Anda di halaman 1dari 7

Siklotron dilihat dari sisi Kimia Inti

Donny Isa M. S. P (0906488281) dan Endang Nutriningsih (0906555235) Jurusan Fisika, FMIPA,Universitas Indonesia, Depok 16425, Indonesia

BAB I PENDAHULUAN

1.

Latar Belakang Masalah

Saat ini nuklir sudah banyak dimanfaatkan oleh manusia dalam berbagai bidang, mulai dari pertanian hingga kesehatan. Akan tetapi, masyarakat selalu mengaitkan nuklir dengan bom nuklir yang mematikan. Di bidang kedokteran sendiri teknologi yang menggunakan nuklir atau unsur radioaktif sudah berkembang pesat. Teknologi pemindaian berbasis nuklir dinilai memberi data yang lebih akurat dalam mendeteksi penyakit dibandingkan dengan menggunakan cara konvensional. Karenanya hampir semua rumah sakit di negara maju, khususnya di kota besar memiliki unit kedokteran nuklir, termasuk di Indonesia. Kedokteran nuklir merupakan suatu cabang ilmu kedokteran yang menggunakan sumber radiasi terbuka yang berasal dari disintegrasi inti radionuklida buatan untuk mempelajari perubahan fisiologis, anatomi dan biokimia sehingga dapat digunakan untuk tujuan diagnostik, terapi dan penelitian. Salah satu teknik diagnostik dalam kedokteran nuklir yang banyak dipakai dalam dunia kedokteran yaitu pencitraan medis PET (positron emission tomography). Untuk menghasilkan gambar 3D, teknik PET ini ditunjang oleh penggunaan radiofarmaka FDG (fluorodeoxyglucose) untuk menemukan daerah-daerah yang diduga mengalami kelainan. FDG yang dihasilkan merupakan hasil elusi radionuklida F18 dengan farmaka tertentu. Radionuklida F18 ini merupakan radionuklida hasil dari produksi siklotron.

2.

Tujuan Melalui jurnal ini, penulis ingin mengkaji bagaimana proses pembuatan radionuklida F18 yang dihasilkan melalui siklotron dilihat dari sisi kimia inti.

BAB II ISI

1. Pengertian Siklotron Siklotron ditemukan oleh Ernest O Lawrence pada tahun 1929 yang dikembangkan oleh mahasiswa di University of California pada tahun 1930 dan mulai beroperasi pada tahun 1932. Siklotron adalah suatu mesin akselerator yang mempercepat partikel secara melingkar, sehingga diperoleh energi kinetik yang tinggi. Partikel tersebut dapat berupa partikel proton atau deuteron. Siklotron dapat mempercepat partikel karena pemberian medan magnet dan medan listrik yang konstan. Komponen utama siklotron adalah sumber ion, sistem vakum tinggi, sistem pemercepat dan osilasi, sistem transpor berkas dan sistem target.

2. Sifat Radioisotop Flour 18 Fluor adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang F dan nomor atom 9. Flour merupakan gas halogen beracun berwarna kuning-hijau yang paling reaktif secara kimia dan paling elektronegatif dari seluruh unsur. Dalam bentuk murninya, dia sangat berbahaya, dapat menyebabkan pembakaran kimia sangat besar berhubungan dengan kulit. F18 merupakan radioisotop paling stabil dari Flour, biasa digunakan sebagai tracer (penjejak) adanya suatu kelainan atau tumor karena memiliki sifat dapat menahan atenuasi foton. F18 dihasilkan melalui siklotron dengan cara mempercepat gerak atom hidogen secara melingkar akibat pengaruh medan magnet yang besar dan menumbukkannya pada target inti O18.

3.

Proses Produksi Radionuklida F18 Proses di dalam siklotron merupakan proses transmutasi inti. Transmutasi inti adalah reaksi

inti atom yang sengaja dilakukan dengan cara inti atom ditembaki dengan partikel tertentu, partikel yang digunakan dapat berupa neutron, proton, deutron dan partikel alfa. Inti atom yang ditembaki partikel itu akan pecah menjadi inti atom unsur yang lain, sambil mengeluarkan energi.

Gambar. 1 Sintesis dari radioisotop F18

Partikel bermuatan berupa proton ditembakkan dari siklotron ke dalam inti oksigen-18 dan terbentuklah fluor-18 sambil melepaskan sebuah neutron. Oksigen di alam memiliki kandungan isotop oksigen-18 sebanyak 0,20%. Sisanya berupa isotop oksigen-16 dan oksigen-17 dengan kandungan masing-masing sebesar 99,76 % dan 0,04%. Karena kandungan oksigen-18 di alam sangat kecil, maka untuk keperluan ini diperlukan oksigen yang telah ditingkatkan kandungan isotop oksigen-18 di dalamnya. Peningkatan kandungan isotop oksigen-18 ini dapat dilakukan sampai lebih dari 90 %. Pada proses produksi fluor-18 ini, oksigen-18 digunakan dalam bentuk air (H2O). Dari hasil percobaan, telah ditentukan bahwa energi berkas proton yang optimal untuk produksi produksi radionuklida F-18 dari sasaran air diperkaya 180 (H/80) dengan reaksi1BO(p,n)lBF adalah 18 MeV.

