Anda di halaman 1dari 18

Makalah

Pengendalian Infeksi Silang

Kontrol Infeksi dan Infeksi Nosokomial

Disusun Oleh

Kelompok IV

Muh Imran Mustafa

Andi Zahra Azizah

Fitria

Melinda Lukita Sari

Nur Hikmah

POLITEKNIK KEMENTRIAN KESEHATANMAKASSAR

PRODI D-III KEPERAWATAN GIGI

TAHUN 2018/2019
Kontrol Infeksi dan Infeksi Nosokomial

Kontrol infeksi
Program kontrol infeksi dibuat untuk mencegah atau paling tidak
mengurangi penyebaran penyakit dari:
 Pasien ke tim kesehatan gigi
 Tim kesehatan gigi ke pasien
 Pasien satu ke pasien lainnya
 Ruang perawatan gigi ke komunitas lingkungannya termasuk keluarga tim
kesehatan gigi.
Jalur penyebaran Infeksi Silang
1. Pasien ke tim kesehatan gigi
Ada sejumlah kemungkinan penyebaran mikroorganisme dari
pasien ke tenaga kesehatan gigi, dan jalur ini paling sulit di control dari
jalur lainnya. Kontak lansung (bersentuhan) dengan salifa atau darah
pasien bisa menjadi jalan masuk mikroba melalui kulit yang tidak utuh,
misalnya ada luka potong abrasi kulit atau dermatitis. Percikan ludah
maupun aerosol dari mulut pasien bisa menajdi droplet infection melalui
kulit yang tidak untuh, mukosamata, hidung, dan mulut atau terinhalasi.
Pada kontak tidak lansung terjadi transfer mikroorganisme dari
sumber (misalnya mulut pasien) pada permukaan dan terjadinya kontak
dengan permukaan tersebut. Misalnya, terlukanya jaringan kulit atau
tertusuknya jaringan dengan alat-alat tajam yang terkontaminasi
(instrumen gigi manual, jarum suntik, bor, alat penghalus tulang, pisau
bedah, kawat, dll). Mikroorganismo selanjutnya masuk melalui luka
jaringan tersebut atau lewat tersentuhnya kulit yang tidak utuh dengan
permukaan atau alat-alat yang terkontaminasi.
2. Tim kesehatan gigi pasien
Kejadian ini relatif jarang, tapi mungkin terjadi bila melakukan
perawatan dengan prosedur yang tidak terpat pada keadaan ini, didalam
tubuh operator terkadang mikro organismo patogen bloodborne atau
mikroorganisme lian. Selanjutnya operator mengalami pendarahan yang
mengenai instrumen atau alat-alat lain yang kemudian digunakan di mulut
pasien. Penularan juga dapat terjadi melalui droplet infeksi dan operator
kepada pasien, yang sebenarnya dapat terjadi di kehidupan sehari-hari, jadi
tidak khusus diruang perawatan gigi.
3. Pasien satu ke pasien lain
Mikroorganisme patogen dapat berpindah dari satu pasien ke
pasien lain melalui kontak tidak lansung, yaitu melalui alat-alat yang
dipakai tanpa disterilkan dengan baik. Alat-alat tersebut dapat berupa
instrumen genggam, hanpise, permukan-permukaan diruang perawatan,
dan tangan. Pernah dilaporkan berpindahnya VHS dari pasien ke tangan
perawat gigi dan kemudian ke mulut beberapa pasien lain.
4. Dari ruang perawatan gigi ke lingkungan sekitar
Jalur ini dapat terjadi bila mikroorganisme dari pasien
mengkontaminasi alat atau bahan yang kemudian dikirim atau
transportasikan keluar lingkungan ruang perawatan.
Jalur Sumber Model Mekanisme Prosedur
infeksi mikroorgani penyebaran tempat control
silang sme penyakit masuk infeksi
tubuh
Pasien ke Melalui Kontak Melalui  Sarung
tim pasien lansung luka tim tangan/cuci
kesehata kesehatan tangan
n gigi gigi  Imunisasi
 Baju
pelindung
 Isolator
karet
 Kumur-
kumur
antiseptic
Droplet Inhalasi  Masker
Infeksi oleh tim  Isolator
kesehatan karet
gigi  Kumur-
kumur
antiseptic

Melalui  Masker
mukosa tim  Kacamata
kesehatan pelindung
gigi  Isolator
karet
 Kumur-
kumur
antiseptic
 Imunisasi
Kontak tidak Luka  Pegang dan
langsung potong, luka buang
tusuk pada jarum
tim secara
kesehatan aman dan
gigi mengelola
limba
 Sarum
tangan tebal
untuk alat
 Peletakan
alat-alat
selama
dicuci
 Wadah
larutan
antimikroba

