PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Program pencegahan dan pemberantasan penyakit sebagai salah satu program
pokok pembangunan di bidag kesehatan masih menitikberatkan pada penyakit infeksi,
meskipun dewasa ini terjadi pergeseran pola penyakit yaitu dengan makin
meningkatnya penyakit degeneratif. Untuk menyelesaikan masalah-masalah kesehatan
yang timbul di wilayah puskesmas, maka memerlukan kemampuan melakukan upaya
peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan (preventif), penyembuhan penyakit
(curatif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) pada kegiatan pencegahan dan
pemberantasan penyakit.
Untuk melakukan kegiatan pencegahan dan pemberantasan penyakit, hal-hal yang
perlu diperhatika antara lain: keadaan sumber daya manusia, tersedianya sarana, dan
dana operasional serta komitmen dari pimpinan atau unit penyelenggara. Rekomedasi
dirumuskan oleh tim pencegahan dan pemberantasan penyakit. Upaya penanggulangan
dilakukan oleh para pengambil keputusan sehingga sasarn dan tujuan program
kesehatan dapat tercapai secara efektif dan efisien.
Untuk membantu kesamaan pemahaman terhadap konsep, pengertian dan
pelaksanaan kesgiatan pencegahan dan pemberantasan penyakit perlu disusun pedoman
program sehingga kegiatan yang dilaksanakan merupakan suatu kebutuhan dari
masyarakat itu sendiri sebagai upaya penaggulangan masalah kesehatan.
B. Tujuan
Tujuan dari pembuatan pedoman pelaksanaan promosi kesehatan di Puskesmas ini
adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Umum
Sebagai acuan bagi petugas penanggulangan penyakit menular dalam
melaksanakan kegiatannya di wilayah kerja Puskesmas.
2. Tujuan Khusus
a. Tersedianya acuan tentang jenis kegiatan penanggulangan penyakit menular,
peran dan fungsi ketenagaan, sarana dan prasarana di Puskesmas.
b. Tersedianya acuan untuk melaksanakan kegiatan penanggulangan penyakit
menular yang bersumberdaya masyarakat di wilayah kerja Puskesmas.
c. Tersedianya acuan bagi tenaga penanggulangan penyakit menular Puskesmas
untuk bekerja secara profesional dalam melaksanakan kegiatan promosi
kesehatan yang berumutu kepada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas.
- Imunisasi
- Surveilans epidemiologi
- TBC
- Malaria
- Kusta
- DBD
- ISPA/Pnemonia
- Diare
D. Batasan Operasional
Batasan operasional pada penanggulangan penyakit terdiri dari:
1. Definisi epidemiologi menurut WHO (1989) adalah ilmu yang mempelajari distribusi
dan determinan dari peristiwa kesehatan dan peristiwa yang berkaitan dengan
kesehatan yang menimpa sekelompok masyarakat dan menerapkan ilmu tersebut
untuk memecahkan masalah-masalah kesehatan.
2. Pengertian Surveilans (WHO) adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan
interpretasi data secara sistematik dan terus menerus serta penyebaran informasi
kepada unit yang membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan.
3. Surveilans epidemiologi adalah kegiatan aalisis secara sistematis dan terus menerus
terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi
terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah-masalah kesehatan
tersebut, agar dapat melakukan tinakan penanggulangan secara efektif dan efisien
melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi
epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan.
4. Kejadian Luar Biasa (KLB) =
Definisi Kejadian Luar Biasa (KLB) = adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian
kesakitan/kematian yang bermakna secara epidmiologis dalam kurun waktu dan
daerah tertentu.
5. Penyelidikan epidemiologi KLB yaitu semua kegiatan yang dilakukan untuk
memastikan adanya penderita penyakit yang dapat menimbulkan KLB, mengenai
sifat-sifat penyebabnya dan faktor-fator yang mempengaruhi terjadinya dan
penyebarluasannya.
6. 3 M Plus adalah tindakan yang dilakukan secara teratur untuk memberantas jentik dan
menghindari gigitan nyamuk Demam Berdarah
7. Definisi KLB campak
1. Tersangka KLB Campak
Adanya 5 atau lebih kasus tersangka campak dalam waktu 4 minggu
berturut-turut mengelompok dan mempunyai hubungan epidemiologis satu sama
lain.
2. KLB Campak Pasti
Apabila minimum 2 spesimen positif IgM campak dari hasil pemeriksaan kasus
pada tersangka KLB campak.
8. Definisi KIPI Menurut Komite Nasional Pengkajian dan Penaggulangan KIPI (KN PP
KIPI), KIPI adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa 1
bulan setelah imunisasi.
E. Dasar Hukum
Dasar hukum dari pedoman pelaksanaan penanggulangan penyakit menular di
puskesmas antara lain:
1. Undang – Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah.
2. Undang-Undang No. 4 tahun 1984 entang Wabah Penyakit Menular
3. Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Profinsi Daerah Otonom.
