Anda di halaman 1dari 29

Case Report Session

INVERTED NIPPLE

Annisa Anggraini 1740312081

Windy Asfarika -------------

Pembimbing :

dr. Hj. Ermawati, Sp.OG (K)

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUP M. DJAMIL PADANG

2018
BAB 1

PENDAHULUAN

Menyusui adalah proses alami manusia tetapi tidak sederhana seperti yang

dibayangkan khalayak umum. Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan ini.

Agar menyusui berhasil, setiap ibu harus percaya dapat melakukannya dengan didukung

petunjuk pengetahuan dan manajemen laktasi yang tepat dan benar. Persiapan dini sejak

masa kehamilan hingga menyusui sangat membantu kelancaran proses menyusui secara

keseluruhan.1

Keuntungan dari menyusui semakin terbukti baik untuk ibu dan bayi. Bagi ibu,

menyusui telah terbukti menurunkan perdarahan post partum dan mengurangi resiko

kanker payudara. ASI juga dapat meningkatkan kesehatan anak karena ASI memiliki

nutrisi yang tinggi disertai dengan enzim, hormon, dan senyawa imunologis yang

melindungi bayi dari agen infeksius. Selain itu pemberian ASI telah terbukti

memberikan kontribusi dalam perkembangan neural dan kognitif dari anak.2,3,4

Puting merupakan bagian anatomi yang penting baik untuk fungsi visual,

seksual maupun fungsi nutritif melalui pemberian ASI pada bayi. Banyak masalah yang

sering ditemui berkenaan dengan kelainan puting seperti puting susu terbenam atau

datar, puting susu nyeri atau puting susu lecet dan payudara bengkak. Hal ini

merupakan masalah bagi ibu yang menyusui bayinya dan mengurangi produksi ASI,

sehingga dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan air susu untuk bayinya. Agar

dapat menyusui dengan baik, bayi perlu menghisap tonjolan puting dan hampir seratus

hingga delapan puluh persen dari areola.5


Sekitar 10% dari wanita hamil yang berniat untuk menyusui memiliki inversi

puting. Pada inversi puting terjadi invaginasi sehingga puting tidak menonjol ke luar,

namun puting teretraksi ke dalam parenkim dan jaringan stromal payudara. Inversi

puting tidak sama dengan retraksi. Istilah retraksi diberikan apabila sebagian dari dasar

puting tertarik ke dalam, dimana inversi adalah kasus dimana keseluruhan puting

tertarik ke dalam, dan terkadang tertarik jauh ke dalam dari permukaan payudara.3,6

Meskipun banyak penelitian yang dilakukan untuk meneliti faktor-faktor yang

mempengaruhi pemberian ASI baik pada negara berkembang maupun negara maju,

jarang terdapat penelitian yang didesain untuk melihat efek dari variasi anatomi dari

payudara ibu terhadap pemberian ASI pada bayi. Alexander et al. Menganggap kelainan

puting seperti inversi puting dan puting non protaktil sebagai penyebab dari inisiasi dan

pelaksanaan dari pemberian ASI.7


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Payudara

2.1.1 Puting dan Areola

Kulit dari payudara meliputi puting dan areola dan kulit yang tipis, fleksibel dan

elastis yang menutupi badan payudara. Puting merupakan elevasi konikal pada pusat

areola setinggi celah interkostal keempat, tepat di bawah garis tengah payudara. Puting

terdiri dari serabut otot polos dan kaya akan inervasi serabut sensorik dan serabut nyeri.

Struktur ini memiliki permukaan verukous dan memiliki kelenjar sebasea dan kelenjar

apokrin namun tidak berambut.6,8

Areola mengelilingi puting dan juga sedikit terpigmentasi dan menjadi sangat

terpigmentasi selama kehamilan dan laktasi. Rerata diameter adalah 15 hingga 16 mm,

namun kisaran ini dapat melebihi 5cm saat kehamilan. Inervasi sensorik lebih sedikit

dibanding puting. Puting dan areola sangat elastis dan berelongasi ke papilla mammae

saat tertarik ke mulut oleh isapan bayi.9,10

Permukaan areola mengandung kelenjar Montgomery yang menjadi hipertropi

selama kehamilan dan laktasi dan menyerupai vesikel. Selama laktasi, struktur ini

mensekresikan materi sebasea untuk melubrikasi puting dan areola dan melindungi

jaringan ketika bayi menghisap. Kelenjar ini menjadi atropi setelah penyapihan dan

tidak tampak kasat mata kecuali selama kehamilan atau laktasi.9

Setiap puting mengandung 4 hingga 18 duktus laktiferus, dimana lima hingga

delapan merupakan duktus utama yang dikelilingi oleh jaringan fibromuskular. Duktus

