Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

APLIKASI TEKNIK NUKLIR

TEKNIK PERUNUT

Disusun Oleh:

Nama : 1. Putra Oktavianto (111900001)

2. Risdiyana Setiawan (111900002)

3. M. Fadli Jamil (011700002)

Jurusan : Teknokimia Nuklir

Kelompok :4

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NUKLIR


BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
YOGYAKARTA

i
DAFTAR ISI

COVER MAKALAH ......................................................................................................... i


DAFTAR ISI ...................................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ iii
DAFTAR TABEL............................................................................................................. iv
ABSTRAK.........................................................................................................................v
I. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
II. Metode Penelitian .................................................................................................... 5
III. Hasil dan Pembahasan .......................................................................................... 13
IV. Radioperunut yang Digunakan Versus Teknik Non-Nuklir dalam
Perspektif Tekno- Ekonomi ............................................................................ 24
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 52
LAMPIRAN ..................................................................................................................... 56

ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar . 1. Formulasi Potassium Phosphate..............................................................2

Gambar . 2. Lokasi pengkabutan isotop di bendungan...............................................6

Gambar . 3. Skema injeksi isotop kedalam pipa 8 inci dan monitoring cacahan
radiasi pada titik-titik pengamatan............................................................10

Gambar . 4. Kurva Cacahan yang Diperoleh dari Pengamatan Titik 1 dan 2 ..........11

Gambar .5. Kurva Cacahan yang Diperoleh dari Pengamatan Titik 1 dan 2..........15

Gambar .6. Peta iso-kontur isotop Bendungan Sengguruh (7-11-2003)..................16


Gambar .7. Peta iso-kontur isotop Bendungan Sengguruh (8-11-2003)....................17
Gambar .8. Peta iso-kontur isotop bendungan Sengguruh (10-11-2003)..................18
Gambar .9. Peta iso-kontur isotop bendungan Sengguruh (11-11-20).......................18

Gambar .10. Lokasi Inlet Bocoran Bendungan Sengguruh .........................................19

Gambar .11. Grafik antara kelimpahan realtif deuterium vs oksigen-18 pada contoh air
waduk, air tanah dan air keluaran..........................................................21

Gambar .12. Respon Keluaran Model Bejana Berderet untuk Nilai n yang Berbeda-
beda................................................................................................................22

Gambar .13. Analisis Aliran Kurva 1 dengan Model Bejana Berderet......................23

Gambar.14. Analisis Aliran Kurva 2 dengan Model Bejana Berderet.........................24

Gambar .15. Pengeringan Tailrace Bendungan Jatiluhur untuk Inspeksi Kebocoran


Bendungan oleh Perum Jasa Tirta II......................................................26

Gambar .16. Magnetic Resonance Imaging (MRI)..........................................................28

iii
DAFTAR TABEL
Tabel. 1. Perunut Radioisotop dalam Penelitian Hidrologi......................................9

Tabel . 2. Sifat – Sifat Isotop Br-82 ..................................................................... 11

iv
Abstrak
Pemanfaatan Teknik Perunut dalam Berbagai Bidang. Teknik perunut adalah suatu
teknik yang digunakan untuk tujuan mendapatkan informasi perilaku dari obyek dengan cara
menandai obyek tersebut dengan suatu bahan tertentu. Teknik perunut radioaktif memiliki
manfaat yang cukup banyak terutama dalam masalah biaya jika dibandingkan dengan teknik
yang non-nuklir sehingga banyak dimanfaatkan diberbagai bidang misalnya dalam bidang
kedokteran salah satunya digunakan sebagai perunut/tracer untuk mendeteksi dini penyakit
kanker, bidang hidrologi digunakan untuk penentuan kebocoran bendungan/dam maupun
untuk penyelidikan potensi sumber daya air, dan bidang industri digunakan untuk mengukur
aliran minyak mentah dalam pipa di industri petrokimia. Metode yang digunakan dalam
perunutan/tracer radioaktif adalah dengan menginjeksikan radioperunut ke objek yang akan
diteliti. Misalnya dalam bidang kedokteran, radioperunut dinjeksikan ke dalam tubuh orang
yang akan dideteksi sehingga bisa diketahui ada tidaknya penyakit kanker dalam tubuhnya.
Dalam bidang hidrologi, radioperunut diinjeksikan ke objek seperti bendungan ataupun
lainnya lalu radioperunut tersebut akan mengikuti aliran sumber kebocoran dalam
bendungan tersebut sehingga bisa diketahui lokasi kebocoran dari suatu bendungan.
Kemudian dalam industri radioperunut diinjeksikan ke dalam pipa yang akan diukur laju
alirnya, detektor yang berada di luar pipa akan mendeteksi radioperunut yang berada di
dalam pipa tersebut. Dari hasil perunutan radioperunut yang telah didapatkan, terbukti
bahwa radioperunut lebih banyak manfaatnya jika dibandingkan dengan teknik non-nuklir
sehingga diharapkan kedepannya radioperunut akan lebih banyak lagi aplikasinya dalam
berbagai bidang lain.
Kata Kunci : Teknik perunut/tracer, Radioperunut, Injeksi, Teknik Non-Nuklir

v
Aplikasi Teknologi Nuklir Sebagai Teknik Perunut
I. Latar Belakang Masalah
Teknik perunut adalah suatu teknik yang digunakan untuk tujuan mendapatkan
informasi perilaku dari obyek dengan cara menandai obyek tersebut dengan suatu bahan
tertentu. Yang dimaksud dengan obyek disini adalah suatu sistem yang dinamis, artinya
bahwa sistem atau bagian dari sistem tersebut mengalami perubahan sebagai fungsi dari
ruang dan atau waktu. Sebagai contoh dari sistem dinamis itu misalnya aliran suatu populasi
masa atau material induk. Sedang yang dimaksudkan dengan bahan tertentu adalah bahan
perunut itu sendiri. Dalam sistem yang dinamis bahan perunut bercampur dengan aliran
populasi masa. Informasi yang ingin diketahui dari sistem tersebut diperoleh dengan cara
mendeteksi perunut yang telah bercampur homogen dengan aliran masa dari sistem yang
diselidiki (IAEA, 2008).
Perunutan merupakan suatu proses pemanfaatan senyawa yang telah ditandai dengan
isotop atau radioisotop untuk menjadi bagian dari sistem biologi atau mekanik sehingga
diketahui mekanisme yang terjadi atau diperoleh suatu hasil pengukuran. Teknik perunut
dapat menggunakan isotop atau radioisotop. Dasar aplikasi dari teknik perunut dengan
isotop stabil adalah sifat kimia spesifik dari unsur yang digunakan dengan berat molekul
15
yang berbeda. Contoh isotop stabil adalah N, 52Cr, 13C, dan lainnya. Alat yang digunakan
untuk mengukur isotop stabil seperti massatomic spektrofotometer, X-ray flourescene
(XRF), dan Neutron Atomic Absorbtion (NAA). Sedangkan dasar aplikasi dari teknik
perunut dengan radioisotop adalah paparan aktivitas dari masing-masing unsur yang
14 45 32
digunakan. Contoh radioisotop adalah C, Ca, P, 3H. Alat yang dapat digunakan untuk
mengukur aktivitas paparannya adalah Liquid Scintilation Counter (LSC), Gamma Counter.
32
Perunut dengan isotop radioaktif P yang tergabung dalam larutan senyawa H3PO4,
dalam hal ini dipakai untuk menentukan atau mencirikan kadar zat makanan unsur fosfor (P)
pada bagian daun tanaman sawi hijau. Pada umumnya pemakaian perunut dengan isotop
32
radioaktif P dipakai dalam lapangan pertanian khususnya dalam penelitian pemupukan.
Hal ini disebabkan karena pemupukan dengan fosfat adalah ekonomis, penting, dan juga
29 30 32 33 34
mudah dipakai. Dari semua radiofosfor yang diketahui, yaitu P, P, P, P, dan P,
32
hanya isotop radioaktif P yang sering dipergunakan sebagai perunut. Karena isotop