Luka di  Sarung
kulit tim tangan tebal
kesehatan untuk
gigi mencuci
alat
 Baju
pelindung
 Imunisasi
Lesi di kulit Kontak Luka di  Sarung
pasien langsung kulit tim tangan/cuci
kesehatan tangan
gigi  Imunisasi
Tim Tangan Kontak Melalui  Sarung
kesehata operator langsung mukosa tangan/cuci
n gigi ke (lesi/pendara pasien tangan
pasien han)  Hati-hati
mengenai
benda tajam
 Imunisasi
Kontak tidak Pendarahan  Sarung
langsung akibat tangan/cuci
peralatan tangan
yang  Sterilisasi
dipakai di instrumen
mulut  Disinfeksi
pasien permukaan
 Imunisasi
Mulut tim Droplet  Inhalasi  Masker
kesehatan infeksi oleh  Msker
gigi (cairan pasien
mulut/respira  Melalui
si) mukosa
mulut
pasien
Pasien ke Mulut pasien Kontak tidak Mukosa  Sterilisasi
pasien langsung mulut instrument
(lewat pasien dan henpis
instrumen,  Monitor
permukaan,ta sterilisasi
ngan)  Menutup
permukaan
 Disinfeksi
permukaan
 Cuci tangan
dam pake
sarung
tangan yang
tepat
 Mengganti
masker
 Dekontamin
asi
kacamata
pelindung
 Ganti baju
pelindung
bila mana
perlu
 Gunakan
bahan-
bahan
perawatan
(cotton
roll,dll),
yang steril
 Saluran air
dental unit
di flushing
 Katup
antirekrasi
dihenpis di
monitor
 Gunakan
piranti
disponsible.
Ruang Mulut pasien Kontak tidak Luka  Mengelola
perawata langsung tusuk, limba
n gigi ke luka  Disinfeksi
lingkung potong hasil cetakan
an pada kulit pasien
tenaga mataupun
laboratori protesa
um pasien
 Cuci tangan
Keluarga Cairan tubuh Kontak Kontak Imunisasi
tim kesehatan langsung atau intim
kesehata gigi tidak
n gigi langsung

Misalnya, hasil pencetakan yang terkontaminasi atau alat-alat yang


memerlukan perbaikan dapat menginfeksi seorang teknik laboratorium.
Jalur ini juga dapat terjadi bila petugas kesehatan gigi membawa
mikroorganisme keluar ruang perawatan gigi melalui baju pelindungnya
yang terkontaminasi. Juga bila tim kesehatan gigi terinfeksi diruang
kerjanya, lalu penyakit tersebut disebarkan melalui kontak perorangan
diluar klinik giginya.
Limbah harian yang mengandung agensia infeksi dan dibuang dari
ruang perawatan juga dapat mengontaminasi lingkungan jika tidak ditaruh
dikantung yang tepat. Imunitas melalui faksinasi hepatitis B akan
melindungi tim kesehatan gigi dari penyakit tersebut, juga pada
keluarganya

