Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologis yang utama. Pada
dasarnya epilepsi merupakan suatu penyakit Susunan Saraf Pusat (SSP) yang
timbul akibat adanya ketidak seimbangan polarisasi listrik di otak. Ketidak
seimbangan polarisasi listrik tersebut terjadi akibat adanya fokus-fokus iritatif
pada neuron sehingga menimbulkan letupan muatan listrik spontan yang
berlebihan dari sebagian atau seluruh daerah yang ada di dalam otak. Epilepsi
sering dihubungkan dengan disabilitas fisik, disabilitas mental, dan
konsekuensi psikososial yang berat bagi penyandangnya (pendidikan yang
rendah, pengangguran yang tinggi, stigma sosial, rasa rendah diri,
kecenderungan tidak menikah bagi penyandangnya).
Sebagian besar kasus epilepsi dimulai pada masa anak-anak. Pada tahun
2000, diperkirakan penyandang epilepsi di seluruh dunia berjumlah 50 juta
orang, 37 juta orang di antaranya adalah epilepsi primer, dan 80% tinggal di
negara berkembang. Laporan WHO (2001) memperkirakan bahwa rata-rata
terdapat 8,2 orang penyandang epilepsi aktif di antara 1000 orang penduduk,
dengan angka insidensi 50 per 100.000 penduduk. Angka prevalensi dan
insidensi diperkirakan lebih tinggi di negara-negara berkembang.
Epilepsi dihubungkan dengan angka cedera yang tinggi, angka kematian
yang tinggi, stigma sosial yang buruk, ketakutan, kecemasan, gangguan
kognitif, dan gangguan psikiatrik. Pada penyandang usia anak-anak dan
remaja, permasalahan yang terkait dengan epilepsi menjadi lebih kompleks.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan epilepsi?
2. Bagaimana penyebab terjadinya epilepsi?
3. Bagaimana patofisiologi terjadinya epilepsi?
4. Apa saja tanda dan gejala epilepsi?
5. Apakah kemungkinan komnplikasi yang akan terjadi?
6. Bagaimana penatalaksanaan epilepsi?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian penyakit epilepsi
2. Untuk mengetahui apa saja penyebab terjadinya epilepsi
3. Mengetahui bagaimana patofisiologi dari penyakit epilepsi
4. Mengetahui tanda dan gejala epilepsi
5. Mengetahui komplikasi yang terjadi
6. Mengetahui bagaimana penatalaksanaannya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu gangguan atau terhentinya fungsi
otak secara periodik yang disebabkan oleh terjadinya pelepasan muatan listrik
secara berlebihan dan tidak teratur oleh sel-sel otak dengan tiba-tiba, sehingga
penerimaan dan pengiriman impuls antara bagian otak dan dari otak ke bagian
lain tubuh terganggu(Mutiawati, 2008).
“Epilepsi atau yang lebih sering disebut ayan atau sawan adalah
gangguan sistem saraf pusat yang disebabkan karena letusan pelepasan muatan
listrik sel saraf secara berulang-ulang, dengan gejala penurunan kesadaran,
gangguan motorik, sensorik dan mental, dengan atau tanpa kejang-
kejang”(Ramali, 2005 :114).
Menurut Harsono (2007:4) “Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf
pusat (SSP) yang dicirikan oleh terjadinya bangkitan (seizure, fit, attact, spell)
yang bersifat spontan dan berkala”.Epilepsi merupakan sindrom yang ditandai
oleh kejang yang terjadi berulang- ulang. Diagnose ditegakkan bila seseorang
mengalami paling tidak dua kali kejang tanpa penyebab (Jastremski, 1988).

B. Penyebab Epilepsi
Pada epilepsi tidak ada penyebab tunggal. Banyak faktor yang dapat
mencederai sel – sel saraf otak atau lintasan komunikasi antar sel otak. Apabila
faktor – faktor tersebut tidak diketahui, maka epilepsi yang ada disebut sebagai
epilepsi idiopatik. Sekitar 65% dari seluruh kasus epilepsi tidak diketahui
faktor penyebabnya (Harsono, 2008). Pada epilepsi idiopatik yang disebut juga
epilepsi primer ini tidak dapat ditemukan kelainan pada jaringan otak, diduga
terdapat gangguan keseimbangan zat kimiawi dalam sel – sel saraf pada
jaringan otak yang abnormal (Harsono, 2008).
Sementara epilepsi yang faktor – faktor penyebabnya diketahui disebut
dengan epilepsi simtomatik (Harsono, 2008). Pada epilepsi simtomatik yang

