Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rokok

2.1.1 Pengertian Rokok

Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120

mm (bervariasi tergantung negara). Diameter sekitar 10 mm yang berisi daundaun

tembakau yang telah dicacah. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan

dibiarkan membara agar asapnya dihirup lewat mulut pada ujung yang lain.

Merokok adalah kegiatan mengeluarkan asap dengan membakar tembakau secara

langsung melalui mulut dan dengan menggunakan pipa. Menurut sebagian orang,

merokok sebagai wujud kemandirian dan kebanggaan (Hernowo, 2007)

2.1.2 Kandungan Rokok

Menurut Gondodiputro (2007) bahan utama rokok adalah tembakau, dimana

tembakau mengandung kurang lebih 4000 elemen-elemen dan setidaknya 200

diantaranya berbahaya bagi kesehatan. Racun utama pada tembakau adalah tar,

nikotin, dan CO. Selain itu, dalam sebatang tembakau juga mengandung bahan-

bahan kimia lain yang juga sangat beracun. Zat-zat beracun yang terdapat dalam

tembakau antara lain:

1. Karbon Monoksida (CO) adalah unsur yang dihasilkan oleh pembakaran

tidak sempurna dari unsur zat arang atau karbon. Gas CO yang dihasilkan

sebatang tembakau dapat mencapai 3% - 6%, dan gas ini dapat dihisap oleh

siapa saja. Seorang yang merokok hanya akan menghisap sepertiga bagian
saja yaitu arus tengah sedangkan arus pinggir akan tetap berada di luar.

Sesudah itu perokok tidak akan menelan semua asap tetapi ia semburkan

keluar.

2. Nikotin adalah suatu zat yang memiliki efek adiktif dan psikoaktif sehingga

perokok akan merasakan kenikmatan, kecemasan berkurang, toleransi dan

keterikatan. Nikotin bukan merupakan komponen karsinogenik. Banyaknya

nikotin yang terkandung dalam rokok adalah sebesar 0,5 - 3 nanogram dan

semuanya diserap sehingga di dalam cairan darah ada sekitar 40 - 50

nanogram nikotin setiap 1 ml.

3. Tar merupakan suatu zat karsinogen yang dapat menimbulkan kanker pada

jalan nafas dan paru-paru. Tar adalah sejenis cairan kental berwarna coklat

tua atau hitam yang merupakan substansi hidrokarbon yang bersifat lengket

dan menempel pada paru-paru. Kadar tar dalam tembakau antara 0,5 - 35

mg/batang.

4. Amoniak merupakan gas yang tidak berwarna terdiri dari nitrogen dan

hidrogen, zat ini memiliki bau yang tajam dan sangat merangsang. Karena

kerasnya racun yang terdapat pada amoniak sehingga jika masuk sedikit saja

ke dalam peredaran darah akan mengakibatkan seseorang pingsan atau

koma.

5. Asam Sianida (HCN) merupakan sejenis gas yang tidak berwarna, tidak

berbau, dan tidak memiliki rasa. Zat ini merupakan zat yang paling ringan,

mudah terbakar, dan sangat efisien untuk menghalangi pernafasan dan

merusak saluran pernafasan.


6. Nitrous Oxide merupakan sejenis gas yang tidak berwarna, dan bila terhisap

dapat menghilangkan rasa sakit. Nitrous Oxide ini pada mulanya digunakan

dokter sebagai pembius saat melakukan operasi.

7. Formaldehid adalah sejenis gas yang memiliki bau tajam, gas ini tergolong

sebagai pembasmi hama. Gas ini juga sangat beracun terhadap semua

organisme hidup.

8. Fenol adalah campuran dari kristal yang dihasilkan dari beberapa zat

organic seperti kayu dan arang, serta diperoleh dari tar arang. Zat ini beracun

dan membahayakan karena fenol ini terikat ke protein sehingga

menghalangi aktivitas enzim.

9. Metanol adalah sejenis cairan ringan yang mudah menguap dan mudah

terbakar. Jika meminum atau menghisap methanol mengakibatkan kebutaan

bahkan kematian.

10. Piridin adalah sejenis cairan tidak berwarna dengan bau tajam. Zat ini dapat

digunakan untuk mengubah sifat alkohol sebagai pelarut dan pembunuh

hama.

