan pribadi
terhadap adanya resusceptibilily (timbul kepekaan
kembali), dan susceptibilily (kepekaan) terhadap
penyakit secara umum
2. Perceived severity (keseriuasan yang dirasakan)
Persepsi mengenai keseriusan suatu penyakit, meliputi
kegiatan evaluasi terhadap konsekuensi klinis dan medis
(sebagai contoh, kematian, cacat, dan sakit) dan
konsekuensi sosial yang mungkin terjadi (seperti efek
pada pekerjaan, kehidupan keluarga, dan hubungan
sosial). Banyak ahli yang menggabungkan kedua
komponen diatas sebagai ancaman yang dirasakan
(perceived threat). Hal ini berarti perceived severity
berprinsip pada persepsi keparahan yang akan diterima
individu.

3. Perceived benefits (manfaat yang dirasakan).


Perceived Benefits adalah kepercayaan terhadap
keuntungan dari metode yang disarankan untuk
mengurangi risiko penyakit. Ini tergantung pada

6
kepercayaan seseorang terhadap efektivitas dari berbagai
upaya yang tersedia dalam mengurangi risiko penyakit,
atau keuntungan-keuntungan yang dirasakan (perceived
benefit) dalam mengambil upaya-upaya kesehatan
tersebut. Ketika seorang memperlihatkan suatu
kepercayaan terhadap adanya kepekaan (susceptibility)
dan keseriusan (seriousness), sering tidak diharapkan
untuk menerima apapun upaya kesehatan yang
direkomendasikan kecuali jika upaya tersebut dirasa
manjur dan cocok
4. Perceived barriers (hambatan yang dirasakan untuk
berubah)
Perceived barriers secara singkat berarti persepsi
hambatan atau persepsi menurunnya kenyamanan saat
meninggalkan perilaku tidak sehat. Aspek-aspek negatif
yang potensial dalam suatu upaya kesehatan (seperti:
ketidakpastian, efek samping), atau penghalang yang
dirasakan (seperti: khawatir tidak cocok, tidak senang,
gugup), yang mungkin berperan sebagai halangan untuk
merekomendasikan suatu perilaku.
5. Cues to action (Isyarat Tindakan)
Cues to action adalah faktor mempercepat tindakan yang
membuat seseorang merasa butuh mengambil tindakan
atau melakukan tindakan nyata untuk melakukan
perilaku sehat. Untuk mendapatkan tingkat penerimaan
yang benar tentang kerentanan, kegawatan dan
keuntungan tindakan, maka diperlukan isyarat-isyarat
yang berupa faktor-faktor eksternal maupun internal,
misalnya pesan-pesan pada media massa, nasihat atau
anjuran kawan atau anggota keluarga lain, aspek
sosiodemografis misalnya tingkat pendidikan,
lingkungan tempat tinggal, pengasuhan dan pengawasan

7
orang tua, pergaulan dengan teman, agama, suku,
keadaan ekonomi, sosial, dan budaya. Cues to action
merupakan elemen tambahan dari elemen dasar Health
Belief Model.
6. Self Efficacy (Kepercayaan Diri)
Biasanya, seseorang tidak akan mencoba melakukan
sesuatu perubahan baru sampai mereka menyadari bahwa
mereka bisa melakukan perubahan tersebut. Hal ini
senada dengan pendapat Rotter (1966) dan Wallston
mengenai teori self-efficacy oleh Bandura yang penting
sebagai kontrol dari faktor-faktor perilaku sehat. Self
efficacy dalam istilah umum adalah kepercayaan diri
seseorang dalam menjalankan tugas tertentu. Self
Efficacy adalah kepercayaan seseorang mengenai
kemampuannya untuk mempersuasi keadaan atau merasa
percaya diri dengan perilaku sehat yang dilakukan. Self
efficcay dibagi menjadi dua yaitu outcome expectancy
seperti menerima respon yang baik dan outcome value
seperti menerima nilai social (Hayden, 2014).

8
Modifying Factor Individual Beliefs Action

Komponen Health Belief Model


Sumber: Modifikasi dari Becker (1974) & Rosenstock (1977)
dalam Glanz et al (2008).

