DEPARTEMEN FARMASETIKA
2011
BAB I
PENDAHULUAN
Data yang dikutip dari WHO, tahun 2002 menyatakan bahwa Indonesia berada di urutan kelima
teratas dalam menghabiskan rokok. Sejumlah 800 juta perokok di dunia ini berasal dari negara
berkembang, termasuk Indonesia dan itu tiga kali lipat jumlah di negara maju. Kalau pada tahun
2000 sekitar 4,9 juta orang meninggal oleh sebab yang berhubungan dengan kebiasaan merokok
dan 50 % diantaranya terjadi di negara maju, maka pada tahun 2020 angka itu menjadi dua kali
lipat dan 70 % akan terjadi di negara berkembang (Sadikin, 2008).
Rokok mengandung kurang lebih 4000 elemen-elemen, dan setidaknya 200 diantaranya
dinyatakan berbahaya bagi kesehatan. Racun utama pada rokok adalah tar, nikotin, dan karbon
monoksida. Tar adalah substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada paru-
paru. Nikotin adalah zat adiktif yang mempengaruhi syaraf dan peredaran darah. Zat ini bersifat
karsinogen, dan mampu memicu kanker paru-paru yang mematikan, sedangkan karbon
monoksida adalah zat yang mengikat hemoglobin dalam darah, membuat darah tidak mampu
mengikat oksigen. Nikotin merupakan suatu obat yang sangat adiktif, selain itu nikotin
merupakan obat psikoaktif kuat yang merupakan euphoria dan menyebabkan withdrawl
syndrome ketika penggunaannya dihentikan secara mendadak. Sebagai obat adiktif, nikotin
memiliki 2 mekanisme yaitu sebagai stimulant dan depressan (Lande, 2011).
Nikotin adalah suatu perangsang SSP yang kuat yang akan menimbulkan tremor serta konvulsi
pada dosis besar. Perangsangan respirasi sangat jelas dengan nikotin; pada dosis besar langsung
pada medulla oblongata, diikuti dengan depresi, kematian akibat paralisis pusat pernapasan dan
paralisis otot-otot pernapasan (perifer). Efek pada sistem kardiovaskular merupakan
perangsangan ganglion simpatis dan medula adrenal serta pelepasan katekolamin dari ujung saraf
simpatis. Setelah pemberian nikotin biasanya tonus simpatis lebih jelas sehingga terlihat
takikardi dan vasokonstriksi (Farkol UI, 2007 ;NEWSMEDICAL, 2011).
Efek samping yang timbul karena nikotin, pertama-tama timbul mual dan salivasi disertai dengan
kolik usus, muntah dan diare. Selanjutnya timbul keringat dingin, sakit kepala, pusing,
pendengaran dan penglihatan terganggu, serta otot-otot menjadi lemah. Pupil menunjukkan
miosis yang kemudian berubah menjadi midriasis, nadi lemah, cepat dan tidak teratur, tekanan
darah turun dan pernapasan menjadi dangkal akibat depresi sentral dan kelumpuhan otot
respirasi, yang dapat menyebabkan kematian (Farkol UI, 2007).
Berdasarkan hal tersebut, karena nikotin berpengaruh buruk terhadap kesehatan tubuh, maka
penting untuk menghentikan kebiasaan merokok. Namun, kebiasaan merokok tidak dapat
dihentikan secara mendadak karena dapat menyebabkan withdrawl syndrome sehingga dalam
terapinya diperlukan penurunan kadar nikotin dalam tubuh secara bertahap yang disebut nicotin
replacement therapy (NRT).
Produk-produk NRT yang beredar dipasaran berupa patch, gum, lozenge, nasal spary, inhaler,
dan tablet. Dalam studi ini kami memilih nikotin dalam bentuk patch atau transdermal karena
sediaan patch ini memiliki beberapa keuntungan, diantaranya yaitu menghindari terjadinya FPM
(First Past Metabolism), bahan obat dengan cepat mencapai sirkulasi sistemik, menjamin kadar
obat dalam darah konstan dalam waktu yang lama dan dapat digunakan dengan bahan obat yang
memiliki indeks terapetik sempit (Aulton, 2002).
Sediaan transdermal adalah suatu sediaan yang menyediakan rute alternative untuk
menghantarkan obat menembus kulit hingga dapat mencapai peredaran darah. Salah satu bentuk
sediaan transdermal adalah patch atau medicated plaster yaitu sediaan yang digunakan untuk
membawa obat secara langsung melalui kulit sebagai media pengobatan dengan melapiskannya
pada suatu pita atau plester berperekat. Bentuk sediaan patch memiliki berbagi kelebihan
dibandingkan sediaan transdermal yang lain yaitu selain mudah dan nyaman digunakan, sediaan
patch dapat melepaskan bahan obat dengan kadar yang tetap dan terkontrol selama periode
tertentu (Okuyama et al., 1997)
Jika ditinjau dari cara pembuatannya, sediaan patch dapat dibedakan menjadi 2, yaitu membrane
controlled dan matrix controlled. Dari kedua macam cara pembuatan cara tersebut, metode
matrix controlled adalah metode yang paling banyak digunakan. Selain itu, pembuatannya lebih
sederhana, cepat dan biaya yang dibutuhkan relative lebih murah (Ansel, 1989).
Dalam studi ini, kami menggunakan polimer hidrofobik seperti EC. Polimer EC N-22 akan
membentuk sawar kuat sehingga terjadi jebakan bahan aktif dalam sediaan yang menyebabkan
bahan aktif tidak dapat dengan mudah untuk dilepaskan dari basisnya. Untuk mengatasi masalah
tersebut, maka digunakan suatu matriks polimer kombinasi antara polimer hidrofilik dan
polimer hidrofobik (mis : PVP K-30 dan EC N-22) dalam perbandingan tertentu. Penambahan
polimer hidrofilik ini, akan menyebabkan terbentuknya pori-pori untuk membantu pelepasan
bahan aktif dari basisnya (Utami, 2006 ).
