Anda di halaman 1dari 6

KERAGAMAN GENETIK DAN HERITABILITAS KARAKTER KOMPONEN HASIL

PADA POPULASI F2 BUNCIS (Phaseolus vulgaris L.) HASIL PERSILANGAN


VARIETAS INTRODUKSI DENGAN VARIETAS LOKAL

GENETIC VARIABILITY AND HERITABILITY OF YIELD COMPONENT


CHARACTERS IN F2 POPULATION OF COMMON BEAN (Phaseolus vulgaris L.)
DERIVED FROM A CROSS BETWEEN INTRODUCED AND LOCAL VARIETY

Hajroon Jameela*), Arifin Noor Sugiharto dan Andy Soegianto

Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya


Jl. Veteran, Malang 65145, Jawa Timur, Indonesia
*)
E-mail: meela.is.me@gmail.com

ABSTRAK cenderung memiliki keragaman genetik


sempit dengan nilai heritabilitas tinggi.
Pada tahun 2012, telah dilakukan
persilangan antara buncis varietas Kata kunci: buncis, keragaman genetik,
introduksi dengan varietas lokal dengan heritabilitas, komponen hasil
tujuan untuk mendapatkan buncis yang
berproduktivitas tinggi dengan warna polong ABSTRACT
kuning dan ungu. Individu F1 dari
persilangan tersebut kemudian diselfing In 2012, a cross between introduced
sehingga didapatkan generasi F2. Pada varieties and local varieties of common
generasi F2, tanaman akan mengalami bean was conducted in order to get
segregasi, sehingga akan menyebabkan common bean with high productivity with
keragaman. Keragaman genetik yang luas yellow and purple pods. An individual F 1
dan tingkat heritabilitas akan mempengaruhi plant from the cross was then self crossed
keberhasilan seleksi. Pada penelitian ini to produced the F2 generation. In the F2
dilakukan pendugaan nilai keragaman generation, plant will be segregating.
genetik dan heritabilitas beberapa karakter Segregation causes variability . High genetic
komponen hasil pada populasi F 2 buncis variability and heritability level will affect the
hasil persilangan tersebut. Penelitian success of the selection. In this research,
dilaksanakan di Dusun Junwatu, Desa estimation of genetic variability and
Junrejo, Kecamatan Junrejo, Kota Batu heritability value was conducted in F2
pada bulan April hingga Juli 2013. population of common bean derived from
Penelitian dilaksanakan dengan that cross. This research was conducted in
menggunakan metode single plant dengan Dusun Junwatu, Junrejo Village, Junrejo
menanam Populasi F2 (Cherokee Sun × District, Batu, from April to July 2013. The
Gilik Ijo) dan dua populasi tetua (Cherokee research was conducted using single plant
Sun dan Gilik Ijo). Hasil penelitian method by planting F2 population (Cherokee
menunjukkan karakter umur awal berbunga, Sun × Gilik Ijo) and two parental populations
umur awal panen, jumlah polong per (Cherokee Sun and Gilik Ijo). The result
tanaman, dan berat polong per tanaman showed that flowering time, first harvesting
memiliki keragaman genetik luas dengan time, pod number per plant, and pod weight
nilai heritabilitas tinggi. Karakter panjang per plant had high genetic variability and
polong dan berat polong memiliki heritability value. Pod lenght and pod weight
keragaman genetik sempit dengan nilai had low genetic variability with moderate
heritabilitas sedang, sedangkan karakter heritability value, while pod diameter had
diameter polong memiliki keragaman very low genetic variability with low
genetik sangat sempit dengan nilai heritability value. Qualitative characters
heritabilitas rendah. Karakter kualitatif tended to have low genetic variability with
high heritability value.
325

Jameela, dkk, Keragaman Genetik dan Heritabilitas ...

