GLAUKOMA
1. 1 Latar Belakang
Glaukoma merupakan penyakit yang ditandai dengan neuropati saraf optik dan
defek lapangan pandang yang seringkali disebabkan karena peningkatan tekanan
intraokuler. Glaukoma dapat mengganggu fungsi penglihatan dan bahkan pada akhirnya
dapat mengakibatkan kebutaan. Para ahli mengklasifikasikan glaukoma menjadi tiga tipe,
yaitu glaukoma sudut terbuka, glaukoma tertutup dan yang terakhir adalah childhood
glaucoma.1
Untuk mendiagnosis seseorang sebagai penderita glaukoma harus dilakukan
anamnesis dan serangkaian pemeriksaan yang umum dilakukan. Pemeriksaan tersebut
meliputi tonometri, oftalmoskopi, gonioskopi, pemeriksaan lapang pandang. Pada
keadaan dimana seseorang dicurigai menderita glaukoma dilakukan tes provokasi, seperti
tes minum air (water drinking test.1,2
Berbagai
penatalaksanaan
yang
diterapkan
kepada
penderita,
berupa
889.000 orang terganggu penglihatannya yang ditandai dengan defek penglihatan yang
bersifat kronis atau permanen. Sedangkan 67.150 orang telah dinyatakan buta yang
ditandai dengan visus 20/200 atau lapangan pandang <20%. Penelitian ini juga
1
menyebutkan bahwa setiap tahun sekitar 50.500 orang di Amerika menjadi buta akibat
glaukoma.4
Diketahui bahwa angka kebutaan di Indonesia menduduki peringkat pertama untuk
kawasan Asia Tenggara. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), angka kebutaan di
Indonesia mencapai 1,5% atau sekitar 3 juta orang. Persentase itu melampaui negara Asia
lainnya seperti Bangladesh dengan 1%, India 0,7% dan Thailand 0,3%. 5 Menurut Survei
Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran tahun 1993-1996, kebutaan tersebut
disebabkan oleh katarak (0,78%), glaukoma (0,2%), kelainan refraksi (0,14%) dan
penyakit lain yang berhubungan dengan usia lanjut (0,38%).6
1. 2 Tujuan
Tujuan makalah ini untuk membantu menegakkan diagnosis lebih dini pada
pasien glaukoma dan penatalaksanaan yang tepat.
BAB II
LAPORAN KASUS
1.
Anamnesis
a.
Identifikasi
Nama
: Ny.S
Umur
: 32 tahun
b.
Agama
: Islam
Pekerjaan
Bangsa
: Indonesia
Alamat
: Dalam kota
Keluhan Utama
macam obat tetes (tutupnya warna hijau) dan disuruh untuk operasi. Karena tidak
ada biaya penderita tidak melakukan operasi, selain itu penderita juga merasa
keluhan berkurang setelah memakai obat.
Sejak 2 bulan SMRS, penderita mengeluh mata kirinya tidak bisa melihat, sakit
kepala disertai nyeri pada mata ada, mual ada, mata merah ada, mata berair-air
ada, silau tidak ada, kemudian penderita berobat ke RSMH.
d.
e.
f.
Status Gizi
BB
: 40 kg
TB
: 155 cm
IMT
: 16,45
Status : kurang
g.
Status Ekonomi
Kurang
2. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan umum
Nadi : 72x/menit
Sens
: compos mentis
RR : 18x/menit
Tekanan darah
: 150/90 mmHg
Suhu : 36,80C
4
Status Oftalmologikus
Visus
Tekanan intraokuler
OD
5/5
OS
NLP
KBM
Ortophoria
GBM
Segmen anterior
- Alis mata
Tenang
Tenang
- Kelopak atas
Tenang
Tenang
- Kelopak bawah
Tenang
Tenang
- Bulu mata
Tenang
Tenang
- Konjunctiva
Tenang
- Cornea
Jernih
edema
- COA
sedang
dangkal
gambaran baik
iridoplegi
middilatasi, RC(-)
- Iris
- Pupil
Jernih
RFOD (+)
d = 6mm
Keruh, ST(+)
FOD :
Papil: bulat, batas tegas, warna merah normal, c/d 0,3,
a/v 2:3
Makula: RF (+)
Retina: kontur pembuluh darah baik
FOS:
Tidak bisa dinilai
Kampimetri
Gonioskopi
SL
TM
SS
IR
PAS
PIG
JAM
Neova
s
3.
Diagnosis
Glaukoma absolut OS
4.