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 560/Menkes/Per/VII/1984 tentang Jenis
Penyakit tertentu yang dapat menimbulkan wabah, tata cara penyampaian
laporannya dan cara penanggulangan wabahnya
5. Peraturan Dirjen PPM dan PLP No 451-1/PD.03.04 JF/1991 tentang Pedoman
penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa.
6. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur No.37 Tahun 2000 tentang Dinas
Kesehatan Propinsi.
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
Sumber daya manusia utama yang dicantumkan di Standar Puskesmas untuk pemegang
program penaggulangan penyakit (fungsional epidemiolog) adalah sarjana/ D III
Kesehatan yang memiliki kompetensi sesuai dengan program yang dibawahinya , dengan
perincian tiap program sebagai berikut:
Program Standar Ketenagaan Standar Kompetensi
Imunisasi Bidan/ Perawat (DIII) Pelatihan Imunisasi
Surveilans Bidan/ Perawat (DIII) Pelatihan Surveilans
epidemiologi
TBC Bidan/ Perawat (DIII) Pelatihan TBC
Malaria Bidan/ Perawat (DIII) Pelatihan Malaria
Kusta Bidan/ Perawat (DIII) Pelatihan Kusta
DBD Bidan/ Perawat (DIII) Pelatihan DBD
ISPA/Pnemonia Bidan/ Perawat (DIII) Pelatihan ISPA
Diare Bidan/ Perawat (DIII) Pelatihan Diare
Rabies/Gigitan Hewan Bidan/ Perawat (DIII) Pelatihan Rabies
Penular Rabies (HPR)
Kesehatan Matra (Haji Bidan/ Perawat (DIII) Pelatihan kesehatan matra
dan P. Bencana)
HIV/AIDS Bidan/ Perawat (DIII) Pelatihan HIV/AIDS
Penyakit tidak menular Bidan/ Perawat (DIII) Pelatihan Hipertensi, Pelatihan
(DM, hipertensi, dll). Diabetes
B. Distribusi Ketenagaan
Tenaga pelaksana program pemberantasan penyait di Puskesmas Dinoyo sebanyak 1
orang utuk tiap program.
C. Jadwal Kegiatan
1. Kegiatan pelayanan pemberantasan penyakit yang ada di dalam gedung dibuka
sesuai dengan jadwal buka Puskesmas Dinoyo yaitu; Senin-Kamis pukul 7.00-
13.00 WIB, Jumat pukul 7.00-11.00 WIB, Sabtu pukul 7.00-12.00 WIB
2. Jadwal pelayanan/kegiatan luar gedung diesuaikan dengan Rencana Pelaksanaan
Kegiatan Tahunan
BAB III
STANDAR FASILITAS
4) Sasaran Penyelenggaraan
Sasaran penyelenggaraan sistem surveilans epidemiologi kesehatan meliputi
masalah-masalah yang berkaitan dengan program kesehatan yang ditetapkan
berdasarkan prioritas nasional, bilateral, regional dan global, penyakit
potensial wabah, bencana dan komitmen lintas sektor serta sasaran spesifik
lokal atau daerah. Secara rinci sasaran penyelenggaran sistem surveilans
epidemiologi kesehatan adalah sebagai berikut :
a. Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular
Prioritas sasaran penyelenggaraan surveilans epidemiologi penyakit
menular adalah :
Surveilans penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
Surveilans AFP
Surveilans penyakit potensial wabah atau kejadian luar biasa
penyakit menular dan keracunan
Surveilans penyakit demam berdarah dan demam berdarah dengue
Surveilans malaria
Surveilans penyakit-penyakit zoonosis, antraks, rabies,
leptospirosis dan sebagainya
Surveilans penyakit filariasis
Surveilans penyakit tuberkulosis
Surveilans penyakit diare, tipus perut, kecacingan dan penyakit
perut lainnya
Surveilans penyakit kusta
Surveilans penyakit frambosia
Surveilans penyakit HIV/AIDS
Surveilans penyakit menular seksual
Surveilans penyakit pnemonia, termasuk penyakit pneumonia akut
berat (severe acute respiratory syndrome)
b. Surveilans Epidemiologi Penyakit Tidak Menular
Prioritas sasaran penyelenggaraan surveilans epidemiologi penyakit tidak
menular adalah :
Surveilans hipertensi, stroke dan penyakit jantung koroner
Surveilans diabetes mellitus
Surveilans neoplasma
Surveilans penyakit paru obstuksi kronis
Surveilans gangguan mental
Surveilans kesehatan akibat kecelakaan
c. Surveilans Epidemiologi Kesehatan Lingkungan dan Perilaku
Prioritas sasaran penyelenggaraan surveilans epidemiologi kesehatan
lingkungan dan perilaku adalah :
Surveilans sarana air bersih
Surveilans tempat-tempat umum
Surveilans pemukiman dan lingkungan perumahan
Surveilans limbah industri, rumah sakit dan kegiatan lainnya
Surveilans vektor penyakit
Surveilans kesehatan dan keselamatan kerja
Surveilans rumah sakit dan sarana pelayanan kesehatan lainnya,
termasuk infeksi nosokomial
3. Surveilans Epidemiologi Masalah Kesehatan
Prioritas sasaran penyelenggaraan surveilans epidemiologi masalah kesehatan
adalah
a. Surveilans gizi dan sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG)
b. Surveilans gizi mikro kurang yodium, anemia gizi besi, kekurangan vitamin
A
c. Surveilans gizi lebih
d. Surveilans kesehatan ibu dan anak termasuk reproduksi.
