Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH KEPERAWATAN MATERNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PROLAPS TALI PUSAT

OLEH KELOMPOK 7 :

1. RESIKA ANDRIAD
2. RIA RAHAYU
3. RISKY NOVANTO
4. SABRINA YUSTIKA Hrp

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES RIAU

JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI DIII KEPERAWATAN TINGKAT 2A

T.A 2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Tali pusat terbentuk sejak awal kehamilan. Setelah embrio terbentuk, yaitu
pada minggu ke 5, tali pusat sudah bisa terlihat melalui pemeriksaan USG, yang
tampak sebagai benang tipis diantara embrio dan plasenta. Itu lah yang akan
menjadi cikal bakal tali pusat. Seiring janin berkembang, tali pusat bertambah
panjang dan diameternya juga bertambah lebar karena ia memulai tugasnya
menjadi selang dan makanan buat janin.
Adanya lilitan tali pusat di leher dalam kehamilan, pada umumnya tidak
menimbulkan masalah, namun dalam proses persalinan dimana mulai timbul
kontraksi rahim dan kepala janin mulai turun dan memasuki rongga panggul,
maka lilitan tali pusat menjadi semakin erat dan menyebabkan penekanan atau
kompresi pada pembuluh-pembuluh darah tali pusat. Akibatnya, suplai darah yang
mengandung oksigen dan zat makanan ke janin akan berkurang, yang
mengakibatkan janin menjadi sesak atau hipoksia.
Tali pusat bermuara di plasenta dan berujung pada pusat janin. Manfaat
paling penting dari tali pusat adalah sebagai jembatan penghubung antara ibu dan
janin. Karena dari plasenta dirahim ibu, tersedia semua nutrisi, darah dan oksigen
yang siap disalurkan lewat tali pusat kejanin. Termasuk faktor kekebalan atau
imunologi dari ibu. Infeksi bakteri tertentu, juga parasit dan virus dapat pula ikut
masuk ke janin melalui tali pusat. Karena fungsinya sebagai selang penghantar
makanan dan oksigen ke janin sehingga tali pusat menjadi vital bagi pertumbuhan
dan perkembangan janin. Kelainan tali pusat misalnya terjadi hambatan, dapat
mengganggu aliran makanan dan oksigen kejanin bisa mengakibatkan janin gagal
berkembang bahkan berakhir dengan kematian.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Setelah selesainya penulisan makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu
memahami asuhan keperawatan pada ibu hamil yang janinnya mengalami
prolapse korda umbilical.

2. Tujuan khusus
1) Dapat memahami konsep dasar medis terkait mengenai prolapse korda
umbilical.
2) Dapat memahami konsep dasar keperawatan mengenai prolapse korda
umbilical.

C. Manfaat
Dengan adanya makalah ini, maka dapat memberikan manfaat serta
pengetahuan yang berguna bagi mahasiswa, khususnya mahasiswa program studi
ilmu keperawatan semester enam di Stikes Alma Ata Yogyakarta.
BAB II
KONSEP DASAR

A. Definisi
Prolaps Corda Umbilical atau prolaps tali pusat adalah tali pusat berada di
samping atau melewati bagian terendah janin dalam jalan lahir sebelum ketuban
pecah.
Prolaps Tali pusat dapat dibedakan menjadi 3 derajat yaitu :
1. Prolaps Occult : Keadaan dimana tali pusat terletak diatas di dekat pelvis
tetapi tidak dalam jangkauan jari pada pemeriksaan vagina.
2. Tali Pusat mungkin fore lying :Adalah keadaan dimana tali pusat dapat
diraba melalui arteum uteri, tetapiberada didalam kantong ketuban yang utuh.
3. Tali pusat mungkin prolaps kedalam vagina atau bahkan diluar vagina
setelah ketuban pecah

B. Etiologi
Penyebab terjadinya prolapse korda umbilical pada janin atau yang sering
disebut dengan lilitan tali pusat pada janin :