11. Kadmium adalah zat yang dapat meracuni jaringan tubuh terutama ginjal.

12. Metil klorida adalah zat ini adalah senyawa organik yang beracun.

13. Asetol adalah hasil pemanasan aldehid dan mudah menguap dengan

alkohol.

14. Volatik nitrosamine merupakan jenis asap tembakau yang diklasifikasikan

sebagai karsinogen yang potensial.

15. H2S (Asam Sulfida) adalah sejenis gas yang beracun yang mudah terbakar

dengan bau yang keras, zat ini menghalangi oksidasi enzim.


16. Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAH) ini merupakan senyawa reaktif

yang cenderung bersifat genotoksik. Senyawa tersebut merupakan penyebab

tumor (Gondodiputro, 2007)

2.1.3 Bahaya Rokok

Bahaya rokok bagi kesehatan menurut Tandra dalam Tarwoto (2009) adalah

dapat menimbulkan berbagai penyakit. Banyak penyakit telah terbukti menjadi

akibat buruk dari merokok, baik secara langsung maupun secara tidak langsung.

Kebiasaan merokok bukan saja merugikan si perokok, tetapi juga bagi orang di

sekitarnya.

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2003) bahaya merokok

adalah sebagai berikut:

1. Bagi perokok aktif meningkatkan risiko 2 kali lebih besar untuk mengalami

serangan jantung, meningkatkan risiko 2 kali lebih besar untuk mengalami

stroke, meningkatkan risiko mengalami serangan jantung 2 kali lebih besar

pada mereka yang mengalami tekanan darah tinggi atau kadar kolesterol

tinggi, meningkatkan risiko 10 kali lebih besar untuk mengalami serangan

jantung bagi wanita pengguna pil-KB, dan meningkatkan risiko 5 kali lebih

besar menderita kerusakan jaringan anggota tubuh yang rentan dari orang

yang tidak merokok.

2. Bagi perokok pasif dapat menyebabkan kerusakan paru-paru. Kadar nikotin,

karbon monoksida, serta zat-zat lain yang lebih tinggi dalam darah mereka

akan memperparah penyakit yang sedang diderita, dan kemungkinan

mendapat serangan jantung yang lebih tinggi bagi mereka yang berpenyakit
jantung. Anak-anak yang orang tuanya merokok akan mengalami batuk,

pilek, dan radang tenggorokan serta penyakit paru-paru lebih tinggi. Wanita

hamil yang merokok berisiko mendapatkan bayi mereka lahir kurus, cacat,

dan kematian serta asap rokok yang dihirup oleh istri dari suami perokok

akan mempengaruhi bayi dalam kandungan.

Merokok mempunyai dampak yang sangat besar pada manusia, terutama pada

kesehatan karena terdapat banyak kandungan zat beracun pada rokok. Dampak asap

rokok bukan hanya membahayakan perokok aktif (active smoker), tetapi juga bagi

perokok pasif (passive smoker). Rokok memegang peranan penting dalam

terjadinya beberapa jenis kanker yang sering menyerang manusia, seperti kanker

paru-paru, kanker mulut dan tenggorokan, kanker ginjal dan kandung kemih,

kanker pancreas, kanker perut, kanker liver atau hati, kanker leher rahim, kanker

payudara serta leukemia. (Solicha, 2012)

Rokok adalah penyebab utama penyakit mematikan seperti kanker paru,

stroke, jantung, dan gangguan pembuluh darah, kebutaan, impotensi, juga

menurunkan kesuburan, meningkatnya kasus kehamilan di luar kandungan,

pertumbuhan janin terlambat, kejang pada kehamilan, gangguan imunitas bayi, dan

peningkatan kematian prenatal, (Herqutanto, 2008). Beberapa penyakit tersebut

dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Stroke

Stroke adalah suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke suatu

bagian otak tiba-tiba terganggu. Gas karbon monoksida (CO) yang dihirup

oleh perokok akan menyebabkan sel tubuh yang kekurangan oksigen

mengalami penyempitan pada pembuluh darah. Apabila proses tersebut

berlangsung secara terus menerus, maka pembuluh darah yang mengalami


penyempitan akan mudah rusak, penyempitan dapat terjadi di mana-mana.

Terpaparnya gas CO dalam jumlah yang sangat besar akan menyebabkan

hilangnya kesadaran sehingga dapat mengalami kematian.