Keywords: common bean, genetic dan heritabilitas tersebut akan digunakan


variability, heritability, yield component sebagai pedoman dalam pelaksanaan
seleksi untuk peningkatan produktivitas
PENDAHULUAN tanaman buncis.
Buncis (Phaseolus vulgaris L.) BAHAN DAN METODE PENELITIAN
merupakan tanaman sayuran yang banyak
diminati karena mengandung berbagai zat Penelitian dilaksanakan di Dusun
yang bermanfaat bagi tubuh manusia. Junwatu, Desa Junrejo, Kecamatan Junrejo,
Namun, berdasarkan data yang Kota Batu yang terletak pada ketinggian ±
dipublikasikan oleh Direktorat Jenderal 650 m dpl dengan suhu udara minimum 18-
Hortikultura (2012), produktivitas buncis di 24°C dan suhu udara maksimum 28-32°C,
Indonesia pada tahun 2012 mengalami serta kelembaban udara 75-98%. Penelitian
penurunan sebesar 0,52%, dari 10,44 ton dimulai pada bulan April 2013 dan berakhir
ha-1 menjadi 10,38 ton ha-1. Pada tahun pada bulan Juli 2013. Bahan yang
2012, telah dilakukan persilangan antara digunakan adalah populasi F2 buncis hasil
buncis varietas introduksi dengan buncis persilangan varietas introduksi dengan
varietas lokal. Salah satu buncis varietas varietas lokal serta populasi tetuanya, yaitu
introduksi yang digunakan pada persilangan Cherokee Sun (variertas introduksi) dan
tersebut adalah Cherokee Sun sedangkan Gilik Ijo (varietas lokal). Selain itu, dalam
salah satu buncis varietas lokal yang penelitian ini juga digunakan insektisida/
digunakan adalah Gilik Ijo. Persilangan nematisida dengan bahan aktif karbofuran
antara buncis varietas introduksi dengan 3%, sekam bakar, pupuk NPK 16-16-16,
buncis varietas lokal tersebut dimaksudkan dan insektisida dengan bahan aktif Beta
untuk mendapatkan buncis dengan siflutrin.
produktivitas tinggi yang memiliki warna
Penelitian dilaksanakan dengan
polong kuning. Setelah didapatkan populasi
menggunakan metode single plant.
F1 dari persilangan tersebut, dilakukan
Pelaksanaan penelitian meliputi persiapan
selfing sehingga didapatkan populasi F2.
lahan, pemasangan mulsa, penanaman,
Menurut Crowder (1990), pada pemeliharaan, panen, dan pengamatan.
generasi F2 tanaman akan mengalami Pengamatan dilakukan pada semua individu
segregasi sesuai dengan hukum Mendel tanaman buncis pada masing-masing
sehingga akan menyebabkan keragaman. populasi. Pengamatan meliputi karakter
Keragaman genetik yang luas akan kualitatif (tipe pertumbuhan, warna daun,
mempengaruhi keberhasilan seleksi. warna batang, warna standard bunga, dan
Dengan demikian, seleksi pada populasi F2 warna polong) serta karakter kuantitatif
akan sangat efektif untuk memperoleh (umur awal berbunga, umur awal panen,
individu tanaman yang memiliki sifat seperti jumlah polong per tanaman, panjang
yang diharapkan. Keberhasilan seleksi juga polong, diameter polong, berat polong, dan