Selain menggunakan polimer hidrofobik dan hidrofilik (EC N-22 dan PVP K-30), dalam studi ini
digunakan mentol (enhancer), gliserin (plastisizer), metal akrilat (adhesive), etanol 95 %
(pelarut), polietilen (release liner), PVA (baking).Selanjutnya dilakukan evaluasi sediaan patch,
yaitu moisture content (kadar air), moisture uptake, kerataan patch, homogenitas sediaan, uji
disolusi secara in vitro, uji permeasi secara in vivo dan uji in vivo
Bagaimana memformulasi sediaan patch nikotin tipe matriks untuk mendapatkan sediaan
transdermal Nicotine Replecement Therapy (NRT) yang efektif untuk pecandu rokok?
1.3 TUJUAN
Menentukan formulasi sediaan patch nikotin tipe matriks untuk mendapatkan sediaan
transdermal Nicotine Replecement Therapy (NRT) yang efektif untuk pecandu rokok.
1.4 MANFAAT
Dari studi ini, diharapkan dapat dikembangan sediaan nikotin transdermal (patch) yang
aman, stabil, efektif, dan aseptabel.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Karakteristik
Nikotin merupakan alkaloid yang ditemukan dalam tanaman Solanaceae, terutama dalam
tanaman tembakau dan koka. Nikotin terdapat sekitar 0,6-3,0% dari berat kering tembakau,
dimana biosintesis terjadi di akar, dan terakumulasi di daun. Nikotin berfungsi sebagai bahan
kimia antiherbivora khusus untuk serangga.
Dalam konsentrasi rendah (rata-rata sekitar 1 mg nikotin diserap dari rokok), nikotin bertindak
sebagai stimulan pada mamalia dan merupakan faktor utama yang bertanggung jawab sifat
ketergantungan. Menurut American Heart Association, "kecanduan nikotin secara historis
menjadi salah satu kecanduan paling sulit untuk diatasi." Karakteristik farmakologi dan perilaku
kecanduan tembakau sama dengan kecanduan narkoba seperti heroin dan kokain.
Nikotin ini dinamai dari tanaman tembakau Nicotiana tabacum oleh Jean Nicot de Villemain,
duta besar Perancis di Portugal, yang mengirim tembakau dan benih dari Brazil ke Paris pada
tahun 1560 dan mempromosikan kegunaan medisnya. Nikotin pertama kali diisolasi dari
tanaman tembakau pada tahun 1828 oleh Posselt kimiawan Jerman & Reimann yang
menganggap nikotin itu racun. Rumus kimia empiris nikotin digambarkan oleh Melsens di tahun
1843, strukturnya ditemukan oleh Garry Pinner pada tahun 1893, dan pertama kali disintesis oleh
A. Pictet dan Crepieux pada tahun 1904 (Anonim, 2011).
2.1.2 Kelarutan
Mudah larut dalam air, etanol (95%) dan gliserol (Farmakope IV, 1998)
2.1.3 Stabilitas
Harus disimpan dibawah nitrogen pada temperature di bawah 25°. Lindungi dari cahaya dan
kelembaban(USP 31, 2009).
2.1.4 Farmakologi
Nikotin terdapat dalam tembakau, bersifat toksik dan menimbulkan ketergantungan psikis.
2.1.4.1 Farmakodinamik
Nikotin didistribusikan dengan cepat didalam tubuh melalui pembuluh darah dan dapat
menembus BBB (Blood Brain Barier). Setelah dihirup, dalam waktu 7 detik nikotin akan sampai
ke otak. Waktu paruh dari nikotin ± 2 jam. Jumlah nikotin yang diabsorbsi di dalam tubuh yang
berasal dari rokok tergantung oleh banyak faktor seperti jenis tembakau, seberapa banyak asap
yang dihirup dll.
Nikotin dimetabolisme dalam hati oleh enzim sitokrom P450 (kebanyakan CYP2A6 dan juga
oleh CYP2B6). Metabolit utama dari nikotin adalah cotinine sedangkan metabolit primer lainnya
yaitu nikotin''N-oksida, nornicotine, ion isomethonium nikotin, 2-hydroxynicotine dan
glukuronat nikotin. Nikotin mengalami glukonurasi dan metabolisme oksidatif menjadi cotinine
dan kedua senyawa tersebut dihambat oleh mentol (mentol biasa digunakan sebagai bahan
tambahan dalam rokok), hal inilah yang menyebabkan peningkatan waktu paruh nikotin dalam
tubuh.
Nikotin adalah suatu perangsang SSP yang kuat yang akan menimbulkan tremor serta konvulsi
pada dosis besar. Perangsangan respirasi sangat jelas dengan nikotin; pada dosis besar langsung
pada medulla oblongata, diikuti dengan depresi; kematian akibat paralisis pusat pernapasan dan
paralisis otot-otot pernapasan (perifer)
Nikotin menyebabkan muntah melalui kerja sentral dan perifer. Bekerja pada pusat atau sentral
melalui stimulasi CTZ (chemoreseptor trigger zone) diarea postrema medulla oblongata. Bekerja
di perifer melalui stimulasi saraf sensoris jalur reflex untuk muntah. Kerja pada sentral diotak
dan spinal melalui pelepasan transmitter, antara lain asam amini eksitasi, dopamin dan amino
biogenic lainnya. Pelepasan asam amino eksitasi menyebabkan kerja stimulasi dari nikotin.
Paparan kronik terhadap nikotin menyebabkan peningkatan densitas reseptor nikotinik sebagai
kompensasi terhadap desensitisasi fungsi reseptor oleh nikotin.