2. Kanker Paru

Kanker paru-paru terjadi akibat nikotin dan tar yang di hirup dari asap rokok

masuk kedalam paru-paru dan masuk ke dalam aliran darah, pada paru-paru

nikotin akan menghambat aktivitas silia dan tar akan menyebabkan paralise

silia sehingga akan mempengaruhi syaraf dan peredaran darah. penyakit

paru lainnya seperti emphysema, Kanker paru dan bronchitis kronik (Loren,

2010).

3. Kanker Mulut

Studi epidemiologi telah dilakukan dibeberapa Negara dan mengatakan

bahwa merokok adalah salah satu penyebab kangker mulut. Penelitian

terakhir yang dilakukan di Amerika, Taiwan, Uruguay, Italia, Swedia, Cina

dan Korea menyatakan seorang perokok terkena kanker 3,43 kali dari orang

yang tidak merokok (Warnakulasuriya et al., 2010).

4. Impotensi

Masalah sirkulasi pembuluh darah merupakan penyebab yang paling utama

dari impotensi. Merokok dapat mengakibatkan impotensi karena

mengandung berbagai racun termasuk karbon monoksida yang terkandung

dalam asap rokok sehingga akan menyebabkan terjadinya kerusakan pada

sistem peredaran darah seorang perokok.

5. Gangguan Janin dan Kehamilan

Wanita yang merokok pada masa kehamilan merupakan penyebab utama

terjadinya gangguan kesehatan pada ibu dan bayi. Selain menyebabkan


komplikasi yang serius pada sang ibu, wanita hamil yang merokok juga bisa

mengakibatkan gangguan kesehatan serius pada bayi yang dikandungnya

dan bisa berujung pada kematian. Beberapa gangguan kehamilan yang

diakibatkan oleh merokok adalah keguguran, gangguan pertumbuhan janin,

komplikasi plasenta, bayi lahir prematur dan cacat lahir (Bristish

Association Medical, 2004).

6. Kebutaan

Merokok merupakan salah satu faktor penyebab kebutaan. Penyakit yang

bisa terjadi akibat rokok adalah katarak dimana penyebabnya adalah

merokok dengan intensitas dan frekuensi yang tinggi. Hubungan antara

rokok dan mata yang lain adalah penyebab diabetes melitus tipe 2 atau

Diabetes Retinopathy yang bisa menyebabkan terjadinya kebutaan, dari

hasil survei yang dilakukan di Kanada juga di temukan bahwa 60% dari

pasien diabetes mellitus akan mengalami Diabetes Retinopathy dalam 20

tahun masa penyakitnya (Centre For Addiction and Mental Health, 2006).

2.2 Upaya Pengendalian Bahaya Rokok

Upaya pengendalian masalah bahaya rokok di dunia internasional saat ini

mengalami kemajuan pesat ditandai dengan diresmikannya FCTC (Framework

Convention on Tobacco Control) tersebut menjadi hukum internasional pada tanggal

27 Februari 2005.

FCTC atau kerangka kerja konvensi pengendalian tembakau adalah suatu

konvensi hukum internasional dalam pengendalian masalah tembakau yang memiliki

kekuatan mengikat secara hukum bagi negara yang meratifikasinya. Naskah FCTC

yang merupakan perjanjian global pertama tentang kesehatan masyarakat telah


disepakati oleh 192 negara anggota WHO dalam sidang Majelis Kesehatan Dunia pada

Mei 2003. Pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Depatemen Kesehatan,

Departemen Luar Negeri, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Departemen

Keuangan, Badan POM (Pengawasan Obat dan Makanan) ikut secara penuh dalam

semua perundingan FCTC dan menjadi anggota drafting committee. Namun sampai

saat ini Indonesia merupakan satu-satunya negara di Asia yang tidak menandatangani

FCTC. (Prabaningrum, 2008).

Mengacu pada FCTC maupun pengalaman-pengalaman dari negara lain, maka

regulai yang komprehensif dan kuat terdiri dari 1) Ditetapkannya cukai dan harga

rokok yang cukup tinggi; 2) Adanya larangan konprehensif untuk iklan, promosi dan

sponsor dari perusahaan rokok; 3) Peraturan udara bersih; 4) Peringatan kesehatan

yang jelas dalam kemasan rokok (disertai dengan gambar); 5) Edukasi, komunikasi

dan penyadaran publik; dan 6). Upaya mengurangi ketergantungan dan menghentikan

kebiasaan rokok (Achadi, 2005).

