Anda di halaman 1dari 27

makalah anatomi payudara dan kelainan puting susu serta cara

mengatasinya

Dosen Pembimbing :

Aritha Sembiring,SST,M.Kes

Disusun oleh kelompok 1 :

1. Adelya Zulfa

2. Aisyah Fitri

3. Anggi Syafutri

4. Fadhilah Nur Zakiyah

5. Sopiatun Anisa

6. Gracya Valencya Samosir

7. Durrotul Hikmah

9. Kharisma Eka Sinuligga

10. Khofifah Nurrahman Nasution


KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat-Nya sehingga dapat menyelesaikan
makalah ini dengan sebaik-baiknya .Tujuan makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Asuhan
Kebidanan Pada Masa Kehamilan dengan judul “Anatomi Payudara dan Kelainan Puting Susu Serta Cara
Mengatasinya” . Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kami mohon masukan dan saran serta kritikan yang sifatnya membangun kepada dosen
pembimbing dan semua pihak yang membaca makalah ini, guna perbaikan dan penyempurnaan
pembuatan makalah yang akan datang. Akhirnya, kami mengucapkan terima kasih. Semoga makalah ini
dapat memberikan wawasan yang lebih luas untuk kita semua.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap manusia memiliki payudara, baik pria maupun wanita. Hanya saja
payudara pria dan wanita memiliki fungsi yang sangat berbeda. Payudara
pada pria ada, tapi tidak dapat berkembang. Sementara pada wanita,
payudara akan terbentuk setelah pubertas dan memiliki fungsi yang sangat
penting sebagai sumber produksi air susu ibu (ASI). Mungkin beberapa dari
Anda masih belum mengetahui seperti apa anatomi payudara wanita.
Payudara pada wanita merupakan stuktur berpasangan yang terletak pada
dinding toraks anterior. Payudara mengandung kelenjar susu, fungsi
utamanya untuk menyusui. Kebanyakan payudara wanita tidak simetris, dari
segi ukuran maupun letak.
Jika Anda perhatikan payudara Anda dengan cermat, biasanya ada salah satu
payudara yang lebih besar sedikit atau lebih kecil sedikit. Begitu pula dengan
letaknya, ada yang lebih tinggi atau lebih rendah sedikit, intinya keduanya
tidak berukuran dan berletak sama persis.
Struktur anatomi payudara dapat dibagi menjadi dua, yang pertama struktur
yang dapat Anda lihat dengan mata telanjang yakni anatomi luar payudara.
Sementara bagian yang menyusun payudara terletak di bagian dalam dan
disebut anatomi payudara bagian dalam.
Struktur anatomi payudara bagian luar

1. Korpus (badan payudara)


Yang dimaksud korpus adalah bagian melingkar yang mengalami
pembesaran pada payudara atau bisa disebut dengan badan payudara.
Sebagian besar badan payudara terdiri dari kumpulan jaringan lemak yang
dilapisi oleh kulit.
2. Areola
Areola merupakan bagian hitam yang mengelilingi puting susu. Ada banyak
kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan kelenjar susu. Kelenjar sebasea
berfungsi sebagai pelumas pelindung bagi areola dan puting susu. Bagian
areola inilah yang akan mengalami pembesaran selama masa kehamilan dan
menyusui.
Di bagian dalam areola, terdapat saluran-saluran melebar yang disebut sinus
laktiferus. Sinus laktiferus ini yang bertugas untuk menyimpan susu dalam
payudara ibu selama masa menyusui sampai akhirnya dikeluarkan untuk
bayi. Sel yang berperan dalam pergerakan areola selama masa menyusui
disebut sel myoepithelial, gunanya untuk mendorong keluarnya air susu.
3. Puting susu (papilla)
Puting susu dan areola adalah area payudara yang paling gelap. Puting
terletak dibagian tengah areola yang sebagian besar terdiri dari serat otot
polos, berfungsi untuk membantu puting agar terbentuk saat distimulasi.
Selama masa pubertas anak perempuan, pigmen yang berada di puting susu
dan areola akan meningkat (sehingga warnanya jadi lebih gelap) dan
membuat puting susu semakin menonjol.
Struktur anatomi payudara bagian dalam

1. Jaringan adiposa
Sebagian besar payudara wanita terdiri dari jaringan adiposa atau yang biasa
disebut sebagai jaringan lemak. Jaringan lemak terdapat bukan hanya di
payudara, tapi di beberapa bagian tubuh lainnya.
Pada payudara wanita, jumlah lemak yang akan menentukan perbedaan
ukuran payudara wanita satu dengan lainnya. Jaringan ini juga memberikan
konsistensi yang lembut pada payudara.
2. Lobulus, lobus, dan saluran susu
Lobulus merupakan kelenjar susu, salah satu bagian dalam penyusun korpus
atau badan payudara, yang terbentuk dari kumpulan-kumpulan alveolus
sebagai unit terkecil produksi susu.
Lobulus yang terkumpul kemudian membentuk lobus, dalam satu payudara
wanita umumnya terdapat 12-20 lobus.
Lobus dan lobulus dihubungkan oleh saluran susu yang membawa susu
bermuara ke puting susu (lihat gambar di atas).

3. Pembuluh darah dan kelenjar getah bening


Pembuluh darah dan kelenjar getah bening juga merupakan bagian yang
menyusun payudara. Selain terdiri dari kumpulan lemak, pada payudara juga
terdapat kumpulan pembuluh darah yang berguna untuk menyuplai darah.
Terutama pada ibu hamil dan menyusui, darah membawa oksigen dan nutrisi
ke jaringan payudara kemudian pembuluh darah di payudara bertugas
memasok nutrisi yang dibutuhkan untuk produksi ASI.
Sementara getah bening adalah cairan yang mengalir melalui jaringan yang
disebut sistem limfatik dan membawa sel-sel yang membantu tubuh untuk
melawan infeksi.
Saluran getah bening mengarah ke kelenjar getah bening yang berukuran
kecil yang merupakan bagian dari sistem limfatik.
Kelenjar getah bening terletak di beberapa bagian tubuh seperti di ketiak,
dada, rongga perut, dan di atas tulang selangka.
Pada kasus kanker payudara, sel yang menyebabkan kanker bisa masuk
melalui pembuluh darah atau saluran getah bening. Jika kanker telah
mencapi titik ini, kemungkinan besar sel kanker telah menyebar ke bagian
tubuh yang lain.