Efek pada system kardiovaskular merupakan perangsangan ganglion simpatis dan medula
adrenal serta pelepasan katekolamin dari ujung saraf simpatis. Setelah pemberian nikotin
biasanya tonus simpatis lebih jelas sehingga terlihat takikardi dan vasokonstriksi. Merokok untuk
jangka waktu lama dapat menimbulkan hipertensi. Sebaliknya pada beberapa orang tertentu
dapat terjadi hipotensi, hal ini terlihat pada orang yang mengalami hipotensi bila merokok
Nikotin menyebabkan perangsangan ganglion parasimpatis dan ujung saraf kolinergik pada usus,
sehingga tonus usus dan peristalsis meninggi. Mual, muntah dan kadang-kadang diare terlihat
pada orang yang belum pernah terpapar nikotin sebelumnya.
Salivasi yang timbul waktu merokok sebagian diakibatkan oleh iritasi asap rokok, namun nikotin
sendiri menyebabkan perangsangan sekresi air liur dan sekret bronkus disusul
paenghambatannya.
- Ganglion
Nikotin mempunyai efek terhadap ganglion sel saraf. Kerja nikotin pada ganglion adalah
merangsang lalu menghambat tranmisi ganglionik. Nikotin bekerja seperti asetilkolin pada
reseptor nikotinik ganglia (NN) pada ganglion. Sementara terdapat empat perubahan potensial
pada perangsangan saraf ganglion, maka aktivitas ini termasuk dalam perubahan potensial yang
primer, yaitu depolarisasi yang cepat pada membran pascasinaps oleh asetilkolin. Aktivasi jalur
primer ini menimbulkan EPSP awal (excitatory postsynaptic potensial). Depolarisasi cepat ini
terjadi akibat arus Na+ atau Ca+ ke dalam kanal melalui kanal reseptor neuronal (NN). Jika EPSP
ini mencapai ambang rangsang, maka potensial aksi akan terbentuk pada saraf pasca ganglion.
Selanjutnya dengan dosis nikotin yang lebih besar maka terjadi EPSP (depolarisasi) yang
persisten, yang menimbulkan desensitisasi reseptor sehingga terjadi penghambatan ganglion.
- Otot rangka
Mekanisme farmakologi nikotin pada otot rangka mirip dengan apa yang terjadi pada ganglion,
yaitu terdapat 2 fase. Nikotin merangsang kemudian menghambat tranmisi ganglion. Tetapi efek
perangsangan dengan cepat tertutup oleh efek paralisis yang terjadi juga karna desensitisasi
reseptor.
2.1.4.2 Intoksikasi
Dosis fatal pada manusia dewasa diperkirakan sekitar 60 mg. Satu batang rokok putih
mengandung 15-20 mg nikotin. Tiga hingga 4 batang rokok sudah merupakan dosis fatal bila
diminum sekaligus. Efek samping yang timbul karena nikotin, pertama-tama timbul mual dan
salivasi disertai dengan kolik usus, muntah dan diare. Selanjutnya tibul keringat dingin, sakit
kepala, pusing, pendengaran dan penglihatan terganggu, serta otot-otot menjadi lemah. Pupil
menunjukkan miosis yang kemudian berubah menjadi midriasis; nadi lemah, cepat dan tidak
teratur, tekanan darah turun dan pernapasan menjadi dangkal akibat depresi sentral dan
kelumpuhan otot respirasi, yang dapat menyebabkan kematian.
Tindakan untuk mengatasi keracunan akibat nikotin diatasi dengan simtomatik, suportif, bilas
lambung (dengan kalium permanganate/ bubur arang aktif), larutan alkalis harus dihidarkan
karena akan meningkatkan absorpsi nikotin.
- untuk pasien yang merokok kurang dari 20 batang perhari, dosis yang digunakan 14-
24mg / 24 jam
- untuk pasien yang merokok lebih dari 20 batang perhari, dosis yang digunakan 24mg / 24
jam
dosis diturunkan secara bertahap, penurunan dosis dilakukan setiap 3-4 minggu, terapi nicotine
replacement ini tidak boleh dilakukan lebih dari 6 bulan.
- Untuk pasien yang merokok 10 batang rokok atau lebih perharinya, dosis awal yang
digunakan 25mg / 16jam selama 8 minggu, dilanjutkan dengan 15mg / 16jam selama 2 minggu,
kemudian 10mg / 16jam selama 2 minggu.
- Untuk pasien yang merokok kurang dari 10 batang perharinya, dosis awal yang digunakan
15mg / 16jam selama 8 minggu, dilanjutkan dengan 10mg / 16jam selama 4 minggu.
2.1.5 Bioavailabilitas
Nikotin dengan cepat diserap melalui rongga mulut, paru-paru, dan saluran pencernaan.
Penyerapan nikotin melintasi membran biologis tergantung pada pH. Dalam keadaan terionisasi,
antara seperti dalam lingkungan asam, nikotin tidak cepat lintas membran.. Absorpsi respiratory
nikotin 60% hingga 80%. Nikotin base bisa diserap melalui kulit,. Nikotin diabsorsi secara
buruk dari perut karena terprotonasi (terionisasi) dalam cairan asam lambung, tetapi juga diserap
di usus kecil, yang memiliki pH lebih basa dan area permukaan besar.
Setelah diserap kapsul nikotin atau larutan nikotin mencapai konsentrasi puncak dalam darah
dicapai dalam waktu sekitar 1 jam . Bioavailabilitas oral nikotin tidak sempurna karena
mengalami first pass metabolism dan berkisar antara 20% - 45% . Metabolisme dari nikotin
adalah kebanyakan dimediasi melalui sitokrom P450 hepatik CYP2A6 dengan oksidasi-C nikotin
menjadi cotinine sebagai reaksi detoxication utama, diikuti oleh hidroksilasi dari cotinine
menjadi 3-hydroxycotinine (EFSA, 2009). Pada sebuah penelitian bioavailabilitas absolute
transdermal nikotin yang mengandung 52,5 mg sebesar 82 % berada dalam konsentrasi plasma
(AHFS, 2008).