Tujuan kontrol infeksi


Setelah mikroorgamisme masuk ke tubuh, ada tiga faktor dasar yang
menentukan apakah suatu penyakit infeksi akan berkembang:
 Virulensi (faktor patogenik yang terkandung pada mikroorganisme yang
masuk).
 Dosis (jumlah mikroorganisme yang masuk ke tubuh)
 Resistensi (mekanisme pertahanan tubuh inang)
Faktor-faktor tersebut dinamakan faktor penentu penyakit infeksi, dan
interaksi diantara ketiganya menentukan hasil atau akibat infeksi.
Sehat ditentukan firulensi, rendahnya dosis, dan tingginya resistensi tubuh.
Sakit ditentukan oleh
𝑉𝑖𝑟𝑢𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 × 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠
kondisi sehat/sakit =
𝐷𝑎𝑦𝑎 𝑡𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑡𝑢𝑏𝑢ℎ
tingginya virulensi, tingginya dosis, dan rendahnya resistensi tubuh.
Mencegah penyakit infeksi dapat dilakukan dengan memanipulasi faktor-
faktor penentu tadi. Namun, virulensi kuman dilingkunan alamiahnya tidak mudah
diubah, sehingga daya tahan tubuh manusia harus siap menghadapi mikroba yang
masuk, baik yang bervirulensi yang tinggi maupun yang bervirulensi yang rendah.
Cara untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap inveksi antara lain melalui
vaksinasi (misalnya, Hepatitis B, Tetanus), namun belum semua penyakit ada
vaksinasinya. Dengan demikian, satu satunya faktor penentu penyakit yang dapat
di atur secara efektif adalah dosis atau jumlah milkroba yang masuk, dan
mengelola jumlah mikroba yang masuk inilah yang disebut upaya, kontrol infeksi.
Dengan demikian, tujuan control infeksi adalah untuk menghilangkan atau
mengurangi jumlah mikroorganisme antara-individu atau antara individu dengan
permukaan yang terkontaminasi.
Contohnya:
 Pemakaian isolator karet (rubber dam), HVE, melakukan kumur-kumur
dengan antiseptik sebelum perawatan, adalah upaya untuk mengurangi
pemeyebaran jumlah mikroba dari mulut.
 Prosedur mencuci tangan, membersihkan, dan mendisinfeksi permukaan
akan mengurangi jumlah mikroorganisme yang ada di permukaan benda-
benda akibat sentuhan.
 Alat pelindung tubuh seperti masker, sarung tangan, kacamata, dan baju
pelindung mengurangi jumlah mikroorganisme yang mengontaminasi
operator.
 Mencuci dan mensterilisasi instrumen akan menghilangkan dan
mengurangi jumlah mikroba yang dapat menyebar dari satu pasien pada
pasien berikutnya.
 Pengelolaan limbah infeksius yang tepat dengan menggunakan wadah
pembuangan yang tepat akan menghilangkan dan mengurangi jumlah
mikroba yang mengkontaminasi orang maupun benda mati.
Pencegahan penyakit didasarkan pada pengurangan dosis kuman yang
masuk dan peningkatan daya tahan tubuh
Infeksi Nosokomial
Definisi Infeksi Nosokomial
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang di dapat dirumah sakit. Kondisi ini
merujuk pada keadaan bahwa pada saat pasien masuk ke rumah sakit, pasien
sedang tidak mengalami infeksi atau tidak dalam masa inkubasi. Nosokomial
menunjukan hubungan antar perawatan dan timbulnya infeksi. Hal itu adalah
kriteria yang berkaitan dengan waktu, bukan hubungan sebab akibat.
Infeksi nosokomial merupakan fokus penting pencegahaan infeksi disemua
negara, namun dinegara berkembang infeksi ini adalah penyebab utama penyakit
dan kematian yang dapat dicegah. Jenisnya yang paling pending adlah:
 Infeksi saluran kencing, neumonía dan diare
 Infeksi sesudah pembedahan dan prosedur medis infasif
 Infeksi maternal dan neonatal
Infeksi nosokomial masih merupakan masalah yang penting bagi kesehatan karena
dapat meningkatkan angka kematian dan salah satu komplikasi tersering bagi
pasien yang dirawat di rumah sakit. Diperkirakan Infeksi ini menyebabkan 1,5
juta kematian setiap hari di seluruh dunia (Anonim, 2004). Data dari WHO
tentang infeksi nosokomial, di Negara berkembang, diperkirakan >40% pasien di
RS terserang infeksi nosokomial dan 8,7% pasien RS menderita infeksi selama
menjalani perawatan di RS. Infeksi nosokomial paling tinggi ditemukan di ruang
perawatan bayi. Di Indonesia, kejadian infeksi nosokomial pada bayi baru lahir di
berbagai rumah sakit bervariasi dari 1,4% sampai dengan 19,2%. Hasil penelitian
yang dilakukan di 11 rumah sakit DKI Jakarta pada tahun 2004 menunjukkan
