Anda di halaman 1dari 8

1.

Hipertensi merupakan salah satu penyakit kelainan jantung dan pembuluh dengan tanda peningkatan
tekanan darah. Batasan normal pada tekanan darah adalah 140 / 90 mmHg (WHO), batasan tekanan
darah ini tidak dibedakan anatara laki laki dan perempuan (Marliani, 2007). Jenis hipertensi dapat dibagi
menjadi 2 yaitu hipertensi primer dan sekunder. Hipertensi primer adalah jenis hipertensi yang tidak
diketahui penyebabnya dan kemungkinan penyebabnya merupakan factor genetic yang sebanyak 90 %,
Pada pasien yang memiliki berat badan berlebihan dan gaya hidup yang tak baik memiliki resiko
hipertensi sebesar 65-70 %. untuk terkena hipertensi primer (Guyton, 2008), sedangkan hipertensi
sekunder merupakan hipertensi yang disebabkan karena penyakit lain. Pada kebanyakan kasus,
disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah penyebab sekunder yang
paling sering. Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi
atau memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah (Oparil, 2003)

Patofisiologi hipertensi dimulai dari Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak di pusat vasomotor pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf
simpatis yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia
simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang
bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion
melepaskan asetilkolin yang akan merangsang serabut saraf pascaganglion ke pembuluh darah, dimana
dengan dilepaskannya norpinefrin mengakibatkan kontriksi pembuluh darah. Ditambah dengan
berbagai faktor seperti faktor kecemasan, dan juga ketakutan serta pada saat yang bersamaan sistem
saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Korteks adrenal mengsekresikan kortisol
dan steroid lainnya yang dapat memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal dapat menyebabkan pelepasan renin. Renin
merangsang pembentukkan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu
vasokontriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon
ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal sehingga menyebabkan peningkatan
volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi (Brunner,
2002).

Diet hipertensi dilakukan beretujuan untuk Membantu menurunkan tekanan darah, Membantu
menghilangkan penimbunan cairan dalam tubuh atau edema atau bengkak dengan syarat Makanan
beraneka ragam mengikuti pola gizi seimbang, Jenis dan komposisi makanan disesuaikan dengan
kondisi penderita, Jumlah garam disesuaikan dengan berat ringannya penyakit dan obat yang diberikan
serta pada diet hieperetensi ini jangan lupa untuk mengurangi penggunaan garam dan cairan dalam
pengolahan makanan agar tidak terjadi penimbunan air dalam tubuh sehingga tubuh mengalami
kegagalan untuk mengatur keseimbangan cairan, sehingga tubuh tidak mampu mengeluarkan garam
natrium yang berlebihan dalam jaringan. Karena Natrium akan mengikat air sehingga menimbulkan
penimbunan cairan dalam tubuh. (Kemenkes RI, 2011)

2. Dislipidemia merupakan kelainan metabolisme lipid dengan ditandai peningkatan atau penurunan
pada fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total,
Low Density Lipoprotein (LDL), dan trigliserida serta penurunan kadar High Density Lipoprotein
(HDL) (Price, 2012). Dalam proses terjadinya aterosklerosis, dislipidemia memiliki peran yang penting
dan sangat berkaitan satu dengan yang lain (Adam, 2006).