e. Surveilans kesehatan lanjut usia.
f. Surveilans penyalahgunaan obat, narkotika, psikotropika, zat adiktif dan
bahan berbahaya
g. Surveilans penggunaan sediaan farmasi, obat, obat tradisionil, bahan
kosmetika, serta peralatan
h. Surveilans kualitas makanan dan bahan tambahan makanan
4. Surveilans Epidemiologi Kesehatan Matra
Prioritas sasaran penyelenggaraan surveilans epidemiologi kesehatan matra
adalah :
a. Surveilans kesehatan haji
b. Surveilans kesehatan pelabuhan dan lintas batas perbatasan
c. Surveilans bencana dan masalah sosial
d. Surveilans kesehatan matra laut dan udara
e. Surveilans pada kejadian luar biasa penyakit dan keracunan Setiap
penyelenggaraan surveilans epidemiologi kesehatan sebagaimana tersebut
diatas disusun dalam suatu pedoman yang ditetapkan oleh Menteri
Kesehatan. Sesuai kebutuhan nasional dapat dikembangkan
penyelenggaraan surveilans epidemiologi kesehatan lainnya dengan
keputusan Menteri Kesehatan, dan sesuai kebutuhan di daerah Propinsi
dengan keputusan Gubernur Propinsi bersangkutan.
2. Tatalaksana Pasien Tuberkulosis
a. Penemuan Pasien Tuberkulosis
Penemuan pasien bertujuan untuk mendapatkan pasien TB melalui serangkaian
kegiatan mulai dari penjariangan terhadap terduga pasien TB, pemeriksaan fisik
dan laboratoris, menentukan diagnosis, menentukan klasifikasi penyakit serta tipe
pasien TB, sehingga dapat dilakukan pengobatan agar sembuh sehingga tidak
menularkan penyakitnya kepada orang lain. Kegiatan penemuan pasien terdiri dari
penjaringan terduga pasien, diagnosis, penentuan klasifikasi dan tipe pasien.
1. Strategi penemuan
a. Penemuan pasien TB dilakukan secara intensif pada kelompok populasi
yang terdampak TB dan populasi rentan
b. Upaya penemuan secara intensif harus didukung dengan kegiatan promosi
yang aktif, sehingga semua terdugaTB dapat ditemukan secara dini
c. Penjaringan terduaga pasien TB dilakukan di fasilitas kesehatan; didukung
dengan promosi secara aktif oleh petugas kesehatan bersama masyarakat.
d. Pelibatan semua fasilitas kesehatan dimaksudkan untuk mempercepat
penemuan dan mengurangi keterlambatan pengobatan.
e. Penemuan secara aktif dapat dilakukan terhadap:
1) kelompok khsus yang rentan karena berada di ligkungan yang berisiko
tinggi terjadinya penularan TB seperti pada pasien HIV, DIABETES
Mellitus dan Malnutrisi.
2) Kelompok yang rentan karena berada di lingkungan yang berisiko
tinggi terjadinya penularan TB, seperti: Lapas/ Rutan, tempat
penampungan pengungsi, daerah kumuh, tempat kerja, asrama dan
panti jompo.
3) Anak dibawah umur 5 tahun yang kontak dengan pasien TB
4) Kontak erat dengan pasien TB dan pasien TB resisten
f. Penerapan manajemen tatalaksaa terpadu pada paien dengan gejala dan
tanda yang sama dengan gejala TB
g. Tahap awal penemuan dilakukan dengan menjaring mereka.
2. Pemeriksaan dahak
a. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.