Perawatan payudara pada masa nifas merupakan perawatan yang dilakukan


untuk mempersiapkan payudara agar dalam kondisi baik saat menyusui
bayinya, meliputi perawatan kebersihan payudara baik sebelum maupun
sesudah menyusui. Perawatan puting susu yang lecet dan merawat puting
susu agar tetap lemas, tidak keras dan tidak kering. Selain itu akan menjaga
bentuk payudara juga akan memperlancar keluarnya ASI (Suririnah, 2008).
Perawatan payudara setelah melahirkan bertujuan agar payudara senantiasa
bersih dan mudah dihisap oleh bayi. Banyak ibu yang mengeluh bayinya tidak
mau menyusu, bisa jadi ini disebabkan oleh faktor teknis seperti puting susu
yang masuk atau posisi yang salah. Selain faktor teknis ini tentunya Air Susu
Ibu juga dipengaruhi oleh asupan nutrisi dan kondisi psikologis ibu (Saryono,
2009). Pada tahun 2005 Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa
jumlah kasus infeksi payudara yang terjadi pada wanita seperti kanker,
tumor, mastitis, penyakit fibrocustic terus meningkat, dimana penderita
kanker payudara mencapai hingga lebih 1,2 juta orang yang terdiagnosis, dan
12% diantaranya merupakan infeksi payudara berupa mastitis pada wanita
pasca post partum. Data ini kemudian didukung oleh The American Cancer
Society yang memperkirakan 211.240 wanita di Amerika Serikat akan
didiagnosis menderita kanker payudara invasive (stadium I-IV) tahun ini dan
40.140 orang akan meninggal karena penyakit ini. Sebanyak 3 persen kasus
kematian wanita di Amerika disebabkan oleh kanker payudara. Sedangkan di
Indonesia hanya 0,001/100.000 angka kesakitan akibat infeksi berupa
mastitis (Depkes RI, 2008). Berdasarkan laporan dari Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2008 – 2009 menunjukkan bahwa 55% ibu
menyusui mengalami mastitis dan puting susu lecet, kemungkinan hal
tersebut disebabkan karena perawatan payudara yang tidak benar.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh badan penelitian dan pengembangan
di bidang kesehatan, pada tahun 2010 didapatkan 46% ketidak lancaran ASI
terjadi akibat perawatan payudara yang kurang, 25% akibat frekuensi
menyusui yang kurang dari 8x/hari, 14% akibat BBLR, 10% akibat prematur,
dan 5% akibat penyakit akut maupun kronis (Depkes, 2010). Sedangkan di
Kabupaten Ponorogo tahun 2014 bulan Desember dari hasil Studi
Pendahuluan 10 orang ibu nifas primipara didapatkan 4 dari 6 orang
mengalami puting susu lecet. Masalah menyusui sering terjadi terutama
pada ibu-ibu yang baru pertama kali mempunyai seorang bayi atau
masyarakat yang kurang pengetahuan tentang perawatan payudara yang
benar. Selain itu faktor penyebab dilakukan perawatan payudara adalah
payudara bengkak (engorgement), kelainan puting susu (puting susu datar
dan puting susu terpendam atau tertarik ke dalam) , puting susu nyeri (sore
nipple) dan puting susu lecet (cracked nipple), saluran susu tersumbat
(obstructive duct), radang payudara (mastitis), abses payudara, air susu ibu
kurang lancar keluar. Pada sebuah penelitian tentang keberhasilan ibu
menyusui, terdapat faktor penting tentang perawatan payudara, hal ini
terbukti dengan diperolehnya data dari 115 ibu postpartum yang terbagi
dalam dua kelompok, dimana angka keberhasilan menyusui pada 50 ibu yang
tidak melakukan perawatan payudara adalah 26,8%. Ini sangat rendah jika
dibandingkan dengan 98,1% keberhasilan menyusui dari kelompok ibu yang
melakukan perawatan payudara yang berjumlah 65 orang (Almaglamsyah,
2008). Perawatan payudara bertujuan untuk memelihara kebersihan
payudara terutama kebersihan puting susu sehingga terhindar dari infeksi,
melenturkan dan menguatkan puting susu sehingga bayi mudah menyusu
dan dapat menyusu dengan baik, mengurangi risiko luka saat bayi menyusu,
merangsang kelenjar air susu sehingga produksi asi menjadi lancar,
mengetahui secara dini kelainan puting susu dan melakukan usaha-usaha
untuk mengatasinya, untuk persiapan psikis ibu menyusui dan menjaga
bentuk payudara, dan mencegah penyumbatan pada payudara (Saryono dan
Pramistasari Roischa, 2009). Oleh karena itu penting untuk memberikan
informasi dan mengajarkan cara melakukan perawatan payudara sedini
mungkin pada ibu tentang pentingnya melakukan perawatan payudara
dalam rangka persiapan ibu untuk menyusui pada masa menyusui agar tidak
terjadi masalah seperti ASI sulit keluar, puting susu lecet, puting susu nyeri,
payudara bengkak, mastitis atau abses payudara, dll. Berdasarkan latar
belakang di atas diduga bahwa ketidak lancaran ASI dipengaruhi oleh
pengetahuan perawatan payudara yang kurang. Dari uraian di atas maka dari
itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul persepsi ibu
nifas primipara tentang perawatan payudara.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka rumusan masalah
penelitian ini adalah bagaimanakah persepsi ibu nifas primipara tentang
perawatan payudara?

