Anda di halaman 1dari 7

PERBANDINGAN KADAR HEMOGLOBIN SERTA HEMOKRIT PADA PEROKOK

KONVENSIONAL DAN PEROKOK ELEKTRIK

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Merokok sudah menjadi kebiasaan seharihari bagi masyarakat Indonesia. Terlepas dari
banyaknya jumlah pengguna rokok tembakau, Indonesia juga sebagai salah satu negara
penghasil atau produksi rokok tembakau dengan data menurut Kemenkes, Indonesia
merupakan negara dengan jumlah perokok aktif terbanyak ketiga di dunia. Data Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) menyatakan bahwa terdapat peningkatan prevalensi merokok
penduduk umur 10 Tahun dari 28,8% pada tahun 2013 menjadi 29,3% pada tahun 2018.
Sekarang ini, kebiasaan merokok tidak hanya menjadi masalah pada orang dewasa, namun
juga semakin marak pada kalangan anak dan remaja. Hal ini dibuktikan dengan
meningkatnya prevalensi merokok pada populasi usia 10 hingga 18 Tahun yakni sebesar
1,9% dari tahun 2013 (7,2%) ke tahun 2018 (9,1%) (Weleleng, et al. 2018).
Berbagai upaya dilakukan untuk menghentikan penggunaan rokok konvensional yang
dinilai terlalu banyak senyawa toksik bagi kesehatan dan beralih pada rokok elektrik. Pada
awal munculnya rokok elektrik dikatakan aman bagi kesehatan karena larutan nikotin yang
terdapat pada rokok elektrik hanya terdiri dari campuran air, propilen glikol, zat penambah
rasa, aroma tembakau dan senyawa-senyawa zat-zat toksik seperti yang terdapat pada rokok
konvensional. Banyak penelitian rokok elektrik sepertinya menjanjikan sebagai suatu
alternatif pengganti rokok tembakau yang lebih aman namun pada kenyataanya tidaklah
demikian, rokok elektronik masih mengandung nitrosamine tembakau tertentu (TSNA) dan
diethylene glycol (DEG) yang diketahui menjadi racun dan karsinogen (Rohmani, et al.
2018).
Seiring dengan rokok elektrik yang menjadi tidak lebih baik dari rokok tembakau dan
semakin populernya rokok elektrik bagi gaya hidup masyarakat menengah atas, ancaman
bahaya di balik rokok elektrik semakin mengkhawatirkan. Banyak dampak yang dapat terjadi
pada kesehatan tubuh manusia terkait pada rokok elektrik dalam hal ini kadar hemoglobin
dan hemokritnya. Hemoglobin merupakan suatu protein tetramerik eritrosit yang mengikat
molekul bukan protein, yaitu senyawa porfirin besi yang disebut heme. Hemoglobin
mempunyai dua fungsi pengangkutan penting dalam tubuh manusia, yakni pengangkutan
oksigen ke jaringan dan pengangkutan karbondioksida dan proton dari jaringan perifer ke
organ respirasi (Kennely dan Rodwell, 2009). Nilai hematokrit ialah volume semua eritrosit
dalam 100 ml darah yang dinyatakan dalam % volume darah itu. Biasanya nilai itu ditentukan
dengan darah kapiler atau darah vena (Gandasoebrata, 2008).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana kadar hemoglobin pada perokok konvensional dan elektrik?
2. Bagaimana nilai hemoglobin pada perokok konvensional dan elektrik?
3. Bagaimana perbandingan hemoglobin serta hemokrit pada perokok konvensional dan
elektrik?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk mengetahui kadar hemoglobin pada perokok konvensional dan elektrik.
2. Untuk mengetahui nilai hemoglobin pada perokok konvensional dan elektrik.
3. Untuk mengetahui perbandingan hemoglobin serta hemokrit pada perokok
konvensional dan elektrik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kandungan Rokok


Semua bahan yang terkandung dalam rokok akan ikut terbakar saat rokok dibakar.
Asap rokok tersebut akan menghasilkan sekitar 4000 bahan kimia. Dalam proses pembakaran
tersebut terdapat dua fase yaitu fase partikulat dan fase gas. Fase partikulat terdiri dari
nikotin, nitrosamin dan Nitrosonornikotin, logam berat, polisiklik hidrokarbon, dan
karsinogenik amin. Sedangkan fase gas terdiri dari karbon monoksida, karbon dioksida,
benzena, amonia, formaldehid, hidrosianida dan lain-lain. Semua bahan kimia yang
terkandung dalam asap rokok, membawa pengaruh tersendiri terhadap tubuh, dimana akan
berdampak buruk bagi kesehatan. Namun, bahan kimia utama yang merupakan racun adalah
nikotin, CO, dan tar (Sitepoe, 2000).
1. Nikotin
Nikotin terdapat dalam asap rokok dan juga di dalam tembakau yang tidak
dibakar. Dampak toksis dari nikotin terhadap tubuh dapat meliputi berbagai sistem,
diantaranya sistem persarafan, metabolic dan paling besar pengaruhnya pada sistem
kardiovaskular. Dampak rokok terhadap sistem metabolik antara lain dengan
meningkatkan kadar gula darah, kadar asam lemak bebas dan kolesterol LDL.
Sedangkan terhadap sistem kardiovaskular antara lain dengan meningkatkan tekanan
darah, denyut jantung dan agregasi sel trombosit. Selain itu, kontraksi otot jantung
seperti dipaksa, pemakaian oksigen bertambah dan vasokonstriksi pembuluh darah
perifer.