Pemeriksaan dahak untuk penegakkan diagnosis dilakuakn dengan
mengumpulkan 3 contoh uji dahak yang dikumpulkan dalam dua hari
kunjungan.
b. Pemeriksaan biakan
Pemeriksaan biakan untuk identifikasi M. Tuberculosis dimaksudkan
untuk menegakkan diagnosis pada TB pada pasien tertentu
3. Pemeriksaan uji kepekaan obat
Uji kepekaan obat bertujuan untuk menentukan ada tidaknya resistensi M.tb
terhadap OAT. Untuk mrnjmin kualitas hasil pemeriksaan, uji kepekaan obat
tersebut harus dilakukan oleh laboratorium yang telah teridentifikasi atau lulus
uji pemantapan mutu/Quality Assurance. Hal ini dimaksudkan untuk
memperkecil kesalan dalam memantapkan jenis resistensi OAT dan
pengambilan keputusan panduan pengobatan pasien dengan resistan obat.
b. Jenis Kegiatan
1) Melaksanaakan promosi meliputi advokasi dan sosialisasi, untuk
penanggulangan pneumonia balita sehingga masyarakat dan mitra kerja
terkaitmendukung pelaksanaan penanggulangan pnomonia balita:
2) Melaksanakan penemuan penderita pneumonia melalui sarana kesehatan dasar
(pelayaanan kesehatan di desa,puskesmas pembantu,puskesmas dan sasaran
rawat jalan rumah sakit)di bantu oleh kegiatan posyandu dan kader posyandu.
3) Melaksanakan tatalaksana standart penderita IAPA denagan deteksi dini ,
pengobatan yang tepat dan segera ,pencegahan komplikasi dan rujukan ke
sarana kesehatan yang lebih memadahi.
4) Melaksanakan surveilans kesakitankematian pneumonia balita serta faktor
resikongya termasuk faktor resiko lingkungan dan kependudukan
5. Tatalaksana Pemberantasan dan Penaggulangan Diare
a. Tujuan
Tercapainya tatalaksana penderita diare yang tepat dan efektif
b. Prinsip tatalaksana penderita diare
1) Mencegah terjadinya dehidrasi
Mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah dengan memberikan
minum lebih banyak cairan rumah tangga yang dianjurkan.
Macam cairan yang dapat digunakan akan tergantung pada :
- Kebiasaan setempat dalam mengobati diare
- Tersedianya cairan sari makanan yang cocok
- Jangkauan pelayanan kesehatan
- Tersedianya oralit
Bila tidak mungkin memberikan cairan rumah tangga yang dianjurkan, berikan air matang
2) Mengobati dehidrasi
Bila terjadi dehidrasi (terutama pada anak), penderita harus segera dibawa ke petugas
kesehatan atau darana kesehatan untuk mendapatkan pengobatan yang cepat dan tepat, yaitu
dengan oralit. Bila terjadi dehidrasi berat, penderita harus segera diberikan cairan intravena
dengan Ringer Laktat sebelum dilanjutkan terapi oral.
3) Memberi makanan
Berikan makanan selama serangan diare untuk memberikan gizi pada penderita terutama
anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan.
Berikan cairan termasuk oralit dan makanan sesuai yang dianjurkan
Anak yang masih minum ASI harus lebih seting diberi ASI
Anak yang minum susu formula diberikan lebih sering dari biasanya
Anak usia 6 bualn atau lebih termasuk bayi yang telah mendapat makanan padat harus
diberikan makanan yang mudah dicerna sedikit-sedikit tetapi sering.
Setelah diare berhentim pemberian ekstra makan diteruskan selama 2 minggu untuk
membantu pemulihan berat badan anak.
4) Mengobati masalah lain
Apabila diketemukan penderita diare disertai dengan penyakit lain, maka diberikan
pengobatan sesuai indikasi, dengan tetap mengutamakan rehidrasi.
Tidak ada obat yang aman dan efektif untuk menghentikan diare.
c. Prosedur tatalaksana penderita diare
a. Menilai derajat dehidrasi
Tabel Penilaian Derajat Dehidrasi
PENILAIAN A B C
1. Lihat
Keadaan umum Baik, sadar *Gelisah, rewel *Lesu, lunglai atau
tidak sadar
2. Periksa :
Turgor Kulit Kembali cepat *Kembali lambat *Kembali sangat
lambat
3. Derajat Dehidrasi Tanpa Dehidrasi Dehidrasi Dehidrasi berat
ringan/sedang
Lihatlah :
Periksalah
- Sewaktu kulit dicubit, apakah kembali dengan cepat, lambat atau sangat lambat (lebih
lama dari 2 detik)
Catatan : Hati – hati dalam mengartikan cubitan kulit, karena :
Pada penderita yang gizinya buruk, kulitnya mungkin saja kembali dengan lambat
walaupun dia tidak dehisrasi
Pada penderita yang obesitas (terlalu gemuk), kulitnya mungkin saja kembali dengan
cepat walaupun penderita mengalami dehidrasi.