2.2.1 Patch
Patch adalah salah satu rute pemberian obat secara perkutan yang ditujukan untuk pemakain luar
dengan sistem kontak dengan kulit secara tertutup. Sediaan patch dibedakan menjadi 2 yaitu
trasdermal lokal dan transdermal sistemik.
Sistem penghantaran obat dengan bentuk patch memiliki banyak keuntungan diantaranya:
Namun selain memiliki keuntungan ternyata patch juga memiliki banyak kekurangan diantaranya
adalah:
Respon klinik sesudah pemberian patch memiliki tahapan proses yaitu obat lepas dari sediaan,
berpenetrasi ke dalam kulit dan permeasi menembus kulit sehingga dapat memberikan aktivitas
respon farmakologi.
2.2.2 Patch Nikotin
Nikotin adalah bahan kimia adiktif dalam tembakau. Nikotin patch merupakan obat yang
digunakan untuk mengatasi kecanduan merokok. Nikotin patch dikenal pada awal tahun 1990an
dan berhasil digunakan oleh jutaan orang untuk membantu mereka agar dapat berhenti merokok
(www.ihealthdirectory.com/nicotine-patch/; www.upmc.com).
Nikotin patch didesain untuk melepaskan sejumlah dosis nikotin ke dalam aliran darah sehingga
dapat mengurangi keinginan terhadap rokok. Nikotin menembus kulit dan masuk kedalam aliran
darah. Patch memberikan kadar nikotin yang lebih sedikit dalam darah dari pada ketika
menggunakan rokok. Sediaan nikotin patch berguna untuk mengurangi withdrawal symptom
yang dialami oleh seseorang ketika mencoba berhenti merokok, meliputi iritabilitas, rasa cemas,
restlessness, marah, dan sulit berkonsentrasi. Nikotin patch tidak memiliki zat berbahaya seperti
karbon monoksida, tar dan komponen lain yang ada pada rokok (Dale et al.,1995; Ferguson et
al.,2006; www.upmc.com; www.wisegeek.com/what-is-a-nicotine-patch.htm).
Nikotin dalam tembakau merupakan bagian penting yang menyebabkan kecanduan rokok.
Ketika merokok, nikotin diabsorpsi dengan sangat cepat ke dalam aliran darah melalui paru-paru.
Efeknya secara instan akan sampai di otak, tetapi dalam 20-30 menit kadarnya dalam darah akan
turun dan tubuh akan memberi respon terhadap penurunan kadar nikotin tersebut. Hal inilah yang
mengakibatkan perokok menjadi kacanduan. Alasan orang tetap merokok ada banyak, antara lain
: mereka telah kecanduan nikotin, mereka mengembangkan kebiasaan merokok ketika minum
kopi atau ketika sedang menelepon. Penggunaan nikotin patch dapat membantu mengubah
kebiasaan dan menurunkan sejumlah nikotin yang digunakan (www.wisegeek.com/what-is-a-
nicotine-patch.htm; www.upmc.com).
Sediaan NRT pertama yang disetujui oleh FDA adalah nicotine gum pada tahun 1984, diikuti
oleh transdermal nicotine patch (tapel nikotin), nicotine nasal spray dan nicotine
inhaler(Sadikin, 2008).
1. Dasar (backing) yang oklusif : polietilen, aluminum, poliester, atau copolimer etilen vinil
asetat.
2. Penyimpanan obat (drug reservoir) nikotin dalam matriks copolimer etilen vinil asetat.
3. Membran kecepatan kontrol : polietilen.
4. Perekat (adhesive) : poliisobutilen.
5. Pelindung yang dihilangkan sewaktu digunakan.
Terdapat 3 dosis sediaan nikotin patch yang dikelompokkan berdasarkan berapa banyak
jumlah nikotin yang diabsorbsi dalam 24 jam. Dosisnya adalah 21 mg perhari (langkah 1),
14 mg perhari (langkah 2), dan 7 mg perhari (langkah 3). Frekuensi penggunaan nikotin
patch adalah satu kali sehari, antara 16 sampai 24 jam dalam sehari. Sediaan tersebut
dapat digunakan pada lengan bagian atas atau bagian tubuh yang lain. Setiap harinya,
patch harus digunakan pada tempat yang berbeda untuk mencegah terjadinya iritasi
(www.wisegeek.com/what-is-a-nicotine-patch.htm; www.upmc.com). Contoh-contoh
produk nikotin patch antara lain Habitrol, Nicoderm, Nicoderm CQ, Nicotrol
(www.medicinenet.com/article.htm).
- Untuk seseorang merokok lebih dari 10 batang perhari, maka dimulai pada langkah
1 (21 mg) 6 minggu. Kemudian ganti ke langkah 2 (14 mg) selama 2 minggu. Kemudian ganti
ke langkah 3 (7 mg) selama 2 minggu.
- Untuk seseorang yang merokok kurang dari 10 batang perhari, dimulai dengan
langkah 2 (14 mg) selama 6 minggu, kemudian ganti ke langkah 3 (7 mg) selama 2 minggu.
- Patch nicoderm CQ dapat dipakai selama 16 sampai 24 jam perhari. Jika pasien
mengalami gangguan tidur selama menggunkan patch, maka lepaskan patch sebelum tidur dan
gunakan yang baru pada pagi keesokan harinya.
- Jika pasien memulai dengan dosis 21 mg, seharusnya membutuhkan waktu kira-
kira 10 minggu untuk menghentikan dirinya dari nikotin. Jika pasien memulai dengan 14 mg,
maka ia membutuhkan waktu kira-kira 8 minggu. Jika pasien membutuhkan patch nikotin
lebih lama, maka harus menghubungi dokter terlebih dahulu.
