Anda di halaman 1dari 31

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Berdasarkan pasal 1 Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan,
kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial
yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Sumber daya di bidang kesehatan dalah segala bentuk dana, tenaga, perbekalan
kesehatan, sediaan farmasi dan alat kesehatan serta fasilitas pelayanan kesehatan dan
teknologi yang dimanfaatkan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang
dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
1

Perkembangan pelayanan kesehatan di Indonesia tidak lepas dari sejarah
kehidupan bangsa. Setelah Indonesia merdeka, pelayanan kesehatan masyarakat
dikembangkan sejalan dengan tanggung jawab pemerintah melindungi masyarakat
Indonesia dari gangguan kesehatan. Kesehatan adalah hak asasi manusia yang
tercantum dalam UUD 1945. Bidang pelayanan kesehatan, merupakan salah satu
unsur perbekalan kesehatan sebagai faktor yang paling dominan dalam memenuhi
kebutuhan untuk mewujudkan derajat kesehatan tersebut.
2,3

Di negara maju maupun berkembang reformasi pelayanan kesehatan telah lama
dibicarakan. Hal ini membuat sistem pelayanan kesehatan yang semakin responsif
terhadap kebutuhan pasien atau masyarakat. Perlu dilakukan reorientasi tujuan dari
2

organisasi pelayanan kesehatan dan reposisi hubungan pasien, dokter atau profesi
pelayanan kesehatan agar semakin terfokus pada kepentingan pasien.
4

Menurut Robbins (2006), terdapat tiga faktor yang memengaruhi persepsi,
yakni pelaku persepsi, target yang dipersepsikan dan situasi. Ketika individu
memandang kepada objek tertentu dan mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya,
penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi individu pelaku persepsi
itu. Diantara karakteristik pribadi yang memengaruhi persepsi adalah sikap,
kepribadian, motif, kepentingan atau minat, pengalaman masa lalu, dan harapan.
5

Kepuasan pasien merupakan salah satu indikator mutu pelayanan kesehatan.
Dengan penerapan pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan,kepuasan pasien
menjadi bagian integral dan menyeluruh dari kegiatan jaminan mutu layanan
kesehatan. Artinya pengukuran tingkat kepuasan pasien harus menjadi kegiatan yang
tidak dapat dipisahkan dari pengukuran mutu layanan kesehatan. Survei kepuasan
pasien menjadi penting dan perlu dilakukan bersamaan dengan pengukuran dimensi
mutu layanan kesehatan yang lain. Keinginan pasien atau masyarakat dapat diketahui
melalui survei kepuasan pasien. Oleh sebab itu pengukuran kepuasan pasien perlu
dilakukan secara berkala dan akurat.
8

Menurut Imbolo (2007) kepuasan pasien diukur dengan indikator: akses
pelayanan kesehatan, kepuasan mutu layanan kesehatan, proses layanan kesehatan,
sistem layanan kesehatan. Pengukuran tingkat kepuasan pasien mutlak diperlukan
dalam upaya peningkatan mutu layanan kesehatan. Melalui pengukuran tersebut,
3

dapat diketahui sejauh mana mutu layanan yang telah diselenggarakan dapat
memenuhi harapan pasien.
4

Pada tanggal 1 Januari 2014 Indonesia mengalami perubahan besar dalam
sistem pembiayaan kesehatan, seperti tercantum dalam Undang Undang No.40 Tahun
2004 tentang Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (SJKN), dimana seluruh rakyat
Indonesia secara bertahap mulai tahun 2014 sampai dengan 2019 akan ditanggung
biaya kesehatannya. Adapun penyelenggara jaminan kesehatan nasional ini diatur
dalam UU No 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS).
10,11

Adanya Sistem Jaminan Sosial Nasional yang diselenggarakan melalui
mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan
Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Tujuannya adalah agar semua rakyat Indonesia tanpa peduli status ekonomi atau
usianya terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi
kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak.
9,11

1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan dalam penulisan diatas, maka
masalah yang akan diteliti adalah bagaimana persepsi terhadap layanan BPJS pada
pasien rawat jalan di rumah sakit ibnu sina Makassar.