Penatalaksanaan
o Timolol 0,5 % 2x 1 tetes
o Asetazolamid 3 x 500 mg
o Pilokarpin 2% 2 x 1 tetes
o Tablet KSR 1 x 1
o Follow up TIO dengan kontrol teratur
o Konsul Penyakit Dalam
o Pro Cryotherapy
5. Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : malam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Selain ketiga struktur di atas, ada dua struktur lain yang juga membentuk bilik
mata depan yaitu iris dan korpus siliaris. Iris merupakan bagian uvea sebagai
perpanjangan korpus siliaris ke anterior. Iris terletak bersambungan dengan permukaan
anterior lensa dan memisahkan bilik mata depan dengan bilik mata belakang. Fungsinya
untuk mengatur cahaya yang masuk ke mata.5
III.2 Fisiologi Cairan Aquos
III.2.1 Produksi Cairan Aquos
Cairan aquos diproduksi oleh korpus siliaris, tepatnya dari plasma darah di
jaringan kapiler proccesus siliaris. Sebagai cairan yang mengisi bilik mata depan,
cairan aquos berfungsi untuk menjaga tekanan intraokuler, memberi nutrisi ke
kornea dan lensa dan juga memberi bentuk ke bola mata anterior. Volumenya
sekitar 250 L dengan jumlah yang diproduksi dan dikeluarkan setiap harinya
berjumlah 5 mL/hari.8 Cairan ini bersifat asam dengan tekanan osmotik yang
lebih tinggi dibandingkan plasma. Komposisi cairan aquos kurang lebih mirip
dengan plasma, kecuali bahwa cairan ini memiliki konsentrasi askorbat, piruvat,
laktat dan klorida yang lebih tinggi. Sedangkan konsentrasi protein, urea, glukosa,
natrium bikarbonat dan karbon dioksida cairan aquos lebih rendah dari plasma.1
Kecepatan produksi cairan aquos diukur dalam satuan mikroliter per menit
(L/menit). Para peneliti di Amerika Serikat melakukan penelitian terhadap 300
orang dengan tekanan intraokuler normal yang berusia antara 3 sampai 38 tahun
dengan menggunakan teknik penyaringan (scan) fluorofotometri. Dalam
penelitian tersebut didapat bahwa kecepatan rata-rata aliran cairan aquos pada jam
8.00 16.00 berkisar antara 2,75 0.63 L/menit sehingga didapat batas normal
produksi cairan aquos sekitar 1,8 4,3 L/menit. Kecepatan ini dalam sehari dapat
bervariasi yang disebut dengan variasi diurnal yaitu kecepatan selama tidur 1,5
kali lebih cepat dari pada pagi hari.4
III.2.2 Mekanisme Pengaliran Cairan Aquos
Cairan aquos yang dihasilkan korpus siliaris berada di bilik mata
belakang. Cairan ini kemudian akan mengalir melalui pupil masuk ke bilik mata
depan. Aliran cairan aquos di dalam bilik mata depan mengarah ke perifer, ke arah
anyaman trabekula yang berfungsi sebagai saringan dan masuk ke dalam kanal
Schlemm. Saluran efferen kanal Schlemm terdiri dari 300 saluran pengumpul
9
dan 12 vena aquos yang akan mengalirkan cairan ke dalam vena episklera. Jalur
ini dikenal sebagai sistem kanalikuli atau sistem konvensional yang mengalirkan
83-69%
uveoskleral yaitu di antara berkas otot siliaris dan sela-sela sklera. Jalur alternatif
ini disebut sistem ekstrakanalikuli atau sistem unkonvensional.4
10
Mekanisme atrofi saraf optik dapat dijelaskan sebagai berikut: peningkatan tekanan
intraokuler dapat menekan serabut saraf optik yang sangat sensitif. Hal ini akan
menyebabkan gangguan vaskularisasi papil dan terjadilah iskemik. Akibatnya serabut ini
akan mengalami degenerasi dan mati. Selain itu, tekanan intraokuler yang tinggi akan
menekan bagian tengah saraf optik (diskus optik) yang merupakan daerah terlemah dari
bola mata. bagian tepi papil relatif lebih kuat dari bagian tengah, sehingga terjadi
penggaungan papil. Jika tekanan intraokuler yang tinggi ini berlangsung dalam jangka
waktu yang lama, maka akan berakibat pada kebutaan.11
Kelainan lapangan pandang pada glaukoma disebabkan adanya gangguan peredaran
darah pada papil saraf optik. Pembuluh darah retina yang mempunyai tekanan sistolik 80
mmHg dan diastolik 40 mmHg akan kolaps bila tekanan intraokuler 40 mmHg.
Akibatnya pembuluh darah papil akan menciut sehingga vaskularisasinya terganggu.
Gejala yang paling dini berupa skotoma relatif atau absolut yang terletak pada daerah 30
derajat sentral. Namun, biasanya penderita tidak menyadari kelainan ini. Pada glaukoma
yang lanjut, timbul kelainan lapangan pandang perifer di bagian nasal superior.
Kerusakan ini kemudian dapat meluas ke tengah dan bergabung dengan kelainan
lapangan pandang yang terdapat di tengah sehingga penderita seolah melihat melalui
suatu teropong (tunnel vision).9
Gejala yang umum ditemui pada penderita glaukoma adalah rasa nyeri hebat di
dalam mata, pusing, penglihatan kabur, melihat lampu seperti lingkaran cahaya, mual dan
muntah.10
III.3. 1 Sebab Terjadinya Glaukoma
Setiap hari mata memproduksi sekitar 1 sendok teh humor aquos yang
menyuplai makanan dan oksigen untuk kornea dan lensa dan membawa produk
sisa keluar dari mata melalui anyaman trabekulum ke Canalis Schlemm.