ini berakhir sebagai orifisium kecil (berdiameter 0.4 hingga 0.7 mm) pada ujung puting
dimana air susu keluar. Corpus mammae merupakan konglomerasi secara teratur dari

sejumlah kelenjar independen yang dikenal sebagai lobus. Morfologi dari kelenjar

termasuk parenkim yang mengandung struktur duktular-lobular-alveolar. Ini juga

meliputi stroma, yang terdiri dari jaringan ikat, jaringan lemak, pembuluh darah, syaraf,

dan pembuluh limfatik. Massa dari jaringan payudara terdiri dari kelenjar tuboalveolar

yang menempel pada jaringan adiposa, yang memberi kelenjar kontur yang halus dan

bulat, Bantalan lemak payudara penting untuk proliferasi dan diferensiasi dari

percabangan duktal.8,9,10

Gambar 2.1 Anatomi Payudara


Tiap lobus dipisahkan satu sama lain oleh jaringan ikat, dan membuka ke duktus

yang terbuka pada puting. Ekstensi dari duktus adalah teratur dan terlindungi oleh zona

inhibisi yang mana duktus lain tidak dapat mempenetrasi. Darah disuplai ke payudara

dari cabang-cabang arteri interkostal dan cabang perforata dari arteri torakik interna.

Suplai darah utama diperoleh dari arteri payudara interna dan arteri torakik lateral.

Suplai vena paralel dengan suplai arteri. Drainase limfatik telah diteliti secara detail

oleh peneliti kanker payudara. Drainase utama adalah ke nodus aksiler dan nodus

parasternal bersama dengan arteri torakik di thoraks. Limfatik dari payudara berasal dari

kapiler limfe pada jaringan ikat mammae dan mendrainase substansi yang berada di

dalam payudara.8

Payudara diinervasi dari cabang syaraf interkostal empat, lima, dan enam.

Inervasi sensorik dari puting dan areola adalah ekstensif dan melibatkan baik syaraf

otonom dan sensorik. Inervasi korpus mammae tidak setara bila dibandingkan dan

utamanya adalah syaraf otonom. Serabut parasimpatik dan kolinergik tidak mensuplai

bagian manapun dari payudara. Syaraf eferen adalah simpatetik adrenergik.

Kebanyakan syaraf payudara beriringan dengan arteri. Beberapa serabut berjalan

menyusuri dinding duktus. Ini mungkin serabut sensorik yang merasakan tekanan air

susu. Tidak ada inervasi yang diidentifikasi mensuplai sel mioepitelial. Maka,

kesimpulannya adalah aktivitas sekretorik dari epitel asini dari duktus bergantung pada

stimulasi hormonal, seperti dengan oksitosin. Ketika serabut syaraf distimulasi,

perlepasan prolaktin adenohipofise dan oksitosin neurohipofise terjadi.8,9


2.1.2 Morfologi Kompleks Areola-Puting

Sanuki et al. meneliti tentang morfologi dari kompleks areola-puting dari 600

payudara dari 300 wanita Jepang. Ia membagi morfologi kompleks areola-puting

menjadi 4 klasifikasi berdasarkan tinggi dan diameter puting (Gambar 1). Kompleks

puting dan areola mengandung kelenjar Montgomery, sebuah kelenjar sebaseus yang

besar atau sedang yang secara embriologi merupakan transisi antara kelenjar keringat

dan kelenjar payudara dan mampu mensekresikan ASI. Kelenjar Montgomery terbuka

ke tuberkulum Morgagni, yang merupakan penonjolan papula yang kecil (dengan

diameter 1-2 mm) yang terdapat pada areola. Kompleks ini juga mengandung banyak

ujung syaraf sensorik, otot polos, dan cukup banyak sistem limfatik yang disebut

pleksus subareolar atau pleksus Sappey. Karena kulit dari puting merupakan struktur

yang berhubungan langsung dengan epitel dari duktus, maka keganasan dari duktus

dapat menyebar ke puting.6,8

Gambar 2.2 Penelitian Sanuki tentang morfologi kompleks puting areola


Morfologi kompleks puting dan payudara terbanyak adalah tipe IIs sebesar

60.2% dan temuan puting tipe III sebesar 3.5% setara dengan laporan frekuensi inversi

puting sebesar 2-10%.6

2.2 Fisiologi Laktasi

2.2.1 Laktogenesis

Laktasi merupakan tahap akhir dari siklus reproduktif. Bayi manusia adalah

yang paling immatur dan sangat bergantung dari semua mammalia kecuali

marsupialami, dan maka dari itu payudara memberikan nutrisi yang secara fisiologis

paling cocok yang dibutuhkan oleh bayi manusia setelah lahir. Selama kehamilan,

payudara berkembang dan dipersiapkan untuk mengambil alih peran pemberian nutrisi