1. Usia kehamilan
Kematian bayi pada trimester pertama atau kedua sering disebabkan karena
puntiran tali pusat secara berulang-ulang ke satu arah. Ini mengakibatkan arus
darah dari ibu ke janin melalui tali pusat tersumbat total. Karena dalam usia
kehamilan tersebut umumnya bayi masih bergerak dengan bebas. Hal tersebut
menyebabkan kompresi tali pusat sehingga janin mengalami kekurangan oksigen.
2. Polihidramnion kemungkinan bayi terlilit tali pusat semakin meningkat.
3. Panjangnya tali pusat dapat menyebabkan bayi terlilit.
Panjang tali pusat bayi rata-rata 50 sampai 60 cm. Namun, tiap bayi
mempunyai panjang tali pusat berbeda-beda. Panjang pendeknya tali pusat tidak
berpengaruh terhadap kesehatan bayi, selama sirkulasi darah dari ibu ke janin
melalui tali pusat tidak terhambat.
C. Manifestasi Klinis
1. Tali pusat kelihatan menonjol keluar dari vagiana.
2. Tali pusat dapat dirasakan atau diraba dengan tangan didalam bagian yang
lebih sempit dari vagina.
3. Keadaan jalan lahir yang berbahaya mungkin terjadi sebagai mana tali pusat
ditekan antara bagian presentase dan tulang panggul.
4. Bradikardia janin ( DJJ <100x/menit)
5. Hipoksia Janin

D. Patofisiologi
Beberapa etiologi yang dapat menyebabkan prolapsus tali pusat diantaranya
adalah kehamilan kembar, hidroamnion, kehamilan prematur, janin terlalu kecil,
kelainan presentasi dan plasenta previa. Pada kehamilan kembar akan mengalami
hidramnion, dimana cairan ketuban banyak dan inilah yang menyebabkan janin
dapat bergerak lebih leluasa dalam rahim. Dan keadaan ini dapat mengakibatkan
kelainan presentasi (letak sungsang, lintang, presentasi kepala). Sedangkan pada
kehamilan prematur selain terjadi hidramnion juga terjadi ukuran janin yang kecil
karena usia gestasi yang masih muda sehingga janinnya memiliki ukuran kepala
yang kecil. Pada plasenta previa, plasenta akan mendekati atau menutup jalan
lahir. Semua keadaan tersebut akan menyebabkan janin sulit beradaptasi terhadap
panggul ibu,sehingga PAP (pintu atas panggul) tidak tertutupi oleh bagian bawah
janin, dan inilah yang mengakibatkan tali pusat bergeser atau turun dari
tempatnya sehingga terjadilah prolaps tali pusat.
Prolaps tali pusat akan mengakibatkan tali pusat terjepit antara bagian
terendah janin dan jalan lahir sehingga sirkulasi janin akan terganggu dan ini
mengakibatkan terjadi hipoksia fetal dan bila berlanjut dapat mengakibatkan fetal
distress yang ditandai dengan melemahnya DJJ. Bila eadaan ini terus berlangsung
dapat mengakibatkan terjadinya kematian pada janin. Tapi bila dapat ditangani
maka janin tetap hidup, ini ditandai dengan adanya teraba denyutan pada tali
pusat.
Letak lintang, letak sungsang terutama presentase bokong, hidraamnion,
KPD, dan plasenta previa dapat menyebabkan prolaps tali pusat. Dimana tali pusat
berada dibagian terendah janin didalam jalan lahir atau berada diantara bagian
yang disiapkan untuk janin dan tulang pelvis ibu, sehingga tali pusat keluar dari
uterus mendahului bagian persentase pada setiap kontraksi. Dengan demikian tali
pusat akan kelihatan menonjol keluar dari vagina.