4

1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui bagaimana Persepsi terhadap Layanan BPJS pada Pasien
Rawat Jalan Di Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar di Rumah Sakit Ibnu Sina
Makassar.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui persepsi pasien rawat jalan pengguna BPJS terhadap
pelayanan administrasi di rumah sakit ibnu sina Makassar.
2. Untuk mengetahui persepsi pasien rawat jalan pengguna BPJS terhadap
pelayanan farmasi di rumah sakit ibnu sina Makassar.
3. Untuk mengetahui persepsi pasien rawat jalan terhadap pelayanan petugas
kesehatan di rumah sakit ibnu sina Makassar.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan :
Sebagai bahan masukan bagi setiap dokter maupun perawat untuk lebih
meningkatkan mutu pelayanan yang diberikan sehingga dapat tercapai tujuan yang
diharapkan yaitu terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, mudah dan
terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, serta sebagai bahan pertimbangan untuk
menyusun rencana sumber daya dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan.
1.4.2 Bagi Institusi Pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Sebagai bahan acuan untuk memotivasi melakukan peningkatan pelayanan.
5

1.4.3 Bagi Mahasiswa
Sebagai bahan informasi, pengembangan penelitian sejenis, yang berminat
dalam pelayanan kesehatan dengan kepuasan peserta Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) rawat jalan.


















6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 TINJAUAN UMUM TENTANG PERSEPSI
2.1.1. Definisi Persepsi
Persepsi (perception) adalah proses dimana individu mengatur dan
menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi
lingkungan mereka. Namun, apa yang diterima seseorang pada dasarnya bisa berbeda
dari realitas objektif. Walaupun seharusnya tidak perlu ada, perbedaan sering timbul.
5

Persepsi didahului oleh proses penginderaan terhadap stimulus yang diterima
seseorang melalui panca inderanya. Proses penginderaan stimulus selanjutnya akan
diteruskan ke proses persepsi yaitu bagaimana seseorang mengorganisasikan dan
menginterprestasikan stimulus sehingga orang tersebut menyadari, mengerti tentang
apa yang di indera itu. Persepsi diartikan juga sebagai kesadaran intuitif (berdasarkan
firasat) terhadap kebenaran atau kepercayaan langsung terhadap sesuatu.
6

2.1.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi
Bagaimana kita menjelaskan bahwa individu bias melihat hal yang sama,
namun mengartikan secara berbeda? Sejumlah factor yang beroperasi untuk
membentuk dan terkadang mengubah persepsi. Faktor-faktor ini bias terletak dalam
diri pembentuk persepsi, dalam diri objek atau target yang diartikan atau dalam
konteks situasi dimana persepsi tersebut dibuat.
5

7

Ketika seorang individu melihat sebuah target dan berusah untuk
menginterpretasikan apa yang ia lihat, interpretasi sangat dipengaruhi oleh berbagai
karakteristik pribadi dari pembuat persepsi individual tersebut. Karekteristik pribadi
yang mempengaruhi persepsi meliputi sikap,epribadian, motif, minat, pengalaman
masa lalu dan harapan-harapan seseorang.
5

Karakteristik target yang diobservasi dapat mempengaruhi apa yang diartikan.
Target yang diobeservasi tidak dilihat secara khusus, hubungan sebuah target dengan
latar belakangnya juga mempengaruhi persepsi.
5

Menurut Siagian (2004) ada 3 faktor yang bisa menimbulkan persepsi yaitu:
7

a. Diri orang yang bersangkutan sendiri
Apabila seseorang melihat sesuatu dan berusaha memberikan interprestasi
tentang apa yang dilihatnya itu, ia dipengaruhi oleh karakteristik individual
yang turut berpengaruh seperti sikap, motif, kepentingan, minat, pengalaman
dan harapannya.
b. Sasaran persepsi
Sasaran mungkin berupa orang, benda, atau peristiwa. Sifat-sifat sasaran
biasanya berpengaruh terhadap persepsi orang yang melihatnya.
c. Faktor Situasi
Persepsi harus dilihat secara konstektual yang berarti dalam situasi mana
persepsi itu timbul haruslah mendapat perhatian. Situasi merupakan faktor yang
berperan dalam menimbulkan persepsi seseorang.
8