secara total ketika plasenta dilahirkan. Payudara dipersiapkan untuk laktasi penuh

setelah 16 minggu gestasi. Adaptasi fisiologis dari kelenjar mammae terhadap perannya

dalam keberlangsungan hidup bayi merupakan proses kompleks.8,9

Kontrol hormonal dari laktasi dapat dijelaskan dalam hubungannya dengan lima

perubahan mayor dalam perkembangan kelenjar mammae: embriogenesis,

mammogenesis atau perkembangan mammae, laktogenesis atau inisiasi sekresi air susu,

laktasi atau sekresi penuh dari air susu, dan involusi.8

Selama kehamilan, hormon menjaga kehamilan dan menghasilkan jaringan

mammae yang siap untuk memproduksi susu namun belum dapat memproduksinya.

Progesteron, prolaktin, dan kemungkinan laktogen plasental berperan dalam

perkembangan alveoli. Progesteron telah diidentifikasi sebagai inhibitor mayor dari

produksi air susu selama kehamilan. Kadar prolaktin pada kehamilan lebih besar dari

200 ng/mL. Tampaknya, kadar prolaktin yang terus tinggi dan penurunan progesteron
diperlukan untuk tahap kedua laktogenesis setelah parturisi. Plasenta merupakan sumber

utama progesteron pada kehamilan.8

Setelah melahirkan, reseptor progesteron di payudara manusia menghilang dan

kadar estrogen turun secara cepat. Sebagai tambahan terhadap prolaktin, insulin dan

kortikoid penting dalam sintesis air susu. Penundaan laktogenesis tampak pada wanita

yang mengalami retensio plasenta, sectio caesar, diabetes, dan stres selama persalinan.

Pada 1940an, Jackson pertama kali menyadari bahwa persalinan yang membuat stres

mempengaruhi pengalaman menyusui awal. Stres mungkin merupakan pencetus

tertundanya laktogenesis dalam keadaan selain retensio plasenta.8,9

Signifikansi konsentrasi sodium yang tinggi pada air susu masih memerlukan

penelitian lebih lanjut. Telah diamati bahwa kadar sodium yang tinggi pada sampel air

susu awal sejalan dengan kehamilan, mastitis, infolusi (penyapihan), kelahiran

prematur, dan inhibisi sekresi prolaktin oleh bromokriptin. Pengamatan ini

menyarankan penutupan junction bergantung pada penghisapan yang memadai atau

pengeluaran air susu yang efektif dalam 3 hari pertama postpartum.9

Jika air susu tidak mulai dikeluarkan dalam 72 jam, perubahan pada komposisi

air susu berkaitan dengan laktogenesis dibalikkan dan kemungkinan keberhasilan laktasi

akan berkurang. Maka usaha klinis yang memfasilitasi hisapan awal oleh bayi yang baru

lahir meningkatkan kemungkinan keberhasilan laktasi. Stimulasi awal dari payudara

dengan pompa sebelum 72 jam postpartum penting jika bayi tidak dapat disusui secara

langsung.9
2.2.2 Let Down (Ejection) Refleks

Refleks let down merupakan kunci terhadap keberhasilan laktasi. Refleks ini,

juga dikenal sebagai refleks ejeksi, pertama kali dijelaskan pada manusia oleh Peterson

dan Ludwick pada 1942, dan setelahnya didemonstrasikan secara klinis oleh Newton

dan Newton disebabkan oleh pelepasan oksitosin oleh pituitari. Sejak saat itu, banyak

perbaruan dalam pemahaman proses yang telah dipublikasi, namun prinsip fundamental

tidak berubah.8

Ibu mungkin dapat memproduksi air susu, namun jika tidak diekskresikan,

produksi lebih lanjut kemudian akan tersupresi. Refleks ini merupakan fungsi kompleks

yang bergantung pada respon hormon, syaraf, dan glandular dan dapat diinhibisi paling

mudah oleh pegaruh psikologis.8,9

Oksitosin adalah hormon yang bertanggung jawab untuk menstimulasi sel

myoepitel untuk berkontraksi dan mengejeksi air susu dari sistem duktal. Duktus

dimulai dari alveoli, yang dikelilingi oleh struktur sel myoepitel yang tersusun seperti

keranjang yang juga mengelilingi duktus dari puting. Ketika bayi menstimulasi

payudara dengan menghisap, impuls dikirim ke sistem syaraf pusat dan ke pituitari

posterior yang menyebabkan pelepasan oksitosin, yang kemudian dibawa ke aliran

darah ke sel myoepitelial. Ini merupakan refleks neuroendokrin.9


Gambar 2.6 Jalur stimulasi pada let down reflex

Newton mendemonstrasikan bahwa nyeri dan stres mengganggu refleks let down

karena proses ini mengganggu dengan pelepasan oksitosin. Kadar adenokortikotropin

dan kortisol plasma menurun pada wanita yang sedang laktasi dibandingkan dengan

wanita non laktasi sebagai respon terhadap stres.9

Prolaktin merupakan pusat dari produksi susu dan meregulasi tingkat sintesis.