C. TUJUAN PENELITIAN
Untuk mengetahui persepsi ibu nifas primipara tentang perawatan payudara

D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk mengembangkan dan


menambah pengetahuan yang telah ada yaitu mengenai perawatan
payudara pada ibu nifas primipara agar tidak terjadi mastitis atau puting susu
lecet serta dapat dijadikan sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Manfaat Bagi Peneliti Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah


pengetahuan pengalaman dan wawasan penelitian dan sekaligus untuk
mengasah ketajaman berfikir secara kritis melalui penelitian serta sebagai
media untuk menerapkan ilmu yang telah didapatkan selama kuliah
khususnya manfaat untuk mengetahui persepsi perawatan payudara dan
sebagai sumber data.

b. Manfaat Bagi Ibu Nifas Primipara Hasil penelitian ini diharapkan berguna
untuk ibu sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan perawatan pada
saat nifas khususnya dalam melakukan perawatan payudara, sehingga
produksi ASI lancar, terhindar dari masalah dalam menyusui dan berhasil
dalam program ASI ekslusif.

c. Manfaat Bagi Institusi Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan


sebagai bahan kajian dalam pengajaran mata kuliah asuhan kebidanan pada
ibu nifas.

d. Manfaat bagi tempat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai pentingnya


dilakukan perawatan payudara pada masa nifas sehingga dapat
meningkatkan pelayanan dalam perawatan payudara.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Perawatan Payudara Untuk Mengatasi Menyusui Tidak


Efektif pada Ibu nifas

1. Masa Nifas
Masa nifas merupakan masa atau waktu sejam bayi dilahirkan dan plasenta
keluar lepas dari rahim sampai enam minggu, disertai dengan pulihnya
kembali organ-organ yang berkaitan dengan kandungan yang mengalami
perlukaan dan lain sebagainya yang berkaitan saat melahirkan (Maryunani,
2015).

2. Persalinan Seksio
Sesaria Seksio sesaria merupakan suatu persalinan buatan, janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat
rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram (Jitowiyono &
Kristiyanasari, 2012)

a. Perawatan pre operasi seksio sesaria

1) Persiapan kamar operasi

2) Persiapan pasien

a) Pasien telah dijelaskan tentang prosedur operasi

b) Informed consent telah ditanda tangani oleh pihak keluarga pasien


c) Perawat memberikan support kepada pasien

d) Daerah yang akan di insisi telah dibersihkan

e) Pemeriksaan tanda-tanda vital dan pengkajian untuk mengetahui


penyakit yang pernah diderita oleh pasien

f) Pemeriksaan laboratorium ( darah, Urine)

g) Pemeriksaan USG

h) Pasien puasa selama 6 jam sebelum dilakukan tindakan operasi

2. Perawatan post operasi seksio sesaria

1) Analgesia Perempuan dengan ukuran tubuh rata-rata dapat disuntik 75


mg meperidin setiap 3 jam sekali, bila diperlukan untuk mengatasi rasa sakit
atau dapat disuntikkan dengan cara serupa 10 mg morfin.

2) Tanda-tanda vital Tanda- tanda vital harus diperiksa 4 jam sekali.

3) Terapi cairan dan diet Pemberian larutan RL sebanyak 3 liter, terbukti


cukup selama pembedahan dan dalam 24 jam pertama berikutnya.

4) Vesika urinarius dan usus Kateter dapat dilepaskan setelah 12 jam post
operasi atau pada keesokan paginya setelah operasi.

5) Ambulansi Pada hari pertama setelah operasi, pasien dengan bantuan


perawatan dapat bangun dari tempat tidur sebentar, sekurang-kurang 2 kali,
pada hari kedua pasien dapat berjalan dengan pertolongan.

6) Perawatan luka Luka insisi di inspeksi setiap hari untuk mencegah


terjadinya infeksi.

7) Laboratorium Secara rutin hematokrit diukur pada pagi setelah operasi.


Hematokrit harus segera di cek kembali bila terdapat kehilangan darah yang
tidak biasa atau keadaan lain yang menunjukkan hypovolemia.
8) Perawatan payudara Pemberian ASI dapat dimulai pada setelah operasi.
Perawatan payudara dilakukan untuk memperlancar pengeluaran ASI pada
ibu post operasi.

9) Memulangkan pasien dari rumah sakit Pasien yang baru melahirkan


dengan tindakan operasi mungkin lebih aman bila diperbolehkan pulang dari
pihak rumah sakit. Pasien diperbolehkan pulang pada hari ke empat post
operasi.

3. Pengertian Perawatan Payudara


Perawatan payudara merupakan suatu tindakan untuk merawat payudara
terutama pada masa nifas untuk memperlancar pengeluaran ASI
(Kumalasari, 2015). Perawatan payudara tidak hanya dilakukan sebelum
melahirkan, tetapi dilakukan setelah melahirkan. Perawatan yang dilakukan
terhadap payudara bertujuan melancarkan sirkulasi darah dan mencegah
sumbatan saluran susu sehingga memperlancar pengeluaran ASI (Roito H
and Mardiah, 2008).
a. Tujuan perawatan payudara pada ibu nifas dengan seksio sesaria. Menurut
(Maryunani, 2015), tujuan perawatan payudara diantaranya:

1) Memperbaiki sirkulasi darah.

2) Menjaga kebersihan payudara, terutama kebersihan puting susu agar


terhindar dari infeksi.

3) Menguatkan alat payudara, memperbaiki bentuk puting susu sehingga


bayi menyusui dengan baik.

4) Dapat merangsang kelenjar air susu, sehingga produksi ASI menjadi lancar.