Normalnya, produk dan drainase berjalan seimbang dengan tekanan intraokuler
berkisar antara 12-22 mmHg.11
Bola mata yang mengandung banyak humor aquos akan mengembang di
daerah yang paling lemah yaitu pada papil optik atau pada sklera tempat syaraf
optik keluar. Syaraf optik yang membawa informasi penglihatan ke otak terdiri
11
atas jutaan sel syaraf yang panjang. Serabut atau sel syaraf ini sangat tipis dengan
diameter kira-kira 1/20.000 inci. Bila tekanan bola mata naik serabut syaraf ini
akan tertekan dan rusak serta mati. Kematian sel tersebut akan mengakibatkan
hilangnya penglihatan yang permanen.12
12
Pada glaukoma sudut terbuka maupun tertutup cairan mata yang terus
dihasilkan badan siliar selama 24 jam sehari pengeluarannya terganggu. Cairan
mata yang berlebihan dalam bola mata akan meningkatkan tekanan bola mata.
Tekanan bola mata yang tinggi akan menekan syaraf optik beserta seluruh serabut
syaraf dan sel penglihatan yang disebut sebagai glaukoma.13
III.4 Faktor Risiko Terjadinya Glaukoma
Selama bertahun-tahun, para ahli telah banyak meneliti tentang karakteristik
individu penderita glaukoma. Berdasarkan penelitian tersebut dapat dikenali berbagai hal
yang sering dijumpai pada penderita sehingga dianggap sebagai faktor risiko. Individu
yang memiliki faktor tersebut sebaiknya dilakukan pemeriksaan penyaring (screening).
Para ahli memperkirakan dari 1000 orang yang memiliki faktor risiko ini, kurang lebih 10
di antaranya menderita glaukoma.12
Faktor-faktor risiko terjadinya peningkatan tekanan intraokuler dapat dibedakan
berdasarkan karakteristik sosiodemografi, penyakit sistemik dan riwayat keluarga.
13
a. Karakter Sosiodemografi
1.
Usia
Risiko terjadinya glaukoma meningkat sesuai dengan pertambahan usia.
Risiko akan semakin tinggi pada orang yang berusia lebih dari 40 tahun.13
2.
Jenis kelamin
Menurut para ahli yang melakukan penelitian mata di Framingham (The
Framingham Eye Study), risiko pria menderita glaukoma 2 kali lebih besar dari
pada wanita.
b.
Penyakit Sistemik
1.
Miopia/hipermetropia tinggi
Penderita miopia tinggi berisiko 2-3 kali lebih besar untuk menderita
glaukoma sudut terbuka. Sedangkan hipermetropia tinggi memperbesar risiko
terjadinya glaukoma sudut tertutup.
2.
Diabetes mellitus
Hubungan antara glaukoma dan diabetes masih merupakan kontroversial.
Namun demikian, seseorang dengan
memeriksakan matanya.
3.
Hipertensi
Peningkatan 10 mmHg tekanan darah akan menaikkan tekanan intraokuler
sebanyak 0,24-0,40 mmHg.
c.
14
Ras / bangsa, terutama pada ras Afrika-Amerika beresiko 6 kali dibanding ras
Kaukasoid.
Riwayat keluarga dengan galukoma primer sudut terbuka berresiko 6 kali untuk
terkena glaukoma.
Sumber : http://www.emedicine.com/ocularhipertention.html
b. Glaukoma primer sudut tertutup
Glaukoma primer sudut tertutup terutama stadium akut lebih banyak ditemukan
pada orang Eskimo dan Asia, diikuti oleh Kaukasia lalu Afrika Amerika. Usia antara 5565 tahun merupakan salah satu resiko. Wanita beresiko terkena glaukoma jenis ini 3-4
kali dibanding pria.
Glaukoma primer sudut tertutup terjadi apabila terbentuk iris bombe yang
menyebabkan sumbatan pada bilik mata depan oleh iris perifer. Hal ini menyumbat aliran
humor aquos dan tekanan intraokuler meningkat dengan cepat, menimbulkan nyeri hebat,
kemerahan, dan kekaburan penglihatan. Glaukoma sudut tertutup terjadi pada mata yang
sudah mengalami penyempitan anatomik pada bilik mata depan( dijumpai terutama pada
hipermetropia). Serangan akut biasanya terjadi pada pasien berusia tua seiring dengan
pembesaran lensa kristalina yang berkaitan dengan penuaan. Pada glaukoma sudut
16
tertutup, pupil berdilatasi sedang, disertai sumbatan pupil. Hal ini biasanya terjadi pada
malam hari, saat tingkat pencahayaan berkurang.
sumber : http://www.emedicine.com/ocularhipertention.html
Gejala dari glaukoma jenis ini ditandai oleh munculnya kekaburan penglihatan
mendadak yang disertai nyeri hebat, halo, dan mual disertai muntah. Temuan lain adalah
peningkatan mencolok tekanan intraokuler, bilik mata depan dangkal, kornea berkabut,
pupil terfiksasi dan berdilatasi sedang, dan injeksi siliaris. Apabila terapi tertunda, iris
perifer dapat melekat kejalinan trabekular (sinekia posterior), sehingga menimbulkan
sumbatan ireversibel pada bilik mata depan yang memerlukan tindakan bedah untuk
memperbaikinya. 7,8, 10,11,,12
17
Glaukoma pigmentasi.