Pelepasannya bergantung pada hisapan bayi atau stimulasi puting dengan pompa

mekanis atau ekspresi manual. Prolaktin juga dilepaskan melalui refleks neuroendokrin.

Tidak seperti oksitosin, prolaktin tidak dikeluarkan sebagai akibat dari rangsang suara,

visual, atau bau dari bayi, namun hanya dengan menghisap.8


Gambar 2.7 Skema fisiologi menyusui pada ibu dan bayI

2.3 Inversi Puting

Kelainan kongenital dari payudara dan dinding dada sering ditemui di praktek

klinis. Meski deformitas ini memiliki sedikit dampak pada kapasitas fungsional,

konsekuensi psikologis dapat menjadi serius di pasien dewasa. Mereka dapat

mengalami rasa malu, isolasi sosial, dan kompleksitas selama perkembangan seksual,

dan ini menyebabkan masalah dalam hubungan interpersonal. Beberapa kelainan

kongenital dibagi seperti pada gambar berikut.11


Gambar 3.1 Kelainan kongenital umum dari payudara dan dinding dada

Inversi puting merupakan kelainan yang tampak pada 2% dari populasi umum.

Kelainan ini pertama kali dijelaskan oleh Sir Ashley Cooper pada tahun 1840. Pada

kasus inversi puting secara kongenital, kelainan ini terjadi pada tahap perkembangan

embrionik dari payudara.

Proses pembentukan puting pada embriologi manusia dimulai dengan penebalan

dan penonjolan bagian ektoderm di regio dimana kelenjar akan berada nantinya pada

minggu keempat kehamilan. Penebalan ektoderm menjadi terdepresi ke mesoderm di

bawahnya, sehingga permukaan bagian mammae kemudian menjadi datar dan akhirnya

masuk lebih dalam dari epidermis di sekitarnya. Mesoderm yang berhubungan dengan

pertumbuhan ke dalam dari ektoderm menjadi terkompresi, dan bagian dari mesoderm

ini menjadi tersusun menjadi lapisan konsentris dan nantinya akan menjadi stroma dari

kelenjar. Dengan pembelahan dan percabangan, massa yang tumbuh ke dalam dari sel

ektodermal akan membentuk lobus dan lobulus dan nantinya juga membentuk alveoli.

Saat usia gestasi 16 minggu, tahap percabangan telah menghasilkan 15 hingga 25 garis

epitelial pada fetus yang nantinya akan menjadi alveoli sekretorik. Pada saat gestasi 28

minggu, hormon seksual plasental memasuki sirkulasi fetal dan menyebabkan kanalisasi

pada jaringan mammae fetal. Duktus laktiferus dan cabangnya terbentuk dari
perkembangan di lumen. Duktus ini membuka ke arah depresi dangkal dari epidermal

yang dikenal sebagai mammary pit. Cekungan ini menjadi terelevasi sebagai hasil dari

proliferasi mesenkimal yang membentuk puting dan areola. Inversi puting adalah

kegagalan dari elevasi cekungan ini.8,9

2.3.1 Klasifikasi inversi puting

Inversi puting kongenital dapat diklasifikasikan secara klinis ke dalam tiga

kelompok12:

1. Puting grade I dapat dengan mudah ditarik keluar secara manual dan menjaga

proyeksinya dengan baik tanpa traksi. Puting keluar dengan palpasi ringan di

sekitar areola. Jaringan lunak intak pada bentuk ini dan duktus laktiferus

normal.

2. Puting grade II juga dapat keluar dengan palpasi namun tidak semudah pada

grade I. Puting cenderung teretraksi. Puting memiliki fibrosis sedang dan

duktus laktiferus secara ringan teretraksi namun tidak memerlukan

pemotongan untuk melepaskan fibrosis. Puting ini telah terbukti memiliki

stromata kolagen yang kaya dengan sekumpulan otot polos.

3. Puting grade III merupakan bentuk yang parah dimana inversi dan retraksi

signifikan. Mengeluarkan puting secara manual cukup sulit. Jahitan traksi

diperlukan untuk mempertahankan puting untuk menonjol. Fibrosis di bawah

puting berpengaruh signifikan dan jaringan lunak tidak mencukupi. Pada

pemeriksaan histologis, duktus terminal laktiferus dan unit lobuler menjadi

atropi dan digantikan dengan fibrosis berat.


