Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Selama masa kehamilan, pasti akan mengalami perubahan anatomi


fisiologinya. Salah satunya yaitu anatomi sistem organ payudara. Kemudian
ada beberapa masalah gangguan pada payudara yang pernah terjadi di
masyarakat terutama pada ibu menyusui dengan kasus infeksi payudara
(Mastitis). Mastitis merupakan infeksi pada parenkim payudara yang dapat
terjadi pada masa nifas. Mastitis biasanya terjadi pada salah satu payudara
dan dapat terjadi pada minggu pertama sampai ketiga atau keempat setelah
melahirkan. Kejadian mastitis berkisar antara 2-33% pada ibu menyusui.
Pada mastitis lebih kurang 10% kasusnya dapat berkembang menjadi abses
dengan gejala yang lebih berat (Prawirohardjo, 2013).
World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa jumlah kasus
infeksi pada wanita seperti kanker, tumor, mastitis, penyakit fibrokistik
terus meningkat, dimana 12% kasus diantaranya merupakan infeksi
payudara yang disebabkan oleh mastitis pada wanita post partum. Indonesia
sebagai negara berkembang di dunia dengan presentasi kasus mastitis
mencapai 10% pada ibu post partum (WHO, 2005; 2008). Berdasarkan
laporan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun
2008-2009 menunjukkan bahwa 55% ibu menyusui mengalami mastitis dan
puting susu lecet, hal tersebut kemungkinan disebabkan karena perawatan
payudara yang tidak benar. Pengetahuan tentang perawatan payudara sangat
penting untuk diketahui pada masa nifas, ini berguna untuk menghindari
masalah dalam proses menyusui. Masalah dan gangguan pada payudara
pada waktu menyusui akan mengganggu produksi ASI (Depkes RI, 2007).
Pada masa nifas bendungan ASI dapat menjadi awal terjadinya mastitis.
Bendungan ASI disebabkan karena pengosongan payudara yang tidak
sempurna, karena teknik menyusui yang tidak benar, pemakaian bra yang
terlalu ketat, dan pengisapan bayi yang kurang kuat. Mastitis dapat terjadi
akibat kuman, dimana kuman penyebab tersering mastitis yaitu bakteri

1
Staphylococcus aureus (Prawirohardjo, 2013).
Staphylococcus aureus merupakan patogen utama pada manusia.
Bakteri ini biasanya terdapat di hidung pada 20-50% manusia, dan sering
ditemukan pada pakaian dan juga pada barang lain yang terkontaminasi
pada lingkungan manusia. Setiap orang biasanya akan mengalami beberapa
jenis infeksi yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus, seperti
keracunan makanan atau infeksi kulit minor dan juga bisa sampai pada
infeksi berat yang mengancam jiwa. Infeksi Staphylococcus aureus dapat
terjadi akibat kontaminasi langsung pada luka (Brooks et al, 2010). Mastitis
dapat berasal dari puting susu yang pecah atau terdapat fisura menjadi jalan
masuknya bakteri Staphylococcus aureus. Sumber bakterinya dapat berasal
dari tangan ibu atau tangan orang yang merawat ibu dan bayi, bayi, atau dari
sirkulasi darah (Varney et al, 2007).
Penanganan terbaik untuk mastitis adalah dengan pencegahan.
Pencegahan yang dapat dilakukan dengan mencuci tangan menggunakan
sabun, mencegah bendungan ASI dengan menyusui sejak awal dan sering,
teknik menyusui yang benar, dan menghindari kontak dekat dengan orang
yang menderita Staphylococcus (Varney et al, 2007). Perawatan puting susu
pada saat menyusui juga merupakan usaha yang penting untuk mencegah
mastitis. Perawatan yang dapat dilakukan yaitu dengan membersihkan
puting susu sebelum dan setelah menyusui untuk menghilangkan kerak dan
susu yang mengering (Prawirohardjo, 2007
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya yang menjadi
masalah adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan anatomi dan fisiologi payudara?
2. Bagaimana peta sistem organ payudara?
3. Bagaimana gambaran umum kasus Infeksi Payudara?
4. Bagaimana hasil diskusi yang disesuaikan dengan teori?
5. Apa saja penatalaksanaan pada kasus Infeksi Payudara?