Berdasarkan hasil penelitian, satu dosis standar pengganti nikotin tidak cukup kuat bila
digunakan untuk semua perokok karena tergantung pada kadar nikotin dalam darah dimana pada
setiap perokok berbeda-beda. Pada seseorang yang merokok tidak lebih dari 20 batang per hari
dapat digunakan dosis nikotin patch 21 atau 22 mg/hari. Sedangkan pada seseorang yang
merokok antara 21-40 batang per hari , dosis yang diberikan adalah intermediate dose 33-35
mg/hari untuk mengatasi withdrawal symptom. Bagi seseorang yang merokok 40 batang per hari
atau lebih, dibutuhkan dosis 44 mg/hari (Dale et al., 1995).
Efek samping yang paling umum adalah iritasi kulit. Ketika pertama kali menggunakan patch,
mungkin pasien akan merasakan gatal ringan, dan rasa terbakar. Hal ini normal dan akan hilang
setelah beberapa jam. Ketika pasien melepaskan patch, kulit dibawah akan kemerahan.
Kemerahan seharusnya akan hilang setelah beberapa hari. Jika terdapat tanda reaksi kulit yang
agak berat, atau lebih lama dari hal tersebut, jangan gunakan dahulu dan hubungi dokter. Efek
samping lain termasuk insomnia, mimpi yang tidak normal, gugup, mual, muntah, gangguan
perut, konstipasi, diare, pusing, lemah, detak jantung tidak teratur, takikardi, dan palpitasi
(www.upmc.com).
Nikotin
Nikotin sangat cocok untuk transepidermal delivery karena ini adalah cairan yang dapat
menembus kulit dengan mudah. Bahkan, ada kasus buruh tembakau menderita overdosis nikotin
sebagai akibat penanganan bahan baku daun tembakau, kondisi yang dikenal sebagai Green
Tobacco Sickness. Tergantung pada jenis patch, jumlah senyawa nikotin yang digunakan
bervariasi antara 5% sampai 50%. Obat ini dapat digunakan dalam bentuk murni, atau mungkin
berhubungan dengan bahan kimia lain seperti hidroklorida, dihidroklorida, sulfat, tartrat,
bitartarate, seng klorida, dan salisilat untuk membentuk turunan.
Saat mempersiapkan patch dengan bahan kimia ini, ada dua masalah utama. Yang pertama
adalah dosis, karena dosis yang terlalu tinggi dapat menyebabkan denyut jantung tidak teratur,
jantung berdebar, mual, muntah, pusing, atau kelemahan. Bahkan, 60 mg nikotin (setara dengan
merokok 60 rokok sekaligus) yang dianggap sebagai dosis mematikan. Oleh karena itu, penting
bahwa patch dikalibrasi untuk menghasilkan jumlah yang tertentu. Pertimbangan kedua adalah
berkaitan dengan sifat pelarut nikotin. Obat tersebut akan melarutkan banyak bahan yang
digunakan untuk membuat komponen patch. Banyak perekat, misalnya, menjadi kaku dan lepas
kelengketannya ketika terkena nikotin. Atau, mereka mungkin menjadi terlalu memuat banyak
sehingga tidak aseptabel pada kulit. Kompatibilitas semua bahan patch nikotin yang
berhubungan dengan nikotin hati-hati dievaluasi.
Patch itu sendiri adalah sebuah disk kecil sekitar 1 dalam (2,5 cm) atau kurang, yang dapat
dirakit dalam berbagai konfigurasi. Salah satu jenis patch terdiri dari sebuah ruang plastik yang
berisi obat dan ditutupi oleh membran selektif permeabel untuk mengendalikan tingkat di mana
obat diberikan. Lapisan pembawa dapat dibuat dari berbagai macam plastik, termasuk polyvinyl
chloride, polystyrene, polyurethane, etilena vinil asetat, poliester, poliolefin, dan polycarbonate.
Alternatifnya, pembawa mungkin jenis matriks, juga dikenal sebagai jenis monolit. Dalam
konfigurasi ini, obat ini didispersikan atau ditangguhkan dalam plastik padat matriks carrier.
Dalam desain patch lain, obat ini dicampur langsung dengan perekat dan diterapkan pada lapisan
pendukung plastik. Terlepas dari yang desain patch yang digunakan, disk harus memberikan obat
pada tingkat yang terkendali. Hal ini juga penting bahwa perangkat dibuat dari bahan plastik
yang cukup fleksibel untuk diterapkan dan dihapus dari kulit tanpa robek.
Lapisan Backing
Semua fitur konfigurasi patch adalah lapisan dukungan oklusi yang tidak dapat ditembus obat
tersebut. Ini biasanya selembar plastik yang dilapisi dengan foil logam untuk meningkatkan sifat
penghalang dan mencegah obat dari kebocoran.
Perekat
Perekat yang digunakan untuk menempelkan patch pada kulit sangat penting. Ada
beberapa tingkatan medis, perekat tekanan-sensitif, seperti ester akrilat / kopolimer vinil
pirolidon, polimer dimetil silikon, dan polimer akrilat. Yang terakhir ini mendominasi pasar,
terutama karena tingkat mereka yang masih rendah terhadap timbulnya alergi. Selain menjadi
tidak menyebabkan iritasi pada kulit, bahan perekat patch harus tahan air sehingga terus
menempel meskipun kulit berkeringat. Harus memiliki kekuatan kohesif yang tinggi untuk
memungkinkan membersihkan perekat dari kulit, dan harus memiliki sifat yang memungkinkan
untuk mengakomodasi pergerakan kulit tanpa kehilangan ikatan dan tanpa iritasi kulit yang
berlebihan.
Bahan lain
Bahan lain, seperti zat warna, bahan celup, pengisi inert, dan bahan tambahan lain, dapat
dicampur dengan obat. Beberapa jenis patch juga termasuk enhancer permeasi untuk
meningkatkan penetrasi obat. Sebagai contoh, salah satu produsen patch transepidermal
memasukkan alkohol kadar rendah untuk meningkatkan penetrasi kulit. Beberapa patch nikotin
mengandung antipruritic (anti-gatal). Obat antipruritic dipilih dari kelompok yang terdiri dari
bisabolol, minyak chamomile, chamazulene, allantoin, D-panthenol, asam glycyrrhetenic,
kortikosteroid, dan antihistamin.