Sindrom ini tampaknya disebabkan oleh degenerasi epitel pigmen iris dan korpus
siliaris. Granula pigmen terkelupas dari iris akibat friksi dengan serat-serat zonular di
bawahnya sehingga terjadi transiluminasi iris. Pigmen mengendap di permukaan kornea
posterior (Krukenbergs spindle) dan tersangkut di jalinan trabekular, mengganggu aliran
keluar humor aquos. Sindrom ini terjadi paling sering pada pria miopia usia antara 25-40
tahun yang memiliki bilik mata depan yang dalam dengan sudut bilik mata yang lebar.
Sindrom pseudo-exfoliasi
Pada sindrom eksfoliasi, dijumpai endapan-endapan bahan berserat mirip serpihan
di permukaan lensa anterior (berbeda dengan eksfoliasi kapsul lensa sejati akibat pajanan
terhadap radiasi inframerah, yakni katarak glass blower), prosesus siliaris, zonula,
permukaan posterior iris, dam di jalinan trabekular (disertai peningkatan pigmentasi).
Penyakit ini biasanya dijumpai pada orang berusia lebih dari 65 tahun.
Glaukoma Fakolitik
Sebagian katarak stadium lanjut dapat mengalami kebocoran kapsul lensa anterior,
sehingga protein-protein lensa yang mencair masuk ke bilik mata depan. Jalinan
18
trabekular menjadi oedema dan tersumbat oleh protein-protein lensa dan menimbulkan
peningkatan mendadak tekanan intraokular. 7,8, 10,11,,12
b. Glaukoma sekunder sudut tertutup
Glaukoma sekunder sudut tertutup sama halnya dengan glaukoma primer sudut
tertutup, dimana terjadinya peninggian tekanan intraokuler disebabkan adanya hambatan
atau blokade pada trabekular meshwork. Penyebab dari glaukoma sekunder sudut
tertutup antara lain ;
Uveitis.
Pada uveitis, tekanan intraokuler biasanya lebih rendah daripada normal karena
korpus siliaris yang meradang kurang berfungsi dengan baik. Namun, juga dapat terjadi
peningkatan tekanan intraokuler melalui beberapa mekanisme yang berlainan. Jalinan
trabekular dapat tersumbat oleh sel-sel radang dari bilik mata depan, disertai edema
sekunder atau kadang-kadang terlibat dalam proses peradangan spesifik diarahkan ke selsel trabekula (trabekulitis). Uveitis kronik atau rekuren menyebabkan gangguan
permanen fungsi trabekula, sinekia anterior perifer, dan kadang-kadang neovaskularisasi
sudut,
yang
semuanya
meningkatkan
kemungkinan
glaukoma
sekunder.
Sindorm uveitis yang cenderung timbul karena glaukoma sekunder adalah siklitis
heterikromik Fuchs, uveitis anterior akut terkait HLA-B27, dan uveitis herpes zoster dan
herpes simpleks.
Trauma
Cedera kontusio bola mata dapat disertai peningkatan dini tekanan intraokular akibat
perdarahan ke bilik mata depan (hifema). Darah bebas menyumbat jalinan trabekular,
yang juga mengalami edema akibat cedera. 7,8, 10,11,,12
3. Glaukoma yang terjadi pada anak-anak baik segera sesaat lahir (glaukoma
kongenital) ataupun glaukoma yang terjadi pada tahun pertama kelahiran
( glaukoma infantil)
Glaukoma pada anak-anak terdapat pada setiap 12.000-18000 kelahiran dan
merupakan 1% dari semua jenis galukoma. Glaukoma kongenital primer merupakan
kelainan autosomal yang diturunkan. Sifatnya bilateral pada hampir 70% kasus glaukoma
19
kongenital primer, anak laki-laki 70% menderita glaukoma jenis ini dan manifestasi
klinis dari glaucoma jenis ini 70% timbul pada usia 6 bulan. Glaukoma kongenital dapat
dibagi menjadi : (a) glaukoma kongenital primer, yang menunjukkan kelainan
perkembangan terbatas pada bilik mata depan, (b) anomali perkembangan bilik mata
depan, sindrom Axenfelg, anomali Peter, dan sindrom Reiger. Disini perkembangan iris
dan kornea juga abnormal dan (c) berbagai kelainan lain temasuk aniridia, sindrome
Lowe, dan rubeola kongenital. Pada keadaan ini, anomali perkembangan pada sudut
disertai dengan kelainan okular dan ekstra okular.
Glaukoma kongenital bermanifestasi sejak lahir pada 50% kasus, didiagnosis pada
6 bulan pertama pada 70% kasus, dan didiagnosis pada akhir tahun pertama pada 80%
kasus. Gejala paling dini dan paling sering adalah epifora. Dapat dijumpai fotofobia dan
pengurangan kilau kornea. Peningkatan tekanan intraokular adalah tanda kardinal.