2
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari anatomi dan fisiologi payudara.
2. Untuk mengetahui peta sistem organ payudara.
3. Untuk mengetahui gambaran umum kasus Infeksi Payudara.
4. Untuk mengetahui hasil diskusi yang disesuaikan dengan teori.
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada kasus Infeksi Payudara.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Fisiologi Payudara

Payudara adalah organ tubuh yang terletak pada bagian bawah kulit dan
diatas dada. Fungsi dari payudara adalah memproduksi susu untuk nutrisi bayi.
Dengan kata lain, payudara terletak di dinding depan fasia superfisialis antara
tulang dada sampai tulang iga ke enam, bentuknya cembung ke depan bervariasi
dan ditengahnya terdapat puting susu yang terdiri dari kulit dan jaringan erektil
(maryuni, 2010).
Secara vertikal payudara terletak diantara kosta II dan IV, secara horizontal
mulai dari pinggir sternum sampai linea aksilari medialis. Kelenjar susu berada
dijaringan sub kutan superficial dan profundus, yang menutupi muskulus
pectoralis mayor (proses laktasi dan menyusui, hal :07)
Ukuran normal payudara 10 – 12 cm dengan beratnya pada wanita hamil
adalah 200 gram, pada wanita hamil aterm 400 – 600 gram dan pada masa
laktasi sekitar 600 – 800 gram. Bentuk dan ukuran payudara akan bervariasi
menurut aktifitas fungsionalnya. Payudara menjadi besar saat hamil dan
menyusui biasanya mengecil setelah menopuse. Pembesaran ini terutama
disebabkan oleh pertumbuhan struma jaringan penyangga dan penimbunan
jaringan lemak.
Ada 3 bagian utama payudara, korpus (badan), areola, papila atau puting.
Areola mammae (kalang payudara) letaknya mengelilingi puting susu dan
berwarna kegelapan yang disebabkan oleh penipisan dan penimbunan pigmen
kulitnya. Perubahan warna kulit ini tergantung dari corak kulitnya, kuning
langsat akan berwarna jingga kemerahan, bila kulitnya kehitaman maka
warnanya akan lebih gelap dan kemudian menetap.
Puting susu terletak setinggi interkosta IV, tetapi berhubungan adanya
variasi bentuk dan ukuran payudara maka letaknya pun akan bervariasi pula.
Pada tempat ini terdapat lubang – lubang kecil yang merupakan muara dari
duktus laktiferus, ujung – ujung serat otot polos yang tersusun secara sirkuler

4
sehingga bila ada kontraksi maka duktus laktiferus akan memadat dan
menyebakan puting susu eraksi, sedangkan serat – serat otot yang longitudinal
akan menarik kembali puting susu tersebut.
Ada empat macam bentuk puting payudara yaitu bentuk yang
normal/umum, pendek/datar, panjang dan terbenam (inverted). Namun bentuk-
bentuk puting ini tidak terlalu berpengaruh pada proses laktasi,yang penting
adalah bahwa puting susu dan aerola dapat ditarik sehingga membentuk
tonjolan atau “dot” kedalam mulut bayi. Kadang dapat terjadi puting tidak
lentur terutama pada bentuk puting terbenam, sehingga butuh penanganan
khusus agar bayi bisa menyusu dengan baik.
Struktur payudara terdiri dari tiga bagian, yakni kulit, jaringan subkutan
(jaringan bawah kulit), dan corpus mammae. Corpus mammae terdiri dari
parenkim dan stroma. Parenkim merupakan suatu struktur yang terdiri dari
duktus laktiferus (duktus), duktulus (duktulli), lobus dan alveolus. Ada 15 – 20
duktus laktiferus. Tiap – tiap duktus bercabang menjadi 20 – 40
duktulli.duktulus bercabang menjadi 10-100 alveolus dan masing – masing
dihubungkan dengan saluran air susu (sistem duktus) sehingga merupakan suatu
pohon. Bila diikuti pohon tersebut dari akarnya pada puting susu, akan
didapatkan saluran air susu yang disebut duktus laktiferus.
Di daerah kalang payudara duktus laktiferus tempat penampungan air susu.
Selanjutnya duktus laktiferusbterus bercabang – cabang menjadi duktus dan
duktulus, tapi duktulus yang pada perjalanan selanjutnya disusun pada
sekelompok alveoli. Didalam alveoli terdiri dari duktulus yan terbuka, sel – sel
kelenjar yang menghasilkan air susu dan mioepitelium yang berfungsi memeras
air susu keluar dari alveoli.
Selama kehamilan, hormon prolaktin dari plasenta meningkat tetapi ASI
biasanya belum keluar karena masih dihambat oleh kadar estrogen yang tinggi.
Pada hari kedua atau ketiga pasca persalinan, kadar estrogen dan progersteron
turun drastis, sehingga pengaruh prolaktin lebih dominan dan pada saat inilah
mulai terjadi sekresi ASI. Dengan menyusukan lebih dini terjadi perangsangan
puting susu, sehingga sekresi ASI semakin lancar. Dua reflek pada ibu yang
sangat puting susu, terbentuklah prolaktin hipofisis, sehigga sekresi ASI