1
32 31
radioaktif P ini dapat dibuat dalam reaktor nuklir, yaitu penembakan P dengan netron
menurut reaksi seperti berikut ini :
n + 31P → 32P+ 𝛾
32
Isotop P dapat digunakan untuk menentukan efisiensi pupuk P, untuk mempelajari
residu pupuk P, P tersedia dalam tanah, pola perakaran aktif tanaman, distribusi perakaran
dalam tanah, evaluasi agronomis fosfat alam dan ketersediaan P dari residu pupuk P (IAEA,
1990).
Potassium phosphate adalah garam larut yang digunakan sebagai pupuk, aditif
makanan, sumber fosfor, agen buffering, kalium dan fungisida. Ketika digunakan dalam
campuran pupuk fosfat dengan urea dan amonium, senyawa ini dapat meminimalkan
keluarnya amonia dengan menjaga pH pada tingkat yang relatif rendah. Potassium
phosphate berisi 52 % P2O5 dan K2O 34 %. Senyawa ini sering digunakan sebagai sumber
nutrisi dan sebagai aditif dalam rokok. Potassium phosphate memiliki formulasi sebagai
berikut:

Gambar.1. Formulasi Potassium Phosphate (Sciencelab, 2012)

Teknik perunut radioaktif memiliki manfaat diberbagai bidang yaitu dimana dapat
diterapkan dalam mengungkap fenomena-fenomena yang terjadi seperti dibidang pertanian
kedokteran, hidrologi, dan industri (Pusat Diseminasi Iptek Nuklir, 2015). Dalam bidang
kedokteran salah satunya digunakan sebagai perunut/tracer untuk mendeteksi dini penyakit
kanker.
Pada dasarnya tubuh manusia secara alami melakukan penjagaan terhadap kanker
dengan berbagai metode seperti kematian sel yang terprogram, molekul pembantu (beberapa
polimerase DNA), penuaan (senescence), dan lain-lain. Namun metode koreksi kecatatan
atau pencegahan ini seringkali gagal terutama di lingkungan yang memungkinkan terjadi
bahkan mendukung terjadinya kecatatan sel tersebut. Contohnya lingkungan tertentu

2
mengandung bahan-bahan yang merusak yang disebut dengan karsinogen atau lingkungan
yang membuat sel tidak mampu bertahan seperti hipoksia (Cameron,et al, 2006). Hal inilah
yang menjadi salah satu latar belakang oleh para ilmuan khususnya dalam bidang
Kedokteran Nuklir menggali lebih dalam lagi manfaat radioisotop. Selain banyak
dimanfaatkan sebagai terapi berbagai penyakit radioisotop dapat juga menjadi alat deteksi
dini (tracer/perunut) sel kanker pada tubuh manusia (Enghyst and Cummings, 1990).
Dalam bidang hidrologi, teknik perunut salah satunya digunakan untuk penentuan
kebocoran bendungan/dam maupun untuk penyelidikan potensi sumber daya air. Dalam
penentuan kebocoran bendungan, lokasi kebocoran di dinding tubuh bendungan atau dasar
bendungan perlu diketahui dengan pasti sehingga lebih mengefisienkan dan mengefektifkan
dalam upaya perbaikannya (Sidauruk,dkk,2010). Kebocoran air merupakan salah satu
masalah yang sering dihadapi dalam bangunan air seperti bendungan. Penanganan masalah
bocoran pada suatu bendungan sangat perlu dilakukan karena hal ini tidak hanya
menyangkut kehilangan air yang merugikan tetapi juga karena masalah keamanan tubuh
bendungan itu sendiri. Sekali terjadi kebocoran, upaya perbaikan harus dilakukan sebelum
masalah yang lebih besar menyangkut keselamatan bendungan terjadi. Salah satu teknik
yang dapat diandalkan di lapangan dalam hal penentuan lokasi bocoran di dasar waduk dan
tubuh bendungan adalah teknologi isotop yaitu teknik perunut menggunakan radioisotop
198 198
Au (Bedmar and Araguas, 2002). Dalam teknik ini radioisotop Au akan
diinjeksikan/dikabutkan ke dalam waduk yang selanjutnya kabut isotop ini akan mengikuti
pergerakan air waduk. Gerakan air khususnya yang diakibatkan oleh bocoran pada akhirnya
akan membawa isotop ke lubang masukan (inlet) bocoran tersebut dan menempel di sedimen
yang berada dalam lubang tersebut secara akumulatif. Dengan alat pendeteksi radioisotop
yang diarahkan dan ditempatkan di dasar waduk secara berpindah-pindah, lokasi di mana
isotop ini berkumpul dan menempel dapat diketahui.
Lalu dalam penyelidikan potensi sumber daya air hal ini diperlukan karena saat ini
banyak terjadinya pemakaian air yang berlebihan. Pengambilan air secara berlebihan telah
menimbulkan banyak masalah diantaranya penurunan muka air tanah yang diikuti oleh
penurunan muka tanah (subsidence), peningkatan laju intrusi air laut, dan pencemaran.
Dengan demikian perlu langkah langkah penerapan pengelolaan sumber daya air yang ada
secara terpadu, efisient dan berkelanjutan (sustainable). Semua komponen air dalam siklus

3
hidrologi yang tersedia untuk pemenuhan kebutuhan manusia seperti air danau, sungai, air
tanah harus dikelola secara terpadu. Seluruh potensi komponen hidrologi ini harus
diidentifikasi untuk menghindari penggunaan yang berlebihan dan untuk menjamin
keberlanjutan ketersediaan air. Salah satu teknologi yang tersedia dan sudah berkembang
khususnya pada empat dekade terakhir adalah teknologi isotop. Sifat fisik dan kimia dari
isotop dari suatu unsur kimia yang unik baik yang terdapat di alam secara alamiah maupun
yang ditambahkan ke sistem hidrologi sesuai dengan tujuan pekerjaan memampukan
teknologi ini dapat mengidentifikasi beberapa parameter penting dalam pengelolaan sumber
daya air seperti: daerah imbuh cekungan air tanah, umur air tanah, pola dinamika dan neraca
air waduk/danau, interaksi antara air tanah dan air permukaan, debit air permukaan,
interkoneksi antara sistem sungai bawah tanah di daerah karst, interaksi airtanah dalam dan
dangkal dan keselamatan bendungan. Teknologi isotop secara umum dapat dibagi dua yaitu,
yang didasarkan pada variasi komposisi isotop alam yang terdapat dalam sistem yang
dipelajari, dan dengan menggunakan radioisotop buatan (IAEA,1981).
Dalam bidang Industri, teknik perunut bisa digunakan untuk mengukur aliran minyak
mentah dalam pipa di industri petrokimia. Produk yang dihasilkan dari suatu sumur minyak
tidak hanya minyak mentah, melainkan ada produk ikutan lainnya seperti air, gas dan
lumpur (sludge) (Sandler,1982). Sebelum diproses lebih lanjut di unit-unit pemrosesan
minyak (refinery), minyak mentah dari berbagai sumur disimpan sementara di tangki-tangki
penyimpan melalui pipa penyalur dengan berbagai ukuran, sesuai dengan produk yang
dihasilkan masing-masing sumur minyak. Pola aliran minyak mentah tersebut perlu
diperhatikan untuk mengetahui kecepatan alir minyak mentah untuk sampai ke tangki
penyimpanan. Kecepatan alir bisa saja terpengaruh karena komposisi dalam minyak mentah
itu sendiri sehingga tiap aliran minyak mentah akan berbeda – beda pola alirannya. Dengan
mengetahui pola aliran minyak mentahnya maka operator bisa memperkirakan waktu
pengiriman minayk mentah ke tangki penyimpanan dan juga bisa diketahui apabila ada
masalah aliran dalam pengiriman minyak mentah ke tangki penyimpanan (Sugiharto,2003).

