Anda di halaman 1dari 10

BAHAYA PENGGUNAAN ROKOK ELEKTRIK SEBAGAI

PENGGANTI ROKOK KONVENSIONAL BAGI KESEHATAN


TUBUH

Mutiara Ishanifa
Jurusan Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Brawijaya
Jl. Veteran No. 1 Malang
mutiaraishanifa@student.ub.ac.id

ABSTRAK

Rokok didefinisikan sebagai hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau
bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica
dan spesies lainnya atau sintetisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau
tanpa bahan tambahan. Rokok konvensional sangat berbahaya bagi kesehatan para
perokok aktif maupun pasif. Rokok konvensional mengandung zat berbahaya yang
dapat memberikan dampak negatif bagi tubuh penghisapnya. Beberapa cara telah
dilakukan pemerintah untuk menekan jumlah perokok yaitu dengan cara menaikkan
harga rokok. Kenaikan harga rokok tersebut membuat cukup banyak perokok
konvensional beralih ke rokok elektrik atau vapor. Rokok Elektrik (Elecronic
Nicotine Delivery Systems) adalah sebuah inovasi dari bentuk rokok konvensional
menjadi rokok modern. Tulisan ini dibuat untuk membuktikan bahwa penggunaan
rokok elektrik tidak lebih baik dibandingkan rokok konvensional bagi kesehatan
tubuh. Metode yang digunakan untuk membuktikan hal tersebut adalah menggunakan
mencit (mus musculus) yang diberi asap dari rokok elektrik dan rokok konvensional.
Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara rokok konvensional dan rokok
elektrik.
Kata kunci : rokok konvensional; rokok elektrik; asap

1
PENDAHULUAN

Merokok merupakan salah satu kebiasaan yang lazim dalam kehidupan sehari – hari
yang menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Peningkatan jumlah perokok aktif
menjadi ancaman kesehatan karena menyebabkan lebih dari 7 juta jiwa meninggal per
tahun, mayoritas pengguna berasal dari negara berkembang dimana Indonesia
merupakan salah satu negara berkembang yang menempati urutan kedua pengguna
rokok terbanyak di Asia Tenggara. (Cleopatra, dkk., 2019:3).

Rokok didefinisikan sebagai hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau
bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica
dan spesies lainnya atau sintetisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau
tanpa bahan tambahan. Tembakau bisa membahayakan bagi yang bukan perokok.
Asap tembakau berkontribusi terhadap penyakit jantung, kanker, dan penyakit
lainnya, menyebabkan 1,2 juta kematian tambahan setiap tahunnya. Rokok
konvensional yang dibakar berdampak negatif bagi tubuh. (Sudradjat, 2019:115).

Menurut Rohmani, dkk. (2008:28) asap rokok sebagai salah satu radikal bebas
penyebab polusi udara meningkatkan Reactive Oxygen Species (ROS) di dalam udara
yang kemudian secara langsung akan mengakibatkan stres oksidatif pada paru. Asap
rokok yang dihirup mengandung komponen gas dan partikel. Komponen gas yang
terkandung dalam asap rokok berpotensi menimbulkan radikal bebas diantaranya
terdiri atas karbon monoksida, karbon dioksida, oksida dari nitrogen dan senyawa
hidrokarbon. Sedangkan komponen partikel terdiri atas tar, nikotin, benzopiren, fenol
dan cadmium.

Berdasarkan laporan Southeast Asia Tobacco Control Alliance menunjukkan


Indonesia merupakan negara dengan jumlah perokok terbanyak di Asean, yakni 65,19
juta orang. Angka tersebut setara 34% dari total penduduk Indonesia pada 2016.
Melihat jumlah perokok yang tetap bertambah, pemerintah berupaya untuk

2
menurunkan jumlah perokok dengan cara menaikkan harga rokok konvensional.
Kenaikan harga rokok tersebut membuat cukup banyak perokok konvensional beralih
ke rokok elektrik atau vapor.

Menurut Sudradjat, S. E. (2019:115) Rokok Elektrik (Elecronic Nicotine Delivery


Systems) adalah sebuah inovasi dari bentuk rokok konvensional menjadi rokok
modern. Rokok elektrik terdiri dari tiga komponen, yaitu: plastic cartridge yang
berfungsi sebagai alat pengisap dan cartridge yang berisi cairan, atomizer yang
berfungsi untuk menguapkan cairan, dan batere. Cairan yang digunakan untuk
menghasilkan uap pada rokok elektrik mengandung propilenglikol atau gliserin,
bahan aromatik, dan nikotin cair dalam berbagai konsentrasi. Ketika seseorang
menghisap alat dan aliran udara terdeteksi oleh sensor, maka atomizer yang
bersentuhan dengan cartdrige menjadi aktif sehingga menguapkan larutan nikotin.
Aerosol nikotin yang dihasilkan kemudian dihisap oleh pengguna rokok elektrik
tersebut.