5) Untuk mengetahui secara dini kelainan pada puting susu ibu dan
melakukan usaha untuk mengatasinya.

6) Mempersiapkan psikologis ibu untuk menyusui.

7) Mencegah pembendungan ASI.


b. Manfaat perawatan payudara bagi ibu nifas dengan seksio sesaria.

Menurut (Kumalasari, 2015) manfaat perawatan payudara diantaranya:

1) Memelihara kebersihan payudara ibu sehingga bayi mudah menyusui.

2) Melenturkan dan menguatkan puting susu sehingga bayi mudah menyusu

3) Mengurangi resiko luka saat bayi menyusu.

4) Dapat merangsang kelenjar air susu sehingga produksi ASI menjadi lancar.

5) Persiapan pisikis ibu menyusui dan menjaga bentuk payudara.

6) Mencegah penyumbatan pada payudara.

c. Akibat yang timbul jika tidak melakukan perawatan payudara Menurut


(Kumalasari, 2015) akibat yang timbul jika tidak melakukan perawatan
payudara diantaranya:

1) Anak susah menyusu karena payudara yang kotor.

2) Puting susu tenggelam sehingga bayi susah menyusu.

3) ASI akan lama keluar sehingga berdampak bayi.

4) Produksi ASI terbatas karena kurang dirangsang melalui pemijatan dan


pengurutan.

5) Terjadinya pembengkakan, peradangan pada payudara dan kulit payudara


terutama pada bagian puting mudah lecet. d. Langkah-langkah perawatan
payudara Menurut (Kumalasari, 2015) langkah perawatan payudara
diantaranya:

1) Persiapkan ibu

a) Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir

b) Buka pakian

2) Persiapkan alat
a) Handuk

b) Kapas yang dibentuk bulat

c) Minyak kelapa atau baby oil

d) Waslap atau handuk kecil untuk kompres

e) Baskom dua yang masing-masing berisi air hangat dan air dingin

3) Pelaksanaan

a) Buka pakian ibu, lalu letakkan handuk di atas panggkuan ibu tutuplah
payudara dengan handuk

b) Buka handuk pada daerah payudara dan taruh di pundak ibu

c) Kompres puting susu dengan menggunakan kapas minyak selama 3-5


menit agar epitel yang lepas tidak menumpuk, lalu bersihkan kerak-kerak
pada puting susu

d) Bersihkan dan tariklah puting susu keluar terutama untuk puting susu ibu
datar e) Ketuk-ketuk sekeliling puting susu dengan ujung-ujung jari

4) Teknik Pengurutan Payudara

a) Pengurutan I

(1) Licinkan kedua tangan dengan baby oil

(2) Menyokong payudara kiri dengan tangan kiri, lakukan gerakan kecil
dengan dua atau tiga jari tangan, mulai dari pangkal payudara dengan
gerakan memutar berakhir pada daerah puting ( dilakukan 20-30 kali)

b) Pengurutan II

Membuat gerakan memutar sambil menekan dari pangkal payudara dan


berakhir pada puting susu (dilakukan 20-30 kali) pada kedua payudara.

c) Pengurutan III
Meletakkkan kedua tangan di antara payudara, mengurut dari tengah ke atas
sambil mengangkat kedua payudara dan lepaskan keduanya berlahan.

d) Pengurutan IV

(1) Mengurut payudara dengan sisi kelingking dari arah pangkal ke arah
putting.

(2) Payudara dikompres dengan air hangat lalu dingin secara bergantian kira-
kira lima menit.

(3) Keringkan dengan handuk dan pakailah BH khusus yang dapat menopang
dan menyanggga payudara.

4. Pengertian Menyusui tidak Efektif


Menyusui tidak efektif merupakan kondisi dimana ibu dan bayi mengalami
ketidakpuasan atau kesukaran pada proses menyusui (Tim Pokja SDKI DPP
PPNI, 2016). Kegagalan dalam proses menyusui disebabkan karena timbul
beberapa masalah, baik masalah pada ibu maupun masalah pada bayi.
Masalah dari ibu yang timbul selama menyusui dapat dimulai sejak sebelum
pesalinan, pada masa pasca persalinan dini, dan masa pasca persalian lanjut
(Maryunani, 2015).

Menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016) penyebab menyusui tidak efektif
ada dua yaitu fisiologis dan situasional : a. Penyebab menyusui tidak efektif
dari fisiologis diantaranya :

1) Ketidakadekuatan suplai ASI

2) Hambatan pada neonates (mis. prematuritas, sumbing)

3) Anomali payudara ibu ( mis. puting yang masuk ke dalam)

4) Ketidakadekuatan refleks oksitosin

5) Ketidakadekuatan refleks menghisap bayi

6) Payudara bengkak
7) Riwayat operasi payudara

8) Kelahiran kembar b. Penyebab menyusui tidak efektif dari situasional


diantaranya :

1) Tidak rawat gabung

2) Kurang terpapar informasi tentang pentingnya menyusui adan metode


menyusui

3) Kurang dukungan keluarga

4) Faktor budaya

5. Fisiologi Laktasi atau Proses Menyusui


Laktasi atau menyusui mempunyai dua pengertian diantaranya, yaitu
produksi ASI dan pengeluaran ASI. Payudara mulai dibentuk sejak embrio
berumur 18-19 minggu, dan baru selesai ketika mulai menstruasi, dengan
terbentuknya hormon estrogen dan progresteron yang berfungsi untuk
maturasi alveoli. Sedangkan hormon prolaktin adalah hormon yang berfungsi
untuk produksi ASI selain hormon lain seperti insulin, tiroksin dan sebagainya
(Maryunani, 2015).