5
semakin lancar. Dua reflek pada ibu yang sangat penting dalam proses laktasi
yaitu reflek aliran timbul akibat perangsangan puting susu oleh hisapan bayi.
Pada seorang ibu menyusui dikenal 2 refleks yang masing – masing
berperan sebagai pembentukan dan pengeluaran air susu yaitu refleks prolaktin
dan reflek “let down” (Lawrece RA, 1988 dan 1995)
1. Refleks prolaktin.
Seperti telah dijelaskan bahwa menjelang akhir kehamilan terutama
hormon prolaktin memegang peranan untuk membuat kolostrum, namun
jumlah kolostrum terbatas, karena aktifitas prolaktin dihambat oleh estrogen
dan progesteron yang kadarnya memang tinggi. Setelah partus berhubungan
lepasnya plasenta dan kurang berfungsinya korpus luteum maka estrogen
dan progesteron sangat berkurang, ditambah lagi dengan adanya isapan bayi
yang merangsang ujung – ujung saraf sensoris yang berfungsi sebagai
reseptor mekanik. Rangsangan ini dilanjutkan ke hipotalamus melalui
medula spinalais dan mesonsephalon. Hipotalamus akan menekan
pengeluaran faktor – faktor yang menghambat sekresi prolaktin dan
sebaliknya merangsang pengeluaran faktor – faktor yang memacu sekresi
prolaktin. Faktor – faktor yang memacu sekresi akan merangsang
adenohipofise (hipofise anterior) sehingga keluar polaktin. Hormon ini
merangsang sel – sel alveoli yang berfungsi untuk membuat air susu. Kadar
prolaktin pada ibu yang menyusui akan menjadi normal 3 bulan setelah
melahirkan sampai penyapihan anak pada saat tersebut tidak akan ada
peningkatan prolaktin walaupun ada isapan bayi, namun pengeluaran air
susu tetap berlangsung. Pada ibu yang melahirkan anak tetapi tidak
menyusui, kadar prolaktin akan menjadi normal pada minggu ke 2 – 3. Pada
ibu yang menyususi, prolaktin akan meningkat dalam keadaan – keadaaan
seperti :
a. Strees atau pengaruh psikis
b. Anastesi
c. Operasi
d. Rangsangan puting susu
e. Hubungan kelamin

6
f. Obat– obatan tranquilizer hipotalamus seperti reserpin, klorpromazin,
fenotiaid. Sedangkan keadaan yang menghambat pengeluaran prolaktin
adalah gizi ibu yang jelek dan obat – obatan seperti ergot, L – dopa.
2. Reflek oksitosin / let down refleks
Bersamaan dengan pembentukan prolaktin oleh adenohipofise,
rangsangan yang berasal dari isapan bayi ada yang dilanjutkan ke
neurohipofise (hipofise posterior) yang kemudian dikeluarkan oksitosin.
Melalui aliran darah, hormon ini diangkut menuju uterus yang dapat
menimbulakan kontraksi pada uterus sehingga terjadi involusi dri organ
tersebut. Oksitosin yang sampai pada alveoli yang mempengaruhi sel
mioepitium. Kontraksi dari sel akan memeras air susu yang telah terbuat
keluar dari alveoli dan masuk ke sistem duktulus yang untuk selanjutnya
mengalir melalui duktus laktiferus masuk ke mulut bayi. Faktor – faktor
yang meningkatkan refleks let down adalah :
a. Melihat bayi
b. Mendengarkan suara bayi
c. Mencium bayi
d. Memikirkan untuk menyusui bayi
Faktor – kator yang menghambat reflek let down adalah :
a. Stres seperti keadaan bingung/ pikiran kacau
b. Takut
c. Cemas
Jalannya refleks let down : bila ada stres dari ibu yang menyusui maka
akan terjadi suatu blokade dari refleks let down. Ini disebabkan oleh karena
adanya pelepasan dari adrenalin (epinefrin) yang menyebakan vasokontriksi
dari pembuluh darah alveoli, sehingga oksitosin sedikit harapannya untuk
dapat mencapai target organ mioepitelium. Akibat dari tidak sempurnanya
refleks let down maka akan terjadi penumpukan air susu di dalam alveoli
yang secara klinis tampak payudara membesar. Payudara yang besar dapat
berakibat abses, gagal untuk menyusui dan rasa sakit. Rasa sakit ini akan
merupakan strees lagi bagi ibu sehingga stres akan bertambah.