bahwa 9,8% pasien rawat inap mendapat infeksi yang baru selama dirawat
(Spritia, 2006). Sekitar 10-20% Infeksi nosokomial dapat disebabkan kualitas
udara ruang perawatan pada Rumah Sakit, karena beberapa cara transmisi kuman
penyebab infeksi dapat ditularkan melalui air borne atau udara (Depkes, 1995).
Kualitas udara di rumah sakit dipengaruhi oleh sumber kontaminan 2 udara dalam
ruangan, pengendalian kontaminan udara, jalur kontaminan, dan peghuni ruangan
tersebut. Kualitas udara di RS yang tidak memenuhi syarat dapat menimbulkan
gangguan kesehatan terhadap pasien, tenaga kesehatan, maupun pengunjung
pasien. Parameter yang harus dipantau untuk mengukur mutu kualitas udara dalam
ruangan suatu Rumah Sakit antara lain meliputi kualitas fisik, kimia, dan
mikrobiologi karena selain oksigen terdapat zat-zat lain yang terkandung di udara
yaitu monoksida, karbondioksida, bakteri, jamur, dan lain-lain. Mengingat banyak
terdapat mikroba dalam udara yang kita hirup maka mikroba yang terdapat di
udara merupakan salah satu faktor penentu kualitas udara di RS dari segi
mikrobiologi (Anonim, 2002). Sesuai keputusan Permenkes Nomor:
1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan 3 Kesehatan Lingkungan Rumah
Sakit, batasan indeks angka kuman menurut fungsi ruang atau unit (CFU/m3 )
khususnya pada ruang perawatan bayi dan ruang perawatan prematur sebesar 200
CFU/m3 . Jika indeks angka kuman udara kurang dari 200 CFU/m3 , maka udara
bebas dari kuman pathogen (Anonim, 2004). Penelitian yang dilakukan oleh Lia
dkk terdapat kontaminasi bakteri dan jamur di ruang perawatan sub Bagian
Penyakit Dalam RSUD Banjarbaru yaitu Staphylococcus epidermidis,
Staphylococcus aureus, Streptococcus β hemolyticus, Escherichia coli,
Pseudomonas aeruginosa, Rhizopus sp., Aspergillus sp., dan Penicillium sp.
Selain itu penelitian yang juga dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.
Abdul Moeloek mengenai sterilitas udara di ruang bedah saraf menunjukkan
bahwa terdapat bakteri dan jamur dari 3 udara yaitu Staphylococcus aureus,
Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus sapropthycus, Streptococcus sp.,
Salmonella sp., Shigella sp., Rhizopus sp., Aspergillus sp., dan Mucor sp. (Tutik,
2009). Salah satu ruangan yang berpotensi terjadinya infeksi nosokomial di
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Abdul Moeloek adalah inkubator unit
perinatologi. Pada umumnya pasien yang dirawat di inkubator ini adalah bayi baru
lahir (usia 0-28 hari) dengan resiko tinggi seperti bayi dengan gawat nafas, bayi
prematur, bayi dengan infeksi berat, dan lain-lain. Pasien juga mempunyai
keadaan umum yang lemah dan imunitas yang belum matur sehingga mudah
terjangkit infeksi. Walaupun inkubator unit perinatologi selalu dalam keadaaan
bersih dengan berbagai pengaturan suhu dan udara, namun tidak menutup
kemungkinan terdapat mikroorganisme pada inkubator terutama melalui udara.
Dampak Infeksi Nosokomial
Infeksi nosokomial mengakibtkan dampak ketidakberdayaan fungsional,
tekanan emosiaonal, dan kadang-kadang pada beberapa kasus menyebabkan
kondisi kecacatan sehingga menurunkan kualitas hidup. Sebagai tambahan,
infeksi nosokomial sekarang tidak merupakan salah satu kematian. Dampak
infeksi nosokomial jelas dinegara miskin, terutama yang dilanda HIV/AIDS,
karena temuan terakhir membuktukan bahwa pelayanan medis yang tidak aman
merupakan faktor penting dalam transmisi HIV.
Selama 10 sampai 20 tahun terakhir belum banyak kemajuan dalam
mengatasi masalah mendasar yang menjadi penyebab meningkatnya kejadian
infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial meningkatkan pelayanan kesehatan
dinegara-negara yang kurang mampu karena meningkatnya:
 Lama rawat inap di rumah sakit
 Terapi dengan obat-obat mahal (seperti obat antiretroviral untuk
HIV dan AIDS, dan antibiotic)
 Penggunaan pelayanan lain (seperti pemeriksaan laboratorium,
rontsen, transfusi)
Konsekuensinya, dinegara dengan sumber daya rendah, upaya
pencegahaan nusokomial harus dianggap jauh lebih penting jika, upaya
memperbaiki pelayanan kesehatan rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya
akan dilakukan.