Rokok elektrik pertama kali diciptakan di Cina yang kemudian berkembang dengan
pesat melalui internet atau media massa lainnya. Rokok elektrik lebih hemat daripada
rokok konvensional karena dapat diisi ulang. Rokok elektrik dianggap sebagai alat
pengganti bagi mereka yang kecanduan rokok konvensional supaya berhenti
menggunakan rokok. Alat ini dipasarkan sebagai alternatif yang lebih aman dari
produk tembakau biasa. Namun, pada kenyataannya tidaklah demikian.

Berdasarkan penelitian pada tahun 2009, FDA mensponsori penelitian untuk


mengevaluasi rokok elektrik dan menemukan bahwa rokok elektrik masih
mengandung nitrosamine tembakau tertentu (TSNA) dan diethylene glycol (DEG)
yang diketahui menjadi racun dan karsinogen. Hal tersebut membuat FDA
mengeluarkan peringatan kepada masyarakat tentang bahaya zat taksik dan
karsinogen yang terkandung dalam rokok elektrik sehingga mengakibatkan
pembatasan distribusi dan penjualan rokok elektrik di Amerika dan beberapa negara
lain. (Rohmani, dkk., 2008:28).

3
Menurut Kementerian Kesehatan Jepan (dalam Cleopatra, dkk., 2019:3) uap yang
dihembuskan setelah menghisap rokok elektrik memiliki kandungan zat yang dapat
menimbulkan penyakit. Rokok elektrik juga memiliki komponen yang dapat
menghasilkan panas dengan suhu penguapan hingga 350⁰C, dimana kondisi ini dapat
mengakibatkan pelarut didalam liquid mengalami dekomposisi termal yang
menyebabkan pembentukan senyawa yang berpotensi berubah menjadi racun.
Namun, penyebaran mengenai bahaya rokok elektrik belum merata diseluruh negara,
hal ini disebabkan masih kurangnya hasil penelitian berupa bahaya penggunaan rokok
elektrik. Disamping itu rokok elektrik yang mempunyai rasa dan bau yang manis
membuat rokok elektrik lebih digemari dikalangan masyarakat dibandingkan dengan
rokok tembakau yang mempunyai bau dan asap yang ditimbulkan tidak sedap.

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui tentang perbedaan antara rokok
elektrik maupun rokok konvensional, komponen zat yang terkandung dalam rokok
elektrik maupun rokok konvensional, dan dampak dari penggunaan rokok elektrik
bagi kesehatan tubuh. Untuk menciptakan tujuan tersebut, penulis menulis
berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan oleh beberapa mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung.

METODE

Hasil dan pembahasan tulisan ini didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh
sekelompok mahasiswa dari Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dengan judul
penelitiannya adalah Pengaruh Efek Paparan asap Rokok Elektrik Dibandingkan
Paparan Asap Rokok Konvensional Terhadap Gambaran Histopatologi Paru Mencit
Jantan (Mus musculus). Penelitian tersebut merupakan penelitian eksperimental
dengan metode rancangan acak terkontrol, dan desain penelitian menggunakan post
test-only control group. Penelitian tersebut dilakukan menggunakan 21 ekor mencit
(mus musculus) jantan galur swiss webster berumur 8-12 minggu dan yang dipilih
secara acak dan dibagi menjadi 3 kelompok. Rokok elektrik yang digunakan adalah

4
generasi ke-3 dengan e-liuid merk tropical 60 ml 3 mg/ml nikotin dan rokok
konvensional yang digunakan adalah rokok djarum 76 dengan nikotin 2,4 mg
Populasi dan sampel penelitian ini adalah mencit (Mus musculus) jantan galur swiss
webster umur 2-3 bulan dan berat 20-30 gram dalam penelitian ini menggunakan 21
mencit yang dibagi ke dalam 3 kelompok percobaan yaitu Kelompok kontrol (K)
hanya diberikan pakan berupa pur jenis 551, Kelompok perlakuan 1 (P1) diberikan
paparan asap rokok, elektrik dan pakan pur 551, Kelompok perlakuan 2 (P2)
diberikan paparan asap rokok konvensional dan pakan pur 551. Selanjutnya, pada hari
ke 15 mencit dilakukan terminasi dengan cara dislokasi leher. Kemudian, dibuat
preparat histopatologis dengan metode parafin danpewarnaan HE. Setiap preparat
dilihat 5 lapang pandang dengan melihat ada nya oedema alveolus, infiltrasi sel
radang dan destruksi septum alveolus, selanjutnya dilakukan uji analisis data dengan
menggunakan uji one-way anova. (Putra dkk., 2019:91).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Berdasarkan penelitian didapatkan nilai rata-rata skoring kerusakan pada kelompok


kontrol 17,57 kelompok P1 36,71 kelompok P2 39,29.