7
Karena refleks let down tidak sempurna maka bayi yang haus jadi tidak
puas. Ketidakpuasan ini merupakan tambahan strees bagi ibunya. Bayi yang
haus dan tidak puas ini akan berusaha untuk dapat air susu yang cukup
dengan cara menambah kuat hisapannya sehingga tidak jarang dapat
menimbulakan luka – luka ini akan dirasakan sakit oleh ibunya yang juga
akan menambah stresnya tadi. Dengan demikian akan terbentuk sau
lingkaran setan yang tertutup (circulus vitiosus) dengan akibat kegagalan
dalam menyusui.

B. Gangguan Payudara
1. Kanker Payudara
Ada 2 macam klasifikasi kanker payudara yaitu :
a. Klasifikasi patologis
1) Kanker putting payudara yaitu bentuk kanker yang dalam taraf
permulaan manifestasinya sebagai eksema menahun putting susu
yang biasanya merah dan menebal.
2) Kanker duktus laktiferus diantaranya papillary, comedo, adeno
carcinoma dengan banyak fibrosis (scirrhus), medullary carcinoma
dengan infiltrasi kelenjar.
3) Kanker dari lobules yaitu sering timbul sebagai carcinoma in situ
dengan lobules yang membesar.
b. Klasifikasi klinik
1) Steinthal I : kanker payudara besarnya sampai 2 cm dan tidak
mempunyai anak sebar.
2) Steinthal II : kanker payudara besarnya sampai 2 cm atau lebih
dan tidak mempunyai anak sebar di kelenjar ketiak.
3) Steinthal III : kanker payudara besarnya sampai 2 cm atau lebih
dan tidak mempunyai anak sebar di kelenjar ketiak, Infra dan
supraklavikular atau infiltrasi ke fasia pektoralis atau ke kulit atau
samkaner yang apert (memecah ke kulit).
4) Steinthal IV : kanker payudara dengan mestasis jauh, misalnya
ke tengkorak, tulang punggung, paru – paru atau hati dan panggul.

8
Adapun penyebab terjadinya kanker payudara antara lain :
1) Radiasi
2) Riwayat keluarga atau genetik
3) Riwayat adanya tumor
4) Faktor reproduksi
5) Faktor endokrin
6) Faktor psikologis
7) Faktor obat-obatan
2. Mastalgia adalah nyeri payudara. Jenis mastalgia yang paling ditemukan
adalah mastalgia siklik yang terjadi akibat perubahan hormonal.
3. Kista payudara adalah kantung berisi cairan yang ditemukan di dalam
payudara.
4. Fibroadenoma adalah benjolan padat yang kecil dan jinak pada
payudara yang terdiri dari jaringan kelenjar dan fibrosa.
5. Mastitis adalah infeksi pada jaringan payudara.
6. Penyakit paget pada putting susu adalah sejenis kanker payudara yang
pertama kali muncul sebagai luka erbuka pada putting susu yang
berkopeng dan bersisik atau sebgai cairan yang keluar dari putting susu.
7. Sistosarkoma Filodes adalah sejenis tumor jinak yang relative jarang
terjadi dan bisa berkembang menjadi keganasan.
8. Nipple Discharge adalah cairan yang menyerupai susu atau cairan jernih
secara spontan yang keluar dari putting susu.