2. Gas Karbon Monoksida (CO)


Gas karbon monoksida (CO) adalah sejenis gas yang tidak memiliki bau.
Unsur ini dihasilkan oleh pembakaran yang tidak sempurna dari unsur zat arang atau
karbon. Gas karbon monoksida bersifat toksis yang bertentangan dengan oksigen
dalam transpor maupun penggunaannya. Gas CO yang dihasilkan sebatang rokok
dapat mencapai 3-6%, sedangkan CO yang dihisap oleh perokok paling rendah
sejumlah 400 ppm (parts per million) yang dapat meningkatkan kadar karboksi
haemoglobin dalam darah sejumlah 2-16%. Bila terus menerus berlangsung akan
mempengaruhi sistem saraf pusat.5 Karbon monoksida menimbulkan desaturasi
hemoglobin, menurunkan langsung persediaan oksigen untuk jaringan seluruh tubuh
termasuk miokard. CO menggantikan tempat oksigen di hemoglobin, mengganggu
pelepasan oksigen dan mempercepat aterosklerosis (pengapuran/penebalan dinding
pembuluh darah). Dengan demikian, CO menurunkan kapasitas latihan fisik,
meningkatkan viskositas darah, sehingga mempermudah penggumpalan darah.

3. Tar
Tar berasal dari tembakau, cengkeh, bahan organik lain yang dibakar dan
pembalut rokok, yang dapat dijumpai pada rokok yang dibakar. Terdapat zat
karsinogenik di dalam tar yaitu polisiklik hidrokarbon aromatis yang akan memicu
timbulnya kanker paru.
2.2 Kadar Hemoglobin
Kadar hemoglobin dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti usia dan jenis kelamin,
bertempat tinggal di dataran tinggi, merokok, aktivitas fisik dan nutrisi. Aktivitas fisik sehari
- hari dan latihan jasmani atau olahraga yang dilakukan seseorang dapat mempengaruhi kadar
hemoglobin. Pada individu yang melakukan latihan fisik secara rutin kadar hemoglobinnya
akan sedikit naik, sedangkan akan didapatkan menurun pada orang dengan aktivitas fisik
intensitas berat.
Merokok dapat menyebabkan masuknya zat-zat berbahaya bagi tubuh, salah satunya
adalah karbon monoksida (CO). Pada perokok berat, tingkat karbonmonoksida dalam tubuh
menjadi meningkat. Hemoglobin memiliki afinitas yang tinggi terhadap karbonmonoksida,
keadaan ini mengakibatkan pengikatan oksigen dengan hemoglobin menjadi berkurang dan
oksigen tidak dapat ditransport hemoglobin ke organ dan jaringan yang membutuhkan.
Keadaan tersebut akan direspon tubuh dengan melakukan mekanisme kompensasi yakni
proses hematopoiesis sehingga produksi hemoglobin akan meningkat (Gunadi, et.al. 2016).

2.3 Nilai Hematokrit


Pada perokok kebutuhan oksigen akan meningkat akibat peningkatan karbon
monoksida dalam darah yang akan menghambat kinerja hemoglobin, dan terjadi kompensasi
berupa pembentukan sel darah merah sehingga akan meningkatkan kadar hematokrit dan
hemoglobin yang dapat berpengaruh terhadap viskositas darah serta tahanan perifer. Selain
itu, nikotin dalam rokok memicu aktivasi sistem saraf simpatis dan melepaskan
neurotransmiter yang akan meningkatkan kontraktilitas dan denyut jantung serta aktivasi
sistem renin angiotensin aldosteron (RAA) yang menyebabkan peningkatan curah jantung
dan tahanan perifer. Peningkatan curah jantung, tahanan perifer dan viskositas darah akan
berpengaruh terhadap peningkatan tekanan darah (Yogiantoro, 2014).
BAB III
METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah observasi laboratorium dengan pendekatan
cross sectional untuk mengetahui hubungan kadar hemoglobin dan hematokrit pada perokok
aktif. Sampel yang digunakan yaitu perokok konvensional dan perokok elektrik.

3.1 Alat dan Bahan


Alat penelitian: spoit 3ml, vacumtainer EDTA, kapas alkohol, tourniquet, masker,
handscoon alat Mindray BC-5300.
Bahan penelitian: darah dan reagen hematologi analyzer Mindray BC-5300.

