OLEH:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR, BALI
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengaruh yang ditimbulkan rokok terhadap makrofag alveolar
1.4 Manfaat
1.4.1 Sumbangan pengetahuan mengenai pengaruh rokok terhadap makrofag alveolar.
1.4.2 Sumbangan pmikiran kepada para penelti untuk mengembangkan penelitian lebih
lanjut mengenai pengaruh rokok terhadap makrofag alveolar.
1.4.3 Penyadaran kepada masyarakat tentang bahaya bahan-bahan beracun dalam rokok
yang dapat mengganggu kesehatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Rokok menghasilkan asap yang mengandung lebih dari 45.000 bahan kimia, yang memiliki
berbagai tingkat racun, efek mutagenik dan karsinogenik. Asap rokok menghasilkan berbagai
komponen baik selular maupun ekstraselular, mulai dari komponen yang cepat menguap
berbentuk gas hingga komponen yang bersama gas terkondensasi menjadi partikel. Beberapa
bahan kimia yang terdapat di dalam rokok mampu memberikan efek yang dapat mengganggu
kesehatan antara lain nikotin, tar, gas karbon monoksida, amonia, karbon dioksida, formaldehid,
acrolein, aseton, bensopirin, hidroksiquinon, nitrogen oksida, kadmium dan berbagai logam
berat lainnya.4 Banyak dari bahan-bahan tersebut bersifat karsinogenik dan toksik bagi sel, serta
bertindak sebagai imunosupresor dengan mempengaruhi respon imun salah satunya respon imun
non spesifik, sehingga meningkatkan kerentanan host terhadap infeksi.
a. Acrolein, merupakan produk peroksidasi lipid, memegang peranan penting dalam stress
oksidasi. Acrolein merupakan senyawa aldehid, dapat bersifat toksik pada jaringan saraf,
yaitu menggangu myelin. Acrolein juga merupakan elektrofil yang paling kuat diantara
aldehid yang tidak tersaturasi.5
b. Karbon monoksida, merupakan gas yang tidak berbau dan berwarna. Unsur ini merupakan
hasil dari pembakaran yang tidak sempurna dari unsur zat arang atau karbon. Zat ini sangat
beracun. Karbon monoksida dapat menggantikan oksigen dari hemoglobin pada sel darah
merah untuk membentuk carboxyhaemoglobin (COHb).6 Hal tersebut dapat menyebabkan
terjadinya asfiksia.
c. Nikotin, adalah cairan berminyak yang tidak berwarna. Nikotin dapat meningkatkan level
neurotransmitter dopamine di otak. Reseptor nikotinik kolinergik secara tidak langsung
dipengaruhi oleh nikotin. Nikotin juga bisa meningkatkan potensi adiksi sehingga banyak
perokok yang sulit untuk berhenti merokok.7
d. Tar, adalah sejenis cairan kental berwarna coklat tua atau hitam yang merupakan substansi
hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada paru-paru, hal ini dapat mencegah
paru-paru untuk mengembang dan mendapatkan oksigen yang cukup. Tar juga dapat
menyebabkan paralisis silia pada perokok sehingga partikel-partikel debu dengan mudahnya
masuk ke saluran nafas. Akibat sifatnya yang karsinogenik, tar dapat menimbulkan kanker
pada jalan nafas dan paru-paru.8
e. Amonia, merupakan gas yang tidak berwarna yang terdiri dari nitrogen dan hidrogen.
Amonia dapat meningkatkan proporsi nikotin bebas, yang dapat menyebabkan peningkatan
absorbsi nikotin pada perokok. Oleh karenanya penambahan amonia pada rokok berdampak
pada peningkatan nikotin pada perokok, sehingga perokok akan semakin adiksi pada produk
rokok tersebut.9
f. Cyanide, merupakan gas tidak berwarna. dapat membentuk hydrogen cyanide yang mudah
menguap dan cyanogens chloride yang lebih stabil yang digunakan sebagai bahan pembuatan
senjata. Formulanya dapat mempengaruhi darah sehingga kemampuan sel darah untuk
menggunakan oksigen yang diserap dari aliran darah terganggu.10
g. Formaldehyde, sejenis gas tidak berwarna dengan bau yang tajam. Gas ini tergolong sebagai
pengawet dan pembasmi hama. Gas ini juga bersifat tosik pada semua organisme hidup.