Patolofisologi dimulai dari ketika Kolesterol, trigliserida, dan fosfolipid diangkut dalam darah sebagai
kompleks lipid dan protein (lipoprotein). Lipid dalam darah diangkut dengan 2 cara yaitu jalur eksogen
dan jalur endogen. Jalur eksogen yaitu trigliserida dan kolesterol yang berasal dari makanan dalam usus
dikemas sebagai kilomikron. Selain kolesterol yang berasal dari makanan dalam usus juga terdapat
kolesterol dari hati yang diekskresi bersama empedu ke usus halus. Baik lemak di usus halus yang
berasal dari makanan maupun yang berasal dari hati disebut lemak eksogen. Jalur endogen yaitu
trigliserida dan kolesterol yang disintesis oleh hati mengalami hidrolisis dalam sirkulasi oleh lipoprotein
lipase yang juga menghidrolisis kilomikron menjadi partikel lipoprotein yang lebih kecil. LDL
merupakan lipoprotein yang mengandung kolesterol paling banyak (60-70%). Lipoprotein
dikelompokkan menjadi 6 kategori yaitu : I (Kilomikron), IIa (LDL), IIb (LDL+very-low-density
lipoprotein [VLDL]), III (intermediate density lipoprotein), IV (VLDL), V (VLDL+kilomikron) (Dipiro
et al, 2015). Jumlah kolesterol yang akan teroksidasi tergantung dari kadar kolesterol yang terkandung
di LDL. Beberapa keadaan mempengaruhi tingkat oksidasi seperti meningkatnya jumlah LDL seperti
pada sindrom metabolik dan kadar kolesterol HDL, makin tinggi kadar HDL maka HDL bersifat
protektif terhadap oksidasi LDL (Suyatna, 2006). Dislipidemia merupakan salah satu penyakit kronis
yang menjadi faktor resiko untuk penyakit kardiovaskular seperti penyakit jantung koroner dan stroke
iskemik. Manisfestasi penyakit dislipidemia yang kadang tidak menunjukkan gejala yang spesifik
kadang kala membuat penanganan penyakit ini menjadi terlambat dan terdiagnosa apabila telah muncul
penyakit komplikasi (Luh Putu F, 2014). Faktor resiko terjadinya dislipidemia termasuk diantaranya
adalah diet, stress, tidak aktif secara fisik dan merokok. Dislipidemia dapat bersifat primer atau genetik
dan bersifat sekunder yang merupakan pengaruh dari suatu kondisi tertentu atau pengaruh dari
penggunaan suatu obat yang dapat meningkatkan kadar lipid plasma (Talbert, 2008)

Diet pada dislipidemia bertujuan untuk Menurunkan kadar kolesterol total, kolesterol LDL dan
trigliserida dalam darah, Menurunkan berat badan bila terlalu gemuk dengan syarat Energi disesuaikan
menurut Berat Badan dan aktivitas fisik. Jumlah energi dibatasi pada pasien yang gemuk, Protein 10-
20 % dari energi total, Lemak kurang dari 30 % energi total, diutamakan lemak tidak jenuh. Kolesterol
200-300 mg/hari, Karbohidrat 50-60 % energi total, Serat lebih dari 25 g/hari.
3. PJK (Penyakit Jantung Koroner) merupakan suatu kelainan yang disebabkan oleh penyempitan
atau penghambatan pembuluh arteri yang mengalirkan darah ke otot jantung. Jantung diberi oksigen
dalam darah melalui arteri-arteri koroner utama yang bercabang menjadi sebuah jaringan pembuluh
lebih kecil yang efisien (Iman, 2001:13). Penyebab PJK terdiri dari beberapa faktor dan dinamakan
faktor risiko. Faktor risiko merupakan faktor-faktor yang keberadaannya berkedudukan sebelum
terjadinya penyakit. Secara garis besar faktor risiko PJK dapat dibagi dua, yaitu faktor risiko yang dapat
diubah / modifiable (kolesterol, hipertensi, merokok, obesitas, diabetes melitus, kurang aktifitas fisik,
stres) dan faktor risiko yang tidak dapat diubah / non modifiable (riwayat keluarga, jenis kelamin, usia)
(Bustan, 2000:74). Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, secara klinis PJK ditandai dengan
nyeri dada atau terasa tidak nyaman di dada atau dada terasa tertekan berat ketika sedang mendaki, kerja
berat ataupun berjalan terburu-buru pada saat berjalan di jalan datar atau berjalan jauh. Pemeriksaan
Angiografi dan Elektrokardiogram (EKG) digunakan untuk memastikan terjadinya PJK. Hasil
pemeriksaan EKG yang menunjukkan terjadinya iskemik merupakan salah satu tanda terjadinya PJK
secara klinis (Soeharto dalam Haslindah, 2015).