Inversi puting unilateral atau bilateral dapat menunjukkan variasi normal.

Penting untuk menegakkan bahwa inversi sudah ada sejak lahir atau tidak berubah

selama bertahun-tahun. Inversi puting akibat kongenital adalah tipe yang paling

sering. Prevalensi yang dilaporkan adalah sebesar 2-10%.8,12

Meski demikian, retraksi yang baru terjadi dan/atau inversi dapat merupakan

hasil dari inflamasi kronis atau proses keganasan. Maka dari itu, anamnesa yang

teliti diperlukan untuk menentukan kebutuhan investigasi lebih lanjut dari temuan

ini. Retraksi puting yang didapat beberapa contohnya adalah akibat sekunder dari

operasi payudara sebelumnya, karsinoma yang menginfiltrasi duktus, dan mastitis.

Sindroma seperti sindroma Robinow dan sindroma glikoprotein dengan defisiensi

karbohidrat juga memiliki inversi puting sebagai salah satu ciri dari temuan

sindroma ini.8,11,12

2.3.2 Program Masa Prenatal

Trimester I:

1. Pemeriksaan payudara, untuk mendapatkan adanya kelainan patologis,

seperti tumor, kista, kelainan puting susu.

2. Penyuluhan tentang perawatan dan nutrisi bayi, nutrisi ibu hamil, nutrisi

ibu menyusui, perawatan kesehatan ibu hamil dan nifas, perawatan bayi

dan masalah KB.

Trimester II:

Penyuluhan tentang perawatan payudara (breast care) dan laktasi.


Trimester III:

Perawatan payudara (breast care); perawatan hanya pada korpus. Setelah umur

kehamilan 34 minggu, perawatan payudara dapat mencakup puting susu. Sewaktu

mandi, payudara dibasahi dengan air, puting susu jangan disabuni, kemudian dilap

dengan handuk. Setelah umur kehamilan 34 minggu, puting susu diurut dengan

meletakkan ibu jari dan telunjuk pada dasar puting susu. Tindakan ini akan

mendorong puting susu menonjol keluar. Lakukanlah pengurutan puting susu

sekurang-kurangnya 2 kali dalam sehari. Bila kondisi tempat mengizinkan, ibu

dapat berjemur dengan dada terbuka di ruangan terbuka hingga cahaya matahari

mengenai payudara. Pakailah BH dari bahan katun yang dapat menyangga korpus.

Pada masa menyusui, sebaiknya bagian depan BH terbuka, sehingga putting susu

bebas. Pada malam hari sebaiknya jangan memakai BH.

2.3.3 Perawatan Payudara Di Kamar Bersalin

Payudara dilap dengan air bersih. Bayi baru lahir dibersihkan, tali pusat

dirawat rawat, lendir dalam mulut dan saluran pernafasan diisap, mata jangan

ditetesi dulu dengan nitrate argenti, setelah tindakan ini selesai mulut bayi

dihadapkan ke puting susu.

Bayi dengan nilai Apgar 5 menit pertama dibawah 6, bayi prematur, bayi

dengan kelainan bawaan fistula tracheo esophageal dan obstruksi esophagus, ibu

dengan persalinan operatif, ibu yang mendapat narkose, ibu dengan komplikasi

obsterik (kompilasi persalinan), dan eklampsia, tidak dianjurkan untuk segera

menyusui.
2.3.4 Manajemen Inversi Puting

Masalah mengenai inversi puting bervariasi dari masalah estetika,

fungsional, hingga psikologis. Inversi puting dapat menyebabkan masalah

mekanis pada saat menyusui bayi, meski demikian banyak ibu yang masih dapat

menyusui tanpa kesulitan, kemungkinan hal ini disebabkan oleh perubahan yang

terjadi pada payudara selama kehamilan.11,12

Gambar 3.8 Mekanisme latch on bayi pada puting

Perlekatan kongenital dari puting ke fascia yang mendasari didiagnosa

menggunakan pinch test dengan menekan bagian terluar dari areola; biasanya,

puting akan menonjol keluar. Perlekatan yang berat termanifestasi sebagai inversi

puting. Bentuk yang paling berat ini terjadi kurang dari 1% dari wanita.12

Gambar 3.9 Pinch test untuk mendiagnosa perlekatan


Meski keberhasilan menyusui dapat tercapai pada keadaan yang berat ini,

konsultasi prenatal dan tindak lanjut ketat sangat penting untuk mengidentifikasi

dan menangani transfer air susu yang buruk. Puting datar atau terinversi

kebanyakan jarang mempengaruhi keberhasilan menyusui.8,9,12

Telah dijelaskan tiga metode non pembedahan menangani puting yang

terlekat ini, yaitu: menarik puting, latihan Hoffman, dan cup (shell) payudara.