4
II. Metode Penelitian
Pada teknik perunut untuk deteksi dini penyakit kanker salah satu metode mutakhir
untuk mendeteksi sel kanker sebelum menjadi sel kanker aktif yang berkembang
membahayakan tubuh ialah dengan metode Positron Emission Tomography (PET) CT Scan.
PET CT scan ini merupakan metode yang menggabungkan metode PET dan CT dengan
menggambarkan fungsi fisiologis jaringan tubuh manusia termasuk aktifitas metabolik dan
berbagai proses kimiawi baik karena virus, bakteri, kelainan genetik, berbagai obat obatan,
faktor lingkungan, dan usia (Enghyst and Cummings, 1990). Dalam metode PET sebagai
pelacak sel kanker, cairan yang mengandung glukosa disuntikkan kedalam tubuh. Hal ini
dikarenakan sel kanker menyerap lebih banyak glukosa untuk berkembang atau
berploriferasi. Bila banyak glukosa terserap di bagian tubuh tertentu, dengan warna abu-abu
yang lebih gelap pada hasil scan, hal itu menunjukkan adanya sel kanker yang aktif
(Senduk,dkk,2015).
Kemudian pada teknik perunut untuk penentuan kebocoran bendungan/dam
198
menggunakan radioisotop Au dalam bentuk senyawa AuCl3. Salah satu penelitian yang
pernah dilakukan adalah penelitian oleh Paston Siaduruk,dkk pada tahun 2010 yaitu
penentuan kebocoran pada bendungan Sengguruh, Malang. Perunut radioisotop dikabutkan
ke dalam air waduk secara merata setinggi 50 cm di atas dasar waduk. Tujuannya adalah
agar kabut isotop tadi mengikuti gerakan air ke arah lubang bocoran yang terdapat di dasar
waduk atau dinding tubuh bendungan. Selama pekerjaan pengkabutan isotop dan
pendeteksian, semua pintu luaran seperti pelimpas, pintu masukan untuk pembangkit
generator listrik harus ditutup. Hal ini dilakukan untuk menjamin bahwa gerakan yang
terjadi dalam air waduk dipastikan hanya didominasi oleh gerakan yang disebabkan bocoran
yang ada pada dasar atau dinding bendungan. Adapun karakteristik dari isotop ini adalah
sebagai berikut (Drost and Moser,1983) :
a. Radioisotop adalah pemancar sinar γ dengan energy 0,41 Mev,
b. Waktu paruh (half life) = 2,7 hari,
c. Konsentrasi maximum yang diizinkan (Maximum Permissible Concentration, MPC) =
5,0 x 10-5 μCi/cc,
d. Batas minimum deteksi (Minimum Detection Limit, MDL) = 1 x 10-7 μCi/cc.

5
Akan tertapi memerlukan pertimbangan bahwa volume air waduk yang akan tercampur
oleh isotop adalah 500.000 s/d 1.000.000 m3 maka dengan pertimbangan konsentrasi
maksimum yang diizinkan dan batas minimum deteksi maka konsentrasi isotop yang
dikabutkan adalah sebesar 2 Ci. Dengan konsentrasi ini maka maksimum konsentrasi yang
terjadi setelah terjadinya proses dispersi dalam air waduk diperkirakan adalah sebesar :
2 Ci
= 4 x 106 μCi/cc
5 x 105 m3
Besarnya konsentrasi radioisotop yang dikabutkan ini masih satu orde besaran di bawah
maksimum konsentrasi yang diizinkan (MPC) dan sekitar satu orde besaran di atas batas
minimum deteksi MDL. Hal ini dilakukan untuk mengikuti prosedur keselamatan radiasi
yang berlaku tanpa mengabaikan tingkat ketelitian pengukuran yang dapat
dipertanggungjawabkan. Selanjutnya dalam upaya mengefisienkan pelaksanaan
pengkabutan, isotop terlebih dahulu diencerkan ke dalam tabung yang berisi air ∼ 50 L dan
dilakukan pengkabutan pada bendungan. Lokasi pengkabutan isotop 198Au dapat dilihat pada
Gambar 2 berikut ini.

Gambar 2. Lokasi pengkabutan isotop di bendungan

6
Setelah dilakukan pengkabutan, langkah selanjutnya adalah gridding (positioning) dan
tracking (penjejakan), dimana gridding atau positioning adalah pemberian kordinat x dan y
pada titik titik deteksi terhadap titik referensi yang sudah ditetapkan. Titik deteksi ini
menyebar secara merata dari lokasi pengkabutan isotop sampai dengan pintu pelimpah
bendungan. Namun, jika dalam pencacahan ditemukan anomali konsentrasi (cacahan) maka
jarak antar titik deteksi akan dirapatkan. Sedangkan Penjejakan (tracking) adalah
pengukuran aktifitas (cacahan) radioisotop pada titik-titik deteksi. Pengukuran dilakukan
dengan detektor kedap air yang dijulurkan sampai mencapai dasar waduk. Gridding dan
penjejakan pertama dilakukan 6 jam setelah pengkabutan radioisotop. Tenggang waktu ini
diperlukan untuk memberikan waktu yang cukup bagi terjadinya percampuran dan
pergerakan isotop dari garis pengkabutan ke sekitar pintu pelimpah bendungan. Dengan
pendeteksian yang dilakukan secara berkala, lokasi kebocoran dapat diketahui berdasarkan
pola konsentrasi isotop yang teradsorpsi di dasar maupun di dinding bendungan.
Penggambaran kontur isocount akan mempermudah melokalisir daerah masukan (inlet)
bocoran di dasar maupun dinding bendungan.
Untuk penyelidikan potensi sumber daya air menggunakan teknik isotop alam yang
didasarkan pada variasi komposisi isotop alam yang terdapat dalam sistem yang dipelajari.
Isotop alam adalah isotop dari unsur kimia yang terdapat secara alamiah di alam.
Isotop alam yang paling penting dalam hidrologi adalah isotop dari atom pembentuk
molekul air itu sendiri yaitu isotop dari atom hidrogen: 1H; 2H (deuterium, D); 3H (Tritium,
T), dan isotop dari atom Oksigen (16O, 17
O, 18
O). Kelimpahan isotop hidrogen di alam
adalah sekitar 1H=99,985%; 2H (D)=0,015%; dan 3H (T)(radioactif) <0,001%. Sedangkan
16 17 18
kelimpahan isotop oksigen adalah : O=99,63%; O= 0,0375%; dan O = 0,1995%
(IAEA,1981). Dari kelimpahan isotop ini dapa dilihat bahwa molekul air yang paling
dominan adalah: H216O (massa-18), HD16O (massa-19), dan H218O (massa-20). Dalam
aplikasi, kelimpahan molekul ini dalam air tidak diukur secara mutlak tetapi yang diukur
adalah kelimpahan relatif terhadap suatu standar. Kelimpahan relatif molekul HD16O
disebut dengan kelimpahan relatif deuterium δD), dan kelimpahan relatif deuterium (dD),
dan kelimpahan relatif HD218O disebut dengan kelimpahan relatif oksigen-18 (δO-18).
Kelimpahan relative deuterium dan kelimpahan relatif oksigen-18 di air diukur relatif

7
terhadap suatu standar international SMOW (Standard Mean Ocean Water), dengan rumus
sebagai berikut:

Dimana RD dan RO-18 adalah perbandingan antara kelimpahan molekul HD216O dan
HD18O terhadap molekul H216O. Hubungan antara kelimpahan deuterium (δD) dan oksigen-
18 (δO-18) suatu contoh air telah dibuktikan oleh para ahli adalah linear dan ditulis dengan
persamaan : δD = A δO-18 + B. Sebagai contoh untuk air hujan yang diperoleh dari 91
stasiun bumi seluruh dunia diperoleh hubungan: δD = 8 δO-18 + 10 dan senlanjutnya disebut
dengan Global Meteoric Water Line (MWL). Hubungan antara kelimpahan relative
deuterium dan oksigen-18 dan variasinya sebagai fungsi waktu dan lokasi memampukan
para peneliti dibidang hidrologi untuk mempelajari karakteristik (parameter) suatu sistem
sumber daya air diantaranya elevasi daerah imbuh cekungan air tanah, dan interaksi antara
air tanah dan air permukaan. Di lain pihak, walaupun kelimpahan isotop tritium di alam
sangat kecil <0,001% tetapi karena isotop ini bersifat aktif dengan waktu paruh 12,39 tahun
maka isotop ini adalah sangat penting khususnya dalam penentuan umur air yang diteliti
(Eriksson, 1983).
.Aktifitas pancaran radiasi dari radioisotop dapat dipantau dan diukur dengan alat
detektor. Keberadaan alat detektor yang dapat mendeteksi aktifitas radiasi yang dipancarkan
oleh radioisotop dengan sensitifitas tinggi secara insitu membuat radioisotop menjadi
perunut penting dalam hidrologi. Sesuai dengan perannya yang harus mewakili dinamika air
yang diteliti, maka perunut radioaktif yang digunakan harus memenuhi beberapa syarat
diantaranya:

8
1. dapat bercampur dengan mudah dengan air dan mempunyai sifat dinamika
seperti air,
2. sifat fisis dari perunut tidak berubah oleh kondisi yang berbeda,
3. tingkat toksitas atau radio-toksitas dari perunut berada dalam tingkat yang
relatif rendah (yang diizinkan),
4. penanganannya relatif mudah,
5. tersedia dalam jumlah yang cukup dengan kontinuitas terjamin. (Davis, et al, 1980)

Beberapa perunut buatan juga biasa digunakan pada penelitian yang berhubungan
dengan pengelolaan sumber daya air yang memenuhi syarat tersebut diatas bersama dengan
waktu paruh dan konsentrasi maksimum yang diizinkan (MPC) diberikan dalam Tabel 1.

