Anda di halaman 1dari 8

BAHAYA PENGGUNAAN ROKOK ELEKTRIK SEBAGAI

PENGGANTI ROKOK KONVENSIONAL BAGI KESEHATAN


TUBUH
Mutiara Ishanifa
Jurusan Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Brawijaya
mutiaraishanifa@student.ub.ac.id

ABSTRAK

Rokok didefinisikan sebagai hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau
bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica
dan spesies lainnya atau sintetisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau
tanpa bahan tambahan. Rokok konvensional sangat berbahaya bagi kesehatan para
perokok aktif maupun pasif. Rokok konvensional mengandung zat berbahaya yang
dapat memberikan dampak negatif bagi tubuh penghisapnya. Beberapa cara telah
dilakukan pemerintah untuk menekan jumlah perokok yang kian melonjak. Rokok
Elektrik (Elecronic Nicotine Delivery Systems) adalah sebuah inovasi dari bentuk
rokok konvensional menjadi rokok modern. Rokok elektrik merupakan salah satu
alternatif yang dapat digunakan sebagai pengganti rokok konvensional, karena rokok
elektrik ini tidak mengandung tar dan karbon monoksida yang terkandung di rokok
konvensional, tetapi rokok elektrik tetap mengandung senyawa nikotin yang dosisnya
sangat rendah. Tulisan ini dibuat untuk membuktikan bahwa penggunaan rokok
elektrik tidak lebih baik dibandingkan rokok konvensional bagi kesehatan tubuh.

Kata kunci: rokok konvensional; rokok elektrik; asap

PENDAHULUAN

Rokok didefinisikan sebagai hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau
bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica
dan spesies lainnya atau sintetisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau
tanpa bahan tambahan. Menurut World Heatlh Organization (WHO) penggunaan
rokok telah berkembang sekitar 2,5 miliar di seluruh dunia, dan kebanyakan terjadi di
negara berkembang. Indonesia menempati urutan ke lima tertinggi di negara
berkembang penggunaan rokok di seluruh dunia. Berdasarkan laporan Southeast Asia
Tobacco Control Alliance (SEATCA) berjudul The Tobacco Control Atlas, Asean
Region menunjukkan Indonesia merupakan negara dengan jumlah perokok terbanyak
di Asean, yakni 65,19 juta orang. Angka tersebut setara 34% dari total penduduk
Indonesia pada 2016. Melihat jumlah perokok yang terus meningkat, pemerintah
berupaya untuk menurunkan jumlah perokok dengan cara menaikkan harga rokok
konvensional pada tahun 2016. Kenaikan harga rokok tersebut membuat cukup
banyak perokok konvensional beralih ke rokok elektrik atau vapor yang dianggap
lebih aman.
Rokok Elektrik (Elecronic Nicotine Delivery Systems) adalah sebuah inovasi dari
bentuk rokok konvensional menjadi rokok modern. Rokok elektrik terdiri dari tiga
komponen, yaitu: plastic cartridge yang berfungsi sebagai alat pengisap dan
cartridge yang berisi cairan, atomizer yang berfungsi untuk menguapkan cairan, dan
batere. Cairan yang digunakan untuk menghasilkan uap pada rokok elektrik
mengandung propilenglikol atau gliserin, bahan aromatik, dan nikotin cair dalam
berbagai konsentrasi. Ketika seseorang menghisap alat dan aliran udara terdeteksi
oleh sensor, maka atomizer yang bersentuhan dengan cartdrige menjadi aktif
sehingga menguapkan larutan nikotin. Aerosol nikotin yang dihasilkan kemudian
dihisap oleh pengguna rokok elektrik tersebut(Sudradjat,). Rokok elektrik ini pertama
kali diciptakan di Cina pada tahun 2004 yang kemudian berkembang dengan pesat
melalui internet dan media massa lainnya. Rokok elektrik diklaim sebagai rokok yang
lebih sehat dan ramah lingkungan dari pada rokok biasa dan tidak menimbulkan bau
dan asap. Selain itu, rokok elektrik lebih hemat dari pada rokok biasa karena bisa diisi
ulang. Rokok elektrik dianggap sebagai alat penolong bagi mereka yang kecanduan
rokok supaya berhenti merokok. Alat ini dipasarkan sebagai alternatif yang lebih
aman dari produk tembakau biasa, namun pada kenyataannya tidaklah demikian.
Berdasarkan penelitian pada tahun 2009, FDA mensponsori penelitian untuk
mengevaluasi rokok elektrik dan menemukan bahwa rokok elektrik masih
mengandung nitrosamine tembakau tertentu (TSNA) dan diethylene glycol (DEG)
yang diketahui menjadi racun dan karsinogen. Hal tersebut membuat FDA
mengeluarkan peringatan kepada masyarakat tentang bahaya zat taksik dan
karsinogen yang terkandung dalam rokok elektrik sehingga mengakibatkan
pembatasan distribusi dan penjualan rokok elektrik di Amerika dan beberapa negara
lain.
Menurut Kementerian Kesehatan Jepan, uap yang dihembuskan usai menghisap
rokok elektrik mengandung zat yang dapat menimbulkan penyakit. Rokok elektrik
juga memiliki komponen yang dapat menghasilkan panas suhu penguapan sampai
dengan 3500C, dimana kondisi ini dapat mengakibatkan pelarut didalam liquid
mengalami dekomposisi termal yang menyebabkan pembentukan senyawa yang
berpotensi berubah menjadi racun. Namun penyebaran mengenai bahaya rokok
elektrik belum merata diseluruh negara, hal ini disebabkan masih kurangnya hasil
penelitian berupa bahaya penggunaan rokok elektrik. Disamping itu rokok elektrik
yang mempunyai rasa dan bau yang manis membuat rokok elektrik lebih digemari
dikalangan masyarakat dibandingkan dengan rokok tembakau yang mempunyai bau
tidak sedap dan asap yang ditimbulkan.
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui tentang perbedaan antara rokok
elektrik maupun rokok konvensional, komponen zat yang terkandung dalam rokok
elektrik maupun rokok konvensional, dan dampak dari penggunaan rokok elektrik
bagi kesehatan tubuh. Untuk menciptakan tujuan tersebut, penulis menulis
berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan oleh beberapa mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung.