Formaldehyde bertanggung jawab pada iritasi di hidung, tenggorokan, dan mata yang
dialami oleh perokok saat menghisap rokok.11
h. Aceton, adalah hasil pemanasan aldehyde (sejenis zat yang tidak berwarna yang bebas
bergerak) dan mudah menguap dengan alkohol. Memiliki bau yang tajam seperti mint.
Aceton juga merupakan hasil metabolism lemak tubuh. Paparan yang tinggi pada aceton
dapat menyebabkan kematian, koma, kejang dan respiratory distress. Dapat merusak ginjal
dan kulit atau mukosa mulut.12
i. Pyridine, merupakan cairan tidak berwarna dengan bau yang tajam. Zat ini dapat digunakan
untuk mengubah sifat alkohol sebagai pelarut dan pembunuh hama. Inhalasi akut dapat
berdampak pada system saraf seperti sakit kepala, pusing, keinginan untuk tidur, takikardi,
takipneu dan mual.13
j. Methanol, merupakan bentuk sederhana dari alkohol, mengandung satu atom karbon. Tidak
berwarna, tidak berasa dengan bau yang sangat menyengat. Meminum atau mengisap
methanol dapat mengakibatkan kebutaan dan bahkan kematian.14
Interaksi antara makrofag alveolar dan sel yang megalami apoptosis dimediasi oleh berbagai
protein yang berhubungan dengan membran makrofag. Beberapa molekul pengenal pada
makrofag alveolar antara lain reseptor thrombospondin (CD36), integrin aVb3 (CD51/CD61),
reseptor phosphatidylserine (PTSR), reseptor class A scavenger (SR-As), PECAM (CD31) dan
lung collectin associated receptor, LDL receptor–related protein (CD91). Ligasi dari reseptor
hyaluron (CD44) juga penting untuk efisiensi pembersihan hyaluron dan sel yang mengalami
apoptosis.18 Literature lain menyebutkan reseptor komplemen (CR3), CR4, CD14, CD93,
integrin, reseptor V vitronectin (ITGAV), low-density lipoprotein–receptor related protein
(LRP), oxidized low-density lipoprotein receptor 1, MERTK dan b2-glycoprotein I juga
merupakan reseptor gen pembersih sel apoptosis.19
Perokok yang sehat memilki likelihood yang lebih besar untuk terserang penyakit pada
saluran respirasi bawah begitu juga dengan durasi yang lebih panjang dibandingkan dengan yang
bukan perokok.20 Hal ini menunjukkan bahwa rokok dapat mengganggu sistem pertahanan paru-
paru dalam mencegah berbagai penyakit. Jumlah makrofag alveolar pada hasil bronco-alveolar
lavage yang dilakukan pada perokok ditemukan meningkat dibandingkan dengan subjek yang
18,19,21
tidak merokok. Berdasarkan penelitan yang dilakukan oleh Hodge et al,18 kapasitas
fagositosis makrofag alveolar dari mantan perokok dan perokok dengan COPD dan perokok
yang sehat, menunjukkan defisiensi secara signifikan pada kemampuannya dalam
memfagositosis sel epitel respirasi yang mengalami apoptosis dibandingan dengan yang tidak
pernah merokok (p<0,005). Walaupun begitu, makrofag alveolar dari mantan perokok dengan
COPD secara signifikan kemamuan fagositosisnya meningat dibandingkan perokok dengan
COPD (p<0,005). Berikut ditunjukan pada gambar 1.