Pencekungan diskus optikus akibat glaukoma merupakan kelainan yang terjadi relatif
lebih dini dan terpenting. Temuan-temuan lain adalah garis tengah kornea (melebihi 11,5
mm dianggap bermakna), edema epitel, robekan membran descement, dan peningkatan
kedalaman bilik mata depan serta edema dan kekeruhan stroma kornea. 7,8, 10,11,,12
4. Glaukoma yang terjadi dimana terdapat diskus nervus optik yang glaukomatous
dengan tekanan intra okuler yang normal atau yang disebut dengan normo
tension glaucoma
Sebagian kecil pasien dengan kelainan glaukomatousa pada diskus optikus atau
lapangan pandang memilki tekanan intraokular yng normal atau tetap dibawah 22 mmHg.
Para pasien ini mengidap glaukoma tekanan normal. Patogenesisnya adalah kepekaan
yang abnormal terhadap tekanan intraokular karena kelainan vaskular atau mekanis di
papil nervus optik. Perdarahan diskus lebih sering dijumpai pada tekanan normal
dibandingkan pada glaukoma primer sudut terbuka dan sering menandakan progresivitas
penurunan lapangan pandang. 7,8, 10,11,,12
20
21
Dengan alat ini, kekakuan sklera dapat diabaikan sehingga hasil yang didapatkan
menjadi lebih akurat.
c. Gonioskopi
Gonioskopi sangat penting untuk ketepatan diagnosis glaukoma. Gonioskopi dapat
menilai lebar sempitnya sudut bilik mata depan. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan
pada semua pasien yang menderita glaukoma, pada semua pasien suspek glaukoma, dan
pada semua individu yang diduga memiliki sudut bilik mata depan yang sempit. Dengan
gonioskopi dapat dibedakan glaukoma sudut tertutup dan glaukoma sudut terbuka, juga
dapat dilihat adanya perlekatan iris bagian perifer ke depan (peripheral anterior
sinechiae).
Pada gonioskopi terdapat 5 area spesifik yang dievaluasi di semua kuadran
yang menjadi penanda anatomi dari sudut bilik mata depan:
Taji sklera, biasanya tampak sebagai garis putih prominen di alas pita badan shier.
Trabekulum meshwork
Garis Schwalbe, suatu tepi putih tipis tepat di tepi trabekula Meshwork. Pembuluh
darah umumnya terlihat pada sudut normal terutama pada biru.
Menurut Gori dan Posner, sudut BMD diklasifikasikan sebagai luas, sedang, dan
sempit.
Sudut sedang (25) hanya struktur di anterior taji sklera yang dapat dilihat.
Grade 4 (35-45)
Merupakan sudut terluas khas untuk myopia dan afakia, dimana badan siliar dapat
dilihat dengan mudah.
Grade 3 (20-35)
Sudut terbuka, setidaknya taji sklera dapat diidentifikasi.
Grade 2 (20)
Sempit moderat, trabekulum dapat diidentifikasi. Penutupan sudut mungkin
terjadi tetapi jarang.
Grade 1 (10)
Sangat sempit hanya garis Schawlbe yang terlihat, mungkin juga bagian
atas trabekulum dapat diidentifikasi.
Celah/slit
Suatu keadaan tidak terdapatnya kontak iridokorneal yang nyata, tetapi tidak ada
struktur sudut yang dapat diidentifikasi. Sudut sperti ini memiliki
ancaman penutupan yang paling besar.
Grade 0
23
Oftalmoskopi
Pada pemeriksaan oftalmoskopi, yang harus diperhatikan adalah keadaan papil.
Perubahan yang terjadi pada papil dengan glaukoma adalah penggaungan (cupping) dan
degenerasi saraf optik (atrofi). Jika terdapat penggaungan lebih dari 0,3 dari diameter
papil dan tampak tidak simetris antara kedua mata, maka harus diwaspadai adanya
ekskavasio glaukoma.
Lapangan Pandang
24
Yang termasuk ke dalam pemeriksaan ini adalah lapangan pandang sentral dan
lapangan pandang perifer. Pada stadium awal, penderita tidak akan menyadari adanya
kerusakan lapangan pandang karena tidak mempengaruhi ketajaman penglihatan sentral.
Pada tahap yang sudah lanjut, seluruh lapangan pandang rusak dengan tajam penglihatan
sentral masih normal sehingga penderita seolah-olah melihat melalui suatu teropong
(tunnel vision). 10
f. Tonografi
Tonografi dilakukan untuk mengukur banyaknya cairan aquos yang dikeluarkan
melalui trabekula dalam satu satuan waktu.
Tes Provokasi
Tes ini dilakukan pada keadaan dimana seseorang dicurigai menderita glaukoma.
Untuk glaukoma sudut terbuka, dilakukan tes minum air, pressure congestion test, dan tes
steroid. Sedangkan untuk glaukoma sudut tertutup, dapat dilakukan tes kamar gelap, tes
membaca, tes midriasis dan prone position test.9
V.