Pencegahan infeksi nosokomial


Langkah-langkah pencegahan infeksi nosokomial menjadi tanggung jawab
seluruh orang yang ada di rumah sakit termasuk petugas kesehatan, pasien dan
orang yang berkunjung. Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah
penyebaran infeksi ini adalah:
Cuci tangan. Tangan merupakan media yang paling baik bagi kuman untuk
berpindah. Oleh karena itu penting bagi seluruh orang yang berada di rumah sakit
untuk mencuci tangan dengan cara dan waktu yang tepat. Terdapat lima saat yang
penting untuk melakukan cuci tangan:

 Sebelum memegang pasien.


 Sebelum melakukan prosedur kepada pasien.
 Setelah terpapar dengan cairan tubuh (misalnya darah, urin, atau feses).
 Setelah menyentuh pasien.
 Setelah menyentuh barang-barang di sekitar pasien.

Menjaga kebersihan lingkungan rumah sakit. Kebersihan lingkungan rumah sakit


dilakukan dengan cara membersihkan lingkungan rumah sakit dengan
menggunakan cairan pembersih atau disinfektan dengan frekuensi 2-3 kali per
hari untuk lantai dan 2 minggu sekali untuk dinding.

Penggunaan alat dan prosedur. Menggunakan alat atau selang yang menempel
pada tubuh seperti alat bantu napas atau kateter urine, serta melakukan tindakan
medis lainnya sesuai dengan indikasi (tepat guna).

Penempatan pasien di ruang isolasi. Pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah
atau pasien yang berpotensi untuk menularkan penyakit diharuskan untuk
ditempatkan di ruang isolasi.

Mengikuti Standar Operasional Prosedur (SOP). Bagi staf rumah sakit penting
untuk mengikuti SOP setiap melakukan tindakan seperti menggunakan pelindung
standar seperti sarung tangan, masker, atau perlengkapan lain yang dianjurkan.

Sayang sekali, tidak semua infeksi nosokomial dapat dicegah. Contohnya,


beberapa merupakan pengaruh bertambahnya usia, penyakit kronis seperti
diabetes yang tidak terkontrol, penyakit ginjal berat atau emfisema pulmonum
berat, kekurangan gizi berat, perawatan dengan obat-obatan tertentu (seperti
antimikrobia, kortikosteroid dan agen-agen lainnya yang dapat menurunkan
imunitas), berkembangannya dampak AIDS (misalnya, infeksi oportunistik) dan
radiasi.

Tahapan Infeksi Nosokomial


1) Tahap pertama : makroba pathogen bergerak menuju ke
penjamu/penderita dengan mekanisme penyebaran (mode of
transmission) terdiri dari penularan langsung dan penularan tidak
langsung)
a) Penularan langsung : melalui droplet nuclei yang berasal
dari petugas, keluarga, keluarga pengunjung dan penderita
lainnya. Kemungkinan lain berupa darah pada saat
transfuse darah.
b) Penularan tidak langsung : berasal dari vehicle borne,
vector borne, food borne,water borne, air borne
2) Tahap kedua : adalah upaya dari mikroba pathogen untuk
menginvasi ke jaringan/organ penjamu (pasien) dengan cara
mencari akses masuk (port d’entrée) seperti adanya kerusakan kulit
atau mukosa dari rongga hidung, rongga mulut, dan sebagainya.
3) Tahap ketiga : adanya mikroba pathogen berkembang biak disertai
dengan tindakan destruktif terhadap jaringan walaupun ada
mengakibatkan perubahan morfologis dan gangguan fisiologis
jaringan.

Pengobatan Infeksi Nosokomial


Sambil menunggu hasil kultur bakteri, pengobatan awal untuk infeksi nosokomial
adalah pemberian antibiotik secara empiris, yaitu pemberian antibiotik yang tidak
spesifik sebelum ada hasil dari kultur. Biasanya diberikan antibiotik dengan
kemampuan luas yang dapat menyerang hampir seluruh jenis bakteri. Setelah ada
hasil pemeriksaan, pemberian antibiotik akan disesuaikan dengan jenis bakteri
secara lebih spesifik. Anti jamur maupun antivirus juga dapat diberikan bila
dicurigai penyebabnya dari jamur atau virus.
Seluruh alat yang menempel pada tubuh dan mengakibatkan infeksi seperti
kateter, selang napas, selang infus, atau lainnya bila memungkinkan segera
dicabut. Terapi suportif seperti pemberian cairan, oksigen, atau obat untuk
mengatasi demam dapat diberikan.

Prosedur operasi debridement dapat dilakukan untuk infeksi pada luka operasi,
dengan cara memmotong atau mengangkat jaringan yang tidak sehat.

Adapaun komplikasi yang dapat terjadi dari infeksi nosokomial adalah:

Endokarditis.

Gagal ginjal.

Sepsis.