2.4 Definisi Narkoba


Narkoba adalah singkatan dari narkotika, psikotropika dan
bahan adiktif lainnya. Narkoba adalah obat, bahan, atau zat dan
bukan tergolong makanan jika diminum, diisap, dihirup, ditelan
atau disuntikkan, berpengaruh terutama pada kerja otak (susunan
syaraf pusat), dan sering menyebabkan ketergantungan. Akibatnya
kerja otak berubah (meningkat atau menurun), demikian juga
fungsi vital organ tubuh lain ( jantung, peredaran darah, pernapasan
dan lainnya),(Hariyanto, 2018)
Narkoba merupakan istilah yang sering dipakai untuk
narkotika dan obat berbahaya. Narkoba merupakan sebutan bagi
bahan yang tergolong narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat
adiktif lainnya. Disamping lazim dinamakan narkoba, bahan-bahan

9
serupa biasa juga disebut dengan nama lain, seperti NAZA
(Narkotika, alkohol, dan Zat Adiktif lainnya) dan NAPZA
(Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya) (Witarsa, 2006).
Berdasarkan Undang-undang RI Nomor 22 tahun 1997
tentang Narkotika, zat yang dimaksud dengan narkotika adalah
zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan (Redaksi Penerbit Asa Mandiri,
2007). Sedangkan yang dimaksud dengan Bahan/Zat Adiktif
lainnya adalah bahan lain bukan narkotika atau psikotropika
yang penggunaannya dapat menimbulkan ketergantungan.
Minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung etanol
yang diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung
karbohidrat dengan cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi
tanpa destilasi, maupun yang diproses dengan cara mencampur
konsentrat dengan etanol atau dengan cara pengenceran
minuman yang mengandung etanol (Darmono, 2006).
2.4.1 Jenis dan menurut Undang-Undang Sesuai dengan
Undang-Undang Narkoba Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika,Narkoba dibagi dalam 3 jenis yaitu
Narkotika, Psikotropika dan Zat adiktif lainnya.
Di bawah ini uraian tentang jenis narkoba dan beberapa
zat yang termasuk dalam golongannya :
1. Narkotika adalah zat atau bahan aktif yang
bekerja pada sistem saraf pusat (otak), yang dapat
menyebabkan penurunan sampai hilangnya kesadaran dari
rasa sakit (nyeri) serta dapat menimbulkan
ketergantungan (ketagihan). Zat yang termasuk golongan
ini antara lain : Morfin, Putaw (heroin), Ganja, Hashish
adalah getah ganja yang dikeringkan, Kokain, Opium,

10
Codein, Metadon adalah opioida sintetik yang
mempunyai daya kerja lebih lama serta lebih efektif
daripada morfin dengan pemakaian ditelan. Metadon
dipakai untuk metadhone maintenance program, yaitu
untuk mengobati ketergantungan terhadap morfin atau
heroin. Dan opiat lainnya.
2. Alkohol adalah jenis minuman yang mengandung
etil-alkohol (dibagi dalam 3 kelompok), disesuaikan
dengan kadar etil-alkoholnya. Alkohol dapat
menimbulkan adiksi (ketagihan) dan dependensi
(ketergantungan). Efek penggunaan alkohol tergantung
dari jumlah yang dikonsumsi, ukuran fisik pemakai serta
kepribadian pemakai. Pada dasarnya alkohol dapat
mempengaruhi koordinasi anggota tubuh, akal sehat,
tingkat energi, dorongan seksual dan nafsu makan.
Menurut Keputusan Presiden RI No. 3 Tahun 1997
tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman
Beralkohol, minuman beralkohol dikelompokkan dalam 3
golongan dilihat dari kandungan alkoholnya, yaitu :
1. Golongan A : yaitu berbagai jenis minuman keras
yang mengandung kadar alkohol antara
1% s/d 5%. Contoh minuman keras ini
adalah : bir, green sand, dll.
2. Golongan B : yaitu berbagai jenis minuman keras
yang mengandung kadar alkohol antara
5% s/d 20%. Contohnya adalah :
anggur malaga, dll.
3. Golongan C : yaitu minuman keras yang mengandung
kadar alkohol antara 20% s/d 50%.
Yang termasuk jenis ini adalah :
brandy, vodka, wine, drum,