(Sidauruk,2012)

Lalu untuk pengukuran aliran minyak mentah di dalam pipa dalam penelitian yang
pernah dilakukan adalah dengan cara Isotop Br-82 diinjeksikan kedalam pipa penyalur
minyak mentah yang diproduksi dari salah satu sumur di daerah Jurong, provinsi Riau. Pipa
penyalur yang digunakan untuk menyalurkan minyak mentah dari sumur minyak ke tangki
penyimpanan sementara, berjarak ± 60 km, adalah pipa baja karbon (carbon steel)
berdiameter 8 inci. Sebagian kecil pipa penyalur berada dibawah permukaan tanah dan
sebagian lagi menyeberangi sungai Rokan. Aliran minyak mentah dianalisis dengan
menggunakan model bejana berderet. Dalam penelitian ini akan dilaporkan hasil analisis
aliran minyak mentah pada segmen pipa sepanjang 60 meter yang terletak di atas permukaan
tanah sebelum menyeberangi sungai Rokan. Skema injeksi isotop ke dalam pipa 8 inci dan
monitoring cacahan radiasi pada titik-titik pengamatan diperlihatkan pada Gambar 3. Isotop

9
Br-82 diinjeksikan pada tempat injeksi yang telah ditentukan, ± 110 meter dari sungai Rokan
ke arah sumur minyak. Agar kurva distribusi waktu tinggal (Residence Time Distribution-
selanjutnya disebut rtd) dapat dianalisis dengan model bejana berderet maka isotop yang
diinjeksikan haruslah isntantaneous sehingga membentuk pulsa. Untuk memenuhi kriteria
tersebut isotop yang diinjeksikan sedikit saja dan dilakukan dalam waktu yang sangat
singkat. Isotop dimasukkan ke dalam injektor yang terhubung dengan tabung gas
bertekanan. Tekanan gas di dalam tabung (± 700 psi) harus lebih besar dibandingkan
tekanan fluida di dalam pipa. Ujung injektor dimasukkan ke dalam pipa melalui tap
sambungan 3/4 inci. Detektor sintilasi yang telah terhubung dengan rate-meter Minekin
9302 dipasang pada titik pengamatan 1 yang berjarak ± 9 meter dari titik injeksi. Setelah
dilakukan pencacahan latar belakang, isotop segera diinjeksikan ke dalam pipa. Selanjutnya
isotop akan mengikuti aliran minyak mentah di dalam pipa. Saat isotop melewati tempat
dimana dipasang detektor, detektor akan mencatat cacahan radiasi. Pada saat isotop mengalir
di dalam pipa, detektor dipindahkan ke titik pengamatan 2 yang berada pada jarak ± 69
meter dari titik injeksi. Selanjutnya data cacahan ini diolah untuk keperluan analisis aliran
minyak mentah di dalam pipa. Kurva cacahan yang diperoleh pada titik pengamatan 1 dan
titik pengamatan 2 masing-masing disebut sebagai kurva 1 dan kurva 2.

Gambar.3. Skema injeksi isotop kedalam pipa 8 inci dan monitoring cacahan radiasi pada
titik-titik pengamatan. Jarak antara detektor 1 dan 2 adalah 60 meter.

Pemilihan isotop didasarkan pada kesamaan sifat fisika-kimia isotop dengan minyak
mentah yang mengalir di dalam pipa. Dari sekian banyak pilihan isotop yang ada, isotop Br-
82 merupakan isotop yang paling tepat sebagai perunut untuk diinjeksikan. Isotop Br-82
mempunyai sifat-sifat sebagai berikut (Charlton,1986) :

10
Tabel.2. Sifat – Sifat Isotop Br-82

Kurva cacahan hasil injeksi isotop Br-82 yang ditangkap detektor di dua titik
pengamatan diperlihatkan pada Gambar 4. Kurva-kurva seperti itu disebut sebagai kurva rtd,
karena kurva-kurva tersebut menggambarkan distribusi isotop berada dalam ‘daerah
tangkapan’ detektor. Seperti diperlihatkan pada Gambar 3, kurva rtd diplotkan antara
intensitas radiasi, dalam cps, terhadap waktu cacahan, dalam jam : menit: detik. Selanjutnya
masing-masing kurva rtd, kurva 1 dan kurva 2, ini dipisahkan dan dianalisis. Jumlah data
yang dianalisis sangat tergantung pada bentuk kurva yang dihasilkan.

Gambar.4. Kurva Cacahan yang Diperoleh dari Pengamatan Titik 1 dan 2

Laju aliran minyak mentah di dalam pipa dapat dihitung dengan metode peak to peak
dan metode flow velocity. Perhitungan laju aliran dengan metode peak to peak akan akurat
jika kurva rtd berbentuk simetris Gauss. Jika kurva rtd tidak simetris maka perhitungan laju
aliran akan lebih baik dilakukan dengan menggunakan metode flow velocity dengan terlebih

11
dahulu menghitung nilai waktu tinggal rata-rata (mean residence time-mrt) di masing-
masing kurva rtd (kurva 1 dan kurva 2). MRT menunjukkan lamanya rata-rata isotop berada
dalam ‘daerah tangkapan’ detektor. Nilai mrt dihitung berdasarkan persamaan :

dengan: τ adalah waktu tinggal rata-rata, dalam detik


t adalah waktu cacahan, dalam detik
C(t) adalah intensitas radiasi yang dicacah oleh detektor, dalam cps

Penyebut pada persamaan 3 menunjukkan daerah di bawah kurva. Persamaan (3) dapat
diselesaikan secara numerik dengan metode Simpson (Thomas and Finney,1984). Hasil
perhitungan mrt untuk masing-masing kurva 1 dan 2 adalah sebagai berikut:
• Jarak pengukuran : 60 meter
• MRT kurva 1 : 23,03 detik (data : dari pk: 16:05:56 sampai 16:08:08; 132 data)
• MRT kurva 2 : 133,62 detik (data : dari pk: 16:13:20 sampai 16:20:23; 423 data)
• Waktu tempuh : (16:13:20+20,13)—(16:05:56+23,03) detik = 554,59 detik
• Kecepatan aliran minyak mentah = 60 meter/554,59 detik = 6,49 meter/menit
Aliran minyak mentah di dalam pipa dianilisis dengan menggunakan model bejana berderet.
Model ini merupakan model yang biasa digunakan untuk memprediksi aliran fluida di dalam
suatu sistem. Dalam model ini diasumsikan fluida mengalir dari satu bejana ke bejana lain.
Keluaran dari bejana ke 1 merupakan masukan untuk bejana ke 2. Keluaran bejana ke 2
adalah masukan untuk bejana ke 3, dan seterusnya. Sifat dari masing-masing bejana dalam
model bejana berderet, adalah bejana tersebut seolah-olah berkelakuan sebagai ‘bejana
ideal’ yang dapat mencampurkan secara sempurna isotop dengan fluida di dalam bejana
dalam waktu yang sangat singkat. Keluaran dari satu bejana ideal dapat dinyatakan sebagai :
Ci=Co exp — (t/τ) (4)
Dengan Ci adalah konsentrasi isotop pada bejana ke i, dalam cps
Co adalah konsentrasi isotop yang diinjeksikan, dalam cps
τ = mrt adalah waktu tinggal rata-rata, dalam detik

12
Jika isotop diinjeksikan pada masukan bejana ke 1 maka sesuai dengan persamaan (4)
keluaran pada bejana ke n adalah sesuai dengan persamaan konsentrasi isotop dalam θ (tidak
berdimensi). Persamaan konsentrasi isotop dalam θ (tidak berdimensi) dinyatakan dalam
waktu tidak berdimensi, yaitu waktu tereduksi, θ = t/τ, dengan t dan τ masing-masing adalah
waktu cacahan, dalam detik, dan waktu tinggal rata-rata, dalam detik. Keuntungan
menggunakan besaran waktu tak berdimensi adalah pola aliran fluida didalam sistem untuk
nilai n yang berbeda-beda dapat diperbandingkan secara langsung. Parameter model bejana
berderet, yaitu n, dihitung berdasarkan variance yaitu persamaan variance model dan
hasilnya adalah sebagai berikut: nilai n untuk kurva 1 adalah 3,29 dan nilai n untuk kurva 2
adalah 2,25. Kurva model bejana berderet dibuat dengan memasukkan nilai n, yang telah
diperoleh dari persamaan variance model, ke dalam persamaan konsentrasi isotop dalam θ
(tidak berdimensi).