METODE

Hasil dan pembahasan tulisan ini didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh
sekelompok mahasiswa dari Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dengan judul
penelitiannya adalah Pengaruh Efek Paparan asap Rokok Elektrik Dibandingkan
Paparan Asap Rokok Konvensional Terhadap Gambaran Histopatologi Paru Mencit
Jantan (Mus musculus). Penelitian tersebut dilakukan menggunakan 21 ekor mencit
(mus musculus) dengan menggunakan rokok elektrik generasi ke 3 dan rokok
konvensional yang digunakan adalah rokok djarum. Penelitian tersebut menggunakan
21 mencit yang dibagi ke dalam 3 kelompok percobaan yaitu Kelompok kontrol (K)
hanya diberikan pakan berupa pur jenis 551, Kelompok perlakuan 1 (P1) diberikan
paparan asap rokok, elektrik dan pakan pur 551, Kelompok perlakuan 2 (P2)
diberikan paparan asap rokok konvensional dan pakan pur 551. Selanjutnya pada hari
ke 15 mencit dilakukan terminasi, lalu selanjutnya dibuat preparat histopatologis
dengan metode parafin danpewarnaan HE. Setiap preparat dilihat 5 lapang pandang,
selanjutnya dilakukan uji analisis data dengan menggunakan uji one-way anova.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Hasil penelitian tersebut didapatkan nilai rata-
rata skoring kerusakan pada kelompok kontrol 17,57 kelompok P1 36,71 kelompok
P2 39,29.

Tabel 1. Hasil analisa nilai p-value One- way Anova dan Post hoc

Kelompok K P1 P2
K - 0,000 0,000
P1 0,000 - 0,156
P2 0,000 0,156 -

Pada uji post hoc didapatkan hasil bermakna nilai p <0,05 pada kelompok K terhadap
kelompok P1 dan P2 sedangkan pada perbandingan kelompok P1 dibandingkan
dengan kelompok P2 didapat kan hasil >0,05 dan di dapat disimpulkan tidak
bermakna antara kedua perbandingan dari kedua kelompok tersebut.
A

(1) (2)

(3)

(1) Gambaran histopatologi kelompok kontrol, (2) Gambaran histopatologi kelompok


perlakuan 1, (3) Gambaran histopatologi kelompok perlakuan 2.

Pembahasan

Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa pada kelompok K memiliki gambaran hasil


skor rerata kerusakan alveolus paru terendah yang menunjukkan kelompok ini
memiliki perbedaan gambaran mikroskopis secara signifikan dengan kelompok P1
dan P2. Pada kelompok K memberikan gambaran mikroskopik yang masih termasuk
dalam derajat normal. Hal ini dikarenakan kelompok kontrol tidak berikan paparan
bahan iritan.

Kelompok P1 yang diberi paparan asap rokok elektrik mendapatkan hasil yang
signifikan terhadap kelompok kontrol berdasarkan hasil uji skoring rata-rata
kerusakan paru disebabkan karena hasil produk asap rokok elektrik mengandung
mengandung zat-zat berbahaya seperti formaldehid, TSNA, DEG, vegetable glicol
dan glisidol yang merupakan zat karsinogen lalu glisidol asetaldehid, asetol, dan
akrolein selain bahan- bahan berbahaya diatas rokok elektrik juga mengandung
karbon monoksida (CO) yang merupakan penyebab kerusakan pada paru.