2.2 TINJAUAN UMUM TENTANG PELAYANAN KESEHATAN
Mutu dapat diartikan bagaimana menyediakan kebutuhan konsumen dengan
barang atau jasa yang terbaik. Pasien/masyarakat melihat layanan kesehatan yang
bermutu sebagai suatu landasan kesehatan yang dapat memenuhi kebutuhan yang
dirasakannya dan diselenggarakan dengan cara sopan, tepat waktu, tanggap dan
mampu menyembuhkan keluhannya serta mencegah berkembangnya atau meluasnya
penyakit.
4,13
Menurut Wyckof (2011), kualitas jasa merupakan tingkat keunggulan yang selalu
dirancang dengan baik dan pengendalian tingkat keunggulan juga dilakukan dengan
tepat untuk memenuhi harapan pelanggan. Jadi, dua hal yang memengaruhi kualitas
jasa adalah expected services (proses pelayanan) dan perceived services (pelayanan
yang dirasa). Jika perceived services (pelayanan yang dirasa) sesuai dengan expected
services (proses pelayanan), jasa pelayanan kesehatan dapat dikatakan berkualitas dan
para pengguna jasa pelayanan akan puas.
13,15

Menurut Parasuraman dalam Irawan (2008), kualitas pelayanan kesehatan
didalam sistem kesehatan nasional diartikan sebagai upaya pelayanan kesehatan yang
bersifat terpadu, meyeluruh, merata dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.
Menurut Berry, Zeithaml dan Parasuraman atau biasa dikenal dengan teori
SERVQUAL terdapat lima dimensi yang digunakan konsumen dalam menilai
kualitas pelayanan kesehatan, yaitu
9

1. Terwujud bukti fisik (tangible)
Dimensi ini mencakup kondisi fasilitas fisik, peralatan serta penampilan petugas,
karena jasa tidak dapat diamati secara langsung maka pelanggan sering kali
berpedoman pada kondisi yang terlihat mengenai jasa dan melakukan evaluasi.
Kenyataan yang berkaitan dengan hal ini mencakup objek yang sangat bervariasi,
seperti penampilan petugas, karpet, tempat duduk, pencahayaan ruangan, warna
dinding, brosur peralatan dan fasilitas yang digunakan.
13,15
2. Kehandalan (reliability)
Dimensi ini menunjukkan kemampuan rumah sakit dalam memberikan
pelayanan yang akurat dan handal, dapat dipercaya, bertanggung jawab terhadap apa
yang dijanjikan, tidak pernah memberikan janji yang berlebihan dan selalu memenuhi
janjinya. Secara umum dimensi ini merefleksikan konsistensi dan kehandalan dari
kinerja organisasi, hal ini berkaitan dengan pertanyaan berikut ini, apakah pelayanan
yang diberikan dengan tingkat yang sama dari waktu ke waktu.
13,15

3. Ketanggapan (responsiveness)
Dimensi ketanggapan merefleksikan komitmen untuk memberikan pelayanan
tepat pada waktunya, yang berkaitan dengan keinginan dan kesiapan petugas untuk
melayani. Dimensi ini merefleksikan persiapan rumah sakit sebelum memberikan
pelayanan. pelanggan terhadap kecepatan pelayanan cenderung meningkat dari
waktu ke waktu sejalan dengan kemajuan teknologi dan informasi kesehatan yang
dimiliki oleh pelanggan.
13,15

10

4. Keyakinan (assurance)
Pengetahuan, kemampuan dan kesopanan pemberi jasa untuk menimbulkan
kepercayaan dan keyakinan terlihat dari: Pengetahuan dan kemampuan petugas
menetapkan problematic pasien, keterampilan petugas dalam bekerja, pelayanan yang
sopan dan ramah, jaminan keamanan pelayanan dan kepercayaan terhadap pelayanan.

13,15
5. Perhatian (empathy)
Perhatian pribadi yang diberikan pada pelanggan terlihat dari: memberikan
perhatian secara khusus kepada setiap pasien, perhatian terhadap keluhan pasien dan
keluarga, pelayanan pada semua pasien tanpa memandang status sosial. Peranan
SDM kesehatan sangat menentukan mutu pelayanan kesehatan karena mereka dapat
langsung memenuhi kepuasan para pengguna jasa pelayanan kesehatan.
13,15