dipengaruhi oleh tingkat heritabilitas dari berar polong per tanaman). Pengamatan
karakter-karakter yang akan diseleksi pada karakter kualitatif dilakukan
(Poehlman dan Sleper, 2006). Nilai duga berdasarkan Panduan Pengujian Individual
heritabilitas menunjukkan apakah sesuatu (PPI) dan IBPGR (International Board for
karakter dikendalikan oleh faktor genetik Plant Genetic Resources). Data kualitatif
atau faktor lingkungan, sehingga dapat kemudian dikonversi menjadi data kuantitatif
diketahui sejauh mana karakter tersebut dengan cara skoring.
dapat diturunkan ke keturunan selanjutnya Heritabilitas arti luas (h 2) diduga
(Lestari et al., 2006). Pada penelitian ini dengan rumus:
dilakukan pendugaan nilai keragaman h2 = σ2G
genetik dan heritabilitas beberapa karakter
σ2 P
komponen hasil pada populasi F 2 buncis
Keterangan:
hasil persilangan varietas introduksi dengan
h2 = nilai heritabilitas arti luas
varietas lokal. Nilai duga keragaman genetik
σ2 G = nilai ragam genetik
σ2P = nilai ragam fenotip
dimilikinya atau merupakan suatu
2 pendugaan yang mengukur sejauh mana
Kriteria dugaan heritabilitas (h )
keragaman penampilan suatu genotipe
menurut McWhirter (1979 dalam Martono
dalam populasi terutama yang disebabkan
2004), yaitu tinggi jika x > 0,50, sedang jika
oleh peranan faktor genetik (Poehlman dan
0,20 ≤ x ≤ 0,50, dan rendah jika 0 < x <
Sleper, 1995 dalam Martono, 2004).
0,20.
Heritabilitas juga menentukan kemajuan
HASIL DAN PEMBAHASAN seleksi. Makin besar nilai heritabilitas, makin
besar kemajuan seleksi yang diraihnya dan
makin cepat varietas unggul dilepas.
Keberhasilan program pemuliaan
Sebaliknya, makin rendah nilai heritabilitas
tanaman sangat tergantung oleh
arti sempit, makin kecil kemajuan seleksi
tersedianya keragaman genetik dan nilai
diperoleh dan semakin lama varietas unggul
duga heritabilitas. Semakin tinggi
baru diperoleh (Aryana, 2010).
keragaman genetik yang dimiliki akan
semakin besar peluang keberhasilan bagi Keragaman genetik suatu populasi
program pemuliaan tanaman. Disamping itu, tergantung pada apakah populasi tersebut
keragaman genetik yang tinggi juga dapat merupakan generasi bersegregasi dari
meningkatkan respon seleksi karena respon suatu persilangan, pada generasi ke
seleksi berbanding lurus dengan keragaman berapa, dan bagaimana latar belakang
genetik (Fehr, 1987; Hallauer dan Miranda, genetiknya (Pinaria, 1995 dalam Syukur et
1988; Simmonds, 1986 dalam Martono, al., 2010). Pada populasi F2 hasil
2004). Heritabilitas adalah parameter persilangan, terjadi segregasi sehingga
genetik yang digunakan untuk mengukur akan menyebabkan keragaman.
kemampuan suatu genotipe pada populasi Keragaman genetik populasi F2 akan
tanaman dalam mewariskan karakter yang menjadi luas bila kedua tetua yang
digunakan memiliki sifat yang berbeda.