E. Pemeriksaan Diagnostik
Pada kasus prolapse korda umbilical, pemeriksaan diagnostic yang dapat
dilakukan:
1. Tes prenatal dapat memasukan polihidramnion, janin besar atau gestasi
multipara
2. Pemeriksaan vagina menunjukkan perubahan posisi tali pusat
3. Fundoskop digunakan untuk mendeteksi denyut jantung janin atau
monotoring DJJ
4. Ultrasound atau pelvimetri sinar x, mengevaluasi arsitektur pelvis,
presentasi janin, posisi dan formasi

F. Penatalaksanaan
1. Tali pusat berdenyut
A. Jika tali pusat berdenyut, berarti janin masih hidup.
B. Beri oksigen 4-6 liter/ menit melalui masker atau nasal kanul
C. Posisi ibu Trendelenberg
D. Diagnosis tahapan persalinan melalui pemeriksaan dalam segera.
E. Jika ibu pada persalinan kala I :
1) Dengan sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi (DTT) masukan
tangan kedalam vagina dan bagian terendah janin segera didorong ke
atas, sehingga tahanan pada tali pusat dapat dikurangi.
2) Tangan yang lain menahan bagian terendah di supra bubis dan
evaluasi keberhasilan reposisi.
3) Jika bagian terbawah janin sudah terpegang dengan kuat diatas rongga
panggul, keluarkan tangan dari vagina, letakan tangan tetap diatas
abdomen sampai dilakukan sesio cesarea.
4) Jika tersedia, berikan salbutamol 0,5 mg IV secara berlahan
untuk mengurangi kontraksi rahim.
5) Segera lakukan seksio cesarea.

F. Jika ibu pada persalinan kala II :


1) Pada persentasi kepala, lakukan persalinan segera dengan ekstraksi
vakum atau ekstraksi cunam/forseps.
2) Jika persentase bokong/sungsang lakukan ekstraksi bokong atau
kaki,dan gunakan forseps pipa panjang untuk melahirkan kepala
yang menyusul.
3) Jika letak lintang, siapkan segera seksio caesarea.
4) Siapkan segera resusitasi neonatus.

2. Tali pusat tidak berdenyut


Jika tali pusat tidak berdenyut berarti janin telah meninggal. Keadaan ini
sudah tidak merupakan tindakan darurat lagi, lahirkan bayi secara normal tanpa
mencederai ibu. Pergunakan waktu untuk memberikan konseling pada ibu dan
keluarganya tentang apa yang terjadi serta tindakan apa yang akan dilakukan.

3. Polindes:
1) Lakukan pemeriksaan dalam bila ketuban sudah pecah dan bagian
terbawah janin belum turun
2) Jika teraba tali pusat, pastikan tali pusat masih berdenyut atau tidak
dengan meletakkan tali pusat diantara 2 jari
3) Lakukan reposisi tali pusat. Jika berhasil usahakan bagian terendah
janin memasuki rongga panggul, dengan menekan fundus uteri dan
usahakan segera persalinan pervaginam.
4) Suntikkan terbutalin 0,25 mg sub cutan
5) Dorong ke atas bagian terbawah janin dan segera rujuk ke Puskesmas /
RS.
4. Puskesmas
1) Penanganan sama seperti di atas.
2) Jika persalinan pervaginam tidak mungkin dilaksanakan, segera rujuk ke
Rumah sakit.
5. Rumah Sakit.
1) Lakukan evaluasi atau penanganan seperti pada manajemen medik.
2) Jika persalinan pervaginam tidak mungkin terjadi, segera lakukan seksio
cesarea.

G. Pendukung Penatalaksanaan
Proses pencarian artikel
P = Ibu hamil
I = Perawatan prenatal
C = Tanpa perawatan prenatal
O = Lilitan tali pusat