Pada awal periode neonatal, pompa payudara mungkin membantu pada wanita

dengan puting datar atau terinversi. Payudara secara lembut dipompa pelan hingga

puting tertarik keluar. Bayi kemudian segera didekatkan pada puting. Prosedur

yang sama dilakukan pada sisi lainnya. Biasanya hal ini diperlukan selama

beberapa hari.8,9,11

Metode menarik puting atau dikenal juga dengan nipple rolling (tug and

roll) merupakan intervensi pertama dari inversi puting. Latihan ini dilakukan tiga

hingga empat kali setiap hari. Ibu secara lembut menarik dan menggulirkan puting

keluar dengan jari-jari dan ibujarinya hingga ia merasa terenggang. Rotasikan jari-

jari dan ibu jari di sekitar puting dan kemudian diulang kembali.8,9

Teknik Hoffman dapat dilakukan dengan meletakkan kedua ibu jari pada

dasar puting dan dengan lembut dilakukan gerakan menjauhkan kedua ibu jari

satu sama lain. Latihan menggunakan teknik Hoffman ini dilakukan tiga hingga

empat kali sehari untuk memisahkan adhesi yang mungkin menyebabkan retraksi

atau inversi dari puting. Latihan ini dilakukan dengan arah gerakan kedua ibu jari

secara horizontal dan kemudian dilanjutkan dengan arah gerakan vertikal.7,8


Gambar 3.10 Teknik Hoffman

Penggunaan cup (shell) payudara, dengan ukuran yang sesuai dengan

ukuran bra, memberikan tekanan lembut ke payudara. Penggunaan cup (shell)

payudara ini awalnya digunakan selama satu hingga dua jam per hari, perlahan

penggunaannya semakin lama hingga satu hari penuh. Cup (shell) payudara harus

dilepas saat tidur untuk mencegah terjadinya blokade saluran air susu. Dengan

penekanan lembut dari cup (shell) payudara, puting dan areola akan menonjol ke

bagian tengah dari shell. Pada cup (shell) payudara terdapat lubang udara yang

sebaiknya diposisikan di atas sehingga mencegah kebocoran air susu ke baju.7,8

Gambar 3.11 Breast shell


Jika diperlukan lebih dari beberapa hari, bisa digunakan niplette atau dapat

alternatif yang relatif murah dapat dibuat dari spuit plastik 10 atau 20 ml, ukuran

bergantung pada ukuran puting. Ujung dari spuit dimana jarum terpasang

dipotong dan pendorong dipasang terbalik. Puting diletakkan pada ujung halus

lubang pendorong dari spuit dan traksi lembut diaplikasikan hingga puting

tereversikan. Meski memompa dan suction spuit merupakan solusi praktis, tidak

ada percobaan terkontrol yang mendukung kemanjurannya.7,8,9

Gambar 3.12 Niplette (kiri) dan alat sederhana menggunakan spuit (kanan)

Terdapat pula berbagai macam prosedur yang telah dijelaskan untuk

koreksi pembedahan, akan tetapi terjadinya hiposensitisasi dan kehilangan

kemampuan untuk menyusui merupakan masalah utama dari prosedur

pembedahan ini. Kebanyakan prosedur melibatkan insisi kecil areolar atau insisi

pada dasar puting. Jaringan ikat yang menempel akan terenggangkan namun

seringkali diperlukan pembelahan dari duktus.11,12


BAB 3

LAPORAN KASUS

A. ANAMNESIS

Identitas Pasien

Nama : Ny. S.P

No. MR : 004066

Umur : 31 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu RT

Alamat : Padang

Agama : Islam

Tanggal Masuk RS : 16 Januari 2018

Anamnesis

Keluhan Utama

- Seorang pasien wanita umur 31 tahun masuk KB IGD RSUP Dr. M.

Djamil Padang pada tanggal 16 Januari 2018 dengan diagnosis retensio

plasenta

Riwayat Penyakit Sekarang

- Sebelumnya pasien melahirkan dengan bidan tetapi plasentanya tertahan

- Sakit kepala (-), pandangan kabur (-), nyeri ulu hati (-)

- Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari (-)

- Keluar air air yang banyak dari kemaluan (-)

- Keluar lendir campur darah dari kemaluan (-)


- Keluar darah yang banyak dari kemuan (+)

- Pasien sudah tidak haid sejak 9 bulan yang lalu, HPHT lupa, TP sulit

ditentukan

- Gerakan anak dirasakan sejak 5 bulan yang lalu

- RHM dan RHT: mual (-), muntah (-), perdarahan (-)

- ANC kontrol ke bidan dan puskesmas. Tidak pernah didapatkan tekanan

darah tinggi. Payudara tidak diperiksa.