Penatalaksanaan Glaukoma
Tujuan penatalaksanaan glaukoma adalah menurunkan tekanan intraokuler sehingga
dapat mencegah terjadinya penurunan lapangan pandang dan ketajaman penglihatan lebih
lanjut yang berujung pada kebutaan. Berbagai tindakan yang dilaksanakan tidak bisa
menyembuhkan penyakitnya, karena glaukoma tidak bisa disembuhkan, yang bisa
dilakukan hanya mengontrol tekanan intraokuler supaya berada dalam batasan normal.
Penatalaksanaan glaukoma terdiri dari tiga macam, yaitu medikamentosa,
pembedahan dan laser. Pembedahan dan laser dilakukan jika obat-obatan tidak mampu
mengontrol tekanan intraokuler.
1
Medikamentosa
Biasanya dokter akan meresepkan kombinasi sejumlah obat atau mengganti
resep setelah periode waktu tertentu dalam rangka mengurangi efek samping obat dan
juga untuk meningkatkan efektivitas terapi medikamentosa. Berdasarkan tujuan
farmakoterapinya, obat anti glaukoma dibedakan menjadi empat jenis, yaitu: untuk
25
supresi produksi cairan aquos, meningkatkan aliran keluar cairan aquos, menurunkan
volume korpus vitreus.1
a
Antagonis adrenergik
Adalah obat yang sekarang paling luas digunakan untuk terapi
glaukoma. Obat ini dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan obat
lain. Efek samping: pada penggunaan adrenergik sering terjadi reaksi alergi,
pandangan kabur, sakit kepala, rasa terbakar di mata, takikardia dan aritmia.11
Agonis adrenergik
Bekerja untuk mengurangi produksi cairan aquos dan meningkatkan
menghambat kerja enzim karbonik anhidrase di korpus siliaris. Obat ini bisa
diberikan per oral ataupun intravenous. Efek samping: paresethesia di lengan
dan tungkai, dispepsia, gangguan ingatan, depresi, batu ginjal, dan
polakisuria. Inhibitor karbonik anhidrase diturunkan dari golongan sulfa,
sehingga bisa juga menyebabkan aplastik anemia walaupun hal ini jarang
terjadi.10
b
Parasimpatomimetik
Obat yang digunakan merupakan golongan agonis kolinergik. Bekerja
26
pemakaian obat, terutama untuk obat topikal. Oleh karena itu, dokter harus
menginformasikan bagaimana cara pemakaian obat kepada pasien agar didapatkan hasil
yang maksimal. Pengkombinasian obat dapat dilakukan bila obat tunggal belum bisa
mengontrol tekanan intraokuler yang aman bagi pasien. Kombinasi yang lazim dipakai
yaitu antara antagonis adrenergik- dan miotik atau antara agonis adrenergik- dan
miotik.
Tabel 1. Obat Anti Glaukoma10
Obat
Timolol
Kelompok
Konsentras
i
- blocker 0,25-0,5%
Berguna
pada
Pasien
Perhatian
Asma, PPOK,
27
muda,
katarak,
Levobunolol
Betaksolol
- blocker 0,5%
- blocker 0,5%
hipertensi
s.d.a
s.d.a
penyakit
jantung
s.d.a
s.d.a
Hipertensi,
afakia, sudut
Epinefrin
Agonis-
0,5%-2%
bola mata
sempit, lensa
kontak
Dipiverin
Pilokarpin
Karbakol
Ektotiopat
Agonis-
Kolinergi
k
Kolinergi
k
0,25%
Bromida
Metazolamid
Mannitol
0,75%-3%
0,125%-
Kolinergi
0,5%-4%
Kolinergi
Demekarium
Asetazolami
0,1%
Inhibitor
carbonik
anhidrase
CAI
Hiper
osmotik
0,25%
Alergi
epinefrin
Pasien tua,
afakia
s.d.a
Afakia
retina perifer,
pasien muda
s.d.a
umum, oprasi
mata,katarak
s.d.a
125-500
gagal,
mg
glaukoma
akut
1-2 gr/kg
Gangguan
Anetesi
Jika topikal
25-100 mg
s.d.a
s.d.a
Tekanan
s.d.a
Letargi,
depresi, batu
ginjal, depresi
sumsum
tulang
s.d.a
tinggi,
Gagal ginjal,
glaukoma
retensi urin
akut
Gliserin
Isosorbid
Hiper
osmotik
Hiper
1-2 gr/kg
s.d.a
1-2 gr/kg
s.d.a + DM
DM, nausea,
vomitus
Diare
28
osmotik
Dikutip dari: http://www.aafp.org/afp/990401ap/1871.html
Penatalaksanaan
terbaik
untuk
glaukoma
sudut
tertutup
adalah
25 mmHg dalam waktu 24 jam. Bila tekanan intraokuler sudah turun, operasi
harus dilakukan dalam 2-4 hari kemudian.