11
champagne, whiski, dll (Joewana,
2005).
Kebanyakan orang mulai terganggu tugas sehari-harinya
bila kadar alkohol dalam darah mencapai 0,5% dan
hampir semua akan mengalami gangguan koordinasi bila
kadar alkohol dalam darah 0,10%.
3. Psikotropika adalah zat atau bahan aktif bukan
narkotika, bekerja pada sistem saraf pusat (otak) dan
dapat menyebabkan perasaan khas pada aktifitas mental
dan perilaku serta dapat menimbulkan ketagihan atau
bahkan ketergantungan. Zat yang termasuk golongan ini
menurut Karsono (2004) antara lain :
Psikostimulan (shabu-shabu, ekstasi, amphetamine),
shabu, inhalansia seperti aerosol, bensin, perekat,
solvent, butyl nitrites (pengharum ruangan). Obat
penenang dan obat tidur (nipam, mogadon, diazepam,
bromazepam, nitrazepam, flunitrazepam, estazolam, pil
BK dan obat antipsikosis dan obat antidepresi.
4. Zat adiktif adalah zat atau bahan aktif bukan
narkotika atau psikotropika, bekerja pada sistem saraf
pusat dan dapat menimbulkan ketergantungan/ketagihan.
Zat yang termasuk dalam golongan ini antara lain :
Nicotine, LSD (lysergic acid diethylamide), Psilosin,
Psilosibin, Meskalin, dan lain-lain.(Hariyanto, 2018)
2.5 APLIKASI TEORI HEATLH BELIEF MODEL DALAM
PENANGANAN PENCEGAHAN PENYALAGUNAAN
NARKOBA PADA REMAJA
Health belief model memiliki empat komponen utama yaitu
perceived susceptibility (kerentanan terhadap penyakit), perceived
seriousness (keseriusan penyakit), perceived benefit (manfaat
dari melakukan tindakan kesehatan), dan perceived barriers
(hambatan untuk melakukan tindakan kesehatan). Selain empat

12
komponen utama yang telah disebutkan health belief model telah
dikembangkan, sehingga terdapat beberapa komponen penting
yaitu self efficacy, cues to action, dan modifying variables (Glanz,
2008).
2.5.1 Persepsi Kerentanan (perceived Susceptibility)
Persepsi kerentanan terhadap suatu penyakit atau persepsi
tentang kemungkinan mengalami risiko atau mendapatkan
kondisi atau penyakit agar bertindak untuk mengobati atau
mencegah penyakitnya. Mencegah dan mengatasi penyakit
akibat penyalagunaan narkoba pada remaja sangat perlu
dikarenakan dapat mencegah risiko terkena penyakit HIV /
AIDS, Hepatitis B dan C, Kemampuan Kognitif Menurun,
Gangguan Hati (liver) dan Ginjal, Gangguan Paru-Paru
dan Pernapasan, Infeksi Seksual, Gangguan Jiwa,gangguan
tidur.
2.5.2 Persepsi keseriusan (perceived seriousness)

Persepsi keseriusan didasarkan berdasarkan keyakinan


individu tentang keseriusan dan tingkat keparahan
penyakit. Persepsi keseriusan sering didasari pada
informasi medis atau pengetahuan. kemungkinan
konsekuensi medis mungkin termasuk kematian, cacat dan
sakit. Konsekuensi sosial yang mungkin terdiri dari efek
pekerjaan, kehidupan keluarga, dan hubungan sosial.
Keseriusan mengacu kepada konsekuensi negatif yang
diasosiasi oleh individu dengan suatu peristiwa.
Konsekuensi ini berhubungan dengan suatu peristiwa yang
diantisipasi yang memiliki kemungkinan yang terjadi
dimasa depan. Kombinasi persepsi kerentanan dan
keparahan juga disebut ancaman. Individu akan mengubah
perilaku mereka berdasarkan persepsi ancaman yang
berasal dari keseriusan penyakit tersebut. Persepsi

13
keseriusan dalam penelitian ini yaitu persepsi remaja
dengan penyalagunaan narkoba tidak diatasi.