D. Infeksi Payudara (Mastitis)


1. Pengertian
Mastitis merupakan infeksi pada parenkim payudara yang dapat terjadi
pada masa nifas. Mastitis biasanya terjadi pada salah satu payudara dan
dapat terjadi pada minggu pertama sampai ketiga atau keempat setelah
melahirkan. Kejadian mastitis berkisar antara 2-33% pada ibu
menyusui. Pada mastitis lebih kurang 10% kasusnya dapat berkembang
menjadi abses dengan gejala yang lebih berat (Prawirohardjo, 2013).
Ada 2 jenis infeksi payudara (mastitis) yaitu (mastitis) Infektif,

9
disebabkan oleh adanya kuman yang masuk kesaluran payudara melalui
perantara mulut atau hidung bayi ketika menyusui dan (mastitis)
noninfektif, disebabkan karena adanya saluran payudara yang terumbat
karena posisi menyusui yang salah. Biasanya terjadi pada perempuan
yang baru pertama kali menyusui.
2. Penyebab
Pada umumnya didahului dengan puting susu lecet, saluran air susu
tersumbat, dan infeksi disebabkan oleh bakteri staphylococcus aureus
yang masuk melalui lecet pada payudara. Tanda yang sering muncul
pada mastitis yaitu nyeri, kemerahan,dan ada luka pada payudara.
Kemudian ada juga terdapat beberapa penyebab lain,yaitu:
a. Sikap
Pemberin ASI jarang membawa hasil yang memuaskan jika ibu
bersikap antagonis. Sebagai ibu sangat cemas untuk meraih
keberhasilan dalam menyusui, mereka tidak dapat rileks pada saat
menyusui. Refleks ejeksi ASI terhambat dan ibu mengalami frustasi.
Ibu membutuhkan ketenangan dan bantuan yang menentramkan
pada saat menyusui bayinya.
b. Kesehatan umum
Kesulitan dapat timbul, ketika ibu berada dalam kondisi tidak
sehat. Seperti halnya pemberian ASI merupakan kontraindikasi pada
ibu yang menderita penyakit tuberkulosis aktif, diabetes tidak stabil
yang tergantung insulin, penyakit terminal atau berat
ketergantungan obat dan kelainan psikisatrik tertentu.
c. Puting yang retak-retak
Puting yang terasa nyeri dan mengalami retak-retak sehingga
pemberian ASI menimbulkan penderitaan bagi ibu. putng susu harus
di inspeksi setiap hari dengan penerangan yng baik, untuk
memastikan bahwa puting tersebut benar-benar dalam keadaan
sehat. Pada saat ditemukan tanda pertama keretakan puting, atau jika
ibu mengeluh nyeripada saat menyusui bayinya, dan bia
penyesuaian posisi bayi tidak mengurangi rasa nyeri tersebut, maka

10
puting suu harus diistirahatkan selama 24jam. ASI dapat perah
dengan tangan dan pemberian ASI dilakukan dengan sendok.
Keretakan puting dapat terjadi akibat mulut bayi tidak menemel
puting dengan benar, tetapi menggigit puting, penghisapan puting
terlalu kuat, bayi karena lapar, dan penggunaan pompa payudara
mungkin diakukan terlalu berlebihan.
d. Puting yang masuk kedalam
Jika puting datar atau masuk kedalam (inversi) tidak ditemukan
selama kehamilan, laktasi akan sulit dilakukan, khiususnya selama
hari ketiga dan keempat ketika payudara yang mengalami distensi
menarik puting kedalam dan membuatnya lebih mendatar.
e. Pembengkakan payudara
Payudara menjadi penuh dan keras pada hari ketiga hingga
kelima setelah ibu melahirkan bayi. Hal ini terjadi akibat
penggembungan pembuluh vena karena pasukan darah kedalam
payudara akan meningkat sebagai persiapan untuk dimulainya
laktasi. Payudara yang penuh akan membuat puting teregang dan
menjadi datar, sehingga kadang-kadang menyulitkan bayi untuk
menghisap puting dengan mulutnya.
3. Tanda dan gejala
a. Payudara sakit, memerah dan terasa nyeri. Bagian luar atas payudara
biasanya terpengaruh jadi memar
b. Sakit atau rasa panas di payudara sepanjang waktu atau hanya saat
menyusui;
c. Bengkak
d. Suhu tubuh tinggi hingga kedinginan
e. Sakit kepala
f. Demam tinggi dan sakit di payudara mungkin mengindikasikan
bahwa abses berada di payudara.