Tabel 1. Hasil analisa nilai p-value One- way Anova dan Post hoc

Kelompok K P1 P2

K - 0,000 0,000

P1 0,000 - 0,156

P2 0,000 0,156 -

5
Pada uji post hoc didapatkan hasil bermakna nilai p <0,05 pada kelompok K terhadap
kelompok P1 dan P2, sedangkan pada perbandingan kelompok P1 dibandingkan
dengan kelompok P2 didapat kan hasil >0,05 dan di dapat disimpulkan bahwa tidak
ada perbedaan yang bermakna antara kedua perbandingan dari kedua kelompok
tersebut.

(1) (2)

(3)

(1) Gambaran histopatologi kelompok kontrol, (2) Gambaran histopatologi kelompok


perlakuan 1, (3) Gambaran histopatologi kelompok perlakuan 2.

Pembahasan

6
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa pada kelompok K memiliki hasil skor
rerata kerusakan alveolus paru terendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa kelompok
K memiliki perbedaan gambaran mikroskopis secara signifikan dengan kelompok P1
dan P2. Pada kelompok K memberikan gambaran mikroskopik yang termasuk dalam
derajat normal karena kelompok K tidak berikan paparan bahan iritan.

Kelompok P1 yang diberi paparan asap rokok elektrik mendapatkan hasil yang
signifikan terhadap kelompok kontrol, berdasarkan hasil uji skoring rata-rata
kerusakan paru disebabkan karena hasil produk asap rokok elektrik mengandung
mengandung zat-zat berbahaya seperti formaldehid, TSNA, DEG, vegetable glicol
dan glisidol yang merupakan zat karsinogen lalu glisidol asetaldehid, asetol, dan
akrolein selain bahan- bahan berbahaya diatas rokok elektrik juga mengandung
karbon monoksida (CO) yang merupakan penyebab kerusakan pada paru. Pada
kelompok P2 yang di beri paparan asap rokok konvensional didapatkan hasil yang
sangat signifikan dibandingkan terhadap kelompok kontrol. Hal ini didukung karena
pada hasil pembakaran asap rokok terkandung 4000 jenis bahan kimia berbahaya.
Bahan kimia yang terdapat dalam rokok dibagi menjadi 2 komponen, yaitu komponen
gas, antara lain nitrosamine, nitrosopirolidin, hidrazin, vinil klorida, ureten,
formaldehid, hydogren sianida, akrolein, asetaldehid, nitrogen oksida ammonium,
piridin dan karbon monoksida, komponen padat, antara lain benzopirin,
dibensakridin, fluoranten, dibensokrasol, piron, hidrokarbon aromatic, polinuklear,
naftalen, nitrosamine yang tidak mudah menguap, nikel, arsen, nikotin, alkaloid
tembakau, fenol, kresol dan tar yang merupakan zat zat iritan bagi paru dan buruk
bagi kesehatan.

Namun, dalam penelitian tersebut didapatkan hasil yang tidak bermakna antara
kelompok P1 dan P2 karena kerusakan struktur pada histopatologi paru mencit yang
disebabkan oleh asap rokok elektrik dengan asap rokok konvensional sama-sama
berbahaya. Hal ini akan menyebabkan kerusakan. Vegetable glikol yang terkandung
pada e-liquid akan menyebabkan kerusakan struktur alveolus paru dan menyebabkan
kerusakan yang sama, sehingga dari efek tersebut didapatkan bahwa hasil

7
perbandingan kerusakan antara asap rokok elektrik dan asap rokok konvensional
yaitu seimbang.

Selain sama-sama mengandung nikotin, rokok elektrik mengandung tiga bahan utama
yaitu nikotin, propilen glikol, dan gliserin yang dihasilkan dari pengasapan.
Sedangkan rokok konvensional selain nikotin juga mengandung 7.000 senyawa kimia
dan menurut penelitian senyawa tersebut menunjukan kadar nikotin dan kotinin
serum lebih tinggi pada kelompok perlakuan paparan asap rokok konvensional dari
pada kelompok rokok elektrik. Pada penelitian tersebut didapatkan hasil kerusakan
histopatologi paru yang sama, hal tersebut disebabkan karena didalam asap rokok
elektrik tersebut terdapat juga partikel halus yang memililiki efek negatif terhadap
morfologi paru. Partikel halus tersebut akan menembus jaringan paru dan masuk ke
dalam aliran darah dan akan menyebabkan kerusakan jaringan paru.