Perasaan terancam atau khawatir timbul dari


persepsi bahwa individu rentan terhadap masalah
kesehatan dan permasalahan tersebut dapat mengakibatkan
konsekuensi yang serius (Glanz, 2008).
2.5.3 Persepsi Manfaat (perceived benefit)
Persepsi ini menyebabkan perubahan perilaku akan
dipengaruhi oleh keyakinan individu mengenai manfaat
yang dirasakan dari berbagai tindakan yang tersedia untuk
mengurangi ancaman penyakit. Jadi, indvidu akan
melakukan tindakan pencegahan apabila individu merasa
dirinya sangat rentan terhadap penyakit-penyakit yang
dianggap seriusa. Besarnya keuntungan ataupun manfaat
yang di dapat dari suatu tindakan pencegahan maka akan
semakin besar peluang individu tersebut menjalankan
tindakan pencegahan penyakit. Akan tetapi bila manfaat
yang dirasakan kecil dari suatu tindakan yang akan
dilakukan untuk pencegahan akan semakin kecil.
2.5.4 Persepsi kendala (perceived barrier)
Persepsi individu bahwa tidak terlalu banyak
konsekuensi negatif bila mengambil tindakan
pencegahan dan tidak banyak kendala dalam prosesnya.
Kendala dalam mengatasi penyalahgunaan Narkoba
kurangnya kepedulian masyarakat untuk memberikan
informasi mengenai peredaran dan penyalahgunaan
Narkotika yang mereka ketahui, kurangnya sarana dan
prasarana untuk menyelidiki peredaran gelap dan
penyalahgunaan narkotika Selain itu, kendalanya adalah
kurangnya kepedulian masyarakat untuk memberikan
informasi mengenai peredaran dan penyalahgunaan
Narkotika yang mereka ketahui, kurangnya pengetahuan

14
kesadaran remaja pada dampak negative pada
penggunaan narkoba.
2.5.5 Kepercayaan diri (self efficacy)
Kepercayaan seseorang akan kemampuan untuk
melakukan suatu tindakan dengan berhasil. Konsep ini
ditambahkan oleh Rosenstock, Strecher, dan Becker
tahun 1988 untuk menyempurnakan teori Health belief
model agar sesuai dengan tantangan perubahan perilaku
atau tantangan yang tidak sehat (Glanz, 2008).
Remaja dalam kepercayaan diri untuk mengatasi masalah
penggunaan narkoba dan penyakit yang disebabkan
dengan cara memahami apa itu narkoba dan brbagai
penyakit penyerta yang disebabkan.
2.5.6 Petunjuk untuk bertindak (cues to action)
Menurut Glanz (2008)faktor yang dapat membuat
seseorang untuk merubah perilakunya, seperti adanya
dukungan dari keluarga terdekat, informasi dari tenaga
kesehatan serta media massa seperti majalah, televisi dan
radio untuk melakukan tindakan dalam mengatasi remaja
dalam penyalagunanaan narkoba.
Selanjutnya menurut Wiryanto (2004), Efek media
massa dapat mengubah perilaku individu atau khalayak.
Selain itu dapat memberikan jawaban dalam
menciptakan perhatian, pengetahuan, sikap dan
perubahan perilaku.

15
BAB III
INSTRUMEN PENGKAJIAN APLIKASI TEORI HEATLH
BELIEF MODEL DALAM PENANGANAN PENCEGAHAN
PENYALAGUNAAN NARKOBA PADA REMAJA

Faktor Modifikasi Kepercayaan Individu Tindakan

Persepsi Persepsi Remaja dengan


. Ancaman penyalagunaan
kerentanan
Usia dan persepsi terhadap narkoba
keseriusan penyalaguanaan
Pendidi
penyakit narkoba
kan

Pekerja Persepsi
an Manfaat yang
dirasakan
Penget dalam
ahuan
aplikasi Halth Belief
mengatasi Model dalam
penyalgunaa
penanganan
n narkoba
pencegahan
penyalagunaan
Persepsi narkoba pada remaja
Hambatan
yang dirasakan
remaja dalam
penyalagunaa
n narkoba