Tabel 1 Karakter Kualitatif Varietas Tetua


Karakter Cherokee Sun Gilik Ijo
Tipe Pertumbuhan Tegak Merambat
Warna Daun Hijau Muda Hijau
Warna Batang Hijau Hijau
Warna Standard Bunga Ungu Putih
Warna Polong Kuning Hijau

Tabel 2 Data Penyebaran Karakter Kualitatif Populasi F2


Karakter Sifat Persentase
Tipe Pertumbuhan Tegak 25,40%
Tegak Melilit 52,38%
Merambat 22,22%
Warna Daun Hijau Muda 100%
Hijau -
Hijau Tua -
Warna Batang Hijau 100%
Hijau Keunguan -
Ungu -
Warna Bunga Standard Putih 38,09%
Merah Muda 31,75%
Ungu 30,16%
Warna Polong Kuning 34,92%
Hijau 65,08%
Ungu -
Karakter warna daun dan warna karakter umur awal berbunga, umur awal
batang pada populasi F 2 Cherokee Sun × panen, jumlah polong per tanaman, dan
Gilik Ijo memiliki nilai ragam genetik 0 atau berat polong per tanaman. Nilai duga
telah seragam. Seluruh tanaman pada heritabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa
populasi tersebut memiliki warna daun hijau keragaman yang muncul pada karakter
muda dan warna batang hijau (Tabel 2). tersebut lebih dipengaruhi oleh faktor
Warna daun hijau muda juga ditemukan genetik dibandingkan dengan faktor
pada tetua betinanya, yaitu Cherokee Sun lingkungan. Hal ini sesuai dengan pendapat
(Tabel 1). Sedangkan warna batang hijau Martono (2009), bahwa nilai heritabilitas
ditemukan pada kedua tetuanya. tinggi untuk suatu karakter yang diikuti
Karakter tipe pertumbuhan, warna dengan keragaan genetik luas menunjukkan
standard bunga, dan warna polong pada bahwa karakter tersebut penampilannya
populasi F2 Cherokee Sun × Gilik Ijo lebih ditentukan oleh faktor genetik
menunjukkan kriteria keragaman genetik sehingga seleksi pada populasi ini akan
yang sempit dengan nilai heritabilitas yang efisien dan efektif karena akan memberikan
tinggi. Nilai heritabilitas tinggi menunjukkan harapan kemajuan genetik yang besar.
bahwa keragaman yang muncul untuk Dengan demikian, seleksi pada karakter-
karakter-karakter tersebut lebih dipengaruhi karakter tersebut akan lebih efektif
oleh faktor genetik dibandingkan dengan dibandingkan karakter lainnya. Hal ini juga
faktor lingkungan. Hal ini sesuai pendapat sesuai dengan pendapat Borojevic, 1990
Syukur et al. (2012), bahwa karakter (dalam Wahyuni et al., 2004) bahwa
kualitatif seperti warna bunga, bentuk variabilitas genetik yang luas merupakan
polong, dan warna polong dikendalikan oleh salah satu syarat efektifnya program
gen sederhana (satu atau dua gen) dan seleksi, dan seleksi untuk suatu karakter
tidak atau sedikit sekali dipengaruhi yang diinginkan akan lebih berarti jika
lingkungan. karakter tersebut mudah diwariskan. Mudah
Sebanyak 52,38% tanaman pada tidaknya pewarisan karakter dapat diketahui
populasi F2 Cherokee Sun × Gilik Ijo dari besarnya nilai heritabilitas (h 2) yang
memiliki tipe pertumbuhan tegak melilit. dapat diduga dengan membandingkan
Sebanyak 38,09% tanaman pada populasi besarnya varians genetik terhadap varians
tersebut memiliki warna standard bunga fenotipik.
putih dan 65,08% tanaman pada populasi Karakter panjang polong dan berat
tersebut memiliki warna polong hijau. Warna polong menunjukkan kriteria keragaman
standard bunga putih dan warna polong genetik yang sempit dengan nilai duga
hijau tersebut juga ditemukan pada tetua heritabilitas yang sedang, sementara
jantan, yaitu Gilik Ijo. Karakter warna polong karakter diameter polong menunjukkan
dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi kriteria keragaman genetik yang sangat
untuk warna polong kuning karena karakter sempit dengan nilai heritabilitas yang
tersebut memiliki nilai heritabilitas yang rendah. Seleksi terhadap karakter panjang
tinggi dan terdapat 34,92% tanaman yang polong, diameter polong, dan berat polong
memiliki warna polong sesuai dengan yang pada populasi F2 Cherokee Sun × Gilik Ijo
diinginkan, yaitu kuning. akan kurang efektif karena kemungkinan
Terdapat empat karakter kuantitatif sifat tersebut akan berubah bila ditanam
yang menunjukkan kriteria keragaman pada lingkungan yang berbeda, karena
genetik yang luas (Tabel 3) dan nilai duga pengaruh faktor lingkungan cukup besar
heritabilitas yang tinggi (Tabel 4) pada pada karakter-karakter tersebut.
populasi F2 Cherokee Sun × Gilik Ijo, yaitu
Tabel 3 Keragaman Genetik Karakter Komponen Hasil
Karakter Ragam 2× Kriteria
Genetik Standar Keragaman
Deviasi Genetik
Kualitatif
Tipe Pertumbuhan 0,48 1,39 Sempit
Warna Daun 0,00 0,00 Seragam
Warna Batang 0,00 0,00 Seragam
Warna Standard Bunga 0,69 1,66 Sempit
Warna Polong 0,55 1,48 Sempit
Kuantitatif
Umur Awal Berbunga 10,69 6,54 Luas
Umur Awal Panen 12,87 7,18 Luas
Jumlah Polong per Tanaman 607,27 49,29 Luas
Panjang Polong 0,79 1,77 Sempit
Diameter Polong 0,00 0,00 Sangat Sempit
Berat Polong 0,41 1,29 Sempit
Berat Polong per Tanaman 25545,39 319,66 Luas