Dari segi kesehatan, jelas bahwa produk tembakau termasuk rokok lebih banyak

memiliki efek negatif dari positifnya. Jika ditinjau dari segi ekonomi, pendapatan

Negara yang diterima dari cukai rokok meliputi rata-rata 5% dari total APBN, tetapi

sebagai perbandingan beban kesehatan yang diterima akibat rokok mencapai 30-40

triliun, setara bahkan lebih dari cukai yang dibayarkan oleh industri rokok. Jika dilihat

dari anggaran kesehatan tahun 2006 yang hanya dialokasikan sebesar 6% dari total

APBN, itupun terbagi untuk berbagai program kesehatan pemerintah, maka biaya

kesehatan akibat rokok sebagian besar kembali ditanggung sendiri oleh rakyat

(Prabaningrum, 2008).

Upaya pengendalian dampak rokok bagi kesehatan di Indonesia, saat ini

memiliki kekuatan berupa 1) UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; 2) Peraturan


Pemerintah No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat

Adiktif berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan; dan 3) Peraturan Menteri

Kesehatan No 28 Tahun 2013 tentang Pencantuman Peringatan Kesehatan dan

Informasi Kesehatan pada Kemasan Produk Tembakau. Selain itu kebijakan dalam

penyediaan dana bagi pengendalian tembakau yang diamanatkan dalam UU No. 39

Tahun 2007 tentang Cukai dan pengaturan pajak rokok yang tertuang dalam UU No.

28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, juga merupakan kekuatan

yang dimiliki pemerintah (Kemenkes, 2013).

Sehat adalah hak asasi manusia, begitupun hak untuk menghirup udara bersih

yang erat dengan kesehatan. Di sisi lain merokok juga hak setiap orang tetapi

melepaskan asap yang berbahaya bagi orang lain bukanlah hak perokok, dan telah

mengurangi hak orang lain untuk sehat. Terlepas dari menghakimi perbuatan si

perokok, populasi non perokok haruslah dilindungi dari bahaya asap rokok.

2.3 Rumah Bebas Asap Rokok

Rumah bebas asap rokok adalah inisiatif sukarela untuk melindungi anak-anak

dan perempuan terutama ibu hamil (perokok pasif) dari bahaya asap rokok, dimana

tidak ada yang merokok di dalam rumah termasuk tamu yang berkunjung (Al-alawy,

K., et al 2008).Berbagai macam penyakit dapat disebabkan oleh asap rokok, salah

satunya adalah Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) yang terjadi pada balita dan

Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) pada ibu hamil.

Program rumah bebas asap rokok di Indonesia telah dilakukan di Yogyakarta

pada tahun 2012, program ini adalah hasil kerjasama antara Dinas Kesehatan Kota

Yogyakarta dengan Quit Tobacco Indonesia. Gerakan rumah bebas asap rokok juga

telah dideklarasikan Universitas Gadjah Mada (UGM) pada Januari 2015, program
rumah bebas asap rokok ini bukan memaksa perokok untuk berhentik merokok,

melainkan lebih untuk melindungi anak-anak dan perempuan terutama ibu hamil

(perokok pasif) dari risiko kesehatan akibat paparan asap rokok.

Perda KTR merupakan upaya pemerintah untuk mengurangi dampak asap rokok,

tetapi dalam Perda KTR ini tidak mengatur larangan merokok di dalam rumah. Pada

kenyatannya merokok di dalam rumah memiliki waktu paparan yang lebih lama bila

dibandingkan dengan tempat lain sehingga program rumah bebas asap rokok

merupakan dukungan dari Perda KTR.

2.4 Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia atau hasil tahu seseorang

terhadap objek melalui indra yang dimilikinya. Pengetahuan seseorang dipengaruhi

oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Pengetahuan merupakan domain

yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Sebagian besar

pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra pendengaran dan indra penglihatan

(Notoatmodjo, 2010).

