PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang dilihat dari jumlah penduduknya ada pada posisi
keempat di dunia, dengan laju pertumbuhan yang masih relatif tinggi. Esensi tugas
program Keluarga Berencana (KB) dalam hal ini telah jelas yaitu menurunkan fertilitas
kesejahteraan bagi rakyat dan bangsa Indonesia. Seperti yang disebutkan dalam UU
Sejahtera, definisi KB yakni upaya meningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat
1997 menjadi 60,3% pada tahun 2003. Pada 2015 jumlah penduduk Indonesia hanya
mencapai 255,5 juta jiwa. Namun, jika terjadi penurunan angka satu persen saja, jumlah
penduduk mencapai 264,4 juta jiwa atau lebih. Sedangkan jika pelayanan KB bisa
ditingkatkan dengan kenaikan CPR 1%, penduduk negeri ini sekitar 237,8 juta jiwa
(Kusumaningrum, 2009).
Menurut SDKI 2002-2003 Pada tahun 2003, kontrasepsi yang banyak digunakan
adalah metode suntikan (49,1 persen), pil (23,3 persen), IUD/spiral (10,9 persen), implant
(7,6 persen), MOW (6,5 persen), kondom (1,6 persen), dan MOP (0,7 persen)
(Kusumaningrum, 2009).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kontrasepsi hormonal adalah : obat atau perangkat yang dapat mengurangi risiko
Beberapa kontrasepsi juga ada yang kombinasi dan mengandung hanya progentin saja.
Beberapa jenis metode kombinasi seperti pil, injeksi, metode yang hanya mengandung
Efek samping dari kontrasepsi hormonal biasanya berkurang dengan terus menggunakan
metode yang sama. Seringkali, bidan/ tenakes hanya perlu meyakinkan pasien bahwa
gejala-gejala ini mungkin akan berhenti dalam waktu tiga sampai lima bulan. Dalam studi
Dilaporkan dari penelitian oleh Xiangjua Chen dkk (2014) dengan judul ‘Acute urticaria
report’.6 Melaporkan satu kasus urtikaria akut setelah implantasi Mirena. Kasus terjadi
pada seorang wanita Cina usia 27 tahun yang menggunakan IUD Mirena karena
mengalami adenomiosis dan menorrhagia. Proses pemasangan berhasil dan pasien tidak
dan tidak kambuh lagi. Disimpulkan dari penelitian ini bahwa urtikaria akut yang dialami
tidak memiliki riwayat alergi terhadap bahan yang digunakan selama pemasangan seperti
Hirsutisme
2. Kondom7
Efek samping atau masalah Penanganan
Kondom rusak atau diperkirakan bocor Buang dan pakai kondom baru atau pakai
(sebelum berhubungan) spermisida digabung kondom
Kondom bocor atau dicurigai ada curahan Jika dicurigai ada kebocora, pertimbangkan
di vagina saat berhubungan pemberian Morning After Pill
Dicurigai adanya reaksi alergiReaksi alergi, meskipun jarang, dapat sangan
(spermisida) mengganggu dan bisa berbahaya. Jika
keluhan menetap sesudah berhubungan dan
tidak ada gejala IMS, berikan kondom alami
(produk hewani: lamb skin atau gut) atau
bantu klien memilih metode lain.
Mengurangi kenikmatan berhubungan Jika penurunan kepekaan tidak bisa ditolelir
seksual biarpun dengan kondom yang lebih tipis,
anjurkan pemakaian metode lain.
3. Diafragma
4. Spermisida
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
sebagai akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan sperma. Pelayanan
Esensi tugas program Keluarga Berencana (KB) yaitu menurunkan fertilitas agar dapat
3.2 Saran
Tidak ada satupun metode kontrasepsi yang aman dan efektif bagi semua klien
klien. Untuk itu disarankan klien lebih cerdas memilih alat kontrasepsi yang sesuai dan
cocok.
Daftar pustaka
1. Barr N, Grossman, Geffen D. Managing Adverse Effects of Hormonal Contraceptive.
a retrospective study by the Implanon Swiss Study Group. Eur J Reprod Health Care
4. Lopez LM, Grimes DA, Gallo MF, Schulz KF. Skin patch and vaginal ring versus
combined oral contraceptives for contraception. Cochrane Data base Syst Rev. 2010; (3):
CD003552.
7. Buku panduan praktis pelayanan kontrasepsi. 2011. Edisi 3. Jakarta. Bina pustaka
sarwono prawiroharjo.