Tabel 4 Heritabilitas Karakter Komponen Hasil


Ragam Ragam Kriteria
Karakter Heritabilitas
Genetik Total Heritabilitas
Kualitatif
Tipe Pertumbuhan 0,48 0,48 1,00 Tinggi
Warna Daun 0,00 0,00 - -
Warna Batang 0,00 0,00 - -
Warna Standard Bunga 0,69 0,69 1,00 Tinggi
Warna Polong 0,55 0,55 1,00 Tinggi
Kuantitatif
Umur Awal Berbunga 10,68 16,69 0,64 Tinggi
Umur Awal Panen 12,87 14,01 0,92 Tinggi
Jumlah Polong per Tanaman 607,27 695,63 0,87 Tinggi
Panjang Polong 0,78 1,60 0,49 Sedang
Diameter Polong 0,00 0,01 0,00 Rendah
Berat Polong 0,41 1,44 0,29 Sedang
Berat Polong per Tanaman 25545,39 33701,22 0,76 Tinggi

KESIMPULAN per tanaman, dan berat polong per


tanaman. Seleksi untuk karakter warna
Karakter umur awal berbunga, umur polong kuning juga dapat dilakukan.
awal panen, jumlah polong per tanaman,
dan berat polong per tanaman memiliki DAFTAR PUSTAKA
keragaman genetik luas dengan nilai
heritabilitas tinggi. Karakter panjang polong Aryana, I. G. P. M. 2010. Uji Keseragaman,
dan berat polong memiliki keragaman Heritabilitas, dan Kemajuan Genetik
genetik sempit dengan nilai heritabilitas Galur Padi Beras Merah Hasil Seleksi
sedang, sedangkan karakter diameter Silang Balik di Lingkungan Gogo.
polong memiliki keragaman genetik sangat Agroekoteknologi. 3(1): 12-19.
sempit dengan nilai heritabilitas rendah. Crowder, L. V. 1990. Genetika Tumbuhan.
Karakter kualitatif cenderung memiliki Terjeramag dari: Plant Genetics.
keragaman genetik sempit dengan nilai Penerjemah: L. Kusdiari dan Sutarso.
heritabilitas tinggi. Seleksi untuk perbaikan Gajah Mada University Press.
produktivitas tanaman buncis dapat Yogyakarta.
dilakukan pada karakter umur awal Lestari, A. D., W. Dewi W., W. A. Qosim,
berbunga, umur awal panen, jumlah polong M. Rahardja, N. Rostini, R.
Setiamihardja. 2006. Variabilitas Poehlman, J. M. and D. A. Sleper. 2006.
Genetik dan Heritabilitas Karakter Breeding Field Crops. Backwell Pub.
Komponen Hasil dan Hasil Lima Iowa.
Belas Genotip Cabai Merah. Zuriat. Syukur, M., S. Sujiprihati, R. Yunianti, K.
17(1): 94-102. Nida. 2010. Pendugaan Komponen
Martono, B. 2004. Keragaman Genetik dan
Ragam, Heritabilitas, dan Korelasi
Heritabilitas Karakter Ubi Bengkuang
untuk Menentukan Kriteria Seleksi
(Pchyrhizus erosus (L.) Urban). Balai
Cabai (Capsicum annum L.) Populasi
Penelitian Tanaman Rempah dan
F5. J. Hort. Indonesia. 1(3): 74-80.
Aneka Tanaman Industri. Sukabumi.
Wahyuni, T. S., R. Setiamihardja, N.
Martono, B. 2009. Keragaman Genetik,
Hermiati, K. H. Hendroatmodjo.
Heritabilitas, dan Korelasi antar
2004. Variabilitas Genetik,
Karakter Kuantitatif Nilam
Heritabilitas, dan Hubungan Antara
(Pogostemon sp.) Hasil Fusi
Hasil Umbi dengan Beberapa
Protoplas. Jurnal Littri. 15(1): 9-15.
Karakter Kuantitatif dari 52 Genotip
Ubi Jalar di Kendalpayak, Malang.
Zuriat. 15(2): 109-117.

Anda mungkin juga menyukai