b. Menentukan rencana pengobatan
Berdasarkan hasil penilaian derajat dehidrasi gunakan bagan rencana pengobatan yang
sesuai :
Rencana terapi A untuk penderita diare tanpa dehidrasi
Rencana terapi B untuk penderita diare dengan dehidrasi ringan sedang
Rencana terapi C untuk penderita diare dengan dehidrasi berat
c. Memeriksa dan mengobati diare dengan masalah lain
1) Memeriksa
Ada 3 (tiga) masalah lain yang harus diperhatikan pada penderita yaitu :
Disentri (diare dengan tinja berdarah)
Diare persisten (diare yang berlangsung sampai 2 minggu atau lebih)
Daire dengan penyakit penyerta (gangguan gizi, demam)
Pada tahapan penyembuhan diharapkan bukan hanya diare, tetapi KEP juga dapat
diatasi.
d. Sarana Rehidrasi
Sarana Rehidrasi dapat digolongkan menurut tempat pelayanan yaitu di /puskesmas, disebut
Pojok Oralit dan di Rumah sakit disebut Kegiatan Pelatihan Diare (KPD).
a. Pojok Oralit (Pojok URO)
Pojok Oralit didirikan sebagai upaya terobosan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan
perilaku masyarakat/ibu rumah tangga, kader dan petugas kesehatan dalam tatalaksana
penderita diare. Pojok oralit juga merupakan sarana rujukan penderita diare, baik yang
berasal dari kader maupun masyarakat. Cepat atau lambat harapan untuk meningkatkan
kepercayaan masyarakat dan petugas terhadap tatalaksana penderita diare, khususnya upaya
rehidrasi oral.
1) Fungsi
Mempromosikan upaya – upaya Rehidrasi Oral (URO)
Memberikan pelayanan penderita diare
2) Tempat
Pojok Oralit adalah bagian dari suatu ruangan di Puskesmas (di sudut ruangan tunggu
pasien) dengan 1-2 meja kecil. Seorang petugas Puskesmas dapat mempromosikan URO
kepada ibu – ibu yang sedang menunggu giliran untuk pemeriksaan. Bila seseorang
penderita memerlukan URO, maka penderita tersebut dapat duduk di kursi dibantu oleh
Ibu/keluarganya untuk melarutkan dan meminum oralit selama waktu observasi 3 jam.
3) Sarana Pendukung
Tenaga pelaksana : Dokter dan Paramedis terlatih
Prasarana :
Tempat pendaftaran
Ruang tunggu, sebagai tempat pojok oralit yang dilengkapi dengan meja, termos
es, cerek, oralit 200 cc, sendok, handuk, baskom, tempat cuci tangan, ember,
poster untuk penyuluhan tatalaksana penderita diare, termasuk cara melarutkan
dan cara penyimpanannya.
Kamar periksa yang dilengkapi dengan sarana penyuluhan penyakit diare atau
kamar periksa yang tersedia di Puskesmas
4) Cara membuat Pojok Oralit
a) Pilihlah lokasi untuk “Pojok URO”
Dekat tempat tunggu (ruang tunggu), ruang periksa, serambi muka yang tidak
berdesakan
Dekat dengan sumber air
Dekat dengan toilet atau kamar mandi
Menyenangkan dan baik ventilasinya
b) Pengaturan model di Pojok Oralit
Sebuah meja untuk mencampur larutan oralit dan menyiapkan peralatan
Kursi atau bangku dengan sandaran, dimana ibu dapat duduk nyaman saat
memangku anaknya
Sebuah meja kecil dimana ibu dapat menempatkan gelas yang berisi larutan oralit
Oralit paling sedikit 200 bungkus
3 buah botol/gelas ukur yang dapat mengukur berbagai macam gelas yang
dipunyai ibu
3 buah gelas
3 buah sendok
2 buah pipet (mungkin lebih memudahkan dipakai, daripada sendok untuk
beberapa bayi)
Pamplet (yang menerangkan kepada ibu, bagaimana mengobati atau merawat anak
diare), untuk dibawa pulang ke rumah
Sabun untuk cuci tangan
Waskom (untuk cuci tangan)
Media penyuluhan
Media pennyuluhan dalam bentuk poster yang menarik tentang pengobatan dan
pencegahan diare penting diketahui oleh ibu. Selama duduk di Pojok Oralt, sangat
bermanfaat bagi mereka untuk belajar mengenai Upaya Rehidrasi Oral serta hal –
hal yang penting lainnya, misal : pemberian ASI, perbaikan makanan tambahan,
penggunaan air yang bersih, mencuci tangan dan penggunaan jamban, juga
termasuk poster tentang imunisasi
5) Kegiatan Pojok Oralit
a) Penyuluhan URO dan Pencegahan
Memberikan demonstrasi tentang bagaimana mwncampur larutan oralit dan