- Riwayat menarche usia 13 tahun, siklus 28 hari, lama 3-4 hari, ganti duk

2-3x/hari, nyeri haid (-)

Riwayat Kehamilan/Persalinan/Abortus dan Nifas

- Riwayat kehamilan/abortus/persalinan: 2/2/0/2

- 1. 2009, laki laki, 2900 gr, dibantu bidan, hidup

- 2. 2018, perempuan, 3000 gr, dibantu bidan, hidup

Riwayat Penyakit Dahulu

- Pasien tidak ada riwayat penyakit HT,DM, paru, jantung, hati, ginjal dan alergi.

Riwayat Penyakit Keluarga

- Keluarga pasien tidak ada menderita penyakit keturunan, menular dan kejiwaan.

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi, Kejiwaan & Kebiasaan

Riwayat Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Riwayat Kebiasaan : Tidak pernah mengkonsumsi alkohol, rokok, dan narkoba.

Riwayat Perkawinan : 1x

Riwayat Menstruasi : Menarche usia 13 tahun, siklus 28 hari, lama 3-4 hari,

banyaknya 2-3x ganti pembalut per hari, nyeri tidak ada

Riwayat Kontrasepsi : Riwayat penggunaan KB pil dan suntik (+


B. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Komposmestis kooperatif

Tinggi Badan : 150 cm

Berat Badan : 55kg

Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Nadi : 88 x/menit

Nafas : 20 x/menit

Suhu : 36,7 ºC

Sianosis : Tidak ada

Edema : (-/-)

Anemis : (-/-)

Ikterik : (-/-)

STATUS GENERALISATA

Kulit : Tidak tampak kelainan

KGB : Tidak tampak dan tidak teraba pembesaran KGB

Kepala : Normochepal

Rambut : Tidak mudah rontok

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Leher : Pembesaran kelenjar tiroid tidak ada, JVP 5-2 cmH20

Dada

Paru :

Inspeksi : Simetris kiri dan kanan saat statis dan dinamis


Palpasi : Fremitus kiri = kanan

Perkusi : Sonor kanan dan kiri

Auskultasi : Vesikuler normal, rhonki-/-, wheezing -/-

Jantung:

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus kordis teraba 2 jari medial linea midclavicula sinistra RIC V

Perkusi : Batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : Irama teratur, bising tidak ada, gallop tidak ada

Abdomen : Status ginekologi

Punggung : Tidak tampak kelainan

Genitalia : Status ginekologi

Anus : RT tidak dilakukan

Ekstremitas :Refill kapiler < 2s, udem (-).

STATUS GINEKOLOGI

Abdomen

Inspeksi : distensi -, darm contour -,

Palpasi : FTU 2 jari bawah umbilikus

Kontraksi +

Genitalia

Inspeksi : V/U tenang, PPV (-)


Status Lokalis

Regio mamae dextra : Laserasi (-), inflamasi (-), massa (-), peau d’orange (-),

perdarahan (-), inverted nipple (+)

Regio mamae sinistra : Laserasi (-), inflamasi (-), massa (-), peau d’orange (-),

perdarahan (-), inverted nipple (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

DIAGNOSIS

- G2P2A0H2 post partus pervaginam + retensio plasenta

- Inverted Nipple

TATALAKSANA

- Kontrol KU,VS

- IVFD RL `1 jalur

- inj ceftriaxson 2 gr

- pronalges supp II

- inj transamin 3 x1

- inj vit k 3x1

- Inj vit c 3 x1
BAB 4

DISKUSI

Setelah melakukan pemeriksaan pada Ny. S.P. didapatkan masa nifas

sampai hari pemeriksaan (hari ke-1) berlangsung baik dan tidak ditemukan

kelainan yang bermakna. Pertama saat melakukan anamnesis, pasien tidak

mengeluhkan adanya nyeri pada mamme, nyeri perut dan perdarahan pervaginam.

Pasien buang air kecil seperti biasa dan tidak mengeluh adanya darah ataupun

nyeri saat buang air. Pada anamnesis juga tidak ditemukan adanya perdaharan

yang banyak berwarna merah segar. Keluhan lain yaitu pasien mengeluhkan ASI

nya belum keluar.

Pada saat pemeriksaan fisik, papila mammae ditemukan adanya inversi

puting. Setelah digali lebih dalam pasien mengaku inversi puting ini sudah

diderita pasien sejak lama tapi hanya di bagian payudara kanan, jadi pasien sering

menyusui anaknya di payudara kiri dan akan mengurangi produksi asi, padahal

ASI sangat bermanfaat untuk bayi. Inversi puting dapat menyebabkan masalah

mekanis pada saat menyusui bayi, meski demikian banyak ibu yang masih dapat

menyusui tanpa kesulitan, kemungkinan hal ini disebabkan oleh perubahan yang

terjadi pada payudara selama kehamilan.