Pengobatan glaukoma sudut terbuka diberikan semaksimal mungkin
sehingga tercapai tekanan intraokuler normal, ekstravasasi tidak bertambah dan
lapangan pandang tidak memburuk. Namun, obat yang diberikan haruslah yang
29
mudah diperoleh dan mempunyai efek samping yang minimal. Obat yang bisa
dipakai untuk glaukoma sudut terbuka adalah:
a
Tindakan pembedahan
Pembedahan ditujukan untuk memperlancar aliran keluar cairan aquos di
dalam sistem drainase atau sistem filtrasi sehingga prosedur ini disebut teknik filtrasi.
Pembedahan dapat menurunkan tekanan intraokuler jika dengan medikamentosa tidak
berhasil. Walaupun telah dilakukan tindakan pembedahan, penglihatan yang sudah
hilang tidak dapat kembali normal, terapi medikamentosa juga tetap dibutuhkan,
namun jumlah dan dosisnya menjadi lebih sedikit.
a
Trabekulektomi
Merupakan teknik yang paling sering digunakan. Pada teknik ini,
bagian kecil trabekula yang terganggu diangkat kemudian dibentuk bleb dari
konjungtiva sehingga terbentuk jalur drainase yang baru. Lubang ini akan
meningkatkan aliran keluar cairan aquos sehingga dapat menurunkan tekanan
intraokuler. Tingkat keberhasilan operasi ini cukup tinggi pada tahun pertama,
sekitar 70-90%.11, 17
Sayangnya di kemudian hari lubang drainase tersebut dapat menutup
kembali sebagai akibat sistem penyembuhan terhadap luka sehingga tekanan
intraokuler akan meningkat. Oleh karena itu, terkadang diperlukan obat seperti
30
11
Laser
Pada teknik laser, operator akan mengarahkan sebuah lensa pada mata
kemudian sinar laser diarahkan ke lensa itu yang akan memantulkan sinar ke mata.
Risiko yang dapat terjadi pada teknik ini yaitu tekanan intraokuler yang meningkat
sesaat setelah operasi. Namun hal tersebut hanya berlangsung untuk sementara waktu.
Berikut ini ada beberapa teknik operasi laser yang lazim diterapkan:
a
di iris perifer sehingga iris terdorong ke belakang lalu sudut bilik mata depan akan
terbuka.
32
Laser Iridektomy
Teknik ini biasa digunakan sebagai terapi pencegahan yang aman dan efektif
untuk glaukoma sudut tertutup. Dilakukan dengan membuat celah kecil di iris
perifer dan mengangkat sebagian iris yang menyebabkan sempitnya sudut bilik
mata depan. Beberapa keadaan yang tidak memungkinkan dilakukannya laser
iridektomy, diantaranya kekeruhan kornea, sudut bilik mata depan yang sangat
sempit dengan jaringan iris yang sangat dekat dengan endotel kornea, penderita
yang pernah menjalani operasi ini sebelumnya namun gagal dan pada penderita
yang tidak bisa diajak bekerja sama. 19
c
Laser Trabeculoplasty
Dilakukan pada glaukoma sudut terbuka. Sinar laser (biasanya argon)
33
BAB IV
ANALISIS KASUS
Seorang perempuan berumur 32 tahun, bekerja sebagai ibu rumah tangga datang
ke Rumah Sakit dengan keluhan utama mata kiri tidak bisa melihat sejak 2 bulan
sebelum masuk rumah sakit. Dari riwayat perjalanan penyakit didapatkan bahwa 7
bulan SMRS, penderita mengeluh pandangan matanya kabur, pandangan seperti melihat
pelangi di sekitar cahaya sewaktu malam hari tidak ada, pandangan mata seperti melihat
34
asap tidak ada, pandangan seperti melihat benda-benda terbang tidak ada, silau tidak ada,
sakit kepala disertai nyeri pada mata ada, sakit seperti kelilipan tidak ada, mual muntah
tidak ada, mata merah ada dan berair-air tidak ada, kotoran pada mata tidak ada.Penderita
mengaku bisa melakukan aktifitas seperti biasa sehingga ia tidak berobat.
bulan
SMRS, penderita mengeluh pandangannya terasa lebih sempit, jika melihat kekiri terasa
lebih gelap, pandangan seperti melihat pelangi di sekitar cahaya lampu tidak ada,
pandangan mata seperti melihat asap ada, pandangan seperti melihat benda-benda terbang
tidak ada. Penderita juga mengeluh sakit kepala dan nyeri pada mata, mata merah ada,
mata berair-air mual ada, muntah tidak ada, mata berair-air ada, kotoran pada mata tidak
ada, sakit seperti ada yang mengganjal. Kemudian penderita berobat ke Sp.M, diberi 2
macam obat tetes (tutupnya warna hijau) dan disuruh untuk operasi. Karena tidak ada
biaya penderita tidak melakukan operasi, selain itu penderita juga merasa keluhan
berkurang setelah memakai obat. 2 bulan SMRS, penderita mengeluh mata kirinya
tidak bisa melihat, sakit kepala disertai nyeri pada mata ada, mual ada, mata merah ada,
mata berair-air ada, silau tidak ada, kemudian penderita berobat ke RSMH.