bagaimana cara memberikannya
Menjelaskan cara mengatasi kesulitan dalam memberikan larutan oralit bila ada
muntah
Memberikan dorongan kepada ibu untuk memulai memberikan makanan pada
anak atau ASI pada bayi (Puskesmas perlu memberikan makanan pada anak yang
tinggal sementara di fasilitas pelayanan)
Mengajari ibu mengenai bagaimana meneruskan pengobatan selama anaknya di
rumah dan menentukan indikasi kapan anaknya dibawa kembali ke Puskesmas
Petugas kesehatan perlu memberikan penyuluhan kepada pengunjung Puskesmas
dengan menjelaskan tatalaksana penderita diare di rumah serta cara pencegahan
diare
b) Pelayanan penderita
Setelah penderita diperiksa, ditentukan diagnosa dan derajat dehidrasi di ruang
pengobatan, tentukan jumlah cairan yang dibutuhkan dalam 3 jam, selanjutnya
bawalah ibu ke Pojok URO untun menunggu selama diobservasi serta :
Jelaskan manfaat oralit dan ajari ibu membuat larutan oralit
Perhatikan ibu waktu memberikan oralit
Periksa penderita secara periodeik dan catat keadaannya (pada catatab klinik
penderita diare rawat jalan) setiap 1-2 jam sampai penderita teratasi dehidrasinya
(3-6 jam)
Catat/hitung jumlah oralit yang diberikan
Berikan pengobatan terhadap gejala lainnya seperti penurunan panas dan
antibiotika untuk mengobati disentri dan kolera
b. Kegiatan Pelatihan Diare (KPD)
1) Fungsi
KPD didirikan sebagai upaya penanggulangan diare dengan fungsi :
Pusat pengobatan diare, terutama Upaya Rehidrasi Oral (URO)
Pusat pelatihan untuk mahasiswa kedokteran dan peserta pelatihan lain
2) Tempat
Lokasi KPD ditempatkan dimana :
Petugas sering lalu lalang, sehingga mereka dapat mengamati kemajuan anak
Dekat dengan sumber air
Dekat dengan WC dan tempat mencuci tangan
Menyenangkan dan berventilasi baik
3) Sarana Pendukung
Tenaga pelaksana dokter dan paramedis terlatih
Prasarana :
(a) Sebuah meja yang dilengkapi dengan ceret, oralit, gelas, sendok,handuk, baskom
tempat cuci tangan, ember dan poster
(b) Kamar periksa yang dilengkapi dengan sarana penyuluhan penyakit diare atau
kamar periksa yang sudah ada
(c) Logistik yang dibutuhkan
- Oralit
- Cairan RL
- Infus set
- Wing needle
- Antibiotik yang diperlukan
4) Kegiatan
a) Kegiatan pelayanan penderita
Setelah diperiksa, ditentukan diagnosa dan derajat dehidrasi dan tentukan jumlah
cairan yang dibutuhkan, kemudian berikan rehidrasi sesuai derajat dehidrasinya.
Bila penderita dehidrasi, lakukan observasi selama 3 jam sambil memberikan
penyuluhan tentang :
Jelaskan manfaat oralit dan cara membuatnya
Perhatikan ibu waktu memberikan oralit
Menjelaskan cara – cara mengatasi kesulitan dalam memberikan larutan oralit bila
muntah
Mengajari ibu mengenai bagaimana meneruskan pengobatan selama anaknya diare
di rumah
b) Kegiatan pelatihan
Melaksanakan pelatihan untuk staf RSU yang bersangkutan
Melatih mahasiswa fakultas kedokteran dan keperawatan
c) Kegiatan penelitian
Beberapa KPD digunakan untuk melaksanakan penelitian
6. Tatalaksana Penanggulangan dan pemberantasan Demam Berdarah
Tatalaksana penyakit Demam Berdarah Dengue dilakukan di tempat-tempat pelayanan
Kesehatan seperti Puskesmas, Rumah Sakit, Klinik, Balai Pengobatan dan lain-lain,
dengan melakukan pemeriksaan tersangka penderita DBD sebagai berikut :
3. Pemeriksaan keadaan umum dan tanda tanda vital ( kesadaran, tekanan darah, nadi
dan suhu )
6. Pemeriksaan laboratorium
a. Penyuluhan
Penyuluhan dilakukan dengan maksud untuk menyampaikan informasi dan
pengetahuan kepada masyarakat tentang penyakit DBD, bagaimana cara mencegah
dan memberantas penyakit demam berdarah yang lebih efektif, yaitu melalui
pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah (PSN-DBD) dengan 4 M-Plus.
d. Larvasidasi Selektif
Larvasidasi terutama dilakukan di daerah yang banyak menampung air/susah air dan
pada penampungan air terbuka yang susah dikuras/dibersihkan.