Penyebab dan Faktor Risiko Infeksi Nosokomial

Faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang dapat terkena infeksi nosokomial


adalah:

1. Patogen (bakteri, jamur, virus, parasit)

Jumlah dan virulensi (kekuatan) bakteri yang tinggi, serta resistensi


bakteri terhadap antibiotik dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi
nosokomial. Umumnya, infeksi nosokomial disebabkan oleh bakteri yang
ada di rumah sakit. Bakteri tersebut bisa didapat dari orang lain yang ada
di rumah sakit, bakteri yang menjadi flora normal (bakteri yang secara
normal ada di dalam tubuh dan pada keadaan normal tidak menyebabkan
gangguan) orang itu sendiri, atau bakteri yang mengontaminasi lingkungan
dan alat-alat di rumah sakit. Selain bakteri, jamur dan virus atau parasit
juga dapat menjadi penyebab infeksi nosokomial.Yang dimaksud dengan
bakteri yang resisten adalah ketika antibiotik menjadi kurang efektif untuk
membunuh bakteri tersebut. Hal ini disebabkan oleh penggunaan antibiotik
yang tidak sesuai dengan anjuran dokter. Penggunaan antibiotik yang tidak
tepat akan mengakibatkan bakteri yang ada di dalam tubuh manusia
berubah karakter dan menjadi tahan terhadap antibiotik. Rumah sakit
merupakan tempat beragam jenis pasien, sehingga bakteri yang resisten
tersebut dapat menyebar di lingkungan rumah sakit dan akan lebih sulit
untuk ditangani bila menjangkiti seseorang.

2. Kondisi Pasien

Selain bakteri, kondisi dari pasien tersebut juga memengaruhi dapat atau
tidaknya terkena infeksi nosokomial. Beberapa kondisi pasien yang
membuat lebih mudah terserang infeksi nosokomial:

a) Usia. Pasien lansia (usia di atas 70 tahun) dan bayi lebih mudah terserang
infeksi nosokomial.
b) Daya tahan tubuh dan penyakit yang dimiliki. Pasien dengan penyakit
kronis seperti diabetes, gagal ginjal, dan kanker meningkatkan risiko
seseorang terkena infeksi nosokomial. Keadaan akut seperti koma, gagal
ginjal akut, cedera berat (seperti habis kecelakaan atau luka bakar), dan
syok juga berkontribusi dalam meningkatkan risiko infeksi nosokomial.
Kondisi yang mengakibatkan daya tahan tubuh turun seperti pada
penyakit HIV/AIDS, malnutrisi, dan menggunakan obat-obatan yang
dapat menurunkan daya tahan tubuh. (misalnya: immnunosuppresant,
kemoterapi) akan meningkatkan risiko terkena infeksi nosokomial.
c) Prosedur yang dilakukan terhadap pasien. Prosedur seperti tindakan
operasi, pemasangan alat bantu napas (ventilator), endoskopi, atau kateter
meningkatkan risiko seseorang untuk terkena infeksi nosokomial melalui
kontaminasi langsung dengan alat yang masuk ke dalam tubuh.
3. Faktor Lingkungan

Lingkungan rumah sakit yang padat, kegiatan memindahkan pasien dari


satu unit ke unit yang lain, dan penempatan pasien dengan kondisi yang
mudah terserang infeksi nosokomial (misalnya pada ruang perawatan
intensif, ruang perawatan bayi, ruang perawatan luka bakar) di satu tempat
dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi nosokomial.
Lamanya waktu perawatan di rumah sakit juga semakin meningkatkan
risiko terkena penyakit nosokomial.

4. Gejala Infeksi Nosokomial

Gejala yang dialami sama dengan tanda-tanda infeksi lainnya seperti


demam, takikardia, sesak, dan lemas. Pada pneumonia dapat terjadi batuk
dengan dahak yang kental dan pada infeksi saluran kemih terdapat nyeri
daerah punggung bawah atau perut bawah. Yang terpenting, seluruh gejala
ini timbul setelah perawatan di rumah sakit dan tidak sesuai dengan
keluhan awal saat masuk rumah sakit.
Daftar Pustaka
Drg Mulyati Sri&Putri Hirayah Megananda, 2011, pengendalian infeksi
silang di klinik gigi,EGC,Jakarta,hlmn129
Drg.Surya Irayani Yunus, 2017, pengendalian infeksi silang,hlmn59
Tietjen Linda,dkk, 2004, panduan pencegahan infeksi untuk fasilitas
pelayanan kesehatan dalam sumber daya terbatas, jakarta, hlmn20-1

Anda mungkin juga menyukai