11
4. Patofisiologis
Terjadinya mastitis diawali dengan peningkatan tekanan di dalam
duktus (saluran ASI) akibat stasis ASI. Bila ASI tidak segera
dikeluarkan maka terjadi tegangan alveoli yang berlebihan dan
mengakibatkan sel epitel yang memproduksi ASI menjadi datar dan
tertekan, sehingga permeabilitas jaringan ikat meningkat. Beberapa
komponen (terutama protein kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma
masuk ke dalam ASI dan selanjutnya ke jaringan sekitar sel sehingga
memicu respons imun. Stasis ASI, adanya respons inflamasi, dan
kerusakan jaringan memudahkan terjadinya infeksi.
Terdapat beberapa cara masuknya kuman yaitu melalui duktus
laktiferus ke lobus sekresi, melalui puting yang retak ke kelenjar limfe
sekitar duktus (periduktal) atau melalui penyebaran hematogen
(pembuluh darah). Organisme yang paling sering adalah
Staphylococcus aureus, Escherecia coli dan Streptococcus.
Kadangkadang ditemukan pula mastitis tuberkulosis yang
menyebabkan bayi dapat menderita tuberkulosa tonsil. Pada daerah
endemis tuberkulosa kejadian mastitis tuberkulosis mencapai 1%.
Faktor risiko terjadinya mastitis antara lain:
a. Terdapat riwayat mastitis pada anak sebelumnya.
b. Puting lecet. Puting lecet menyebabkan timbulnya rasa nyeri yang
membuat kebanyakan ibu menghindari pengosongan payudara
secara sempurna.
c. Frekuensi menyusui yang jarang atau waktu menyusui yang pendek.
Biasanya mulai terjadi pada malam hari saat ibu tidak memberikan
bayinya minum sepanjang malam atau pada ibu yang menyusui
dengan tergesa-gesa.
d. Pengosongan payudara yang tidak sempurna
e. Pelekatan bayi pada payudara yang kurang baik. Bayi yang hanya
mengisap puting (tidak termasuk areola) menyebabkan puting
terhimpit diantara gusi atau bibir sehingga aliran ASI tidak
sempurna.

12
f. Ibu atau bayi sakit.
g. Frenulum pendek.
h. Produksi ASI yang terlalu banyak.
i. Berhenti menyusu secara cepat/ mendadak, misalnya saat bepergian.
j. Penekanan payudara misalnya oleh bra yang terlalu ketat atau sabuk
pengaman pada mobil.
k. Sumbatan pada saluran atau muara saluran oleh gumpalan ASI,
jamur,serpihan kulit, dan lain-lain.
l. Penggunaan krim pada puting.
m. Ibu stres atau kelelahan.
n. Ibu malnutrisi.
5. Penanganan
Mastitis biasanya dapat dengan mudah diobati dan kebanyakan wanita
bisa cepat pulih. Berikut adalah beberapa tindakan yang dapat Moms
lakukan sendiri yang sering kali sangat membantu.
a. Cukup istirahat dan banyak minum air putih untuk mencegah
dehidrasi sekaligus membantu menurunkan demam
b. Minumlah obat pereda rasa sakit sesuai anjuran dokter, seperti
parasetamol atau ibuprofen, untuk mengurangi rasa sakit atau demam
c. Hindari pakaian ketat termasuk bra sampai gejala mastitis membaik
d. Kompres payudara dengan air hangat atau kain yang dibasahi air
hangat pada bagian yang lecet sebelum memberikan ASI
e. Pijatlah payudara dengan lembut selagi memberikan ASI pada bayi
f. Jika sedang menyusui, teruskan pemberian ASI meskipun payudara
mengalami abses atau pembengkakan dan pastikan bayi mengisap
payudara dengan benar
g. Sering mengubah posisi menyusui untuk membantu mengurangi
sumbatan ASI
h. Berusahalah memberi ASI lebih sering dari biasanya, peraslah ASI
yang tersisa setelah dan selama menyusui.

13
i. Bagi wanita yang tidak menyusui dengan mastitis dan ibu menyusui
yang diduga terinfeksi mastitis, tablet antibiotik biasanya akan
diresepkan untuk mengendalikan infeksi.
6. Pencegahan Mastitis
Meskipun mastitis biasanya dapat diobati dengan mudah, kondisi
tersebut dapat kambuh jika penyebab dasarnya tidak segera ditangani. Jika
sedang menyusui, Moms dapat membantu mengurangi risiko terkena
mastitis dengan mengambil langkah-langkah berikut untuk menghentikan
ASI tersumbat di payudara.
a. Memberikan ASI secara eksklusif selama enam bulan, jika
memungkinkan
b. Menyusui sesering mungkin, terutama ketika payudara terasa penuh dan
membengkak
c. Pastikan bayi Moms betul-betul mengisap payudara dengan benar
selama menyusui
d. Biarkan bayi Moms mengisap ASI sampai selesai.
e. Aturlah jarak waktu menyusui. Jika mungkin, lakukan secara bertahap
f. Hindari tekanan pada payudara akibat pakaian ketat, termasuk bra