Selama masa kehamilan, hormon prolaktin dari plasenta meningkat, tetapi


ASI biasanya belum keluar karena masih dihambat oleh kadar estrogen yang
tinggi. Pada hari kedua atau ketiga pasca persalinan, kadar estrogen dan
progresteron turun derastis, sehinggga pengaruh prolaktin lebih dominan
dan pada saat inilah mulai terjadi sekresi ASI. Dengan menyusukan lebih dini,
terjadinya perangsangan puting susu, terbentuklah prolaktin dan hipofisis,
sehingga sekresi ASI lebih lancar (Maryunani, 2015). a. Terdapat dua refleks
penting dalam proses laktasi yaitu refleks prolaktin dan refleks aliran, yang
timbul akibat perangsangan puting susu oleh hisapan bayi (Maryunani, 2015)
1) Refleks prolaktin Puting susu berisi banyak ujung saraf sensoris. Bila saraf
tersebut dirangsang, timbul implus yang menuju hipotalamus, yaitu
selanjutnya ke kelenjar hipofisis depan sehingga kelenjar ini mengeluarkan
hormon prolaktin. Hormon tersebut yang berperan dalam produksi ASI di
tingkat alveoli. refleks prolaktin muncul setelah menyusui dan menghasilkan
susu untuk proses menyusui berikutnya. Prolaktin lebih banyak dihasilakan
pada malam hari dan refleks prolaktin menekan ovulasi. Dengan demikian,
mudah dipahami bahwa makin sering rangsangan penyusuan, makin banyak
ASI yang dihasilkan. 2) Refleks Aliran ( Let Down Reflex). Rangsangan puting
susu tidak hanya diteruskan sampai ke kelenjar hipofisis depan, tetapi juga
ke kelenjar hipofisis bagian belakang yang mengeluarkan hormon oksitosin.
Hormon oksitosin berfungsi yaitu memacu kontraksi otot polos yang ada di
dinding alveolus dan dinding saluran, sehingga ASI dipompa keluar. Makin
sering menyusui, pengosongan alveolus dan saluran makin baik sehingga
kemungkinan terjadinya bendungan ASI makin kecil, dan menyusui akan
makin lancar. Saluran ASI yang mengalami bendungan tidak hanya
mengganggu dalam proses menyusui, tetapi juga berakibat mudah terkena
infeksi pada payudara. b. Tiga refleks penting dalam mekanisme hisapan bayi
yaitu refleks menangkap (Rooting reflex), refleks menghisap dan refleks
menelan yang diuraikan sebagai berikut :

1) Refleks menangkap (rooting reflex) Refleks menangkap timbul bila bayi


baru lahir tersentuh pipinya, bayi akan menoleh kearah sentuhan. Bila
bibirnya dirangsang dengan papilla mammae, maka bayi akan membuka
mulut dan berusaha untuk menangkap puting susu.

2) Refleks menghisap Refleks menghisap timbul apabila langit-langit mulut


bayi tersentuh, biasanya oleh puting susu. Supaya puting mencapai bagian
belakang palate, maka sebagian besar areola harus tertangkap mulut bayi.
Dengan demikian, maka sinus laktiferus yang berada di bawah areola akan
tertekan antara gusi, lidah dan palate, sehingga ASI terperas keluar.

3) Refleks menelan Bila mulut bayi terisi ASI, maka bayi akan menelannya.

6. Masalah- Masalah Dalam Menyusui


a. Masalah menyusui pada masa pasca persalianan dini Pada masa pasca
persalinan dini, kelainan yang sering terjadi antaranya: puting susu datar
atau terbenam, puting susu lecet, payudara bengkak (bendungan ASI),
saluran susu tersumbat dan mastitis atau abses menurut (Kumalasari, 2015) :
1) Puting susu lecet Pada keadaan ini, sering kali sesorang ibu menghentikan
menyusui karena putingnya sakit, juga bisa disebabkan karena perlekatan
kurang tepat. Dalam hal ini, yang perlu dilakukan oleh ibu adalah mengecek
bagaimana perlekatan ibu dan bayi, serta mengecek apakah terdapat infeksi
candida (mulut bayi perlu dilihat). Biasanya kulit merah, berkilat, kadang
gatal, terasa sakit yang menetap, dan kulit kering bersisik (flaky). Pada
keadaan putting susu lecet, yang kadang kala retakretak atau luka, maka
dapat dilakukan cara- cara seperti berikut:

a) Ibu dapat terus memberikan ASI-nya pada keadaan luka tidak begitu sakit.

b) Olesi puting susu dengan ASI akhir, jangan sekali-sekali memberikan obat
lain, seperti krim, salep, dan lain-lain

c) Puting susu yang sakit dapat diistirahatkan untuk sementara waktu kurang
lebih 1 x 24 jam, dan biasanya akan sembuh sendiri dalam waktu sekitar 2 x
24 jam

d) Selama puting susu diistirahatkan, sebaiknya ASI tetap dikeluarkan dengan


tangan dan tidak dianjurkan dengan alat pompa karena akan nyeri.

e) Cuci payudara sekali saja sehari dan tidak dibenerkan untuk


menggunakan sabun

2) Payudara bengkak Sebelumnya, perlu dibedakan antara payudara penuh,


karena berisi ASI (bendungan ASI) dan payudara bengkak. Pada payudara
penuh, gejala yang dirasakan pasien adalah rasa berat pada payudara, panas
dan keras, sedangkan pada payudara bengkak, akan terlihat payudara udem,
pasien merasakan sakit, puting susu kencang, kulit mengkilat walau tidak
merah, ASI tidak keluar bila diperiksa atau diisap, dan badan demam setelah
24 jam. Hal tersebut terjadi disebabkan karena beberapa hal, antarannya
yaitu produksi ASI meningkat, terlambat menyusukan dini, perlekatan kurang
baik, mungkin kurang sering ASI dikeluarkan, mungkin juga ada pembatasan
waktu menyusui. Untuk mencegah maka diperlukan seperti menyusui dini,
perlekatan yang baik, dan menyusui “ On Demand”, dimana bayi harus lebih
sering disusui. Hal-hal yang perlu dilakukan untuk mengatasi payudara
bengkak ini antara lain:

a) Apabila terlalu tegang atau bayi tidak dapat menyusui sebaiknya ASI
dikeluarkan dahulu, agar ketegangan menurun

b) Untuk merangsang reflex oxytocin maka dilakukan :