Proses
Preparasi Pembawa
Proses manufaktur yang tepat tergantung pada jenis patch sedang dibangun. Secara umum,
membran patch yang dibuat oleh salah satu dari beberapa teknik, yang semuanya dirancang
untuk menciptakan serangkaian difusi pori-pori seragam. Misalnya, dalam metode presipitasi
polimer, film polimer dimasukkan dalam steel belt yang mengandung campuran pelarut-air.
Sebagai pengeras film polimer, pelarut berevaporasi dan menciptakan banyak lubang-lubang
kecil. Membran berpori juga dapat diciptakan oleh peregangan lelehan film tipis polimer. Karena
film ini merupakan peregangan yang tidak seragam, maka pori-pori kecil terbentuk. Metode ini
biasanya digunakan untuk polypropylene film. Tujuannya adalah untuk membuat membran
plastik tipis dengan banyak saluran mikroskopis yang dapat dilalui obat secara difusi. Membran
ini dapat dilekatkan plastik yang mengandung obat pada proses berikutnya.
Dalam sistem dimana obat ini bercampur dengan bahan patch, seperti jenis matriks dan
jenis perekat campuran, proses ini agak berbeda. Campuran disiapkan dalam tipe khusus dari
mixer yang dikenal sebagai Hockenmeyer mixer. Perekat ditambahkan pertama kali dan
premixed pada kecepatan tinggi untuk jangka waktu yang telah ditentukan. Selanjutnya, bahan
tambahan lainnya seperti agen pengendali kekentalan dapat ditambahkan, dan selanjutnya
terbentuk campuran. Kemudian komponen obat secara perlahan ditambahkan dan kecepatan
campuran ditingkatkan. Penyesuaian pH atau viskositas dapat dilakukan pada proses ini.
Pengolahan akhir tergantung pada jenis pembawa. Reservoir jenis patch harus diisi dengan
campuran obat. Matriks obat-perekat dilapisi film poliester silikon. Silikon memastikan patch
dapat dengan mudah dilepas ketika membuka lapisan perekat. Patch yang lengkap dikeringkan
dalam oven untuk menghilangkan pelarut dan kemudian dilaminasi pembawa atau backing strip
backing. Ini strip backing bisa diolah lebih lanjut dengan memotong dan kemudian dikemas
sebagai produk jadi.
Quality Control
Semua obat harus menjalani pengujian ketat untuk memastikan mereka benar disintesis dan
mengandung bahan kimia yang murni. Untuk obat yang digunakan melalui patch transepidermal,
pengujian tambahan diperlukan untuk menentukan dosis rata-rata produk. Angka ini dapat diukur
dengan metode dimana pengukuran dosis diaplikasikan pada sampel kulit perut yang dipotong
melintang di wadah kecil yang dikenal sebagai tipe sel difusi Franz. Jumlah obat yang berdifusi
melalui sampel kulit dan masuk ke dalam sel dapat diukur dengan berbagai teknik analisis,
seperti HPLC. Nilai ini dapat dihubungkan untuk menentukan berapa banyak obat yang
dilepaskan selama penggunaan produk yang sebenarnya.
Tes lainnya dilakukan untuk memastikan patch melekat pada kulit dengan benar. Kulit
permukaan sangat tidak stabil yang senantiasa memuai dan mengkerut. Biasanya, kekuatan
perekat dievaluasi dengan menerapkan produk ke pelat baja. Namun, metode ini tidak efektif
untuk perekat medis, karena ikatan perekat pada kulit jauh berbeda dari ikatan dengan logam.
Untuk mengatasi masalah ini, peneliti menggunakan film kolagen (protein bahan kulit) untuk
studi perlekatan kulit. Perekat sendiri mungkin dievaluasi untuk memastikan tidak mudah basah.
Hal ini dilakukan dengan mengukur sudut kontak dari setetes air di perekat. Tetes air seharusnya
tidak membasah perekat, dan sudut harus tetap selama 24 jam. Ada tes lain untuk perekat,
termasuk geser statis dan uji Polyken tack. Juga harus dicatat bahwa perekat ini ada di bawah
peraturan pemerintah untuk perangkat medis, yang memerlukan uji keamanan tertentu seperti tes
iritasi mata dan skrining reaksi alergi (www.madehow.com/Volume-3/Nicotine-Patch.html).
Sistem Penghantaran Obat Secara Trandermal
Tinjauan Umum
Sediaan transdermal merupakan sedian yang menyediakan rute alternatif untuk menghantarkan
obat menembus kulit hingga dapat mencapai peredaran darah sehingga dapat menghindarkan
obat dari kemungkinan terjadinya first pass metabolism. Secara umum ada dua tipe dari system
transdermal tersebut yang dapat mengontrol laju pelepasan obat dalam kulit dan yang
memungkinkan kulit untuk mengontrol laju absorpsi dari obat (Ansel, 1995).
1. Sistem dapat menghantarkan obat dengan laju obat yang terkontrol, sejak saat menempel
pada kulit pasien hingga terjadi absorpsi ke sirkulasi sistemik
2. Sistem harus memberikan karakteristik fisikokimia yang tepat untuk dapat melepaskan
substansi obat ke dalam stratum corneum
3. Sistem dapat mengoklusi kulit untuk memastikan arus searah dari laju fluks obat
4. System transdermal memiliki efek terapeti yang lebih menguntungkan daripada bentuk
sediaan dan system penghantaran obat yang lainnya
5. Bahan pelekat, pembawa, dan bahan aktif dalam system transdermal tidak boleh
mengiritasi kulit pasien
6. System transdermal ,merupakan sisitem yang oklusi dan tidak boleh aad perkembangan
dari bakteri kulit.