3.2 Prosedur Kerja


1. Tahap Pra-Analitik Persiapan pasien mulai mengisi infornt consent. Prinsip
Mindray BC5300: Mengukur sel darah secara otomatis berdasarkan impedansi
aliran listrik atau berkas cahaya terhadap selsel yang dilewatkan atau pengukuran
dan penyerapan sinar akibat interaksi sinar yang mempunyai panjang gelombang
tertentu dengan larutan atau sampel yang dilewatinya. Alat ini bekerja berdasarkan
prinsip flow sytometer. Flow cytometer adalah metode pengukuran (metri) jumlah
dan sifat-sifat sel (cyto) yang dibungkus oleh cairan (flow) melalui celah sempit.
Ribuan sel dialirkan melalui celah tersebut sedemikian rupa sehingga sel dapat
lewat satu per satu, kemudian dilakukan perhitungan jumlah sel dan ukurannya.
Alat ini juga memberikan informasi intra seluler, termasuk inti sel. Alat dan bahan
Alat Mindray BC-5300, sedangkan bahan yang digunakan diantaranya
antikoagulan (EDTA), kapas alkohol, spoit 3 ml, tourniquet, dan plaster.
2. Tahap Analitik
(1) Prosedur pengambilan darah vena Pasien dalam keadaan duduk. Letakkan
tangan pasien lurus dengan telapak tangan menghadap ke atas. Vena pasien
dibendung dengan tourniquet, kemudian pasien disuruh mengapalkan tangan
beberapa kali untuk mengisi pembuluh darah. Ujung telunjuk kiri memeriksa
lokasi vena yang akan ditusuk. Setelah didapat, vena pasien didesinfektan
dengan kapas alkohol 70% dan dibiarkan kering. Tusuk vena pasien dengan
spoit dengan arah lubang jarum menghadap ke atas. Mintalah kepada pasien
untuk membuka kepalan tangannya saat darah dihisap kedalam spoit.
Lepaskan tourniquet dan letakkan kapas kering pada tempat penusukan lalu
diberi plester. Jarum dilepas dari spoit, lalu darah dimasukkan kedalam tabung
EDTA. Spoit yang telah digunakan segera dibuang pada tempat pembuangan
khusus.
(2) Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit dengan menggunakan alat Mindray
BC-5300. Nyalakan komputer dan masuk di menu utama Mindray BC-5300.
Nyalakan alat Mindray BC-5300 dengan cara menekan tombol ON pada
power di samping bagian belakang alat. Klik yes apabila muncul note “Skip
Fluidics Initalization”. Klik Worklist (new, save, run), untuk mengisi ID dan
Identitas pasien. Baca sampel darah EDTA pasien dengan cara memasukkan
jarum aspirate ke dalam sampel yang terlebih dahulu di homogenkan, lalu
tekan aspiratnya. Klik Graph untuk melihat hasil pemeriksaan. Pilih menu
print pada graph untuk mencetak sebagai print out.
(3) Analisis data dengan uji T melalui program pengolahan data SPSS dengan
derajat kepercayaan α=0,05
DAFTAR PUSTAKA

Gandasoebrata, R. 2008.Penuntun Laboratorium Klinik, cetakan ke 16. Jakarta: Dian Rakyat.


Gunadi, Valerie I. R., Yanti M. Mewo, Murniati Tiho. 2016. Gambaran kadar hemoglobin
pada pekerja bangunan. Jurnal e-Biomedik (eBm), Volume 4, Nomor 2, Juli-Desember
2016
Kennelly PJ, Rodwell VW. Protein: mioglobin dan hemoglobin. Dalam: Murray RK, Granner
DK, Rodwell VW, Editor. Biokimia harper. Edisi ke 27. Pendit BU, alih bahasa
Indonesia. Wulandari N, editor edisi bahasa Indonesia. Jakarta: penerbit buku kedokteran
EGC; 2009. p. 44- 52.
Rohmani, Afiana., Noor Yazid, Aulia Ajeng Rahmawati. 2018. Rokok Elektrik dan Rokok
Konvensional Merusak Alveolus Paru. Prosiding Seminar Nasional Unimus (Volume 1,
2018).
Sitepoe, M., 2000. Kekhususan Rokok Indonesia. Dalam : Sitepu, L.S., 2010. Hubungan
Kebiasaan Merokok Terhadap Terjadinya Smoker’s Melanosis Di Kalangan Mahasiswa
Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
Departemen Ilmu Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara,
Medan:8.
Waleleng, Mark M., Linda W. A. Rotty, Efata Polii. 2018. Perbandingan Kadar Hemoglobin
Pengguna Rokok Elektrik dan Rokok Konvensional pada Pria Dewasa di Manado. Jurnal
e-Clinic (eCl), Volume 6, Nomor 2, Juli-Desember 2018.

Anda mungkin juga menyukai