3
disebut juga dengan epilepsi sekunder ini, gejala yang timbul ialah sekunder
atau akibat dari adanya kelainan pada jaringan otak. Penyebab yang spesifik
dari epilepsi diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu,
seperti ibu menelan obat – obat tertentu yang dapat merusak otak janin,
mengalami infeksi, minum alkohol, atau mengalami cedera dan
mendapat terapi radiasi.
2. Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti hipoksia, kerusakan
karena tindakan (forsep), dan trauma lain pada otak bayi.
3. Cedera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak.
4. Tumor otak
5. Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak.
6. Radang atau infeksi, seperti meningitis atau radang otak.
7. Penyaklit keturunan,seperti feniketonuria,sklerosis tuberose dan
neurofibromatosis.
8. Kecenderungan timbulnya epilepsi yang diturunkan.
Selain itu, terdapat juga epilepsi yang dianggap simptomatik, tetapi
penyebabnya belum diketahui, yang disebut epilepsi kriptogenik. Yang
termasuk epilepsi kriptogenik adalah sindrom West, sindrom Lenox-
Gastaut dan epilepsi mioklonik (Perdossi, 2006).

C. Patofisiologi
Menurut para penyelidik bahwa sebagian besar bangkitan epilepsi
berasal dari sekumpulan sel neuron yang abnormal di otak, yang melepas
muatan secara berlebihan dan hypersinkron. Kelompok sel neuron yang
abnormal ini, yang disebut juga sebagai fokus epileptik mendasari semua jenis
epilepsi, baik yang umum maupun yang fokal (parsial). Lepas muatan listrik
ini kemudian dapat menyebar melalui jalur-jalur fisiologis-anatomis dan
melibatkan daerah disekitarnya atau daerah yang lebih jauh letaknya di otak.
Tidak semua sel neuron di susunan saraf pusat dapat mencetuskan
bangkitan epilepsi klinik, walaupun ia melepas muatan listrik berlebihan. Sel

4
neuron diserebellum di bagian bawah batang otak dan di medulla spinalis,
walaupun mereka dapat melepaskan muatan listrik berlebihan, namun posisi
mereka menyebabkan tidak mampu mencetuskan bangkitan epilepsi. Sampai
saat ini belum terungkap dengan pasti mekanisme apa yang mencetuskan sel-
sel neuron untuk melepas muatan secara sinkron dan berlebihan (mekanisme
terjadinya epilepsi).
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus
merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian
berjuta-juta neuron. Pada hakekatnya tugas neuron ialah menyalurkan dan
mengolah aktivitas listrik saraf yang berhubungan satu dengan yang lain
melalui sinaps. Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan neurotransmiter.
Asetilkolin dan norepinerprine ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat
lain yakni GABA (gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap
penyaluran aktivitas listrik sarafi dalam sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan
oleh suatu sumber gaya listrik di otak yang dinamakan fokus epileptogen. Dari
fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neron-
neron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga seluruh belahan
hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada
keadaan demikian akan terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya
akan menyebar ke bagian tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa
disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami
depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang substansia retikularis dan inti
pada talamus yang selanjutnya akan menyebarkan impuls-impuls ke belahan
otak yang lain dan dengan demikian akan terlihat manifestasi kejang umum
yang disertai penurunan kesadaran.

D. Tanda dan Gejala Epilepsi


1. Serangan Epilepsi Parsial
Serangan parsial disebabkan oleh lesi atau kelainan lokal pada otak;
dengan demikian evaluasi diagnostik ditujukan untuk menemukan atau
membuktikan adanya lesi lokal tersebut. Serangan parsial dibagi menjadi

5
dua yaitu serangan dengan kesadaran yang tetap baik (parsial sederhana)
dan serangan dengan gangguan kesadaran (parsial kompleks). Akan tetapi
terdapat pula jenis parsial yang berkembang menjadi serangan parsial
continue. Manifestasi klinis serangan parsial bervariasi sesuai dengan fungsi
korteks yang berbeda-beda. Namun demikian, secara individual serangan
parsial cenderung untuk bersifat stereopatik dan secara neuro-anatomik
(Harsono, 2007).
a. Serangan Parsial Sederhana
Parsial sederhana dengan manifestasi klinis Serangan parsial jenis
ini biasanya berhubungan dengan area otak tertentu yang terlibat; dengan
demikian manifestasi klinisnya sangat bervariasi, termasuk manifestasi
motorik, sensorik, otonomik, dan psikis. Adapun gejala-gejala yang
sering dijumpai adalah:
1) Tidak terjadi gangguan atau penurunan kesadaran
2) Bersifat stereopatik (sama)
3) Kejang tonik (badan dan anggota gerak kaku)
4) Kejang klonik(badan dan anggota gerak berkejut-kejut, kelojotan
5) Berkeringat dingin
6) Denyut jantung (nafas) cepat
7) Terjadi pada usia 11-13 tahun
8) Berlangsung Sekitar 31-60 detik
b. Serangan Parsial Kompleks