Pada kelompok P2 yang di beri paparan asap rokok konvensional didapatkan hasil
yang sangat signifikan dibandingkan terhadap kelompok kontrol. Hal ini didukung
karena pada hasil pembakaran asap rokok terkandung 4000 jenis bahan kimia
berbahaya. Bahan kimia yang terdapat dalam rokok dibagi menjadi 2 komponen,
yaitu komponen gas, antara lain nitrosamine, nitrosopirolidin, hidrazin, vinil klorida,
ureten, formaldehid, hydogren sianida, akrolein, asetaldehid, nitrogen oksida
ammonium, piridin dan karbon monoksida, komponen padat, antara lain benzopirin,
dibensakridin, fluoranten, dibensokrasol, piron, hidrokarbon aromatic, polinuklear,
naftalen, nitrosamine yang tidak mudah menguap, nikel, arsen, nikotin, alkaloid
tembakau, fenol, kresol dan tar yang merupakan zat zat iritan bagi paru dan buruk
bagi kesehatan.

Namun dalam penelitian tersebut didapatkan hasil yang tidak bermakna antara
kelompok P1 dan P2 dikarenakan kerusakan struktur histopatologi paru mencit yang
disebabkan oleh asap rokok elektrik dengan asap rokok konvensional sama-sama
berbahaya dan menyebabkan kerusakan yang signifikan bila dibandingkan dengan
kelompok kontrol. Vegetable glikol yang terkandung pada e-liquid akan
menyebabkan kerusakan struktur alveolus paru dan menyebabkan kerusakan yang
sama seperti yang disebabkan oleh substansi asap rokok konvensional, sehingga dari
efek diatas didapat kan hasil perbandingan kerusakan yang seimbang antara asap
rokok elektrik dan asap rokok konvensional.

Selain sama-sama mengandung nikotin, rokok elektrik mengandung tiga bahan utama
yaitu nikotin, propilen glikol, dan gliserin yang dihasilkan dari pengasapan.
Sedangkan rokok konvensional selain nikotin juga mengandung 7.000 senyawa kimia
dan menurut penelitian senyawa tersebut menunjukan kadar nikotin dan kotinin
serum lebih tinggi pada kelompok perlakuan paparan asap rokok konvensional dari
pada kelompok rokok elektrik. Pada penelitian tersebut didapatkan hasil kerusakan
histopatologi paru yang sama, hal tersebut disebabkan karena didalam asap rokok
elektrik tersebut terdapat juga partikel halus dengan diameter hidrodinamik 2,5 μm
yang memililiki efek negatif terhadap morfologi paru. Partikel halus tersebut akan
menembus jaringan paru dan masuk ke dalam aliran darah dan akan menyebabkan
kerusakan jaringan paru.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang didapat oleh penulis, dapat disimpulkan bahwa
penggunaan rokok elektrik tidak lebih baik dibandingkan rokok konvensional. Hal ini
disebabkan karena tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara rokok
konvensional dan rokok elektrik. Kedua kandungan asap berupa nikotin terdapat
dalam rokok konvensional maupun elektrik sehingga menyebabkan kerusakan paru
yang mengganggu kesehatan tubuh.
DAFTAR PUSTAKA

Bahtiawan, Muhammad Afif. 2008. Rokok Elektrik dalam Perspektif Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan dan Hukum Islam
(Studi Komunitas Vapor Tulungagung). (Skripsi tidak diterbitkan). Tulungagung:
Institut Agama Islam Nasional Tulungagung.

Putra Arba Indra, Hanriko Rizki, Kurniawaty Evi. 2019. Pengaruh Efek Paparan Asap Rokok
Elektrik Dibandingkan Paparan Asap Rokok Konvensional Terhadap Gambaran
Histopatologi Paru Mencit Jantan (Mus musculus). Lampung: Universitas Lampung.

Rohmani Afiana, Yazid Noor, Rahmawati Aulia Ajeng. 2008. Rokok Elektrik dan Rokok
Konvensional Merusak Alveolus Paru. Semarang: Universitas Muhammadiyah
Semarang.

https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/05/31/indonesia-negara-dengan-jumlah-
perokok-terbanyak-di-asean

http://eprints.ums.ac.id/52652/11/NASPUB%20X.pdf

http://ictoh-tcscindonesia.com/wp-content/uploads/2018/01/Proceeding-Book-4th-
ICTOH.pdf

Anda mungkin juga menyukai