H. Komplikasi
1. Hipoksia janin
Lilitan tali pusat dapat menyebabkan penekanan atau kompresi pada
pembuluh-pembuluh darah tali pusat. Akibatnya, suplai darah yang mengandung
oksigen dan zat makanan ke bayi akan berkurang, mengakibatkan bayi menjadi
sesak atauhipoksia.
2. Distres janin sehingga bisa mengakibatkan bayi mati
Lilitan tali pusat secara berulang-ulang ke satu arah. Biasanya terjadi pada
trimester pertama atau kedua. Ini mengakibatkan arus darah dari ibu ke janin
melalui tali pusat tersumbat total. Karena dalam usia kehamilan tersebut
umumnya bayi masih bergerak dengan bebas.
3. Infeksi intra partum
Infeksi bakteri tertentu, juga parasit dan virus dapat pula ikut masuk ke janin
melalui tali pusat. Karena fungsinya sebagai selang penghantar makanan dan
oksigen ke janin sehingga tali pusat menjadi vital bagi pertumbuhan dan
perkembangan janin.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. Pengkajian
a. Identitas klien
b. Riwayat kehamilan
c. Pemeriksaan umum : kesadaran, tanda vital, keadaan umum.
d. Pemeriksaan khusus :
a) Kepala :
1. Rambut : Kebersihan kulit kepala
2. Wajah : Adanya kloasma gravidarum atau tidak
3. Mata : Konjungtiva anemis atau tidak, sklera ikterik atau tidak.
4. Hidung : Kebersihan→sekret ada atau tidak, sinus paranasal
membesar atau tidak.
5. Mulut : Kebersihan→mukosa mulut merah atau tidak, gigi
berlubang atau tidak.
6. Telinga :Kebersihan liang telinga, ada serumen atau tidak.
7. Leher : Kelenjar tiroid membesar atau tidak.
b) Toraks :
1. Inspeksi: Frekuensi pernapasan teratur atau tidak, pada payudara
adastriae dan linea atau tidak, areola mamae hiperpigmentasi atau
tidak, serta puting susu menonjol datar atau terbenam.
2. Palpasi : Ada pembengkakan pada payudara atau tidak.
3. Auskultasi : Bunyi napas normal atau tidak, bunyi jantung SI-S2
diapeksc.

c) Abdomen :
1. Inspeksi : Ada striae dan linea atau tidak, ada bekas luka operasi
atau tidak.
2. Palpasi : Tinggi fundus uteri, pemeriksaan leupold.
3. Auskultasi : DJJ normal tidak.
d) Vulva : Kebersihan vulva, fluor albus ada atau tidak.
e) Ekstremitas : ada varises atau tidak, edema ada atau tidak.
f) Pemeriksaan vaginal toucher
g) Teraba tali pusat pada daerah ostium uterus

Ketika kondisi menunjukan adanya prolaps tali pusat, pemeriksaan vagina


yang sering dan perhatian yang ketat terhadap perubahan denyut jantung janin
dapat merupakan pengkajian awal. Pemeriksaan rutin yang penting dilakukan
setelah ruptur pada membran adalah mendengar dan melaporkan denyut jantung
janin sendiri mungkin setelah ruptur uteri dan diulangi dalam 10-15 menit untuk
mendeteksi melemah atau tidak teraturnya irama jantung ketika terjadi prolaps tali
pusat.

B. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah ke plasenta
atau melalui tali pusat (prolaps)
2) Ansietas b/d situasi, ancaman yang dirasakan oleh ibu atau janin
3) Risiko cedera terhadap janin b/d hipoksia janin
4) Ketidakefektifan koping b/d komplikasi persalinan
5) Risiko infeksi b/d adanya prosedur invasive