2.3 TINJAUAN UMUM TENTANG PASIEN RAWAT JALAN
Pelayanan Rawat Jalan adalah pelayanan pasien untuk observasi, diagnosis,
pengobatan, rehabilitasi medik dan pelayanan kesehatan lainnya tanpa menginap di
rumah sakit.
16
Pelayanan rawat jalan (ambulatory) adalah satu bentuk dari pelayanan
kedokteran. Secara sederhana yang dimaksud dengan pelayanan rawat jalan adalah
pelayanan kedokteran yang disediakan untuk pasien tidak dalam bentuk rawat inap
(hospitalization). Pelayanan rawat jalan ini termasuk tidak hanya yang
diselenggarakan oleh sarana pelayanan kesehatan yang telah lazim dikenal rumah
11

sakit atau klinik, tetapi juga yang diselenggarakan di rumah pasien (home care) serta
di rumah perawatan (nursing homes).
17
2.4 TINJAUAN UMUM TENTANG RUMAH SAKIT
2.4.1 Definisi Rumah Sakit
Batasan atau pengertian rumah sakit banyak macamnya. Beberapa pengertian
rumah sakit menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut:
1. American Hospital Association, 1974
Rumah sakit adalah sebagai organisasi yang melalui tenaga medis profesional
yang terorganisir serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan
pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis
serta pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien.
15
2. Wolper dan Pena, 1987
Rumah sakit adalah tempat dimana orang sakit mencari dan menerima
pelayanan kedokteran serta temoat dimana pendidikan klinik untuk mahasiswa
kedokteranm, perawat dan berbagai tenaga profesi kesehatan lainnya
diselenggarakan.
15
3. Association of Hospital Care, 1974
Rumah sakit adalah pusat dimana pelayanan kesehatan masyarkat,
pendidikan serta penelitian kedokteran diselenggarakan.


12

2.4.2 Fungsi Rumah Sakit
Fungsi rumah sakit berdasarkan sistem kesehatan nasional dalam Djojodibroto
(1997) adalah:
14,15

1. Memberikan pelayanan rujukan medik spesialistik dan subspesialis.
2. Menyediakan dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat
penyembuhan dan pemulihan pasien.
3. Sarana pendidikan dan pelatihan di bidang kedokteran dan kedokteran gigi
jenjang diploma, dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dokter gigi spesialis
konsultan,magister, doktor dan pendidikan berkelanjutan bidang kedokteran.
2.5 TINJAUAN UMUM TENTANG BPJS
BPJS hadir mulai tanggal 1 Januari 2014 dengan memiliki visi dan misi
sosialisasi transformasi pengelolaan jaminan sosial di Indonesia menjadi BPJS
(Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Indonesia), sesuai UU Nomor 24 Tahun
2011 Tentang BPJS yang mencakup 2 badan : BPJS Kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan.
9,11
BPJS merupakan asuransi kesehatan kepada masyarakat yang pada dasarnya
menyelenggarakan enam program yaitu :
9,11
1. Program Jaminan Hari Tua ditujukan sebagai pengganti terputusnya
penghasilan tenaga kerja karena meninggal, cacat, atau hari tua dan
diselenggarakan dengan sistem tabungan hari tua. Program Jaminan Hari Tua
memberikan kepastian penerimaan penghasilan yang dibayarkan pada saat
13

tenaga kerja mencapai usia 55 tahun atau telah memenuhi persyaratan
tertentu.
2. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan adalah hak tenaga kerja. JPK adalah salah
satu program Jamsostek yang membantu tenaga kerja dan keluarganya
mengatasi masalah kesehatan. Mulai dari pencegahan, pelayanan di klinik
kesehatan, rumah sakit, kebutuhan alat bantu peningkatan fungsi organ tubuh,
dan pengobatan, secara efektif dan efisien. Setiap tenaga kerja yang telah
mengikuti program JPK akan diberikan KPK (Kartu Pemeliharaan Kesehatan)
sebagai bukti diri untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
3. Jaminan Kecelakaan Kerja termasuk penyakit akibat kerja merupakan risiko
yang harus dihadapi oleh tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya. Untuk
menanggulangi hilangnya sebagian atau seluruh penghasilan yang diakibatkan
oleh adanya risiko-risiko sosial seperti kematian atau cacat karena kecelakaan
kerja baik fisik maupun mental, maka diperlukan adanya jaminan kecelakaan
kerja. Kesehatan dan keselamatan tenaga kerja merupakan tanggung jawab
pengusaha sehingga pengusaha memiliki kewajiban untuk membayar iuran
jaminan kecelakaan kerja yang berkisar antara 0,24% - 1,74% sesuai
kelompok jenis usaha.
4. Jaminan Kematian diperuntukkan bagi ahli waris dari peserta program
Jamsostek yang meninggal bukan karena kecelakaan kerja. Jaminan Kematian
diperlukan sebagai upaya meringankan beban keluarga baik dalam bentuk
biaya pemakaman maupun santunan berupa uang. Pengusaha wajib
14