Setelah pemeriksaan fisik dilakukan, edukasi mengenai masa nifas

diberikan pada pasien terkhusus pasien. Hal-hal penting yang harus

diinformasikan pada pasien yaitu ASI on demand, dimana pemberian ASI tanpa

batas waktu sesuai keinginan bayi. Apabila bayi sering tidur, ibu harus

membangunkan bayi dan memberikan rangsangan ringan pada mulut dan pipi
bayi sehingga bayi mau menyusu. Hal ini dilakukan setiap 2 jam oleh ibu. Dengan

tata laksana menyusui yang benar, ASI sebagai makanan tunggal akan cukup

memenuhi kebutuhan tumbuh bayi normal sampai usia 6 bulan. Setelah usia 6

bulan, bayi harus mulai diberikan makanan padat, tetapi ASI dapat diteruskan

sampai usia 2 tahun bahkan lebih. Selain itu pemberian ASI ekslusif ini juga bisa

memberikan efek kontrasepsi alami untuk 6 bulan pertama pada ibu

Inversi puting terjadi pada tahap in utero, dimana terjadi proses

pembentukan puting dari bagian ektoderm. Pada awal proses ini, ektoderm

menebal dan menjadi terdepresi ke mesoderm di bawahnya. Saat usia gestasi 28

minggu, hormon seksual plasental memasuki sirkulasi fetal dan menyebabkan

kanalisasi pada jaringan mammae fetal. Duktus laktiferus terbentuk dan membuka

ke arah depresi dangkal yang dikenal sebagai mammary pit. Cekungan ini menjadi

terelevasi sebagai hasil dari proliferasi mesenkimal yang membentuk puting dan

areola. Inversi puting adalah kegagalan dari elevasi cekungan ini.

Perlekatan kongenital dari puting ke fascia yang mendasari didiagnosa

menggunakan pinch test dengan menekan bagian terluar dari areola. Terdapat tiga

metode menangani puting yang terlekat ini, yaitu: menarik puting, latihan

Hoffman, dan cup (shell) payudara.


DAFTAR PUSTAKA

1. Vari, Patty Ryan Maloney. 2007. Community breastfeeding attitudes and


beliefs. Dakota Utara: University of North Dakota
2. Larsen, Loma LV. 1990. Prenatal Counselling – Nipple Inversion.
International Journal of Childbirth Education Vol 5 (1) halaman: 33-34.
3. Priebe, Jan; Howell, Fiona; Bue, Maria Carmela Lo. 2014. Examining the
Role of ‘Modernisation’ and Health-Care Demand in Shaping Optimal
Breastfeeding Practices: Evidence on Exclusive Breastfeeding from Eastern
Indonesia. TNP2K: Jakarta
4. Lucas, Alan; Zlotkin, Stanley. 2003. Fast Facts: Infant Nutrition. Abingdon,
Inggris: Health Press Limited: halaman 81-97
5. Vazirinejad, Reza; Darakhshan, Shokoofeh; Esmaeili, Abbas; Hadadian,
Shiva. 2009. The effect of maternal breast variations on neonatal weight gain
in the first seven days of life. International Breastfeeding Journal Vol 4 (13).
6. Sanuki, Jun-ichi; Fukuma, Eisuke; Uchida, Yoshihiro. 2009. Morphologic
Study of Nipple-Areola Complex in 600 Breasts. Aesth Plast Surg Vol 33:
halaman 295-297
7. Alexander, Jo M; Grant, Adrian M; Campbell, Michael J. 1992. Randomised
controlled trial of breast shells and Hoffman’s exercises for inverted and non-
protractile nipples. BMJ Vol 304: halaman 1030-1032
8. Lawrence, Robert M; Lawrence, Ruth A. 2014. The Breast and the
Physiology of Lactation. Creasy and Resnik’s Maternal-Fetal Medicine:
Principle and Practice. Elsevier.
9. Newton, Edward R. 2012. Lactation and Breastfeeding. Obstetrics: Normal
and Problem Pregnancies 6th ed. Elsevier.
10. Hunt, Kelly K; Green, Marjorie C.; Buchholz, Thomas A. 2012. Disease of
the Breast. Sabiston Textbook of Surgery 19th ed. Elsevier.
11. Kulkarni, Dhananjay; Dixon, J Michael. 2011. Congenital Abnormalities of
the Breast. Women’s Health 8(1): halaman 75-88
12. Karacaoglu, Ercan. 2012. Correction of Inverted Nipple: Comparison of
Techniques with Novel Approaches. Current Concepts in Plastic Surgery.
InTech: Eropa.

Anda mungkin juga menyukai