C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
Intevensi/tujuan Implementasi
Keperawatan
1) Gangguan Setelah dilakukan  Berikan terapi oksigen
pertukaran gas b/d asuhan keperawatan sesuai indikasi
perubahan aliran selama 3x24 jam,  Anjurkan klien untuk
darah ke plasenta diharapkan melakukan pergerakan aktif
atau melalui tali gangguan yang tidak berlebihan
pusat (prolaps) pertukaran gas  Pantau denyut jantung janin
dapat diatasi secara berkala
dengan kriteria
hasil:
 Respon
ventilasi
membaik
 Denyut jantung
janin dalam
batas normal
2) Ansietas b/d Setelah dilakukan  Lakukan pendekatan pada
situasi, ancaman asuhan keperawatan klien dengan baik
yang dirasakan oleh selama 3x24 jam,  Berikan informasi
ibu atau janin diharapkan klien mengenai diagnosis,
dapat mengontrol pengobatan, dan prognosis
kecemasannya  Gunakan mekanisme
dengan kriteria pertahanan diri yang sesuai
hasil: pada klien
 Kontrol diri  Ajarkan klien dalam
agresi menggunakan tehnik
 Klien merasa relaksasi
nyaman  Kolaborasikan dengan
tenaga medis lain dalam
pemberian obat anti cemas
3) Risiko cedera Setelah dilakukan  Berikan terapi oksigen
terhadap janin b/d asuhan keperawatan sesuai indikasi
hipoksia janin selama 3x24 jam,  Pantau aktivitas pergerakan
diharapkan klien serta denyut jantung janin
cedera tidak terjadi secara berkala
dengan kriteria  Anjurkan ibu untuk
hasil: mengkonsumsi makanan
 Lilitan tali yang bernutrisi
pusat dapat  Atur pola makan ibu guna
terlepas membantu pemenuhan
 Saluran nutrisi pada janin
O2 dan
nutrisi pada
janin
kembali
normal
 Keamanan
ibu terjaga
4) Ketidakefektifan Setelah dilakukan  Kaji tingkat kecemasan
koping b/d asuhan koping klien
komplikasi individu menjadi  Anjurkan klien untuk
persalinan efektif dengan tetap relaks
kriteria hasil:  Jelaskan kondisi yang
 Klien dialami klien, serta
memahami kemungkinan terbaik
kondisinya yang akan didapatkan
saat ini klien
 Kliem  Berikan support
mampu terhadap klien
mengontrol/  Hindarkan klien dari
membuat berita yang mungkin
pertahanan akan menurunkan
diri pertahanan diri klien
 Klien
mampu
beradaptasi
dengan
keadaan
5) Risiko infeksi Setelah dilakukan  Bersihkan daerah pasca
b/d adanya prosedur asuhan keperawatan melakukan prosedur
invasive selama 3x24 jam, invasive
infeksi tidak terjadi
dengan kriteria  Bersihkan daerah pasca
hasil: melakukan tindakan
 Tidak invasive dengan cairan
tampak antibakteri
tanda-tanda  Kolaborasikan dengan
infeksi tenaga medis lain dalam
 Tidak terjadi pemberian obat
luka parah antibiotik
pada kulit  Anjurkan klien untuk
yang telah menghabiskan obat
dilakukan antibiotik yang telah
tindakan diberikan
invasive
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Prolaps Corda Umbilical atau prolaps tali pusat adalah tali pusat berada di
samping atau melewati bagian terendah janin dalam jalan lahir sebelum ketuban
pecah.
Penyebab terjadinya lilitan tali pusat pada janin, dikarenakan hidramnion,
ketuban pecah dini dan plasenta previa, yang menyebabkan vasokonstriksi pada
pembuluh darah tali pusat. Pemberian oksigen juga merupakan penanganan awal
yang paling baik pada ibu hamil dengan lilitan tali pusat (prolapse corda
umbilical) yang terjadi pada janinnya.
Dampak dari adanya lilitan tali pusat pada janin, bisa menyebabkan
hipoksia, distress, infeksi intra partum, bahkan bias menyebabkan kematian pada
janin tersebut jika penanganan tidak diberikan dengan tepat.

B. Saran
Bagi pembaca, khususnya mahasiswa dalam bidang keperawatan,
diharapkan dapat lebih memahami penyebab terjadinya prolapse corda umbilical,
agar dapat melakukan penanganan awal dengan cepat dan tepat dan kematian
janin dapat diminimalisir.
DAFTAR PUSTAKA

Doctherman, Joanne McCloskey dan Bulecheck, Gloria N. 2008. Nursing


Interventions Classification (NIC). USA : Mosby

Herdman, Heater. 2012. Nanda International : Diagnosis Keperawatan : Definisi


dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC

Moorhead, Sue. DKK. 2006. Nursing Outcomes Classification (NOC). USA :


Mosby

Ramali, Ahmad dan Pamoentjak. 2005. Kamus Kedokteran. Jakarta : Djambatan

Anda mungkin juga menyukai