(1) Kompres panas untuk menyurangi rasa sakit

(2) Ibu harus rileks

(3) Pijat leher dan punggung belakang ( sejajar dengan payudara)

(4) Pijat ringan pada payudara yang bengkak ( pijat pelan-pelan kearah
tengah)

(5) Stimulasi payudara dan puting. Caranya, pegang puting dengan dua jari
pada arah yang berlawanan, kemudian putar puting dengan lembut searah
jarum jam.

c) Selanjutnya kompres dingin pasca menyusui, untuk menyurangi udem

d) Pakailah BH yang sesuai dengan ukuran dan bentuk payudara, yang dapat
menyangga payudara dengan baik.

e) Bila terlalu sakit dapat diberikan obat analgetik

3) mastitis atau abses payudara mastitis adalah peradangan pada payudara.


Ada 2 jenis mastitis yaitu, noninfective mastitis (karena pembendungan ASI /
milk stasis) dan infective mastitis (telah terinfeksi bakteri). Gejala yang
ditemukan adalah Payudara menjadi merah, bengkak kadang kala diikuti rasa
nyeri dan panas, suhu tubuh meningkat didalam terasa ada masa padat, dan
di luarnya kulit menjadi merah. Kejadian ini terjadi pada masa nifas 1-3
minggu setelah persalinan, diakibatkan oleh sumbatan saluran susu yang
berlanjut disebabkan kebiasan menekan payudara dengan jari atau karena
tekanan baju/BH oleh karena, pengeluaran ASI yang kurang baik pada
payudara yang besar, terutama pada bagian bawah payudara yang
mengantung.

a) Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi mastitis, antara


lain:

(1) Kompres hangat dan pemijatan

(2) Rangsang Oxsytocin dimulai pada payudara yang tidak sakit,yaitu


stimulasi puting, pijat leher-punggung dan lain-lain

(3) Pemberian antibiotic : flucloxacilin atau erythromucin selama 7-10 hari

(4) Bila perlu bisa diberikan istirhat total dan obat untuk penghilang rasa
nyeri

(5) Kalau sudah terjadi abses sebaiknya payudara yang sakit tidak boleh
disusukan karena mungkin memerlukan tindakan bedah.

b. Masalah menyusui dalam keadaan khusus

Menurut (taufan, nurrezki, desi, wilis, 2014) masalah menyusui dalam


keadaan khusus diantaranya:

1) Ibu melahirkan dengan seksio sesaria Meskipun seorang ibu menjalani


persalinan sesar tapi ada juga mempunyai keinginan kuat untuk tetap ada
juga yang mempunyai keinginan kuat untuk tetap memberikan ASI pada
bayinya. Namun demikian, ada beberapa keadaan yang dapat
mempengaruhi ASI baik langsung maupun tidak langsung diantaranya
pengaruh pembiusan saat operasi, dan psikologi ibu. Ibu dengan pasca
persalinan sesar tetap dapat memberikan ASI-nya.

2) Ibu sakit Ibu sakit bukan merupakan alasan untuk berhenti menyusui.
Melainkan dengan tetap menyusui, karena ASI dapat melindungi bayi dari
penyakit. Pada saat ibu sakit diperlukan bantuan dari orang lain untuk
merawat bayi dan rumah tangga. Dengan harapan, ibu tetap mendapatkan
istirahat yang cukup. Periksalah ke tenaga kesehatan terdekat, untuk
mendapat pengobatan yang tidak mempengaruhi ASI maupun bayi.
3) Ibu penderita hepatitis dan ibu penderita HIV/AIDS Perbedaan pandangan
mengenai penularan penyakit HIV/AIDS atau hepatitis melalui ASI dari ibu
pederita kepada bayinya. Dari beberapa pendapat bahwa ibu penderita
HIV/AIDS atau hepatitis tidak diperkenankan untuk menyusui bayinya.
Namun demikian, menurut WHO ibu penderita HIV/ AIDS tetap dianjurkan
memberikan ASI kepada bayinya dengan berbagai pertimbangan diantaranya
faktor ekonomi, atau aspek kesehatan ibu.

4) Ibu penderita TBC paru Ibu penderita TBC paru tetap dianjurkan untuk
menyusui bayinya, karena kuman TBC tidak ditularkan melalui ASI melainkan
melalui udara. Ibu tetap diberikan pengobatan TBC paru secara adekuat dan
diajarkan cara pencegahan pada bayi dengan menggunakan masker. Bayi
diberikan INH sebagai profilaksis. Pengobatan yang diberikan pada ibu
dilakukan kurang lebih 3 bulan kemudian dilakukan uji Mantoux pada bayi.
Bila hasilnya negatif terapi INH dihentikan dan imunisasi bayu dengan
vaksinasi BCG.

5) Ibu penderita diabetes Bayi tetap diberikan ASI, namun harus


memperhatikan kadar gula darah ibu atau kadar gula tetap dimonitor

6) Ibu yang memerlukan pengobatan Ibu menyusui menghentikan


pemberian ASI karena ibu mengkonsumsi obat-obatan. Dengan alasan, obat-
obatan yang ibu minum dapat mengganggu bayi dan kadar ASI. Namun
demikian, ada beberapa jenis obat-obatan tertentu yang sebaiknya tidak
diberikan pada ibu menyusui. Apabila ibu memerlukan obat, berikan obat
yang masa paruh obat pendek dan mempunyai resio ASI-plasma kecil atau
dicari obat alternatif yang tidak berakibat pada bayi maupun ASI.