Reseptor CD31, CD91 dan CD44 secara signifikan menurun pada perokok dengan COPD dan
perokok yang sehat dibandingkan dengan yang tidak pernah merokok (p<0,005). CD71 yang
merupakan marker untuk makrofag alveolar yang matur secara signifikan juga menurun pada
subjek yang sama (p<0,005). Sebaliknya CD41, indikator diferensiasi makrofag alveolar
ditemukan meningkat pada perokok dengan COPD dan perokok sehat dibandingan dengan
subjek yang tidak pernah merokok (p<0,005). Hasil yang sama ditemukan pada reseptor gen Ki-
67 yang merupakan marker dari proliferasi sel dengan subjek yang sama (p<0,005).
Penelitian lain yang dilakukan oleh Angelki et al,19 menemukan semua sampel yang
digunakan baik perokok maupun bukan perokok mengekspresikan seluruh reseptor gen
pembersih apoptosis pada makrofag alveolar kecuali b2-glycoprotein I. Namun ekspresi pada
salah satu reseptor, CD 14, sedikit menurun regulasinya pada perokok yang sehat(-1,86;
p<0,003). Sebaliknya ekspresi MERTK secara signifikan meningkat regulasinya pada perokok
yang sehat dibandingkan dengan subjek yang tidak merokok. (+ 3,6 fold; p<0,003). MERTK
yang diobservasi pada permukaan makrofag alveolar secara kualitatif ekspresinya lebih besar
pada perokok yang sehat. Walaupun tidak ditemukan perbedaan ekspresi dari marker makrofag
CD68 antara perokok yang sehat dan bukan perokok, ditemukan peningkatan persentase
MERTK pada CD68 dari makrofag alveolar perokok yang sehat dibandingkan bukan perokok
(p<0,002). Ditemukan juga hasil yang serupa pada perokok dengan COPD yang menunjukkn
peningkatan MERTK secara signifikan dibandingkan dengan bukan perokok (peningkatan 18
fold; p<0,02). Menariknya saat Angelki et al melakukan penelitian pada makrofag alveolar yang
diblok dengan anti-MERTK antibody dari bukan perokok dan perokok yang sehat,
kemampuannya untuk memfagositosis sel apoptosis tidak berbeda secara signifikan. Hal ini
mungkin menunjukkan bahwa MERTK memegang peranan yang lebih signifikan dari reseptor
lain, atau mungkin MERTK adalah satu-satunya reseptor pembersih sel apoptosis terakhir yang
terpengaruh oleh rokok sebelum penyakit muncul. Oleh karena itu peningkatan regulasi MERTK
pada makrofag alveolar dari perokok yang sehat mungkin menggambarkan repon paru-paru
dengan tujuan untuk meningkatan pergantian sel parenkim dan jumlah sel apoptosis.
Selain itu makrofag alveolar dari perokok tidak memiliki kemampuan bakterisidal atau
bakteriostatik yang biasanya ditemukan pada subjek bukan perokok. Kemampuan fagosom dan
lisosom untuk bergabung juga terganggu pada makrofag alveolar dari perokok dibandingkan
dengan yang tidak merokok, sehingga mengganggu fungsi makrofag alveolar untuk membunuh
mikroba.4
BAB III
SIMPULAN
Merokok memiliki pengaruh yang besar pada kesehatan. Banyaknya masalah kesehatan
yang muncul berhubungan dengan kemampuan rokok dalam mempengaruhi sistem imun. Salah
satu system imun yang terpengaruh adalah respon imun non spesifik, yaitu makrofag alveolar.
Merokok dapat memicu terjadinya perubahan-perubahan pada kemampuan makrofag alveolar
dalam memfagositosis mikroba dan membersihkan sel debris sehingga nantinya menurunkan
kemampuan mekanisme pertahanan paru-paru. Respon inflamasi yang dihasilkan makrofag
alveolar dari perokok secara signifikan berbeda dengan subjek yang tidak merokok yang
nantinya mempengaruhi fungsi imun dari sel tersebut.
DAFTAR PUSTAKA