1. System trasdermal tidak cocok untuk obat yang dapat mengiritasi kulit
2. Hanya obat-obat yang relative poten yang cocok sebagai kandidat untuk system
transdermal karena adanya sifat impermeable dari kulit
3. Kesulitan teknis berhubungan dengan system pelekatan pada tipe kulit dan berbagai
kondisi lingkungan yang berbeda
Pada saat ini banyak dikembangkan produk obat dalam sediaan patch karena aspek kenyamanan
dan kemudahan penggunaan, termasuk juga manfaat dari sisi media dan formulasi seperti
menghindari eliminasi lintas pertama, mengurangi efek samping seperti gangguan saluran cerna
untuk sediaaan oral, dan menghindari variasi absorbsi saluran cerna. Opbat yang ideal untuk
penggunaan patch adalah benar-benar poten, sehingga tidak memerlukan dosis yang besar.
Persyaratan lain untuk patch meliputi:
1. Laju permeasi yang tinggi sehingga didapat konjsentrasi di jaringn yang cukup untuk
memberikan efek farmakologi
2. Kompatibel dengan kulit misalkan pada penggunaan berulang di tempat yang sama
3. Melekat dengan baik, tapi tidak terlalu kuat, dan mudah dilepaskan dari kulit
4. Elastic untuk paling tidak satu arah gerakan tubuh, sehingga nyaman dipakai di area
persendian
5. Stabil selama penyimpanan
6. Proses produksi sederhana dan biaya rendah(Muller, 2004)
System ini secara umum terdiri dari tiga komponen utama yaitu suatu reservoir, rate controlling
membrane dan lapisan adhesive yang melekat pada kulit. Obat di dalam daerah reservoir tersebut
harus dapat betrdifusi melewati membrane. Bahan aktif di dalam reservoir dapat didispersikan
dalam bentuk suspense, liquid, ataupun gel (Florence dan Attwood, 1988)
1. Matrix system
Pada system ini, disperse obat di dalam reservoir digantikan oleh adhesive. Obat dan bahan-
bahan tambahan, seperti polimer, enhancer, diformulasikan menjadi satu ke dalam larutan
adhesive yang kemudian pelarutnya diuapkan untuk membenituk film matriks. Selanjutnya film
matriks dan adhesive tersebut ditempelkan pada backing film. Komponen utama dari system
matriks yaitu bahan adhesive dan backing. Keuntungan dari system matriks yaitu akan
membentuk suatu sediaan patch yang tipis dan elegan sehingga nyaman untuk digunakan serta
proses pembuatannya yang mudah, cepat dan murah (Venkrataman et al, 2000)
Karakteristik obat diformulasi dalam bentuk sediaan patch (Guy and Hargraft, 1989,2003)
Secara keseluruhan, system penghantaran obat secara transdermal sesuai untuk obat dengan
karakteristik sebagai berikut:
Selain melalui pencernaan makanan,absorsbsi sistemik obat dapat terjadi melalui kulit. Untuk
mengetahui masalah absorbs perkutan, diperlukan pengetahuan tentang anatomi kulit.
2.4.1 Anatomi Kulit
Kulit merupakan organ tubuh manusia yang luasnya paling besar dan tersebar hampir diseluruh
tubuh. Kulit memiliki ketebalan 0,05-1mm yang bagian luarnya lebih dari bagian tertutupnya.
Kulit terbentuk tiga lapisan,yaitu lapisan epidermis,lapisan dermis,dan subkutis dimana masing-
masing lapisan tersusun oleh bermacam-macam jaringan dan sel (Primadiati,2001). Penampang
anatomi kulit dan apendiks dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Lapisan epidermis terbentuk dari sel stratified keratinized epithelium yang terdiri dari
lima lapisan yaitu :
Stratum corneum
Stratum corneum terdiri dari 25-30 lapis yang terbentuk oleh sel mati berisi keratin atau sel
tanduk yang bertanduk yang bertukar setiap 28 hari,berfungsi sebagai penahan
cahaya,kuman,panas dan zat kimia. Pada lapisan ini terjadi keratinasasi, yaitu proses pengerasan
kulit, tertumpuknya sel keratinin,yang dimulai dari stratum granulosum dimana sel tersebut
bergerak dari lapisan yang dibawahnya. Proses keratinisasi sangat dipengaruhi oleh factor umur,
kondisi kesehatan,sinar matahari dan makanan. Konsumsi makanan yang kekurangan
protein,vitamin dan air akan mempercepat terjadinya proses keratinisasi. Keratin dihasilkan dari
sel keratinosit yang terdapat pada lapisan epidermis,kuku dan rambut. (Primadiati,2001)
Stratum lucidum
Stratum lucidum terdiri atas dari sel lemak jernih berisi pelembab dan berperan dalam proses
penuaan kulit,sedikit lebih tebal pada telapak kaki dan tangan. (Primadiati,2001)
Stratum granulosum
Stratum granulosum terdiri dari 4-5 lapis sel-sel gepeng dengan inti yang terletak ditengah dan
sitoplasma yang berisi granula-granula basofil kasar yang dinamakan granul keratohialin.
(Primadiati,2001)
Stratum mukosum
Stratum mukosum terdiri dari 8-10 lapis yang terbentuk polygonal atau sedikit gepeng dengan
inti ditengah dan sitoplasma dengan tonjolan-tonjolan yang berisi berkas-berkas filament yang
disebut tonobril.(Primadiati,2001)
Lapisan ini jauh lebih tebal dari epidermis, terbentuk oleh jaringan elastic dan fibrosa
padat dengan elemen seluler, kelenjar dan rambut sebagai adneksa kulit. Lapisan ini terdiri atas :
Pars papilaris ,yaitu bagian yang menonjol ke dalam epidermis,berisi ujung serabut saraf
dan pembuluh darah.