Gambar 2. Proses fisi senyawa H2 menjadi ion H-

Untuk lebih jelasnya, berikut proses pembentukan radionuklida F18. Molekul H2 diberi bias voltage menyebabkan molekul hydrogen tersebut mengalami fisi mejadi dua buah ion H- ( ion hydrogen negatif). Ion hidrida ini merupakan atom hydrogen yang dikenakan electron tambahan (sehingga memberikan muatan negatif dan menciptakan ion negatif) akibat tegangan bias tadi. Karena pemberian medan magnet, ion-ion H- akan bergerak melingkar dan akan semakin cepat berputar dengan semakin besarnya medan yang diberikan, hingga ion H- tersebut menabrak foil extractor, ion H- akan berubah menjadi ion H+ (proton). Selanjutnya, proton tersebut akan kembali bergerak melingkar dan akhirnya menumbuk target inti O18. Dari tumbukan ini, dihasilkan radionuklida F18 dan melepaskan sebuah neutron. Persamaan reaksi:
18

O + 1H

18

F +

0n

Sasaran (target) adalah

18

O, produk

18

F, partikel penembak adalah p (1H) dan partikel yang di

pancarkan adalah n (10n). Reaksi dapat dituliskan 18O (p,n) 18F.

4.

Aplikasi Radionuklida F18 Di Bidang Kedokteran Nukir Radioisotop fluor-18 yang telah didapatkan digunakan untuk mensintesa 18FDG

(flourodeoxyglukose). Reaksi "menempelkan" fluor-18 ini dikenal dengan reaksi penandaan

(labelling). Di beberapa negara yang telah menggunakan PET secara rutin seperti Jepang, Amerika Serikat, dan Korea, reaksi penandaan ini dilakukan menggunakan alat otomatis.

Gambar. 4 Hasil rekonstruksi citra PET scan Pertimbangan utama penggunaan alat otomatis ini adalah mempercepat waktu proses. Hal ini dikarenakan fluor-18 memiliki waktu paruh, waktu yang diperlukan untuk meluruh sehingga radioaktivitas tinggal separuhnya, yang pendek kurang dari 2 jam (110 menit). Jadi, reaksi penandaan ini berpacu dengan waktu. Jika proses ini terlalu lama, sebagian besar fluor-18 telah meluruh sehingga radioaktivitasnya akan berkurang jauh dari radioaktivitas awal. Setelah FDG selesai disiapkan, radiofarmaka tersebut segera disuntikkan ke pasien. Jumlah yang disuntikkan antara 10 dan 20 milicurie, tergantung keperluan, kondisi kamera, dan sebagainya. Sebaran fluor-18 di dalam tubuh dideteksi dengan memasukkan tubuh ke dalam rangkaian detektor elektronik berbentuk melingkar. Dari hasil pendeteksian ini dilakukan image reconstruction untuk mendapatkan gambaran sebaran fluor-18 di dalam tubuh. Perangkat kamera PET biasanya telah dilengkapi dengan program untuk keperluan merekonstruksi citra untuk melihat gambar sebaran flour tersebut.

BAB III PENUTUP

1.

Kesimpulan Dengan perkembangan kedokteran nuklir, banyak radionuklida yang telah dikembangkan diantaranya radionuklida Fluor-18, yang banyak digunakan untuk tujuan diagnosis. Hal ini disebabkan karena sifat radionuklida ini baik secara fisika maupun kimia sangat baik untuk bidang kesehatan. Radioinuklida Fluor-18 adalah radioisotop paling stabil dari fluor yang dapat memancarkan positron (pemancar positron) yang merupakan salah satu aplikasi reaksi nuklir pada bidang kedokteran khususnya kedokteran nuklir dengan persamaan reaksi:
18

O + 1H

18

F +

0n

Secara fisika, radionuklida Fluor-18 memiliki massa 18.0009380 (6) u dan waktu paruh yang relatif singkat yaitu 110 menit. Radionuklida Fluor-18 memiliki sifat dapat menahan atenuasi foton sehingga biasa digunakan untuk penjejak (tracer) adanya suatu kelainan (tumor). Radionuklida ini diperoleh dari akselerator melalui reaksi nuklir gas oksigen atau air yang dibombardir dengan inti Helium.
16

O (5He,x) 18F atau 16O (4He, x) 18F

DAFTAR PUSTAKA 1. http://www.materialisations.com/materialisations/Projects/F18.html High Tech diakses pada tanggal 31 Juli 2012 2. Ido T, Wan CN, Casella V, Fowler JS, Wolf AP, Reivich M, and Kuhl DE (1978). "Labeled 2-deoxy-D-glucose analogs: 18F-labeled 2-deoxy-2-fluoro-D-glucose, 2-deoxy-2-fluoro-Dmannose and 14C-2-deoxy-2-fluoro-D glucose". J Labeled Compounds Radiopharm 24: 174 183. 3. Fowler JS, Ido T (2002). "Initial and subsequent approach for the synthesis of 18FDG". Semin Nucl Med 32 (1): 612.doi:10.1053/snuc.2002.29270. PMID 11839070. 4. Yu, S (2006). "Review of 18F-FDG synthesis and quality control". Biomedical Imaging and Intervention Journal 2.doi:10.2349/biij.2.4.e57. 5. http://nucmed.buffalo.edu/erolbars/TRECX/recovery_module_for_O18f18.htm Helping Materialize

Anda mungkin juga menyukai