Persepsi
hambatan yang
dirasakan
remaja dalam
mengatasi
penyalagunaan
narkoba

16
BAB IV
Kisi Kisi Instrumen

No. Komponen Variabel Sub Variabel Sub-sub Variabel Pertanyaan Metode Penelitian Sasaran

WS I O FGD S DS

1. Inti Demografi Karakteristik Usia 1. Berapa Usia 


Penduduk Penyalagunanan Penyalagunanan narkoba
narkoba Pada Reamaja
Pada Reamaja
Statistik Angka Angka 
1. Berapa jumlah
Penting Kesembuhan Kesembuhan Penyalahgunaan Narkoba
pada Remaja
dan dalam 3 tahun terakhir?
Kematian

2. Apakah terdapat fluktuasi 


(peningkatan dan
penurunan)
Penyalahgunaan
Narkoba pada Remaja
dari tahun ke tahun?

17
Angka Kematian 1. Berapa angka kematian 
Penyalahgunaan Narkoba
pada Remaja dalam 3
tahun terakhir?

2. Apakah terdapat 
fluktuasi (peningkatan
dan penurunan) angka
kematian
Penyalahgunaan
Narkoba pada Remaja
dari tahun ke tahun?

18
Etnis dan Kebiasaan Gaya Hidup 1. Apakah Anda merokok? 
Budaya
2. Apakah Anda suka 
minum minuman
beralkohol?

3. Apa Anda pernah 


mengkonsumsi
narkoba ?

4. Jika pernah berapa lama 


mengkonsumsi narkoba ?

Nilai dan Pandangan 1. Bagaimana pandangan 


Keyakinan pengguna Anda terhadap sehat dan
terhadap dirinya sakit?

2. Bagaimana pandangan 
Anda terhadap
kematian?

3. Bagaimana pandangan 
Anda terhadap narkoba

19
dan penggunanya?

4. Menurut Anda, 
bagaimana keluarga
memandang jika
anda mengkonsumsi
narkoba ?

5. Menurut Anda, 
bagaimana masyarakat
umum memandang Anda
jika anda mengkonsumsi
narkoba ?

Manajemen Stres 1. Hal apa saja yang dapat 


membuat Anda stres?

2. Apa yang biasa Anda 


lakukan untuk

20
mengurangi stres? Dan
Apakah cara tersebut
berhasil?

3. Apakah Anda sering  Reamaja


merasa tidak berdaya?

4. Apakah Anda pernah  Remaja


merasa tidak berharga
dengan kondisi Anda
saat ini?

5. Menurut Anda apakah  Remaja


kebanyakan orang lain
lebih beruntung dari
Anda?

6. Apakah Anda memiliki  Remaja


orang tempat Anda
bercerita ketika Anda

21
memiliki masalah?

Agama Kepercayaan 1. Apa keyakinan yang  Remaja


Anda anut?

Fasilitas 1. Apakah terdapat tempat  Remaja


Keagamaan ibadah di dekat
tempatbtinggal ?

Kegiatan 1. pernakah anda mengikuti  Remaja


kegiatan ke agamaan ?
Keagamaan

2. Jika ada, apakah  Remaja


kegiatan keagamaan
yang Anda ikuti tersebut
membuat Anda merasa
lebih tenang?

22
2. Subsistem Lingkungan Tempat Lokasi dan 1. Apakah Anda memiliki  Remaja
Fisik berkumpul Kondisi tempat berkumpul untuk
bersosialisasi dengan
teman-teman Anda ?

2. Bagaimana kondisi  Remaja


tempat berkumpul
tersebut? Apakah bersih
dan kondusif?

3. Apakah tempat  Remaja


berkumpul tersebut
dapat membuat ada

merasa lebih nyaman?

23
Pelayanan Pelayanan Jenis 1. Pelayanan kesehatan apa  Remaja
Kesehatan Kesehatan saja yang tersedia di
dan Sosial sekitar rumah ?