III. Hasil dan Pembahasan


Teknik Perunut untuk Mendeteksi Dini Penyakit Kanker
PET merupakan salah satu hasil terdepan pengembangan teknologi nuklir di bidang
kedokteran. PET adalah metode visualisasi metabolisme tubuh mengguna-kan radioisotop
pemancar positron. Oleh karena itu, citra (image) yang diperoleh ialah citra yang
menggambarkan fungsi organ tubuh. Kelainan fungsi atau metabolisme di dalam tubuh
dapat diketahui dengan metode pencitraan (imaging) ini. Hal ini berbeda dengan metode
visualisasi tubuh yang lain seperti Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan CT yang
mendeteksi kelainan bentuk organ tubuh (Gabriel,1996).
Berbagai kelainan metabolisme di dalam tubuh, termasuk di dalamnya ialah adanya
metabolisme sel kanker, dapat diketahui dengan cepat melalui PET. Salah satu bentuk
perbedaan sel kanker dengan sel normal di sekelingnya ialah pada metabolisme glukosa. Sel
kanker mengonsumsi glukosa dalam jumlah yang lebih besar dari sel di sekelilingnya.
Secara umum, kecepatan pertumbuhan sel kanker yang mencerminkan tingkat keganasannya
sebanding dengan tingkat konsumsi glukosa. Bentuk metabolisme glukosa di dalam tubuh
18
ini dapat dideteksi menggunakan bahan radiofarmaka FDG (18F-2-fluoro-2-deoxy-D-
glucose) (Phillips and Whisnant,1995).

13
Keberadaan radioisotop fluor-18 yang terdapat pada senyawa 18FDG dapat dideteksi dengan
mudah dari luar tubuh melalui radiasi yang dipancarkannya. Dengan meletakkan detektor
radiasi di luar tubuh, image reconstruction terhadap sebaran fluor-18 di dalam tubuh dapat
dilakukan dengan mengolah sinyal-sinyal yang ditangkap oleh detektor detektor tersebut.
Sebaran fluor-18 di dalam tubuh ini menunjukkan pola metabolisme glukosa di berbagai
bagian tubuh. Konsumsi glukosa yang berlebihan di suatu tempat mengindikasikan adanya
metabolisme sel kanker di tempat tersebut. Inilah yang dinamakan menemukan kanker
dalam bentuk benih. Meskipun secara bentuk fisik belum ditemukan atau belum terdeteksi,
keberadaan kanker telah diketahui ketika metabolisme sel kanker telah terjadi (Pearce,2008).
Kemampuan radioisotop memburu kanker pada stadium ini belum dapat ditandingi oleh
metode lain. Penemuan adanya sel kanker pada stadium sangat dini ini akan memudahkan
penanganan selanjutnya yang diperlukan untuk melihat keberadaan metabolisme sel kanker.
Kombinasi PET dan CT memberikan informasi yang sangat berharga dalam mendeteksi
sedini mungkin adanya sel kanker dalam tubuh manusia (Hani dan Riwidikdo,2009).

Teknik Perunut untuk Penentuan Kebocoran Dam/Bendungan


Dalam penelitian yang telah dilakukan pada bendungan Sengguruh, Malang, penjejakan
isotop dilakukan sebanyak 5 kali yaitu tanggal 6, 7 (2 kali), 8, 10 dan 11 November 2003.
Penjejakan isotop pada tanggal 6 dan 7 November dilakukan dengan keadaan semua pintu
luaran masih tertutup. Sedangkan penjejakan pada tanggal 8, 10 dan 11 November dilakukan
setelah pintu luaran untuk pembangkit listrik sudah terbuka.
Pada setiap penjejakan, aktivitas isotop pada setiap titik yang telah ditentukan koordinatnya
diukur dan kemudian digambarkan iso-konturnya. Peta iso-kontur untuk masing-masing
penjejakan disajikan dalam Gambar 3 — 8 berikut ini. Dalam Gambar 5 yaitu iso-kontur
penjejakan isotop pertama yang dilakukan pada tanggal 6 November 2003 (6 jam setelah
pengkabutan) menunjukkan adanya pergerakan kabut isotop secara umum ke arah pintu
pelimpah (down stream). Namun, gerakan kabut isotop tersebut belum seluruhnya mencapai
titik-titik masukan bocoran, sehingga tidak terlihat pusaran konsentrasi isotop sebagai
indikasi masukan bocoran.

14
Gambar.5. Peta iso-kontur isotop bendungan Sengguruh (6-11-2003)

Pada Gambar 6 disajikan penjejakan isotop tanggal 7 November yang dilakukan pada pagi
dan sore hari yang memperlihatkan pola dan iso-kontur yang sama. Pada penjejakan hari ke-
dua sudah jelas terlihat adanya konsentrasi isotop pada beberapa titik di sekitar pintu
pelimpah bendungan khususnya di dua titik yang dapat diduga sebagai titik bocoran yaitu di
bawah pintu pelimpah dan disekitar tembok kiri pintu pelimpah. Namun, kecenderungan ini
masih harus diikuti perkembangan selanjutnya, karena kemungkinan pergerakan tersebut
masih berlanjut dan baru akan tampak pada penjejakan berikutnya terutama pada penjejakan
setelah pintu luaran untuk pembangkit listrik mulai dibuka. Penjejakan setelah pintu luaran
untuk pembangkit listrik dibuka adalah sangat penting untuk menguji kestabilan indikasi
atau kecenderungan pola iso-kontur pada penjejakan sebelumnya. Dengan asumsi jika benar
titik pusaran iso-kontur adalah merupakan titik bocoran, maka gerakan air waduk yang
diakibatkan oleh aliran air menuju pintu luaran ke pembangkit listrik tidak serta merta
menyapu pola yang ada karena sudah teradsorbsi pada partikel padat di bibir bocoran.

15
Gambar 6. Peta iso-kontur isotop Bendungan Sengguruh (7-11-2003)

Setelah penjejakan hari kedua selesai dilakukan, pintu luaran ke generator pembangkit listrik
mulai dibuka dini hari tanggal 8 November. Sekitar 6 jam setelah pintu luaran dibuka,
penjejakan tahap kedua mulai dilakukan sebanyak tiga kali penjejakan yaitu pada tanggal 8,
10, dan 11 November 2003 dan Gambar 7, 8, dan 9 menunjukkan gambar iso-kontur hasil
penjejakan pada tanggal-tanggal tersebut. Pada Gambar 7 yaitu peta iso-kontur pada tanggal
8 November secara umum masih sama dengan penjejakan pada tanggal 7 November yaitu
sebelum pintu luaran dibuka.

16
Gambar 7. Peta iso-kontur isotop Bendungan Sengguruh (8-11-2003)

Pada Gambar 8 dan 9 beberapa pusaran mulai bergerak menuju pintu luaran mengikuti arus
air namun pusaran isotop disekitar pintu pelimpah masih tetap terpelihara walaupun dengan
konsentrasi yang secara signifikan berkurang. Hal ini terjadi karena butiran lepas yang
berada disekitar pintu pelimpah mulai bergerak mengikuti arus aliran ke pintu luaran.
Rangkaian penjejakan ini baik sebelum pintu pembangkit listrik dibuka maupun setelah
dibuka menunjukkan adanya bocoran yang patut diduga disekitar pintu pelimpah. Namun
dari hasil penyelidikan lanjutan, indikasi bocoran disekitar pintu luaran bukan diakibatkan
oleh kerusakan konstruksi tapi diakibatkan oleh karena seal (pelapis) pintu yang tidak
bekerja dengan sempurna karena aliran air secara visual dapat diamati keluar dari bawah
pintu pelimpah.

17
Gambar 8. Peta iso-kontur isotop bendungan Sengguruh (10-11-2003)

Gambar 9. Peta iso-kontur isotop bendungan Sengguruh (11-11-2003)

18
Dengan demikian, metode penjejakan dengan radioisotop dapat menentukan tempat
kebocoran air baik yang melalui rekahan yang terjadi karena kerusakan konstruksi
bendungan maupun yang melalui celah karena kurang berfungsinya seal pintu luaran. Dari
hasil penjejakan radioisotop (tracking) yang dilakukan dari tanggal 6 November sampai
dengan 11 November 2003, ditemukan beberapa titik yang diduga sebagai daerah masukan
bocoran (ingress point of leakage) yaitu di sekitar pintu pelimpah dan tembok kiri pintu
pelimpah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam Gambar 8 berikut.