menanggung iuran Program Jaminan Kematian sebesar 0,3% dengan jaminan
kematian yang diberikan adalah Rp 21.000.000,- terdiri dari Rp 14.200.000,-
santunan kematian dan Rp 2 juta biaya pemakaman* dan santunan berkala.
5. Tenaga Kerja yang melakukan pekerjaan di Luar Hubungan Kerja (LHK)
adalah orang yang berusaha sendiri yang pada umumnya bekerja pada usaha-
usaha ekonomi informal. Dengan tujuan memberikan perlindungan jaminan
sosial bagi tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di luar hubungan kerja
pada saat tenaga kerja tersebut kehilangan sebagian atau seluruh
penghasilannya sebagai akibat terjadinya risiko-risiko antara lain kecelakaan
kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia. Memperluas
cakupan kepesertaan program jaminan sosial tenaga kerja.
6. Jasa Konstruksi adalah Program Jaminan Sosial bagi Tenaga Kerja Harian
Lepas, Borongan dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu pada Sektor Jasa
Konstruksi yang diatur melalui Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor:
KEP-196/MEN/1999 Tanggal 29 September 1999.

Peserta BPJS Kesehatan adalah setiap orang, termasuk orang asing yang
bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran,
meliputi :
6,8

1. Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI) : fakir miskin dan orang
tidak mampu, dengan penetapan peserta sesuai ketentuan peraturan
perundang- undangan.
15

2. Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (Non PBI), terdiri dari :
Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya
a. Pegawai Negeri Sipil;
b. Anggota TNI;
c. Anggota Polri;
d. Pejabat Negara;
e. Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri;
f. Pegawai Swasta; dan
g. Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd f yang menerima Upah.
Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.
Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya
a. Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri; dan
b. Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima Upah.
Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.
Bukan pekerja dan anggota keluarganya
a. Investor;
b. Pemberi Kerja;
c. Penerima Pensiun, terdiri dari :
Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun;
Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun;
Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun;
16

Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun yang mendapat
hak pensiun;
Penerima pensiun lain; dan
Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun lain yang
mendapat hak pensiun.
d. Veteran;
e. Perintis Kemerdekaan;
f. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan; dan
g. Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd e yang mampu membayar iuran.
Anggota keluarga yang ditanggung adalah :
6,8

1. Pekerja Penerima Upah :
a) Keluarga inti meliputi istri/suami dan anak yang sah (anak kandung,
anak tiri dan/atau anak angkat), sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang.
b) Anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah, dan anak angkat
yang sah, dengan kriteria:
Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai
penghasilan sendiri;
Belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25
(dua puluh lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan
formal.
17

2. Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja : Peserta dapat
mengikutsertakan anggota keluarga yang diinginkan (tidak terbatas).
3. Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan, yang meliputi anak
ke-4 dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua.
4. Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan, yang meliputi
kerabat lain seperti Saudara kandung/ipar, asisten rumah tangga, dll.
Penetapan iuran BPJS adalah sebagai berikut :
6,8

1. Bagi peserta Penerima Bantun Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan iuran dibayar
oleh Pemerintah.
2. Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja pada Lembaga
Pemerintahan terdiri dari Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, anggota Polri,
pejabat negara, dan pegawai pemerintah non pegawai negeri sebesar 5% (lima
persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan : 3% (tiga persen)
dibayar oleh pemberi kerja dan 2% (dua persen) dibayar oleh peserta.
3. Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja di BUMN, BUMD dan
Swasta sebesar 4,5% (empat koma lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan
dengan ketentuan : 4% (empat persen) dibayar oleh Pemberi Kerja dan 0,5%
(nol koma lima persen) dibayar oleh Peserta.
4. Iuran untuk keluarga tambahan Pekerja Penerima Upah yang terdiri dari anak
ke 4 dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua, besaran iuran sebesar sebesar 1%
18