Kegiatan fogging focus ini bertujuan memutus rantai penularan dengan membunuh
nyamuk dewasa yang sudah mengandung virus dengue dengan radius ± 100 M dari
rumah penderita. Tetapi kegiatan fogging ini bukan merupakan solusi utama untuk
pencegahan DBD selain itu fogging tersebut harus dilakukan oleh tenaga khusus dan
terampil karena obat (insektisida) yang digunakan mempunyai efek samping
berbahaya bagi lingkungan dan orang yang melaksanakannya sertaterjadinya
resistensi terhadap nyamuk itu sendiri.
Peran serta masyarakat dan pihak terkait sangat diperlukan dalam melakukan pencegahan
DBD melalui PSN ( Pemberantasan Sarang Nyamuk ) tersebut.
Diagnosis :
Diagnosis bisa ditegakkan bila dinemukan tanda kardinal (cukup salah satu saja) dari tanda
berikut :
a. Makula hipopigmentasi ataupun eritematosa yang mati rasa atau kurang rasa.
b. Penebalan saraf perifer.
c. Pemeriksaan BTA (Basil Tahan Asam) positif.
Diagnosis banding :
1. Tinea versikolor (panu)
2. Pitiriasis alba
3. Vitiligo
4. Tinea korporis.
5. Hipopigmentasi post inflamasi.
6. Dermatitis Seboroik.
7. Pitiriasis Rosea.
8. Liken Planus.
Program MDT ini bertujuan untuk mengatasi resistensi Dapson yang semakin meningkat,
mengurangi ketidak-taatan pasien, menurunkan angka putus obat, mengefektifkan waktu
pengobatan dan mengeliminasi persistensi kuman kusta dalam jaringan.
3. Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf. Gangguan fungsi Saraf ini
merupakan akibat dari peradangan kronis saraf tepi (neuritis perifer). Gangguan fungsi saraf
ini bisa berupa :
b. Kulit mengkilap
a. Rasa kesemutan, tertusuk-tusuk dan nyeri pada anggota badan atau muka
c. Adanya cacat
o Jika tidak ditemukan adanya mati rasa yang jelas maupun penebalan saraf
namun ada tanda-tanda mencurigakan seperti nodul, pembengkakan pada
wajah atau cuping telinga, atau infiltrasi pada kulit, perlu dilakukan
pemeriksaan apusan kulit
o Menunggu 3-6 bulan dan periksa kembali adanya mati rasa, jika lesi kulit
tersebut benar kusta maka dalam periode tersebut mati rasa harusnya menjadi
jelas dan dapat dimulai pengobatan MDT. Jika masih meragukan maka
tersangka kusta perlu dirujuk ke rumah sakit.
Apabila seseorang terkena penyakit kusta, maka penyakitnya dapat diklasifikasi diantara dua
jenis kusta yaitu kusta pauci baciler (PB) dan kusta multi basiler (MB). Berikut adalah
kriteria penentuan tipe kusta :
Kuman kusta mempunyai masa inkubasi selama 2-5 tahun, akan tetapi dapat juga bertahun-
tahun. Penularan terjadi apabila M.leprae yang utuh (hidup) keluar dari tubuh penderita dan
masuk ke dalam tubuh orang lain.
Belum diketahui secara pasti bagaimana cara penularan penyakit kusta. Secara teoritis
penularan ini dapat terjadi dengan cara kontak yang lama dengan penderita. Penderita yang
sudah minum obat sesuai rekomendasi WHO tidak lagi menjadi sumber penularan kepada
orang lain. Berikut adalah diagram rantai penularan penyakit kusta :
PENGOBATAN KUSTA
Program MDT ini bertujuan untuk mengatasi resistensi Dapson yang semakin meningkat,
mengurangi ketidak-taatan pasien, menurunkan angka putus obat, mengefektifkan waktu
pengobatan dan mengeliminasi persistensi kuman kusta dalam jaringan.
Berikut ringkasan pedoman pemberian paket medikamentosa pada kasus Kusta, antara lain :
Pengobatan MDT untuk kusta tipe PB dilakukan dalam 6 dosis minimal yang diselesaikan
dalam 6-9 bulan dan setelah selesai minum 6 dosis maka dinyatakan RFT (Released From
Treatment = berhenti minum obat kusta) meskipun secara klinis lesinya masih aktif. Menurut
WHO (1995) tidak lagi dinyatakan RFT tetapi menggunakan istilah Completion of Treatment
Cure dan pasien tidak lagi dalam pengawasan.
Pengobatan MDT untuk Kusta tipe MB dilakukan dalam 24 dosis yang diselesaikan dalam
waktu maksimal 36 bulan. Setelah selesai minum 24 dosis maka dinyatakan RFT meskipun
secara klinis lesinya masih aktif dan pemeriksaan bakteri BTA positif. Menurut WHO (1998)
pengobatan MB diberikan untuk 12 dosis yang diselesaikan dalam 12-18 bulan dan pasien
langsung dinyatakan RFT.