Gambar 10. Lokasi Inlet Bocoran Bendungan Sengguruh

19
Teknik Perunut untuk Pengelolaan Sumber Daya Air
Penelitian yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya air dengan menggunakan
teknik isotop alam di Indonesia seperti penelitian asal-usul air keluaran yang terdapat
disekitar bendungan Wlingi, Blitar-Jawa Timur. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa
kelimpahan relatif deuterium (δD) dan oksigen-18 (δO-18) mempunyai hubungan linear. Lebih
jauh, gradien garis linear antara kelimpahan relatif deuterium untuk air hujan atau air tanah
sebelum mengalami penguapan adalah berkisar 8. Untuk Indonesia para peneliti di BATAN
melalui stasiun penadah hujan di beberapa tempat di Indonesia diperoleh hubungan berikut :
δD = 8 δO-18 + 14. Selanjutnya persamaan ini diadopsi menjadi persamaan garis meteorik
lokal dalam penelitian ini (Dagstan,1999).
Perubahan gradien dari persamaan antara δD vs δO-18 dari nilai 8 menunjukkan adanya
proses yang telah dialami oleh air tersebut seperti penguapan atau interaksi dengan air yang
lain atau batuan yang dilalui. Untuk suatu contoh air yang telah mengalami penguapan
seperti halnya air waduk biasanya akan mengalami fraksionasi yang mengakibatkan harga
gradiennya menjadi lebih kecil dari 8. Fraksionasi ini dalam penguapan terjadi diakibatkan
oleh perbedaan berat molekul air. Pada proses penguapan, molekul air yang lebih ringan
mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk menguap dibandingkan dengan molekul
yang lebih berat. Sebagai contoh, pada penelitian yang dilakukan di laboratorium dengan
suhu rata-rata 30oC dan kelembaban relatif 57%, garis hubungan antara δD vs δO-18 diperoleh
sbb: δD = 4,54 δO-18 - 10,17 (Sidauruk, 1987).
Dari analisis kelimpahan deuterium dan oksigen-18 dari air waduk, air hujan dan
air sumur penduduk/mata air maka akan diperoleh informasi apakah air keluaran tersebut
berasal dari waduk atau dari air tanah setempat atau merupakan campuran dari air waduk
dan air tanah setempat. Dari hasil pengamatan dan pengambilan contoh secara berkala akan
dapat dibuat grafik antara δD dan δO-18 yang memuat garis reservoir dan garis air
meteorik lokal dan titik air keluaran.
Bendungan Wlingi, yang berlokasi sekitar 8 Km dari kota Blitar - Jawa Timur
adalah bendungan serba guna dengan tipe Earth fill. Di sekitar bendungan terdapat
beberapa air keluaran yang dicurigai berasal dari air bocoran dan resapan dari reservoir
bendungan, salah satu teknik yang tersedia untuk menentukan asal usul air keluaran adalah
teknik perunut radioisotop alam seperti diterangkan diatas. Dari hasil pengamatan secara

20
berkala selama 6 bulan maka dapat digambarkan garis waduk dan garis air meteorik lokal.
Garis waduk adalah garis hubungan antara δD dan δO-18 dari contoh air yang dikumpulkan
dari waduk. Dan garis air meteoric local adalah garis hubungan anatara δD dan δO-18 dari
contoh air hujan. Gambar dibawah ini menunjukan garis waduk, air meteoric local bersama
sama dengan data isotop dari contoh air keluaran yang dikumpulkan.

Gambar.11. Grafik antara kelimpahan realtif deuterium vs oksigen-18 pada contoh air
waduk, air tanah dan air keluaran.

Terlihat jelas dalam Gambar.11 bahwa air keluaran disekitar bendungan yang
mempunyai kode contoh VS, OPR, OLP dan RG memang mempunyai indikasi kuat berasal
air waduk. Hasil tersebut dikarenkan komposisi isotop stabil contohnya air tersebut
(deuterium dan oksigen-18) seperti terlihat pada Gambar.9 lebih condong ke garis air
waduk. Kesimpulan tersebut diperkuat dari hasil observasi dan informasi yang kami
dapatkan bahwa ada keterhubungan debit air keluaran sumur dengan ketinggian muka air
dalam reservoir.

Teknik Perunut untuk Mengukur Aliran Minyak Mentah dalam Pipa


Secara teoritis ada dua model aliran ideal di dalam suatu sistem yaitu aliran plug dan
aliran tercampur sempurna. Aliran plug atau kadang-kadang disebut aliran piston dicirikan
dengan tidak adanya perubahan dari bentuk kurva, artinya bentuk kurva yang diinjeksikan
sama persis dengan bentuk kurva pada keluaran. Sebaliknya aliran tercampur sempurna atau

21
aliran pada reaktor ideal, seperti dinyatakan dalam persamaan (4), dicirikan adanya
perubahan bentuk kurva masukan dan keluaran. Jika pada reaktor ideal diinjeksikan isotop
dengan pulsa yang sangat tajam maka pada keluaran reaktor ideal bentuk kurva yang
dihasilkan berbentuk kurva eksponensial. Memang dalam kenyataannya, semua sistem
proses tidak ada yang mengikuti pola aliran ideal, melainkan aliran diantara kedua aliran
ideal tersebut di atas. Cara yang umum digunakan untuk menganalisis aliran fluida adalah
dengan memperhatikan nilai parameter model, yaitu n, yang dihitung dari persamaan
variance model, nilai waktu tinggal rata-rata untuk masing-masing kurva rtd, dan dengan
memperhatikan perubahan bentuk kurva rtd dari titik pengamatan 1 ke titik pengamatan 2
serta membandingkannya dengan kurva-kurva yang diperlihatkan pada Gambar 12 berikut.

Gambar.12 Respon Keluaran Model Bejana Berderet untuk Nilai n yang Berbeda-beda
(Fogler,1986) (Levenspiel,1972)
Dari data cacahan, Gambar 4, terlihat adanya perubahan bentuk kurva dari titik
pengamatan 1 (kurva 1) ke titik pengamatan 2 (kurva 2). Jumlah data yang dianalisis untuk
menghitung nilai waktu tinggal rata-rata di kurva 1 dan kurva 2 masing-masing 132 data dan
423 data. Jumlah data ini sesuai dengan luas area di masing-masing kurva 1 dan kurva 2.
Adanya perubahan dari area kurva 1 ke area kurva 2 menunjukkan aliran minyak mentah di
dalam pipa terdistribusi menyebar. Penyebaran ini disebabkan adanya komponen-komponen
lain selain minyak mentah di dalam pipa yaitu air, gas dan slugde. Karena masing-masing
komponen ini mempunyai viskositas yang berbeda-beda maka masing-masing komponen ini

22
bergerak dengan kecepatan yang berbeda-beda dan masing-masing komponen ini saling
berinteraksi sehingga mempengaruhi aliran minyak mentah di dalam pipa. Akibatnya isotop
yang diinjeksikan makin menyebar sesuai dengan aliran minyak mentah. Makin menjauh
dari titik injeksi makin lebar kurva rtd yang dihasilkan. Disamping itu adanya ketidakrataan
(roughness) dinding pipa sebelah dalam memberikan kontribusi terhadap penyebaran isotop
di dalam pipa.

Gambar.13 Analisis Aliran Kurva 1 dengan Model Bejana Berderet

Pada Gambar 13 dan 14 diperlihatkan fitting kurva (curve fitting) antara kurva cacahan
dan kurva model untuk nilai parameter model, n, yang diperoleh dari perhitungan variance.
Nilai n untuk kurva 1 lebih besar dari nilai n untuk kurva 2, disebabkan adanya perubahan
bentuk kurva dari kurva 1 ke kurva 2. Dengan memperhatikan bentuk-bentuk kurva yang
diperlihatkan pada Gambar 12, dan karakteristik dari nilai n untuk model bejana berderet,
memperlihatkan bahwa nilai n yang semakin kecil menunjukkan aliran minyak mentah di
dalam pipa makin tercampur disebabkan adanya komponen-komponen lain di dalam pipa
yaitu air, gas dan sludge, seperti yang disebutkan di atas di samping ketidakrataan dinding
pipa sebelah dalam. Dengan kata lain analisis aliran minyak mentah berdasarkan nilai n
menunjukkan bahwa aliran minyak mentah di dalam pipa adalah aliran turbulen. Hal lain
yang perlu diperhatikan dalam menganalisis aliran adalah dengan memperhatikan fluktuasi
kurva. Kurva 1 dan kurva 2 yang diperlihatkan pada Gambar 4, dipertegas lagi dengan

23
Gambar 13 dan 14, adalah kurva-kurva yang tidak mulus, yaitu kurva-kurva yang
berfluktuasi. Fluktuasi ini disebabkan oleh ketidakrataan permukaan dinding pipa sebelah
dalam. Ketidakrataan ini kemungkinan disebabkan oleh adanya scaling dan korosi
(LUK,2002) yang memberi kontribusi aliran minyak mentah di dalam pipa.