14
BAB III

TINJAUAN KASUS

Kasus Mastitis
ASUHAN KEBIDANAN
PADA NY. ”M” NIFAS 2 MINGGU DENGAN MASTITIS
DI PUSKESMAS GAMPING
1. Data Subyektif
a. Identitas
Nama istri : Ny. A /Tn. S
Umur : 21 tahun /27 tahun
Agama : Islam /Islam
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia /Jawa/Indonesia
Pendidikan : SMP /SMP
Pekerjaan : IRT /Swasta
Penghasilan :- /Rp. 1.000.000,-
Alamat : Ds. Ambarketawang
b. Keluhan Utama
Ibu mengeluh sakit payudara dibagian kiri dan merasa tidak enak badan
bahkan sakit saat menyusui bayinya. Asi keluar sedikit.
c. Riwayat kehamilan,persalinan dan nifas yang lalu
Ibu mempunyai anak pertama usia 2 minggu, lahir di Bidan dengan
normal dengan berat badan lahir 3600 gram, panjang badan 50 cm dan
jenis kelamin laki – laki.
d. Riwayat kesehatan/penyakit yang diderita sekarang dan dahulu
Ibu mengatakan ibu dan keluarga tidak memiliki penyakit seperti
jantung, Hipertensi, Diabetes, Malaria, PMS, HIV, AIDS, Penyakit
ginjal, Asma/lainnya.
e. Riwayat sosial ekonomi
Ibu menikah 1 kali lamanya 2 tahun pada usia 19 tahun. Keluarga yang
tinggal serumah dengan suami. Ibu belum pernah menggunakan alat
kontrasepsi.

15
f. Pemenuhan kebutuhan sehari-hari
Ibu makan dengan porsi yang normal dengan menu seimbang dan minum
susu, minum air putih sering. Ibu BAB 1 kali ; BAK sering ; mandi 2
kali, gosok gigi 2 kali, ganti pakaian 2 kali. Ibu tidur malam 7 jam ; 1 jam
tidur siang. Setelah melahirkan ibu belum pernah melakukan aktifitas
seksual.

2. DATA OBJEKTIF
a. Keadaan umum : Baik
b. Tanda-Tanda Vital
1) TD : 130/90 mmHg
2) Nadi : 90x/menit
3) Respirasi : 20x/menit
4) Suhu : 38,5°C
c. Pemeriksaan fisik
1) Muka : Tidak pucat, tidak ada odema.
2) Mata : Konjungtiva merah muda, sclera putih, dan
pandangan jelas.
3) Payudara : Bengkak idak simetris, bengkak dan memerah di
sekitar payudara kanan, ada nyeri palpasi, Puting susu menonjol dan
tidak lecet. Areola hiperpigmentasi bersih. ASI tidak lancar, tidak
ada bendungan ASI.
4) Abdomen : TFU sudah tidak teraba.
5) Ekstremitas : Kaki kanan dan kiri tidak ada oedema, reflek patella
+/+, tidak ada varises.
6) Genitalia : Tidak ada kelainan vulva dan vagina, tidak ada
pembesaran kelenjar bartholin dan skene, pengeluaran lochea serosa
(darah kuning kecoklatan).