(satu persen) dari dari gaji atau upah per orang per bulan, dibayar oleh pekerja
penerima upah.
5. Iuran bagi kerabat lain dari pekerja penerima upah (seperti saudara
kandung/ipar, asisten rumah tangga, dll); peserta pekerja bukan penerima upah
serta iuran peserta bukan pekerja adalah sebesar:
a. Sebesar Rp.25.500,- (dua puluh lima ribu lima ratus rupiah) per orang per
bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III.
b. Sebesar Rp.42.500 (empat puluh dua ribu lima ratus rupiah) per orang
per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II.
c. Sebesar Rp.59.500,- (lima puluh sembilan ribu lima ratus rupiah) per
orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.
6. Iuran Jaminan Kesehatan bagi Veteran, Perintis Kemerdekaan, dan janda, duda,
atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan, iurannya
ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari 45% (empat puluh lima persen) gaji
pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III/a dengan masa kerja 14 (empat
belas) tahun per bulan, dibayar oleh Pemerintah.
7. Pembayaran iuran paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan
Denda keterlambatan pembayaran iuran :
6,8

1. Keterlambatan pembayaran Iuran untuk Pekerja Penerima Upah dikenakan
denda administratif sebesar 2% (dua persen) per bulan dari total iuran yang
19

tertunggak paling banyak untuk waktu 3 (tiga) bulan, yang dibayarkan
bersamaan dengan total iuran yang tertunggak oleh Pemberi Kerja.
2. Keterlambatan pembayaran Iuran untuk Peserta Bukan Penerima Upah dan
Bukan Pekerja dikenakan denda keterlambatan sebesar 2% (dua persen) per
bulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu 6 (enam)
bulan yang dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak.

Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan meliputi :
6,8

a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama, yaitu pelayanan kesehatan non spesialistik
mencakup:
1. Administrasi pelayanan
2. Pelayanan promotif dan preventif
3. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis
4. Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif
5. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
6. Transfusi darah sesuai kebutuhan medis
7. Pemeriksaan penunjang diagnosis laboratorium tingkat pertama
8. Rawat inap tingkat pertama sesuai indikasi
b. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, yaitu pelayanan kesehatan
mencakup:


20

1. Rawat jalan, meliputi:
Administrasi pelayanan
Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter
spesialis dan sub spesialis
Tindakan medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis
Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
Pelayanan alat kesehatan implant
Pelayanan penunjang diagnostic lanjutan sesuai dengan indikasi medis
Rehabilitasi medis
Pelayanan darah
Peayanan kedokteran forensik
Pelayanan jenazah di fasilitas kesehatan
2. Rawat Inap yang meliputi:
Perawatan inap non intensif
Perawatan inap di ruang intensif
Pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh Menteri






21

BAB III
KERANGKA KONSEP

3.1 DASAR PEMIKIRAN VARIABEL YANG DITELITI
Dalam rangka diberlakukannya jaminan kesehatan nasional yang diatur dalam
UU No 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), seluruh
rakyat Indonesia secara bertahap akan ditanggung biaya kesehatannya tanpa peduli
status ekonomi atau usianya, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar
kesehatan masyarakat yang layak.
Berdasarkan tinjauan kepustakaan, manfaat, dan tujuan penelitian maka dapat
di teliti persepsi pasien rawat jalan pengguna BPJS di rumah sakit terhadap pelayanan
administrasi, pelayanan farmasi dan pelayanan petugas kesehatan.
3.2 VARIABEL PENELITIAN DAN KERANGKA KONSEP
3.2.1 VARIABEL PENELITIAN
Pada penelitian ini secara umum variabel yang diteliti dibagi atas 2 bagian
yaitu:
1. VARIABEL DEPENDEN (VARIABEL TERIKAT)
Variabel dependen dalam penelitian ini persepsi pasien rawat jalan pengguna
BPJS di Rumah Sakit Ibnu Sina.
2. VARIABEL INDEPENDEN (VARIABEL BEBAS)
Variabel independen dalam penelitian ini pelayanan administrasi, pelayanan
farmasi dan pelayanan petugas kesehatan.
22

3.3 Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian dapat dilihat pada skema berikut :









3.3 DEFINISI OPERASIONAL DAN KRITERIA OBJEKTIF
3.3.1 DEFINISI OPERASIONAL
Definisi operasional sebagai batasan-batasan dalam penelitian ini adalah :
a. Pelayanan administrasi yaitu penilaian pasien terhadap sistem prosedur
pengurusan data administrasi
Alat ukur : kuesioner
Cara ukur : dengan mengambil data dari kuesioner yang diisi sendiri oleh
responden meliputi prosedur penerimaan atau tata urutan
pelayanan, respon petugas loket, kecepatan proses registrasi
didukung dengan kelengkapan perangkat administrasi,
menyediakan fasilitas media informasi.
Pelayanan administrasi
Pelayanan farmasi
Pelayanan tenaga
kesehatan
Persepsi
pasien
: Variabel Independen