Gambar.14 Analisis Aliran Kurva 2 dengan Model Bejana Berderet

IV. Radioperunut yang Digunakan Versus Teknik Non-Nuklir dalam Perspektif Tekno-
Ekonomi
Ada beberapa perbedaan antara radioperunut dengan teknik non-nuklir. Misalnya saja
pada aplikasinya, aplikasi radioperunut memerlukan material yang mengalir. Oleh sebab itu
teknik-teknik pengukuran menggunakan radioperunut dilakukan justru sistem dalam
keadaan beroperasi. Sebaliknya teknik-teknik pengukuran non-nuklir dilakukan pada sistem
dalam kondisi tidak beroperasi, kecuali untuk beberapa teknik seperti teknik termografi.
Penghentian operasi sistem mengakibatkan pengurangan produksi jika sistem yang
bermasalah dapat dilokalisir. Parahnya jika sistem yang bermasalah adalah sistem yang
terintegrasi maka sistem yang bermasalah tidak dapat dilokalisir sehingga keseluruhan
sistem harus distop dan produksi dihentikan. Kerugian akibat pengurangan atau penghentian
produksi tidak hanya menimbulkan kerugian finansial tetapi juga mengakibatkan penyusutan

24
produk di pasaran yang pada akhirnya dapat merugikan masyarakat. Penyusutan produk
yang dibutuhkan masyarakat dapat mengakibatkan harga-harga menjadi melambung.
Keadaan ini dapat membahayakan manakala stok nasional terpengaruh sehingga proyek
proyek yang telah direncanakan oleh pemerintah maupun kalangan industri itu sendiri dapat
terganggu sehingga target-target nasional maupun lokal tidak dapat direalisasikan dalam
waktu yang telah ditentukan. Oleh karena itu pemakaian radioperunut dalam aplikasinya
lebih menguntungkan dibandingkan dengan teknik non-nuklir. Misalnya saja pada aplikasi
radioperunut untuk penentuan kebocoran bendungan/dam, seperti yang telah dijelaskan di
198
pembahasan bahwa aplikasinya adalah dengan mengabutkan radioisotop AU ke dalam air
waduk secara merata setinggi 50 cm di atas dasar waduk dengan tujuan agar kabut isotop
tadi mengikuti gerakan air ke arah lubang bocoran yang terdapat di dasar waduk atau
dinding tubuh bendungan. Pengecekan kebocoran dilakukan saat bendungan beroperasi atau
dalam keadaan terisi sehingga tidak mengganggu fungsi dari bendungan sendiri. Berbeda
dengan teknik non-nuklir yang digunakan untuk menginspeksi kebocoran konstruksi yang
ada pada bendungan dilakukan dengan cara pengeringan tailrace. Pengeringan tailrace
merupakan agenda rutin lima tahunan, hal ini digunakan untuk mengetahui daya dukung
konstruksi bendungan, dikarenakan biasanya bangunan bendungan didesain dengan usia
hingga 100 tahun. Akan tetapi terdapat beberapa kelemahan dalam proses ini, yaitu harus
mempertimbangkan permintaan air di wilayah hilir, apabila permintaan air tinggi maka
pengeringan tailrace tidak dapat dilakukan. Permintaan ini juga disebabkan karena sumber
air di wilayah hilir sangat kecil maka memerlukan air yang terdapat pada bendungan
tersebut. Selain itu, waktu pengerjaannya cukup lama yaitu membutuhkan waktu inspeksi
selama 1 bulan lamanya. Akan tetapi terdapat kelebihan pada proses ini, yaitu didapatkan
hasil inspeksi bendungan dan apabila terdapat kebocoran, maka dapat segera dilakukan
tahapan perbaikan, hal ini dikarenakan bendungan telah dikeringkan.

25
Gambar.15 Pengeringan Tailrace Bendungan Jatiluhur untuk Inspeksi Kebocoran
Bendungan oleh Perum Jasa Tirta II

Kemudian pada faktor kemudahan dan ketersediaan bahan dan alat untuk pengukuran,
radioisotop yang bisa digunakan sebagai radioperunut juga ada yang memang tersedia di
alam yaitu isotop alam. Salah satu aplikasinya adalah radioperunut untuk penyelidikan
potensi sumber daya air dengan menggunakan isotop alam yang paling penting dalam
hidrologi yaitu isotop dari atom pembentuk molekul air itu sendiri yaitu isotop dari atom
hidrogen: 1H; 2H (deuterium, D); 3H (Tritium, T), dan isotop dari atom Oksigen (16O,
17 18
O, O). Dengan adanya isotop alam ini bisa dimanfaatkan untuk penyelidikan potensi
sumber daya air di suatu tempat dengan lebih menghemat dalam masalah biaya pengadaan
bahannya, sedangkan untuk memantau aktifitas pancaran radiasi dari radioisotop dapat
dipantau dan diukur dengan alat detektor. Keberadaan alat detektor yang dapat mendeteksi
aktifitas radiasi yang dipancarkan oleh radioisotop dengan sensitifitas tinggi secara insitu
membuat radioisotop menjadi perunut penting dalam hidrologi. Selain itu, waktu yang
dibutuhkan untuk melakukan penyelidikan bisa lebih singkat sehingga lebih menghemat
waktu dan biaya juga. Berbeda dengan teknik non-nuklir misalnya metode geolistrik.
Metode Geolistrik merupakan metode cepat untuk mendeteksi air tanah, prinsip

26
utamanya adalah untuk mendeteksi lapisan batuan di bawah permukaan tanah yang
mengandung air (aquifer). Survei geolistrik vertikal (Vertical Electrical Sounding,
VES) dimaksudkan untuk mempelajari karakteristik akuifer dan menduga kandungan air
tanah. Informasi yang diperoleh dari survei geolistrik vertikal antara lain keadaan lapisan
batuan bawah permukaan tanah seperti ketebalan, kedalaman, serta penyebaran lapisan
batuan (Dipatunggoro dan Yuniardi 2013). Hasil survei ini dapat digunakan sebagai
pedoman dalam pengeboran air tanah. Metode geolistik ini memiliki beberapa kekurangan
seperti tidak bisa mendeteksi jumlah pasti volume air di dalam tanah, tidak bisa
membedakan antara air mengalir ataupun yang statis serta tidak bisa menjangkau lapisan
antara 1000-1500 kaki di bawah permukaan bumi. Dari kekurangan metode ini bisa
dipastikan butuh waktu yang lebih lama untuk memastikan sumber air yang ada di dalam
tanah sehingga tidak hemat waktu dan biaya.

Kemudian dalam jumlah pemakaian material, material radioperunut yang digunakan


untuk pengaplikasian hanya dalam jumlah yang sangat sedikit yang diinjeksikan ke dalam
sistem dan masih dapat dideteksi, bahkan zat radioperunut dalam material bulk dapat
dideteksi dalam rasio satu per miliar atau lebih kecil lagi. Berbeda dengan dengan teknik
non-nuklir dimana untuk jenis pekerjaan yang sama memerlukan material yang diinjeksikan
cukup besar. Misalnya pada aplikasi radioperunut untuk pengukuran aliran minyak mentah
di dalam pipa, material radioperunut Br-82 sebanyak 2 cm3 sudah cukup diinjeksikan untuk
mengukur laju aliran di dalam pipa berdiameter 24 inci. Sebaliknya, pengukuran laju aliran
di dalam pipa berdiameter 24 inci menggunakan teknik non-nuklir yaitu kolorimeter,
memerlukan beberapa ember zat pewarna yang diinjeksikan ke dalam pipa. Injeksi material
radioperunut dalam industri umumnya menggunakan sumber radiasi pemancar sinar gamma
yang mampu menembus dinding dan material yang membungkus sistem. Dengan
kemampuan sinar gamma menembus dinding memungkinkan pengukuran intensitas radiasi
gamma dapat dilakukan dari luar sistem. Metoda pengkuran seperti ini disebut metode on-
line dan tidak merusak. Metode on-line umumnya tidak dapat dilakukan untuk pekerjaan
yang sejenis menggunakan teknik non-nuklir. Mengacu pada pengukuran laju aliran di
dalam pipa menggunakan metode kolorimeter seperti yang disinggung diatas, walaupun zat
pewarna memancarkan radiasi dengan panjang gelombang atau energi tertentu, namun
energi zat pewarna tersebut tidak mampu menembus dinding dan material yang

27
membungkus sistem. Oleh sebab itu pengukuran menggunakan teknik non-nuklir biasanya
dilakukan secara sampling yaitu mengambil sampel-sampel larutan zat-warna dengan
material bulk pada tempat tempat yang telah ditentukan. Untuk mendapatkan hasil yang
akurat jumlah sampel yang disampling harus cukup banyak. Untuk memenuhi prasyarat ini
konsekuensinya zat warna yang diinjeksikan harus banyak. Untuk kasus-kasus tertentu,
tempat-tempat sampling hanya dapat diakses dengan cara merusak bagian-bagian sistem
sehingga perusakan sistem tidak dapat dihindari.