Penderita datang dengan keluhan utama tidak bisa melihat. Tidak bisa melihat
atau kebutaan ini merupakan keadaan akhir dari suatu kelainan pada mata. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan visus pada mata kanan 6/6 sedangkan pada mata kiri NLP,
pemeriksaan tonometri, TIOD : 18,6 mmHg dan TIOS : 59,1 mmHg, dan pada
pemeriksaan segmen anterior mata kiri didapatkan kongestif pembuluh darah pada
konjungtiva, edema kornea, BMD dangkal, iris iridoplegi dan pupil middilatasi. Pada
pemeriksaan gonioskopi didapatkan kesan sudut terbuka. Berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, maka kami diagnosa pasien ini dengan
glaukoma absolut occuli sinistra.
Jika dilihat dari hasil anamnesis diketahui bahwa sebelum mengalami kebutaan,
penderita mengalami penurunan penglihatan secara perlahan disertai mata merah. Ada
beberapa diagnosis banding terhadap keluhan penurunan visus perlahan disertai mata
merah yakni: uveitis, glaukoma akut, trauma, erosi kornea, keratitis dan ulcus kornea.
Kemungkinan erosi kornea dapat disingkirkan karena pada erosi kornea penderita bukan
merasa nyeri pada matanya melainkan merasa perih. Selain itu kemungkinan ulkus
kornea karena infeksi virus juga dapat disingkirkan sebab pada ulkus karena infeksi virus
35
tidak merasa nyeri pada matanya, melainkan merasa ada benda asing pada matanya.
Kemungkinan keratitis juga kecil karena pada keratitis penderita bukan merasa nyeri
pada mata tetapi akan merasa seperti kelilipan. Maka diagnosis dapat lebih diarahkan
pada trauma, ulkus kornea karena bakteri, uveitis, dan glaukoma akut. Dari anamnesis
selanjutnya tidak didapatkan riwayat trauma sehingga dapat menyingkirkan kemungkinan
penyakit mata merah dan visus menurun perlahan karena trauma. Fakta ini sekaligus
dapat menyingkirkan kemungkinan visus menurun perlahan dan mata merah yang
disebabkan erosi kornea dan ulkus kornea, karena sebagian besar ulkus kornea terjadi
setelah rusaknya epitel kornea sehingga terbentuk port de entry untuk infeksi
mikroorganisme patogenik terhadap kornea. Keluhan penglihatan seperti melihat
pelangi(halo) tidak dijumpai pada pasien ini, penglihatan turun mendadak juga tidak ada
dan usia pasien <40 tahun maka kemungkinan glaukoma akut dapat disingkirkan. Jadi
kemungkinan pada penderita ini sebelum mengalami kebutaan, penderita menderita
uveitis yang mungkin tidak diobati sehingga dapat mengakibatkan glaukoma sekunder e.c
uveitis yang lama kelamaan dapat mengakibatkan glaukoma absolut.
Penatalaksanaan pada pasien ini adalah menggunakan terapi medikamentosa
untuk menurunkan tekanan intraokuler secepatnya, tidak dilakukan pembedahan karena
penderita sudah mengalami kebutaan total, kecuali jika tekanan intraokuler tetap tinggi
sehingga penderita mengalami nyeri kepala hebat yang menetap sehingga mengganggu
penderita. Obat yang digunakan adalah timolol 0,5%. Timolol bekerja dengan
mengurangi produksi aquous humor. Inhibitor karbonik anhidrase (CAI) seperti
asetazolamid, bekerja mengurangi produksi cairan akuos sebesar 40-60% dengan
menghambat kerja enzim karbonik anhidrase di korpus siliaris. Pilokarpin sebagai
miotikum yang melepaskan iris dari jaringan trabekulum sehingga sudut bilik mata depan
akan terbuka. Perlu juga dilakukan pemeriksaaan lapangan pandang dan konsul bagian
penyakit dalam. Pemeriksaan lapangan pandang dilakukan pada mata sebelahnya untuk
mengetahui apakah juga sudah terjadi penyempitan lapangan pandang karena seperti
sudah dikatakan diatas, penyempitan lapangan pandang pada penderita glaukoma
biasanya tidak disadari oleh penderita. Sementara konsul ke Bagian Penyakit Dalam
dilakukan untuk mengontrol hipertensinya sehingga bisa mencegah terjadinya glaukoma
pada mata sebelahnya juga. Pasien ini dipertimbangkan untuk dilakukan pembedahan
36
cyclocryotherapy.
Cyclocryotherapy
merupakan
prosedur
operasi
lain
untuk
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsu budiono. A comparative test of eyedrops timolol 0,5 % and betaxolol 0,5 % in
37
doppler
imaging.
[online].
2008.
Available
from
http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php.
15. Ajit Sinha, A Rahman.. Cyclocryotherapy in absolute glaucoma. In : Indian Journal
Ophthalmology.
2006.
Available
from
http://www.ijo.in/article.asp?issn=0301-
4738;year=1984;volume=32;issue=2;spage=77;epage=80;aulast=Sinha
38
39