Politik dan Kebijakan Kebijakan 1. Apakah terdapat  Peraturan


Pemerintaha pemerintah Pemerintah kebijakan perundang- Perundan
n mengenai undangan mengenai g-
penyala penyala gunaan narkoba undangan
gunaan di Indonesia
narkoba
Ekonomi Karakter Pendapatan 1. Apakah Anda memiliki  Remaja
Finansial pendapatan?

Komunikasi Cara Bentuk 1. Bagaimana cara Anda  Remaja


berkomunikasi dengan
teman, keluarga, dan
masyarakat?

24
2. Apakah Anda pernah  Remaja
mendapat informasi
mengenai narkoba?

3. Apakah Anda pernah  Remaja


mendapat informasi
mengenai manajemen

stres?

4. Bagaimana bentuk  Remaja


informasi yang Anda
dapatkan (poster,
pamflet, dll)?

Pendidikan Ketersediaan Tingkat 1. Bagaimana riwayat  Remaja


Fasilitas pendidikan Anda?
Pendidikan

25
Rekreasi Ketersediaan Kegiatan 1. Adakah kegiatan  Remaja
rekreasi yang dilakukan
Anda di setiap bulan ?

2. Apakah kegiatan  Remaja


tersebut membantu
Anda menenangkan
hati dan pikiran?

S : Survey
O : Observasi
W : Wawancara
P : Studi pustaka
DS : Data Skunder

26
BAB V
PENUTUP

5.1 KESIMPULAN
Usia remaja merupakan salah satu agregat yang harus diperhatikan
karena merupakan masa dimana remaja mengalami ketidakstabilan dengan
perubahan yang terjadi pada dirinya. Masalah yang sering terjadi adalah
kenakalan remaja, salah satunya risiko penyalahgunaan narkoba.
Penyalahgunaan narkoba berhubungan dengan berbagai faktor, antara lain
religiusitas, keluarga, sosial ekonomi, konfromitas teman sebaya dan
ketersediaan narkoba.
Menyikapi masalah penyalahgunaan narkoba pada remaja, peran
perawat komunitas dalam penanganan risiko penyalahgunaan narkoba sangat
diperlukan. Dalam melakukan pengkajian komunitas tentang masalah
penyalahgunaan narkoba pada remaja, perawat dapat mengadopsi model teori
health belief model. Dengan penerapan health belief model diharapkan
mampu mengkaji masalah yang terjadi pada remaja khususnya dalam
mencegah penyalahgunaan narkoba.

5.2 SARAN
5.2.1 Perawat komunitas diharapkan dapat mengaplikasikan pendekatan
community as partner dalam pengkajian komunitas dengan masalah
penyalahgunaan narkoba pada agregat remaja.
5.2.2 Perawat komunitas diharapkan mampu mengembangkan aplikasi model
atau teori lain dalam mengembangkan instrumen pengkajian komunitas
dengan masalah penyalahgunaan narkoba pada agregat remaja.

DAFTAR PUSTAKA

27
Hariyanto, B. P. (2018). Pencegahan Dan Pemberantasan Peredaran Narkoba Di
Indonesia, 1(1), 201–210.
Jiloha, R. C. (2009). Social and Cultural Aspects of Drug Abuse in Adolescents.
Delhi Psychiatry Journal, 12(2), 167–175.
Muslihatun, W. N., & Santi, M. Y. (2015). Antisipasi Remaja terhadap Bahaya
Penyalahgunaan Narkoba dalam Triad Kesehatan Reproduksi Remaja di
Sleman. Junal Kebidanan Dan Keperawatan, 11(1), 41–50.
Park, S., & Kim, Y. (2016). Prevalence, Correlates, and Associated Psychological
Problems of Substance Use in Korean Adolescents. BMC Public Health,
16(1), 79. https://doi.org/10.1186/s12889-016-2731-8
Rahmadona, E., & Agustin, H. (2014). Faktor yang berhubungan dengan
penyalahgunaan narkoba di rsj prof. hb. sa’anin. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Andalas, 8(2), 59–65.
Stanhope & Lancaster, (2016). Public Health Nursing Population Centered
Health Care In The Community. USA: Mosby

28

Anda mungkin juga menyukai