: Variabel Dependen

: Variabel yang Diteliti
23

b. Pelayanan farmasi adalah pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada
pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi (obat)
Alat ukur : kuesioner
Cara ukur : dengan mengambil data dari kuesioner yang diisi sendiri oleh
responden yang meliputi bagaimana penilaian pasien terhadap
tersedianya obat di rumah sakit, kemudahan untuk mendapatkan
obat yang sesuai resep, informasi mengenai obat.
c. Pelayanan petugas kesehatan adalah tanggapan pasien mengenai sikap dan
perilaku tenaga kesehatan dalam melayani pasien
Alat ukur : kuesioner
Cara ukur : dengan mengambil data dari kuesioner yang diisi sendiri oleh
responden penilaian pasien mencakup proses pemeriksaan yang
dilakukan oleh dokter dan pelayanan perawat, petugas
memberikan informasi mengenai penyakit, ramah dalam
memberikan pelayanan.
3.3.2 KRITERIA OBJEKTIF
Dalam melakukan penelitian terhadap persepsi pasien rawat jalan pengguna
BPJS, yaitu : pelayanan adminstrasi, pelayanan farmasi, pelayanan petugas
kesehatan didasarkan atas nilai rata-rata jawaban responden, kemudian dengan
menggunakan skala Likert maka skor jawaban dari respoden dibandingkan dengan
24

skor tertinggi dari seluruh kuisioner dikali dengan jumlah responden. Adapun nilai
tiap jawaban adalah sebagai berikut :
3 = Baik
2 = Cukup
1 = Kurang
Berikut ini kriteria mutu pelayanan kesehatan merujuk pada skala Likert (Sugiono,
2000) dimana jawaban itu digolongkan dalam dua kategori (K) yaitu :
Skor tertinggi jawaban responden (X) = jumlah pertanyaan x skor jawaban tertinggi
= 21 x 3
= 63 (100%)

Skor terendah jawaban responden (Y) = jumlah pertanyaan x skor jawaban terndah
= 21 x 1
= 21 ( 20%)
Range (R) = X-Y
= 100% - 20 %
Interval (I) = R : Y
= 80% : 3
= 26,7 %


25

Jadi kriterianya :
1. Baik jika jawaban responden berada pada indeks > 73,3%
2. Cukup jika jawaban responden berada pada indeks 46,6% - 73,3%
3. Kurang jika jawaban responden berada pada indeks < 46,6%



















26

BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif yaitu rancangan penelitian
sederhana yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui persepsi pasien rawat
jalan terhadap layanan BPJS di Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar dengan pendekatan
cross sectional.
4.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian
4.2.1 Lokasi Penelitian
Lokasi Penelitian adalah Poliklinik Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar
4.2.2 Waktu Penelitian
Waktu Penelitian adalah terhitung dari tanggal 22-30 Juni 2014
4.3 Populasi Dan Sampel
4.3.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien rawat jalan yang
berkunjung dan mendapat pelayanan kesehatan di Poliklinik Rumah Ibnu Sina
Makassar.
4.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah pasien rawat jalan yang berkunjung dan
mendapat pelayanan kesehatan di Poliklinik Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar saat
periode penelitian tanpa melihat pasien tersebut baru pertama kali datang atau sudah
27

pernah datang berobat yang telah terdaftar dan memiliki kartu sebagai BPJS mandiri,
Asuransi Kesehatan (Askes), Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan
Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek).
4.3.3 Metode Pengambilan Sampel
Cara pengambilan sampel dilakukan dengan teknik Accidental sampling yaitu
sampel yang diambil adalah pasien rawat jalan yang ditemui pada saat penelitian
berlangsung tanpa melihat pasien tersebut baru pertama kali datang atau sudah pernah
datang berobat.
4.3.4 Kriteria seleksi:
a. Kriteria inklusi
a. Terdaftar sebagai pasien rawat jalan di Poliklinik Rumah Sakit Ibnu Sina
Makassar
b. Responden yang bisa berkomunikasi dengan baik.
c. Responden tidak dalam keadaan gawat darurat.
d. Bersedia ikut serta dalam penelitian.
b. Kriteria eksklusi
c. Pasien rawat jalan yang tidak masuk dalam BPJS Kesehatan
4.4 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah berupa kuisioner yang dipergunakan untuk
pengumpulan data.