3. ANALISA
Ny. M Umur 21 tahun P1A0 2 minggu Post Partum dengan infeksi payudara
(mastitis).

16
4. PENATALAKSANAAN
1. Memberitahu hasil pemeriksaan → ibu sudah mengetahui hasil
pemeriksaan.
2. Menganjurkan ibu untuk istirahat tidur saat bayinya sedang tidur agar pola
istirahat ibu tercukupi → ibu mengerti dan ibu mau melakukannya.
3. Memberikan KIE kepada ibu tentang perawatan payudara, yaitu dengan
membersihkan payudara dulu sebelum menyusui, Membantu ibu tentang
teknik menyusui yang benar dengan membantu ibu memperbaiki kenyutan
bayi pada payudara, mendorong untuk sering menyusui, sesering dan
selama bayi menghendaki, tanpa pembatasan, bila perlu peras ASI dengan
tangan atau dengan pompa atau botol panas, sampai menyusui dapat dimulai
lagi serta mulai menyusu dari payudara yang mengalami peradangan dan
selalu menyusui bayinya → ibu mengerti dan ibu mau melakukannya.
4. Menjelaskan pada ibu untuk tetap mempertahankan pemenuhan pola nutrisi
yang sudah baik dilakukan dengan mengkonsumsi makanan yang
mengandung gizi seimbang yaitu karbohidrat (nasi, kentang,roti), protein
(tahu, tempe, daging, ikan, telur), vitamin (sayur dan buah). Dan
memperbanyak konsumsi makanan yang mengandung protein untuk
mempercepat penyembuhan luka → ibu mengerti dan ibu mau
melakukannya.
5. Menganjurkan ibu untuk kunjungan ulang 6 minggu kemudian atau jika ada
keluhan → ibu bersedia datang.

17
BAB IV

PEMBAHASAN

1. Pada BAB ini akan dibahas mengenai ibu nifas pada Ny. “M” P1A0 dengan
keluhan Ibu mengatakan mengeluh sakit payudara dibagian kiri dan merasa
tidak enak badan bahkan sakit saat menyusui bayinya dan ASI keluar
sedikit. Kemudian pada data objektif terdapat masalah dengan tanda vital
nya yaitu ditandai dengan tekanan darah 130/90 mmHg, Nadi 90x/menit,
dan suhu tubuh 38,50C. Pada pemeriksaan Payudara terdapat bentuk
payudara yang membengkak dan memerah. Hal ini sesuai dengan teori yang
merupakan tanda gejala dari infeksi payudara, yaitu tanda yang sering
muncul pada mastitis yaitu nyeri, kemerahan, dan ada luka pada payudara.
Sehingga dalam penanganannya ibu diberikan asuhan penanganan yang
disesuaikan dengan teori juga yaitu memberikan KIE kepada ibu tentang
perawatan payudara, yaitu dengan membersihkan payudara dulu sebelum
menyusui, Membantu ibu tentang teknik menyusui yang benar dengan
membantu ibu memperbaiki kenyutan bayi pada payudara, mendorong
untuk sering menyusui, sesering dan selama bayi menghendaki, tanpa
pembatasan, bila perlu peras ASI dengan tangan atau dengan pompa atau
botol panas, sampai menyusui dapat dimulai lagi serta mulai menyusu dari
payudara yang mengalami peradangan dan selalu menyusui bayinya.
Menjelaskan pada ibu untuk tetap mempertahankan pemenuhan pola nutrisi
yang sudah baik dilakukan dengan mengkonsumsi makanan yang
mengandung gizi seimbang yaitu karbohidrat (nasi, kentang,roti), protein
(tahu, tempe, daging, ikan, telur), vitamin (sayur dan buah). Dan
memperbanyak konsumsi makanan yang mengandung protein untuk
mempercepat penyembuhan luka

18
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Payudara adalah organ tubuh yang terletak pada bagian bawah kulit dan
diatas dada. Fungsi dari payudara adalah memproduksi susu untuk nutrisi bayi.
Dengan kata lain, payudara terletak di dinding depan fasia superfisialis antara
tulang dada sampai tulang iga ke enam, bentuknya cembung ke depan bervariasi
dan ditengahnya terdapat puting susu yang terdiri dari kulit dan jaringan erektil
(maryuni, 2010)
Mastitis adalah infeksi peradangan pada mamae terutama pada primipara
yang biasanya disebabkan oleh staphylococcus aureus, infeksi terjadi melalui
luka pada puting susu, tetapi mungkin juga melalui peredaran darah dan reaksi
sistemis berupa seperti demam, terjadi 1-3 minggu setelah melahirkan sebagai
komplikasi sumbatan air susu. Mastitis terdiri dari dua jenis yaitu mastitis
infektif dan mastitis non infektif dengan gejala yang berbeda di setiap jenisnya.
Bakteri yang menyebabkan mastitis adalah staphylococcus aureus. Terjadinya
mastitis diawali dengan peningkatan tekanan di dalam duktus (saluran ASI)
akibat stasis ASI.
B. Saran
Dengan adanya makalah ini, kami mengharapkan dapat menambah
wawasan pembaca khususnya tenaga kesehatan serta perlunya penyuluhan pada
ibu nifas dan menyusui agar bisa mencegah tentang gangguan pada payudara.

19

Anda mungkin juga menyukai