7) Ibu hamil Pada saat ibu masih menyusui, kadang hamil lagi. Dalam hal ini
tidak membahayakan bayi ibu maupun bayi, asalkan asupan gizi pada saat
menyusui dan hamil terpenuhi. Namun demikian, perlu dipertimbangkan
adanya hal-hal yang dapat dialami diantanya puting susu lecet, keletihan, ASI
kurang, rasa ASI berubah dan dapat terjadi kontraksi uterus dari isapan bayi.
B. Konsep Asuhan Kebidanan Prosedur Perawatan Payudara
Untuk Mengatasi Menyusui Tidak Efektif
1. Pengkajian Pengkajian merupakan mengumpulkan semua data yang
dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan pasien. Langkah pertama yaitu
untuk mengumpulkan semua informasi secara akurat dari semua sumber
yang berkaitan dengan kondisi pasien (Ambarwati and Wulandari, 2010).
Pengkajian merupakan tahap awal atau pertama dari proses keperawatan
serta proses pengumpulan data yang secara sistematis dari berbagi sumber
untuk mengevaluasi status kesehatan pasien (Nursalam, 2011).

a. Identitas Identitas klien berisi tentang : nama, umur, pendidikan, pekerjan,


suku, agama, alamat, no RM, nama suami, umur, pendidikan, pekerjaan,
suku, agama, alamat, tanggal pengkajian

b. Keluhan Utama Pada ibu dengan kasus post seksio sesaria keluhan utama
yang timbul yaitu nyeri pada luka operasi.

c. Riwayat menstruasi Berapa umur menarche pertama kali, berapa lama


haid, jumlah darah yang keluar, konsistensi, siklus haid dan hari pertama
haid terakhir.

d. Riwayat perkawinan Yang perlu ditanyakan adalah usia perkawinan,


perkawinan keberapa, usia pertama kali kawin.

e. Riwayat obstetric

1) Riwayat kehamilan Berapa kali dilakukan pemeriksaan ANC, hasil


laboratorium :USG, darah, urine, keluhan selama kehamilan temasuk situasi
emosional, upaya mengatasi keluhan, tindakan dan pengobatan yang
diperoleh.

2) Riwayat persalinan

a) Riwayat persalinan saat ini : kapan mulai timbulnya his, pembukaan


lengkap, bagaimana kondisi ketuban, berapa lama persalinan, persalinan
dengan epistomi atau tidak, observasi kondisi perineum dan jaringan sekitar
vagina, dilakukan anastesi atau tidak, panjang tali pusat, lama pengeluaran
placenta, kelengkapan placenta, jumlah pendarahan.

b) Riwayat new born : apakah bayi lahir spontan atau dengan induksi/
tidakan khusus, kondisi bayi saat lahir (langsung menangis atau tidak),
apakah membutuhkan resusitasi, nilai APGAR skor, jenis kelamin bayi, BB,
panjang badan, kelainan kongnital, apakah dilakukan boding attatchment
secara dini dengan ibunya, apakah lansung diberikan ASI atau susu formula.

c. Riwayat KB dan perencanaan keluarga Tanyakan pengetahuan ibu dan


pasangannya tentang KB, jenis-jenis kontrasepsi, kontrasepsi apa yang
pernah digunakan, rencana penambahan anggota keluarga dimasa
mendatang.

d. Riwayat kesehatan keluarga Adakah anggota keluarga yang menderita


penyakit yang diturunkan secara generic, menular, kelainan congenital atau
gangguan kejiwaan yang pernah diderita oleh keluarga.

e. Pola kebutuhan sehari-hari

1) Bernafas : pada pasien dengan seksio sesaria tidak terjadi kesulitan dalam
menarik nafas.

2) Pola nutrisi (makan dan minum) : pada pasien post seksio sesaria tanyakan
berapa kali makan sehari dan beberapa minum dalam sehari.

3) Pola istirahat dan tidur : lamanya, kapan, rasa tidak nyaman yang
mengganggu istirahat, penggunaan selimut, lampu atau remang-remang
atau gelap, apakah mudah terganggu dengan suara-suara, posisi saat tidur
(penekanan pada perineum). Pasien post seksio sesaria biasanya terjadi
gangguan pola istirahat tidur dikarenakan adanya nyeri pasca pembedahan.

4) Pola eliminasi : adakah inkontinensia, hilangnya kontrol blas, terjadinya


over distensi blass atau tidak atau retensi urine karena rasa takut luka
episiotomi, apakah perlu bantuan saat BAK. Bagaimana pola BAB, frekuensi,
konsistensi, rasa takut BAB karena luka perineum, kebiasaan penggunaan
toilet. Biasanya pasien post seksio sesaria belum melakukan BAB, sedangkan
BAK menggunakan dower kateter yang ditambung di urine bag.

5) Personal hyiene : pola mandi, kebersihan mulut dan gigi, penggunaan


pembalut dan kebersihan genitalia, pola berpakian, tatarias rambut dan
wajah.

6) Gerak dan aktifitas : kemampuan mobilisasi beberapa saat setelah


melahirkan, kemampuan merawat diri dan melakukan eliminasi, kemampuan
bekerja dan menyusui. Pada post seksio sesaria terjadi gangguan gerak dan
aktivitas oleh karena pengaruh anastesi pasca pembedahan.

7) Kebersihan diri : pada pasien post seksio sesaria kebersihan diri dibantu
oleh perawat dikarenakan pasien belum bisa melakukan secara mandiri.

8) Berpakian : pada pasien post seksio sesaria biasanya menganti pakian


dibantu oleh perawat karena kondisi sayatan pada perut.

9) Rasa nyaman : pada pasien post seksio sesaria akan mengalami


ketidaknyamanan yang dirasakan pasca melahirkan.