Pars retikularis,yaitu bagian bawah dermis yang berhubungan dengan subkutis,terdiri
atas serabut penunjang kolagen,elastic dan reticulum (Wasiaatmadja,1997)
Lapisan ini merupakan kelanjutan dermis,terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-
sel lemak didalamnya. Sel lemak merupakan sel bulat,besar,dengan inti mendesak ke pinggir
sitoplasmalemak yang bertambah. Sel-sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dan
lainnya oleh trabekula yang fibrosa (wasiaatmadja,1997).
Rambut,kuku dan kelenjar kulit dianggap sebagai tambahan pada kulit. Kelenjar kulit
ada dua macam yaitu kelenjat palit atau kelenjar sebaseus (glandula sebasea) dan kelenjar
keringat. Kelenjar keringat terdiri dari kelenjar ekrin dan apokrin .(Primadiati,2001)
Kulit sebagai organ tubuh terluar mempunyai banyak fungsi. Fungsi utamanya adalah
perlindungan, absorbsi, ekskresi, penerima rangsang, pengatur suhu, pembentuk vitamin D, dan
keratinisasi (Primadiati, 2001).
Kulit melindungi bagian dalam tubuh manusia dari gangguan fisik dan mekanik. Gangguan ini
dapat diatasi dengan adanya bantuan lemak subkutis, tebalnya lapisan kulit dan serabut
penunjang yang berfungsi sebagai kelingking bagian tubuh (Wasiaatmadja, 1997)
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan, maupun benda padat. Kemampuan absorbsi
kulit dipengaruhi oleh ketebalan kulit, hidrasi, kelembaban udara, metabolisme dan jenis
venikulum zat yang menempel dikulit. Penyerapan yang terjadi dapat melalui celah atau sel,
saluran kelenjar ataupun melalui saluran kelenjar rambut (Wasiaatmadja, 1997).
Kulit sebagai organ yang sangat peka tersusun oleh 5 saraf sensoris ( nyeri, tekanan raba, panas
dan dingin ) yang betugas menghadapi terjadinya perubahan lingkungan yang dapat mengganggu
permukaan kulit. Ujung-ujung saraf akan mendeteksi dan menghantarkan rangsangan ke sistem
saraf pusat (Primadiati, 2001).
Kulit berfungsi sebagai organ pembuang kotoran, keringat yang mengandung zat-zat yang tidak
berguna atau sisa metabolisme dalam tubuh, misalnya Natrium klorida, urea, asam urat,
amonnia, dan sedikit lemak (Primadiati, 2001).
Kulit berperan sangat besar terhadap pengaturan suhu tubuh manusia agar tetap bertahan pada
temperatur 37 °C. Jaringan adipose pada lapisan dermis dan subkutis berfungsi sebagai lapisan
penyekat panas sehingga perubahan temperetur diluar tubuh dapat diatasi atau diredam oleh
lapisan tersebut (Primadiati, 2001).
2.5 KARAKTERISTIK
Nama paten : Habitrol (Novartis); Nicabate (HMR); Nicoderm CQ (SKB); Nicolan
(Elan); Nicopatch (Fabre); Nicotinell (Novartis); Tabazur (Théraplix).
Data toksisitas : LD50 pada tikus (mg/kg) : 0,3 iv; 9,5 ip; 230 per oral.
Data yang dikutip dari WHO, tahun 2002 menyatakan bahwa Indonesia berada di urutan kelima
teratas dalam menghabiskan rokok. Sejumlah 800 juta perokok di dunia ini berasal dari negara
berkembang, termasuk Indonesia dan itu 3 kali lipat jumlah di negara maju. Kalau pada tahun
2000 sekitar 4,9 juta orang meninggal oleh sebab yang berhubungan dengan kebiasaan merokok
dan 50 % diantaranya terjadi di negara maju, maka pada 2020 angka itu menjadi dua kali lipat
dan 70 % akan terjadi di negara berkembang.
Sediaan NRT pertama yang disetujui oleh FDA adalah nicotine gum pada tahun 1984, diikuti
oleh transdermal nicotine patch (tapel nikotin), nicotine nasal spray dan nicotine inhaler.
Sadikin, Z. D., 2008. Program Berhenti Merokok. Departemen Farmakologi dan Terapeutik,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Vol. 58, No. 4.
Enhancer adalah suatu bahan yang ditambahkan dalam formula sediaan topikal yang
diharapkan dapat meningkatkan jumlah obat yang berpenetrasi ke dalam kulit, sehingga kadar
obat yang diberikan memberikan efek yang diharapkan. Syarat enhancer yang boleh digunakan
pada formulasi sediaan topikal adalah sebagai berikut (Barry, 1983) :
1. Inert secara farmakologis dan tidak berinteraksi dengan reseptor terutama reseptor di kulit.
3. Onset of action (OOA) dalam meningkatkan penetrasi berlangsung cepat, durasi efeknya
dapat diprediksi dan sesuai dengan yang dikehendaki.
4. Ketika enhancer dibersihkan dari kulit, jaringan kulit dapat kembali seperti semula dengan
fungsi sawar yang normal.
5. Ketika menggunakan enhancer, cairan tubuh, elektrolit atau bahan-bahan endogenous tidak
boleh hilang dari tubuh.
6. Kompatibel secara fisika dan kimia dengan bahan obat dan bahan-bahan penunjang lainnya.
8. Tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna, aseptabel secara kosmetika dan murah.
1. Meningkatkan permeabilitas obat yang melewati kulit dengan perubahan stratum korneum
yang reversibel.
2. Meningkatkan aktivitas termodinamika obat bila enhancer berfungsi sebagai kosolven.
3. Meningkatkan koefisien partisi obat untuk meningkatkan pelepasan dari pembawa ke dalam
kulit.
4. Peningkatan difusi obat dengan mengkondisi stratum korneum, misalnya dengan hidrasi.
5. Meningkatkan penetrasi dan establishing reservoir obat dalam stratum korneum.