Apabila terjadi proses ketidak seimbangan antara radikal bebas yang dihasilkan oleh
hasil dari pembakaran rokok elektrik maupun rokok konvensional yang terhirup
masuk ke paru yang akan menyebabkan stres oksidatif serta dapat teraktivasinya sel
radang dan terjadinya inflamasi. Proses inflamasi ini terjadi karena teraktivasinya
berbagai mediator inflamasi, salah satunya adalah prostaglandin. Prostaglandin ini
disintesis dari asam arakidonat dengan bantuan enzim cyclooxygenase (COX1 dan
COX2) yang kemudian menyebabkan inflamasi pada sel, nekrosis, perubahan bentuk
pada septum alveolus dan edema.

Hasil kerusakan histopatologi paru yang sebabkan oleh asap rokok elektrik dan asap
rokok konvensional berbeda pada penelitian tersebut terdapat kematian sel yang
signifikan dan peningkatan mediator inflamasi seperti IL-6 dan stres oksidatif yang
lebih tinggi dibandingkan dengan kerusakan yang disebabkan oleh asap rokok
elektrik. Selain IL-6 terdapat pula peningkatan IL-1β dan stres oksidatif yang lebih
signifikan pada kelompok percobaan yang diberikan paparan asap rokok
konvensional dibandingkan dengan kelompok percobaan asap rokok elektrik. (Putra
dkk., 2019:92-93).

8
KESIMPULAN

Merokok merupakan salah satu kebiasaan yang lazim dalam kehidupan sehari – hari
yang menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Melihat jumlah perokok yang tetap
bertambah, pemerintah berupaya untuk menurunkan jumlah perokok yaitu dengan
cara menaikkan harga rokok konvensional. Kenaikan harga rokok tersebut membuat
cukup banyak perokok konvensional beralih ke rokok elektrik atau vapor. Rokok
elektrik dianggap sebagai alat pengganti bagi mereka yang kecanduan rokok
konvensional supaya berhenti menggunakan rokok. Alat ini dipasarkan sebagai
alternatif yang lebih aman dari produk tembakau biasa. Namun, pada kenyataannya
tidaklah demikian. Berdasarkan hasil penelitian yang didapat oleh penulis kerusakan
pada histopatologi paru pada mencit (Mus musculus) mendapatkan hasil yang sama
antara rokok konvensional dengan rokok elektrik. Hal tersebut disebabkan karena
didalam asap rokok elektrik tersebut terdapat juga partikel halus yang memililiki efek
negatif terhadap morfologi paru. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
penggunaan rokok elektrik tidak lebih baik dibandingkan rokok konvensional karena
tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara rokok konvensional dan rokok
elektrik. Kedua kandungan asap berupa nikotin terdapat dalam rokok konvensional
maupun elektrik sehingga menyebabkan kerusakan paru yang mengganggu kesehatan
tubuh.

DAFTAR PUSTAKA

Aditama, T. Y. 2015. Kontroversi Rokok Elektrik. (Online), (https://www.tcsc-


indonesia.org), diakses 11 Desember 2020.

Cleopatra, A. B., Fitriangga A., Fahdi F. K. 2019. ”Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Penggunaan Rokok Elektrik di Wilayah Kecamatan Pontianak Barat”. Jurnal
ProNers. 4(1): 1-10.

9
Presiden RI. 2012. “Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2012
Tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk
Tembakau Bagi Kesehatan”. Journal of Chemical Information and Modeling.

Putra, A. I., Hanriko, R., Kurniawaty, E. 2019. “Pengaruh Efek Paparan Asap Rokok
Elektrik Dibandingkan Paparan Asap Rokok Konvensional Terhadap Gambaran
Histopatologi Paru Mencit Jantan (Mus musculus)”. Medical Journal of Lampung
University. 8(1): 90-94.

Rohmani A., Yazid N., Rahmawati A. A. 2008. “Rokok Elektrik dan Rokok Konvensional
Merusak Alveolus Paru”. 1: 27-32.

Sudradjat, S. E. 2019. “Kajian Efek Rokok Elektrik Terhadap Kesehatan”. Jurnal


Kedokteran Meditek. 25(3): 115-117.

Widowati, H. 2019. Indonesia, Negara dengan Jumlah Perokok Terbanyak di Asean.


(Online), (https://databoks.katadata.co.id), diakses pada 16 Desember 2020.

10

Anda mungkin juga menyukai