Namun dibalik program MDT, ternyata masih terdapat efek samping yang ditimbulkan MDT
yang dilaporkan. Berikut ini tindak lanjut terhadap efek samping MDT yang mungkin terjadi
(Rekomendasi UPK Kusta Depkes RI dan WHO, tahun 2000), yaitu sebagai berikut :
Kemudian beberapa hal yang perlu diperhatikan dan ditanyakan sebelum memulai
pengobatan (Rekomendasi UPK Kusta Depkes RI dan WHO, tahun 2000), antara lain :
Kusta bukanlah suatu penyakit keturunan atau penyakit kutukan dari tuhan, melainkan
penyakit yang menyerang kulit yang disebabkan oleh serangan bakteri Mycobacterium
leprae. Penularan kusta sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun dijelaskan bahwa
penularan di dalam rumah tangga dan hubungan dekat dengan penderita dalam jangka waktu
yang lama akan lebih beresiko untuk tertular. Penularan kusta melaui bakteri yang biasanya
terdapat di sekret hidung dan berulang-ulang kontak dengan kulit yang keadaan terluka. Pada
kasus anak-anak di bawah umur satu tahun, penularannya melalui plasenta.
Masa inkubasi penyakit kusta berkisar antara 9 bulan sampai 20 tahun dengan rata-rata
penularan adalah 4 tahun. Seseorang dapat terhindar dari penularan kusta apabila tubuhnya
memiliki kemampuan untuk membentuk kekebalan yang efektif. Penularan kusta, bergantung
pada beberapa hal, diantaranya:
3. Faktor bakteri kusta. Bakteri kusta dapat bertahan hidup pada suhu yang rendah.
Selain itu dapat hidup di luar tubuh manusia selama 1-9 hari. Walaupun bakteri kusta
berasal dari sekret hidung dan mengering, akan tetapi bakteri masih ada yang dapat
bertahan hidup dan meginfeksi orang lain.
8. Tatalaksana Pelayanan IMS
Untuk mencapai tujuan program, ditetapkan strategi sebagai berikut:
1. Meningkatkan dan mengembangkan program (Program Expansion
Strategy)dengan memfokuskan akses layanan bermutu (KTS, PDP, IMS, PDB, PMTCT, dan
Tergantung kompetensi dan tugasnya, sistem layanan pengendalian program HIV dan
AIDSdibagi dalam bentuk strata pelayanan, yaitu strata I, II, III dan dibangun
melaluilayananberbasis masyarakat. Strata III biasanya dilaksanakan di tingkat
provinsi atau nasional,strata II atau tingkat menengah biasanya di kabupaten/ kota dan
strata I atau layanan dasardi tingkat puskesmas kecamatan, kelurahan maupun yang
berbasis masyarakat.
Gambaran Umum Paket Kegiatan dan Layanan di setiap Jenjang
BAB V
LOGISTIK PEMBERANTASAN PENYAKIT
b. Alat sosialisasi
NO. PERSEDIAAN BARANG JUMLAH BARANG
1. Leaflet
c. Pelayanan
NO. PERSEDIAAN BARANG JUMLAH BARANG
1. Lemari ES 1
2. Vaksin carrier 15
3. Cold Pack 25
4. Termometer Muller 1
5. Freezetag 1
6. Buku monitoring suhu 1
7. Buku stok Vaksin 10
8. Kartu TT 50
9. Buku P2 50
10. Spuit 0.05 cc 1000
11. Spuit 0.5 cc 2000
12. Spuit 10 cc 500
13. Spuit 5 cc 0
14. Safety Box 15
15. Kapas injeksi 5
16. Air DTT 5
17. Dropper 30
18. Pelarut vaksin 30
19. Vaksin imunisasi(BCG,Polio,Campak, DPTHB 25/30/40/10/100/100/
HIB,TT,TD ,Td)
20 Termometer 2
21 Respiratory rate 1
22 Jam Tangan 1
23 Alat tulis( bolpoint,pencil,tipex) 1/1/1
24 Sarung tangan 5
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
7.1 PENGERTIAN
Keselamatan kerja merupakan suatu system dimana puskesmas membuat
kerja/aktifitas karyawan lebih aman.Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan pribadi atau pun puskesmas.
7.2 TUJUAN
a. Terciptanya budaya keselamatan kerja
b. Mencegah dan mengurangi kecelakaan
c. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses
kerjanya
d. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya
kecelakaannya menjadi bertambah tinggi
Pedoman ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan bagi pelaksana program
pemberantasan penyakit di puskesmas dalam rangka meningkatkan kualitas komunikasi
kesehatan di Puskesmas. Selain itu, dengan buku pedoman ini diharapkan dapat digunakan
sebagai dasar advokasi bagi pemegang kebijakan untuk peningkatan upayapemberantasan
penyakit di Puskesmas.