Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Merokok merupakan salah satu kebiasan yang lazim ditemui

dalam kehidupan sehari-hari. Dimana-mana mudah di temukan

orang merokok, baik laki-laki maupun perempuan, anak kecil

maupun orang tua, kaya maupun miskin. Prevalensi merokok telah

menurunkan dibanyak negara maju dalam beberapa tahun terakhir,

tetapi tetap tinggi di negara-negara berkembang. Organisasi

Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, tembakau membunuh lebih

dari lima juta orang pertahun dan di proyeksikan akan membunuh

10 juta orang sampai tahun 2020. Dari jumlah itu, 70% karbon

berasal dari negara berkembang termaksud Indonesia menduduki

urutan kelima terbanyak dalam komsumsi rokok didunia dan setiap

tahun mengkonsumsi 2,5 miliar batang rokok. Berdasarkan hasil

Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2004 secra nasional

dilaporkan bahwa penduduk 25 tahun ke atas yang mempunyai

kebiasaan merokok tercatat sebanyak 34,44% terdiri dari merokok

setiap hari 28,35% dan kadang-kadang 6,09% (Setiaji, 2007).

Lembaga Demografi UI mencatat, angka kematian akibat penyakit

yang disebabkan rokok tahun 2004 adalah 427.948 jiwa, berarti

1
1.172 jiwa perhari atau sekitar 22,5% dari kematian total Indonesia

(Bustan, 2007). Hubungan merokok dengan kesehatan juga dapat

dibuktikan oleh SKRT Depkes 1972, 1980, 1986 dan 1992 dimana

terlihat jelas peningkatan proporsi kematian akibat penyakit

kardiovaskuler yaitu tahun 1972 sebesar 5,1%, 1980 sebesar 9,9%,

tahun 1986 sebsar 9,7% dan tahun 16,4% (Sani, 2004). Selain itu,

kematian penyakit kardiovaskuler (penyakit jantung dan pembuluh

darah) sebesar 22% (POM, 2005).

Asap rokok terdiri dari 4000 bahan kimia dan 200

diantarannya beracun (Sasikala, et al., 2003), salah satunya adalah

Karbon Monoksida (CO) yang di hasilkan oleh asap rokok dan

dapat menyebabkan pembuluh darah konstriksi, sehingga tekanan

darah naik, dinding pembuluh darah dapat robek (Suparto,2000).

Gas CO dapat pula menimbulkan desaturasi hemoglobin,

menurunkan langsung peredaran oksigen untuk jaringan seluruh

tubuh termaksuk otot jantung. CO mengantikan tempat oksigen di

hemoglobin, megganggu pelepasan oksigen, dan mempercepat

aterosklerosis (penebalang dinding pembuluh darah). Menurut

Fierro et al (2001), adanya kandungan CO dalam darah dapat

menurunkan kapasitas darah dalam membawa oksigen dan

menggangu pelepasan oksigen ke jaringan. Pada saat respirasi

tubuh membutuhkan oksigen untuk melakukan proses

2
metabolisme. Seorang perokok bukannya menhirup oksigen lebih

banyak tapi menghirup karbon monoksida lebih banyak proses

metabolisme (Ganong, 2002).

Dampak rokok akan terasa setelah lebih 5 tahun setelah

digunakan. Dampak asap rokok bukan hanya untuk si perokok aktif

(Active smoker), tetapi juga bagi perokok pasif (passive smoker).

Orang yang tidak merokok atau terpapar asap rokok (perokok pasif)

akan menhirup 2 kali lipat racun yang dihembuskan oleh perokok

aktif (Mustafa, 2005). Bila sebatang rokok dihabiskan dalam

sepuluh kali isapan maka dalam tempo setahun bagi perokok

sejumlah 20 batang (1 bungkus) per hari akan mengalami 70.000

kali isapan asap rokok. Beberapa zat kimia dalam rokok bersifat

kumulatif (ditimbulkan), suatu saat dosis racunnya akan mencapai

titik toksis sehingga mulai kelihatan gejala yang di timbulkannya

(Sitepoe, 1997).

Menurut Nerdenberg et al (1990), merokok dapat

menyebabkan peningkatan konsentrasi hemoglobin (Hb) yang di

yakini diakibatkan oleh paparan karbonmonoksida. Peningkatan Hb

pada perokok lebih tinggi dari pada bukan perokok dan merupakan

kompensasi dari penurunan pengiriman oksigen. Ditujang dari data

hasil penelitian di dapatkan hasil kadar Hb untuk perokok 156 ± 0,4

g/L (P<.001). hal ini didukung oleh Provan et al (2004), dikatakan

3
bahwa meningkatnya kadar Hb pada perokok merupakan

kompensasi dari hilangnya Oksigen (O2). Selain itu, dikatakan juga

dengan adanya peningkatan kadar Hb kemunkinan dapat

mempengaruhi organ-organ yang lain. Contohnya pada paru dapat

mengakibatkan Penyakit Paru Obstruktif Krionis (PPOK),

polisitemia, dan hipoksia (penurunan suplai oksigen) baik

pernafasan maupun jantuh. Kam (1980) juga mengatakan bahwa

perokok biasanya mempunyai kadar karboksihemoglobin (COHb)

lebih tinggi di bandingkan yang bukan perokok (5-10%).

Dimana dalam hal intensitas kesehatan pada seorang

perokok sangat mudah menurun, selain itu rokok juga dapat

menyebabkan peningkatan kadar hemogolbin darah. Maka peneliti

berkeinginan untuk melakukuan penelitian yang berjudul

“Identifikasi Pengaruh Kadar Hemoglobin Pada Perokok Lansia Di

Dusun Honto Desa Palangka Kecamatan Sinjai Selatan Kabupaten

Sinjai”

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan,

bagaiamanakah gambaran identifikasi kadar hemoglobin pada

perokok lansia?

4
C. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui pengaruh

merokok terhadap kadar hemoglobin darah pada perokok

lansia.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk menegetahui

berapa besar peningkatan kadar hemoglobin darah pada

perokok lansia.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Bagi Insitusi

Sebagai referansi untuk melakukan penelitian selanjutnya.

2. Bagi Peneliti

a. Menambah pengetahuan tentang adanya pengaruh

rokok terhadap kadar hemoglobin pada lansia.

b. Lebih banyak mengetahui ilmu pengetahuan tentang

bahaya rokok dan kadar hemoglobin.

3. Bagi Masyarkat

5
Memberikan masukan pada masyarkat mengenai

pengaruh merokok terhadap kadar hemoglobin darah.

Anda mungkin juga menyukai