Parsial komplek sering juga disebut dengan lobus frontalis atau


psikomotor. Pada serangan parsial kompleks terjadi gangguan atau
penurunan kesadaran. Dalam hal ini penderita mengalami gangguan
dalam berintekrasi dengan lingkungannya. Serangan parsial
kompleks melibatkan bagian-bagian otak yang bertanggung jawab
atas berlangsungnya kesadaran dan memori, dan pada umumnya
melibatkan kedua belah lobus temporalis atau frontalis dan sistem
limbik. Selama serangan parsial kompleks sering tampak adanya
otomatisme sederhana dan kompleks (aktifitas motorik yang

6
berulang-ulang: tanpa tujuan, tanpa arah, dan aneh). Sementara itu
terdapat juga serangan parsial kompleks yang tidak disertai
otomatisme (Harsono, 2007).
2. Serangan Epilepsi Umum
Serangan ini menunjukkan terlibatnya kedua belah hemisferium
secara sinkron sejak awal. Mula serangan berupa hilangnya kesadaran,
kemudian diikuti gejala lainnya yang bervariasi. Jenis-jenis serangan
epilepsi umum dibedakan oleh ada atau tidaknya aktifitas motorik yang
khas (Harsono, 2007)
a. Grandmal

Serangan grandmal disebut juga serangan tonik-klonik atau


bangkitan mayor (serangan besar) atau generalized tonic-clonic seizures
(GTCS). Bangkitan grandmal merupakan jenis epilepsi yang paling
sering dijumpai. Serangan meliputi seluruh tubuh, dimulai dengan
rigiditas otot-otot tubuh (tonik) kemudian diikuti oleh kontraksi otot-otot
secara ritmik (klonik), dan kehilangan kesadaran (Harsono, 2007)
b. Petit Mal
Serangan petit mal disebut juga dengan lena dan absence. Pada
jenis ini terdapat tiga jenis sindrom epilepsi yang berbeda yaitu
childhood absence epilepsi, juvenile absence epilepsi, dan absence
with eye myoclonia. Serangan petit mal dicirikan oleh 3 Hz spike and
wave pada rekaman EEG (Harsono, 2007).
c. Serangan Tonik-Klonik
1) Serangan tonik
Serangan tonik dicirikan oleh pengkakuan atau sentakan
bilateral dan sinkron secara mendadak pada tubuh, lengan atau
tungkai. Adapun gejala-gejalanya adalah:
a) Tidak terjadi gangguan atau penurunan kesadaran
b) Terjadi sentakan sinkron
c) Terjadi sentakan bilateral
d) Terjadi gangguan metabolik (defisit neurologis)

7
e) Lidah tergigit
f) Kulit sianotik (biru)
g) Mulut keluar busa
h) Leher tertekuk ke depan pasca serangan
i) Terjadi pada waktu tidur
j) Berlangsung Sekitar 0-30 detik
k) Kejang tonik (badan dan anggota gerak kaku)
2) Serangan klonik
klonus epileptik biasanya menyebabkan sentakan sinkron dan
bilateral pada leher, bahu, lengan atas, tubuh dan tungkai atas. Gejala-
gejala yang sering dijumpai sebagai berikut:
a) Tidak terjadi gangguan atau penurunan kesadaran
b) Kedutan (twitching) fokal pada wajah
c) Neuro anatomik (datang dan menghilang secara mendadak)
d) Tekanan vesika urinaria (ngompol)
e) Tubuh bergetar pasca serangan
f) Terjadi sentakan sinkron
g) Terjadi sentakan bilateral
h) Terjadi gangguan metabolik (defisit neurologis)
i) Kejang klonik (badan dan anggota gerak berkejut-kejut, kelojotan)
j) Terjadi pada waktu tidur
k) Berlansung selama 7-8 menit

E. Komplikasi Penyakit Epilepsi


Komplikasi epilepsi yang merupakan kelainan neurologis mencakup tiga hal
berikut:
1. Gangguan psikiatrik, prevalensi gangguan psikiatri meningkat pada pasien
epilepsi, seperti gangguan mood, gangguan kecemasan, atau attention deficit
hyperactivity disorder (ADHD)
2. Gangguan kognitif, pasien epilepsi mengalami abnormalitas kognitif
dibanding orang normal pada umur yang sama. Pasien epilepsi sering

8
ditemukan mengalami kurang prestasi akademik (tinggal kelas, harus
mendapatkan jam pelajaran tambahan)
3. Gangguan perilaku dan adaptasi sosial, pasien epilepsi dapat mengalami
gangguan dalam bersosialisasi dan membina hubungan antar individu.
Salah satu komplikasi epilepsi yang berbahaya adalah kematian
akibat sudden unexpected death in epilepsy (SUDEP) yaitu kematian akibat
serangan epilepsi yang terjadi pada saat tidur dengan posisi yang dapat
menghambat jalan napas. Insidensinya diperkirakan 1,2 per 1.000 penderita
epilepsi dan paling sering terjadi pada pasien dewasa muda.