Perilaku yang disadari oleh pengetahuan umumnya akan lebih langgeng dari

perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Menutut Notoatmodjo (2010) secara

garis besar pengetahuan dibagi menjadi enam tingkatan yaitu tahu, memahami,

aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

Tahu pada tingkat pengetahuan merupakan tingkatan yang paling rendah, dalam

hal ini subjek mengetahui apa itu rokok dari sudut pandangnya. Memahami merupakan

tingkatan yang lebih tinggi dari tahu, disini subjek dapat menjelaskan rokok secara

benar. Sedangkan Aplikasi merupakan suatu penggunaan pengetahuan terhadap rokok

dalam kondisi atau situasi yang sesungguhnya. Pada tingkatan analisis, subjek
mempunyai kemampuan dalam menjabarkan rokok secara spesifik seperti

menganalisis efek-efek dari asap rokok terhadap kesehatan maupun kerugian lain yang

di timbulkan oleh asap rokok. Sedangkan pada tingkatan sintesis, subjek mulai

menghubungkan efek-efek asap rokok dan kandungan rokok dengan timbulnya suatu

penyakit. Pada tingkatan terakhir yaitu evaluasi berdasarkan tahapan pengetahuan

terhadap rokok subjek membuat keputusan akan rokok itu sendiri subjek akan

menggapi rokok secara positif maupun negatif.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang dapat

disebabkan oleh faktor umur, pendidikan, pekerjaan dan paparan informasi.

Pendidikan adalah sebuah proses pengubahan sikap dan perilaku seseorang atau

sekelompok orang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka akan mudah

mendapatkan informasi sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki oleh

orang tersebut. Sedangkan untuk faktor pekerjaan jika seseorang yang bekerja di sektor

formal mempunyai akses yang lebih baik terhadap informasi, termasuk informasi

kesehatan. Paparan informasi juga mempengaruhi tingkat pengetahuan, informasi

dapat diperoleh dari berbagai sumber, seperti buku kesehatan, koran, majalah, radio,

televisi, dan internet, serta saling bertukar informasi (Solicha, 2012).

Berdasarkan penelitian mengenai Hubungan Pengetahuan Remaja tentang

Rokok dan Interaksi Kelompok Sebaya dengan Kebiasaan Merokok pada Remaja di

SMAN 5 Mataram yang diikuti oleh 77 responden diperoleh hasil penelitian sebanyak

1,29% responden yang mempunyai pengetahuan yang kurang tentang bahaya merokok

cenderung mempunyai kebiasaan merokok sering, 81,8% responden yang mempunyai

pengetahuan cukup sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok kadang-kadang,

dan 7,8% responden yang mempunyai pengetahuan baik kadang-kadang merokok. Hal

tersebut menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan remaja


tentang rokok dengan kebiasaan merokok pada remaja (G. Jelantik & Tjindawang,

2012).

Penelitian yang dilakukan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sam

Ratulangi Manado mengenai Hubungan antara Pengetahuan dan Sikap tentang Bahaya

Merokok dengan Tindakan Merokok Remaja di Pasar Bersehati Kota Manado yang

diikuti oleh 35 remaja diperoleh hasil sebagian besar remaja memiliki pengetahuan

tentang bahaya merokok yang baik (91,4%), namun sikap dan tindakan remaja

sebagian besar dikategorikan kurang baik (65,7%). Hasil dari penelitian ini

menunjukan tidak ada hubungan antara pengetahuan tentang bahaya merokok dengan

tindakan merokok dan ada hubungan antara sikap dengan tindakan merokok remaja di

Pasar Bersehati Kota Manado (Marsel V., dkk 2012).

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Yuni Christinawaty Purba (2009)

mengenai Hubungan Karakteristik, Pengetahuan, dan Sikap Remaja Laki-Laki

terhadap Kebiasaan Merokok di SMU Parulian 1 Medan yang diikuti oleh 60 orang

diperoleh hasil tidak ada hubungan antara pengetahuan tentang rokok dengan

kebiasaan merokok (p=0,234) dan tidak ada hubungan antara sikap responden tentang

rokok dan kebiasaan merokok (p=0,657).