28

4.5 Pengumpulan Data
4.4.1 Data Primer
Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara langsung kepada
responden dengan menggunakan kuesioner secara terstruktur dan sistematis
disertai pengamatan langsung.
4.4.2 Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari pengumpulan dokumen seperti laporan tahunan
dan profil Rumah Sakit Ibnu Sina, buku, dan penunjang lainnya yang terkait
dengan penelitian ini.
4.6 Pengolahan dan Penyajian Data
Pengolahan data dengan menggunakan program Microsoft Excel 2007. Data
yang telah diolah akan disajikan dalam bentuk tabel untuk menggambarkan persepsi
layanan BPJS pada pasien rawat jalan tingkat disertai dengan penjelasan

29

DAFTAR PUSTAKA

1. Republik Indonesia. 2009. Undaang-undang No.36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan. Lembaran Negara RI Tahun 2009 No 5063. Sekretariat Negara.
Jakarta.http://www.depkes.go.id/downloads/UU No.36 Th 2009 ttg
Kesehatan.pdf. diakses pada 7 Juni 2014
2. Mininjaya, Gde. A.A, 2004. Manajemen Kesehatan. Penerbit Buku Kedokteran
ECG, Jakarta
3. Ginting, G. 2014. Hak Paten untuk Memperoleh Pelayanan Kesehatan di Rumah
Sakit di Tinjau dari HAM. (http://repo.unsrat.ac.id/423/1/ Hak Paten untuk
Memperoleh Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit di Tinjau dari HAM) diakses
09 Juni 2014
4. Pohan, IS. 2007. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan: Dasar-Dasar Pengertian dan
Penerapan. Penerbit Buku Kedokteran ECG : Jakarta
5. Robbins, SP.2008. Perilaku Organisasi Edisi 12. Penerbit Salemba Empat :
Jakarta
6. Walgito. B. (2002). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta : Andi Offset
7. Siagian. S. (2004). Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta : Rineka Cipta
8. Agustina L. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepuasan pasien rawat inap
terhadap pelayanan kesehatan di klinik harian hariantary Medan Helvetia. USU
Repository. Medan. 2008
30

9. Departemen Kesehatan. 2013.Buku Pegangan Sosilaisasi Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional.Depkes : Jakarta
10. Republik Indonesia. 2004. Undaang-undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional. Lembaran Negara RI Tahun 2004 No 4456. Sekretariat
Negara. Jakarta
11. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (http://bpjs-kesehatan.go.id) diakses
tanggal 10 Juni 2014)
12. Supranto. 2001. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan. Jakarta : Rineke
Cipta
13. Muninjaya, A. A. G.2001. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan, Jakarta :
EGC
14. Rhadieth Mahkota. Rumah Sakit for (14.921) Penilaian Standar Pelayanan
Rumah Sakit Melalui Kepatuhan Prosedur Kerja di Rumah Sakit Gigi dan Mulut
Fakultas Kedokteran Gigi (Online),
(http://www.scribd.com/rmahkota/d/85938930/7-Rumah-Sakit, diakses 10 Juni
2014).
15. Nangoy E. 2011.Manajemen Mutu Rumah Sakit. Availabel from: http//
www.scribd.com/doc/55803394/1/I-Mutu-Pelayanan-Rumah-Sakit
16. Republik Indonesia. 2003.Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 560/MENKES/SK/IV/2003 tentang Pola Tarif Perjan Rumah
Sakit.Jakarta
31

17. Pelayanan Gawat Darurat dan Rawat Jalan.2012.Available at:
http://www.academia.edu/5660816/Pelayanan_Gawat_Darurat_dan_Rawat_Jalan
. Diakses pada 10 Juni 2014
18. Karyana,A. 2007. Pelayanan Publik. Available from :
http://www.ut.ac.id/html/suplemen/ipem4431/NASKAHWEB/TOPIK1/Pelayana
n%20Publik.doc. Diakses pada : 15 Juni 2014
19. Republik Indonesia. 2003. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51
Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.

Anda mungkin juga menyukai