F. Penatalaksanaan
Manajemen Epilepsi:
1. Pastikan diagnosa epilepsi dan mengadakan explorasi etiologi dari epilepsi
2. Melakukan terapi simtomatik
Dalam memberikan terapi anti epilepsi yang perlu diingat sasaran
pengobatan yang dicapai, yakni:
a. Pengobatan harus di berikan sampai penderita bebas serangan.
b. Pengobatan hendaknya tidak mengganggu fungsi susunan syaraf pusat
yang normal.
c. Penderita dpat memiliki kualitas hidup yang optimal.
3. Penatalaksanaan medis ditujukan terhadap penyebab serangan. Jika
penyebabnya adalah akibat gangguan metabolisme (hipoglikemia,
hipokalsemia), perbaikan gangguan metabolism ini biasanya akan ikut
menghilangkan serangan itu.
4. Pengendalian epilepsi dengan obat dilakukan dengan tujuan mencegah
serangan. Ada empat obat yang ternyata bermanfaat untuk ini: fenitoin
(difenilhidantoin), karbamazepin, fenobarbital, dan asam valproik.
Kebanyakan pasien dapat dikontrol dengan salah satu dari obat tersebut di
atas.

9
Cara menanggulangi kejang epilepsi :
1. Selama Kejang
a. Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang ingin
tahu.
b. Mengamankan pasien di lantai jika memungkinkan
c. Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya dari bendar keras,
tajam atau panas. Jauhkan ia dari tempat / benda berbahaya.
d. Longgarkan bajunya. Bila mungkin, miringkan kepalanya kesamping
untuk mencegah lidahnya menutupi jalan pernapasan.
2. Setelah Kejang
a. Penderita akan bingung atau mengantuk setelah kejang terjadi.
b. Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi.
Yakinkan bahwa jalan napas paten.
c. Biasanya terdapat periode ekonfusi setelah kejang grand mal
d. Periode apnea pendek dapat terjadi selama atau secara tiba- tiba setelah
kejang
e. Pasien pada saaat bangun, harus diorientasikan terhadap lingkunga
f. Beri penderita minum untuk mengembalikan energi yg hilang selama
kejang dan biarkan penderita beristirahat.
g. Jika pasien mengalami serangan berat setelah kejang (postiktal), coba
untuk menangani situasi dengan pendekatan yang lembut dan member
restrein yang lembut
h. Laporkan adanya serangan pada kerabat terdekatnya. Ini penting untuk
pemberian pengobatan oleh dokter.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu gangguan atau terhentinya fungsi
otak secara periodik yang disebabkan oleh terjadinya pelepasan muatan listrik
secara berlebihan dan tidak teratur oleh sel-sel otak dengan tiba-tiba, sehingga
penerimaan dan pengiriman impuls antara bagian otak dan dari otak ke bagian
lain tubuh terganggu(Mutiawati, 2008).
Pada epilepsi tidak ada penyebab tunggal. Banyak faktor yang dapat
mencederai sel – sel saraf otak atau lintasan komunikasi antar sel otak. Apabila
faktor – faktor tersebut tidak diketahui, maka epilepsi yang ada disebut sebagai
epilepsi idiopatik.Sementara epilepsi yang faktor – faktor penyebabnya
diketahui disebut dengan epilepsi simtomatik (Harsono, 2008). Selain itu,
terdapat juga epilepsi yang dianggap simptomatik, tetapi penyebabnya belum
diketahui, yang disebut epilepsi kriptogenik.
Tanda dan gejala pada epilepsi sesuai dengan jenis klasifikasi epilepsi itu
sendiri.Terdapat klasifikasinya yaitu Serangan Epilepsi Parsial,Serangan
Epilepsi Umum.Serta terdapat komplikasi – komplikasi yang merupakan
kelainan neurologis pada epilepsi ini.

B. Saran
Semoga makalah ini dapat diterima bagi semua pembaca dan dapat
memberikan kritik untuk perbaikan di makalah saya yang selanjutnya.

11
DAFTAR PUSTAKA

Elizabeth, J.Corwin. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Cetakan I. Penerbit : EGC,


Jakarta.

Harsono. (2007). Epilepsi. Yogyakarta:Gadjah Mada University Press.

Harsono. (2008). Buku ajar neurologi klinis. Yogyakarta: Gajah Mada


University Press.

Mutiawati. (2008). Epilepsi. Dalam majalah aide medicine international mental


health.edisi 8.jakarta.

Ngugi A.K, Bottomley C, Kleinschmidt I, Sander JW, Newton C. (2010).


Estimation of the burden of active and life time epilepsy: A meta
analytic approach. Epilepsia ;51(5): 883-90.

12

Anda mungkin juga menyukai