10) Rekreasi dan hiburan : situasi atau tempat yang menyenangkan. Ibu post
seksio sesaria biasanya belum bisa berekreasi.

11) Kubutuhan belajar : kaji tingkat pengetahuan ibu tentang perawatan post
partum terutama untuk ibu dengan seksio sesaria meliputi perawatan luka,
perawatan payudara, kebersihan vulva, nutrisi, seksual serta hal-hal yang
perlu diperhatikan pasca pembedahan. Disamping itu perlu ditanyakan
tentang perawatan bayi diantanya memandikan bayi, merawat tali pusat dan
cara menyusui yang benar.

12) Ibadah : kaji kepercayaan atau keyakinan ibu terhadap tuhan.

Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum : observasi suhu, tekanan darah, nadi, respirasi, tingkat


kesadaran, tinggi badan dan berat badan.
2) Pemeriksaan kepala dan wajah : konjungtiva dan sclera mata normal atau
tidak

3) Pemeriksaan leher : ada tidaknya pembesaran kelenjar tiroid.

4) Pemeriksaan thorax : ada tidaknya ronchi atau wheezing, bunyi jantung.

5) Data fokus pengkajian pada menyusui tidak efektif Pemeriksaan dada :


pengkajian payudara pada awal postpartum meliputi penampilan dan
integritas puting susu memar atau iritasi jaringan payudara, adanya
kolostrum, apakah payudara terisi air susu dan adanya sumbatan duktus,
kongesti dan tanda-tanda mastitis potensial, bentuk payudara simetris atau
tidak, kebersihan payudara, pengeluaran ASI lancar atau tidak (Maryunani,
2015).

6) Pemeriksaan abdomen : tinggi fundus uteri, bising usus, kontraksi, luka


seksio sesaria, linea dan diastasi rectus abdominis.

7) Genetalia : kebersihan vulva, lokhea, karakteristik dan pada ibu post


seksio sesaria biasanya menggunakan dower kateter.

8) Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah : ada tidaknya oedema,ada


tidaknya varises, simetris atau tidak dan CRT kurang dari 2 detik atau lebih.

9) Data penunjang : pemeriksaan darah lengkap meliputi pemeriksaan


hemoglobin (Hb), hematokrit ( HCT), dan sel darah putih ( WBC).
BAB III
PENUTUP
Masa nifas (Puerperium) adalah dimulai plasenta lahir dan berakhir ketika
alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil. Masa nifas berlangsung
selama kira-kira 6 minggu atau 42 hari, kandungan pada keadaan normal
(Ambrawati & Wulandari, 2009). Setelah masa, organ reproduksi secara
perlahan akan mengalami perubahan seperti sebelum hamil. Setelah masa
nifas perlu mendapat perhatian lebih dikarenakan angka kematian ibu 60%
terjadi pada masa nifas. Dalam angka kematian ibu (AKI) adalah penyebab
banyaknya wanita meninggal dari suatu penyebab kurangnya perhatian pada
wanita post partum (Maritalia, 2012).

Di negara berkembang seperti Indonesia, masa nifas merupakan masa yang


kritis bagi ibu yang sehabis melahirkan diperkirakan bahwa 60% kematian ibu
terjadi setelah persalinan dan 50% diantaranya terjadi dalam selang waktu
24 jam pertama (Prawirardjo, 2006). Tingginya kematian ibu nifas
merupakan masalah yang kompleks yang sulit diatasi. AKI merupakan
sebagai pengukuran untuk menilai keadaan pelayanan obstretri disuatu
negara bila AKI masih tinggi berarti pelayanan obstretri masih buruk,
sehingga memerlukan perbaikan. Dari laporan WHO di Indonesia merupakan
salah satu angka kematian ibu tergolong tinggi yaitu 420 per 100.000
kelahiran hidup, bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya.

Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2008- 2009


menunjukkan bahwa 55% ibu menyusui mengalami lecet, kemungkinan hal
tersebut disebabkan karena kurangnya perawatan payudara selama masa
nifas (Dinkes, 2008). Di provinsi Jawa Timur tahun 2011 pelaksanaan
perawatan payudara adalah 56,4% demikian juga dengan (Depkes, 2014).
Menyusui bayi adalah satu ekspresi cinta seorang ibu, tetapi banyak
kesulitan yang dialami seorang ibu dalam pelaksanaannya. Kesulitan yang
terjadi antara lain puting datar atau terbenam, puting lecet, payudara
bengkak, saluran susu tersumbat, mastitis dan abses pada payudara.
Masalah payudara yang sering terjadi pada masa nifas sebenarnya dapat
dicegah dengan dilakukannya perawatan payudara sebelum dan setelah
melahirkan (Anggraini, 2011). Perawatan yang dilakukan terhadap payudara
bertujuan untuk melancarkan sirkulasi darah dan mencegah tersumbatnya
saluran susu sehingga memperlancar pengeluaran ASI. Pelaksanaan
perawatan payudara hendaknya dimulai sedini mungkin yaitu 1-2 hari
setelah bayi dilahirkan dan dilakukan dua kali sehari. Perawatan payudara
yang dilakukan meliputi pengurutan payudara, pengosongan payudara,
pengompresan payudara dan perawatan puting susu selama menyusui ada
kalanya timbul masalah yang dialami oleh seorang ibu masalah ini dapat
menggangu keberhasilan dalam menyusui. Padahal makanan bayi baru lahir
sangat tergantung kepada ibunya, karena makanan yang terbaik untuk bayi
adalah ASI (Sulistyawati, 2009).
DAFTAR PUSTAKA
https://stikespanakkukang.ac.id/assets/uploads/alumni/
e3c39bdca97d545d0bac5687755f169e.pdf

http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/2191/3/BAB%20II.pdf

https://hellosehat.com/wanita/penyakit-wanita/panduan-anatomi-
payudara/

Anda mungkin juga menyukai