2.5 Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap

suatu stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor emosi dan pendapat

yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik) Sikap

merupakan kesediaan untuk bertindak dan bukan pelaksanaan motif tertentu

(Notoatmodjo, 2010).
Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk berespons

baik secara positif maupun negatif terhadap objek tertentu. Sikap itu tidaklah sama

dengan perilaku, dan perilaku tidaklah selalu mencerminkan sikap seseorang, sebab

seringkali seseorang cenderung memperlihatkan tindakan yang bertentangan dengan

sikapnya. Sikap seseorang dapat berubah dengan diperolehnya tambahan informasi

mengenai objek tersebut, melalui persuasi serta tekanan dari kelompok sosialnya

(Sarwono, 2007).

Sikap terhadap suatu objek berperan sebagai perantara antara respon dan objek

yang bersangkutan. Respon diklasifikasikan dalam 3 jenis yaitu respon kognitif

merupakan pengetahuan mengenai objek, respon afektif merupakan suatu penilaian

terhadap objek, dan respon konatif merupakan respon berupa suatu tindakan dan

pernyataan terhadap perilaku. Dengan melihat salah satu respon tersebut maka sikap

seseorang sudah dapat diketahui. Namun jika ingin melihat gambaran lengkap

terhadap sikap individu tentu saja harus melihat ketiga jenis respon tersebut

(Sugihartati, 2010).

Berdasarkan penelitian tentang Tingkat Pengetahuan dan Sikap Pengunjung Di

Lingkungan RSUP Dr. Kariadi tentang Kawasan Tanpa Rokok yang diikuti oleh 90

orang diperoleh hasil penelitian sebanyak 38,9% responden mempunyai tingkat

pengetahuan baik dan 48.9% cukup. Dari seluruh responden, ada 85,6% responden

bersikap patuh, sedangkan 14,4% nya tidak. Kategori tingkat pengetahuan kategori baik

dan sikap patuh mempunyai prosentase lebih besar dibanding kategori kurang, terdapat

hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap mematuhi aturan Kawasan Tanpa Rokok

(Solicha, 2012).

Penelitian Hubungan antara Sikap terhadap Perilaku Merokok dan Kontrol Diri

dengan Intensi Berhenti Merokok, dari responden 70 mahasiswa yang terdiri dari 50
laki-laki dan 20 perempuan yang memiliki karakteristik perokok, berusia 18-25 tahun.

Penelitian ini menyatakan hasil analisis regresi diperoleh nilai R2 = 0,541, F = 39,463

(p<0,05), berarti ada hubungan yang bermakna antara sikap terhadap perilaku

merokok dan kontrol diri dengan intensi berhenti merokok. Sikap terhadap perilaku

merokok dan kontrol diri secara bersama-sama dapat memprediksi berhenti merokok

(Sandek & Astuti, 2007).

2.6 Perilaku Mewujudkan Rumah Bebas Asap Rokok

Perilaku merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia

dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan.

Perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal

dari luar maupun dari dalam dirinya.

Promosi kesehatan sebagai pendekatan kesehatan terhadap faktor perilaku

kesehatan, maka kegiatannya tidak terlepas dari faktor-faktor yang menentukan

perilaku tersebut. Kegiatan promosi kesehatan harus disesuaikan dengan determinan

faktor yang mempengaruhi perilaku itu sendiri. Dari sekian banyak teori perilaku

kesehatan, teori Lawrence Green merupakan yang paling populer dan paling banyak

digunakan karena mudah dimengerti. Teori Lawrence Green membagi faktor yang

mempengaruhi perilaku kesehatan masyarakat menjadi 3 faktor utama, faktor

predisposisi (predisposing factor), faktor pemungkin (enabling factor) dan faktor

penguat (reinforcing factor) (Notoatmodjo, 2010).

1. Faktor Pendorong (Predisposing Factors)

Faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku

seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-

nilai, tradisi, dan sebagainya.


2. Faktor Pemungkin (Enabling Factors)

Faktor-faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau

tindakan, yang dimaksud dengan faktor pemungkin adalah sarana dan

prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan.

3. Faktor Penguat (Reinforcing Factors)

Faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku, kadang-

kadang meskipun orang tahu dan mampu untuk berperilaku sehat, tetapi

tidak melakukannya.

Dalam pendekatan menggunakan teori Lowrence Green pengetahuan dan sikap siswa

SMA termasuk kedalam faktor pendorong. Faktor pemungkin lebih pada adanya

dukungan eksternal seperti pendidikan orang tua dan pekerjaan orang tua.

Anda mungkin juga menyukai