Lalu pada aplikasi radioperunut untuk deteksi dini penyakit kanker yaitu dengan PET
scan jika dibandingkan dengan teknik non-nuklir nya yaitu dengan MRI (Magnetic
Resonance Imaging) cukup banyak perbedaan. Jika dilihat dari biayanya, memang PET
scan lebih mahal jika dibandingkan dengan MRI karena PET scan harus menggunakan
radioisotop yang disuntikan ke dalam tubuh pasien yang nantinya menjadi radioperunutunya
untuk mendeteksi adanya penyakit kanker. Namun dari segi keefektifan dan keakuratan PET
scan lebih akurat jika dibandingkan dengan MRI. Selain itu, MRI juga tidak bisa digunakan
untuk orang yang di dalam tubuhnya terdapat logam serta ketidaknyamanan saat pemindaian
yang memakan waktu cukup lama juga sekitar 90 menit. PET scan sendiri walaupun punya
potensi radiasi pada tubuh, akan tetapi jika dosisnya masih di ambang batas yang
diperbolehkan oleh Bapeten hal itu masih boleh dilakukan.

Gambar. 16. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Disamping mempunyai keunggulan, teknik perunut radioaktif juga mempunyai


keterbatasan seperti pemberlakuan aturan yang ketat terhadap penggunaan material

28
radioperunut sehingga diperlukan persetujuan dari institusi yang berkompeten di bidang
pengawasan tenaga nuklir, seperti BAPETEN. Selain itu pekerjaan yang berkaitan dengan
teknik radioperunut hanya boleh dilakukan oleh pekerja yang terlatih dalam melaksanakan
dan menangani materil radioaktif sehingga untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu pekerja ini
berasal dari institusi nuklir. Umumnya pekerjaan-pekerjaan menggunakan teknik
radioperunut tidak dapat dilakukan segera setelah adanya permintaan karena untuk bisa
melakukan pekerjaan diperlukan ketersediaan radioperunut. Produksi radioperunut, terutama
yang diproduksi di dalam reaktor nuklir, sangat tergantung pada jadwal operasi reaktor dan
ketersediaan bahan yang akan diiradiasi. Oleh sebab itu kondisi ini sering dianggap sebagai
‘kondisi yang tidak menyenangkan’ buat para pengguna (end-users). Selama ini aspek
ekonomi tentang teknologi nuklir umumnya dan teknik radioperunut khususnya tidak
banyak diulas dan dilaporkan baik dalam kajian ilmiah di kalangan terbatas maupun untuk
konsumsi masyarakat umum. Laporan Badan Tenaga Nuklir Internasional (IAEA-
International Atomic Energy Agency), (IAEA, 1997)] menyebutkan rasio keuntungan
(benefit ratio) penggunaan teknik radioperunut dan teknik sumber tertutup adalah 1:10
bahkan lebih bila dibandingkan dengan teknik-teknik non-nuklir lainnya. Hal ini berarti
teknik nuklir lebih menguntungkan dibanding teknik non-nuklir untuk suatu pekerjaan
sejenis. Jika teknik nuklir diterapkan di industri skala besar maka banyak keuntungan yang
diperoleh baik financial maupun waktu. Terlepas dari itu semua, para ahli dapat
mengkalkulasi besarnya kerugian financial manakala permasalahan tidak segera
diselesaikan. Dengan kata lain para ahli dapat juga mengkalkulasi keuntungan-keuntungan
yang diperoleh dari penggunaan teknik radioperunut dan teknik sumber tertutup lainnya jika
kedua teknik ini diterapkan secara rutin baik untuk sistem dalam kondisi normal maupun
sistem dalam kondisi bermasalah untuk menjaga keberlangsungan operasi.

III. Daftar Pustaka


BEDMAR, A.P. and ARAGUAS, L., "Detection and Prevention of Leaks from Dams",
A.A. Balkema publishers, Lisse — Abington — Exton — Tokyo (2002).

Cameron JR, Skofronick JG, Grant RM. Fisika Tubuh Manusia (Edisi ke-2). Alih Bahasa:
Pendit BU. Jakarta: EGC, 2006; p. 213-5.

29
DAGSTAN, “Studi Asal-Usul Air Rembesan/Bocoran Waduk Jatiluhur, Wlingi, dan
Ngancar dengan Teknik Isotop Alam,” Laporan akhir, DAGSTAN, Jakarta, (1999).

DAVIS, S. N., THOMPSON, G. M., BENTLEY, H. W., STILES, G., “Groundwater


Tracers — A short Review,” Ground Water, v. 18, no. 1, 14 — 23 (1980).

DROST, W. AND MOSER, H., “Leakage from Lakes and Reservoirs,” Guide book on
Nuclear Techniques in Hydrology,” Technical Report series no. 91, IAEA, Vienna,
177-186 (1983).

DPU-Perum Jasa Tirta I, "Manual Operasi dan Pemeliharaan Bendungan Sengguruh,


Malang, Jawa Timur", DPU-Perum Jasa Tirta I, Malang (1998).

DROST, W. and MOSER, H., Leakage from Lakes and Reservoirs, In: Guide Book on
Nuclear Techniques in Hydrology, Technical Report Series No. 91, IAEA,Vienna,
177-186 (1983).

Enghyst HN, Cummings JH. Non-starch polysaccharides (dietary fiber) and resistant starch.
In: Furda I, Brine CJ, editors. New developments in dietary fiber. Physiological,
physicochemical, and analytical aspects. New York: Plenum Press, 1990; p. 205-25.

ERIKSSON, E., “Stable Isotopes and Tritium in Precipitation,” Guide book on Nuclear
Techniques in Hydrology, Technical Report series no. 91, IAEA, Vienna, 19—
34(1983).

FOGLER, H.S., Elements of Chemical Reaction Engineering, 2nd edition, New York,
Prentice- Hall Int, Inc, 1986, cp 14.

LEVENSPIEL, O, Chemical Reaction Engineering, Wiley, New York, 1972, cp 10.

LUK, Penetapan Kondisi Pipa Jurong 8” Shipping Line River Crossing dengan Teknik Uji
Arus Secara Komputerisasi, Laporan Akhir, 2002.

PJT I - P3TIR BATAN, “Laporan Akhir: Identifikasi Lokasi Bocoran dengan Teknik
Radioisotop di Bendungan Sengguruh, Malang (Lanjutan)”, PJT I - P3TIR BATAN,
Jakarta (2005).

Hani A, Riwidikdo H. Fisika Kesehatan. Jogjakarta: Mitra Cendikia Press, 2009; p. 117-43.

IAEA, “Stable Isotope Hydrology; Deuterium and Oxygen-18 in Water Cycle,” Technical
Report series no. 210, IAEA, Vienna, (1981).

30
PJT I - P3TIR BATAN, “Laporan Akhir: Identifikasi Lokasi Bocoran dengan Teknik
Radioisotop di Bendungan Sengguruh, Malang”, PJT I - P3TIR BATAN, Jakarta
(2003).

Pearce E. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2008; p. 325-30.

Phillips SJ, Whisnant JP. Hypertension and stroke. In: Laragh JH, Brenner BM, editors.
Hypertension: Patho-physiology, Diagnosis, and Management (2nd ed.). NewYork:
Raven Press, 1995; p. 465-78.

SIDAURUK, P., “Pengaruh Proses Penguapan terhadap Perbandingan Kelimpahan Relatif


Deuterium dan Oksigen-18 Dalam Air,” Skripsi Sarjana, Fakultas MIPA-UNAS,
Jakarta, (1987).

SANDLER, P.L., The Petroleum Programme, English for the Oil Industry, BBC English
by Radio and television, Gramedia, Jakarta, 1982, cp 4.

THOMAS Jr, G.B and FINNEY, R.L., Calculus and Analytic Geometry, Addison-Wesley
publishing Company, Massachusetts, 1984.

ZEMEL, B., "Developments in Petroleum Science: Tracers in The Oil Field", Elsevier
Science, Amsterdam (1995).

31

Anda mungkin juga menyukai