Patofisiologi dari PJK dimulai dari Perkembangan PJK dimulai dari penyumbatan pembuluh jantung
oleh plak pada pembuluh darah. Penyumbatan pembuluh darah pada awalnya disebabkan peningkatan
kadar kolesterol LDL (low-density lipoprotein) darah berlebihan dan menumpuk pada dinding arteri
sehingga aliran darah terganggu dan juga dapat merusak pembuluh darah (Al fajar, 2015). Pada
umumnya PJK juga merupakan ketidakseimbangan antara penyedian dan kebutuhan oksigen
miokardium. Penyedian oksigen miokardium bisa menurun atau kebutuhan oksigen miokardium bisa
meningkat melebihi batas cadangan perfusi koroner peningkatan kebutuhan oksigen miokardium
harus dipenuhi dengan peningkatan aliran darah. gangguan suplai darah arteri koroner dianggap
berbahaya bila terjadi penyumbatan sebesar 70% atau lebih pada pangkal atau cabang utama arteri
koroner. Penyempitan <50 % kemungkinan belum menampakkan gangguan yang berarti. Keadaan ini
tergantung kepada beratnya arteriosklerosis dan luasnya gangguan jantung (Saparina, 2010).

Diet yang tepat untuk pasien penyakit penyakit jantung coroner bertujuan untuk Mengurangi Beban
Kerja Jantung, Menormalkan Berat Badan, Memenuhi kebutuhan gizi pasien, Mencegah/Mengurangi
cairan tubuh, Mengurangi risiko penyumbatan pembuluh darah. Dengan syarat energi cukup untuk
mencapai dan mempertahankan berat badan (BB) normal, Protein 0,8g/kg BB ideal/hari, Lemak 25—
30% dari kebutuhan energi, 7% lemak jenuh dan 10—15% lemak tidak jenuh, Kolesterol rendah,
terutama jika disertai dengan dislipidemia, Vitamin dan mineral cukup. Hindari penggunaan suplemen
kalium, kalsium, dan magensium jika tidak dibutuhkan. Garam rendah, 3– 5 g/hr, jika disertai hipertensi
atau edema, Makanan mudah cerna dan tidak menimbulkan gas, Serat cukup untuk menghindari
konstipasi. (Kemenkes RI, 2011)
4. Storke adalah suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak (dalam beberapa
detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global
yang berlangsung lebih dari 24 jam, disebabkan oleh terhambatnya aliran darah ke otak karena
perdarahan (stroke hemoragik) ataupun sumbatan (stroke iskemik) dengan gejala dan tanda sesuai
bagian otak yang terkena, yang dapat sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, atau kematian
(Junaidi, 2011)

Patofisiologi dari stroke, pada saat keadaan normal aliran darah otak dipertahankan oleh suatu
mekanisme otoregulasi kuang lebih 58 ml/100 gr/menit dan dominan pada daerah abu-abu, dengan
mean arterial blood presure (MABP) antara 50-160 mmHg. Mekanisme ini gagal bila terjadi perubahan
tekanan yang berlebihan dan cepat atau pada stroke fase akut. Jika MABP kurang dari 50 mmHg akan
terjadi iskemia sedang, jika lebih dari 160 mmHg akan terjadi gangguan sawar darah otak dan terjadi
edema serebri atau ensefalopati hipertensif. Selain itu terdapat mekanisme otoregulasi yag peka
terhadap perubahan kadar oksigen dan karbondioksida. Kenaikan kadar karbondioksida darah
menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah dan kenaikan oksigen menyebabkan vasokontriksi. Nitrik-
oksid merupakan vasodilator lokak yang dilepaskan oleh sel endotel vaskuler (Arbour et all, 2005).
Otak sangat tergantung kepada oksigen dan otak tidak mempunyai cadangan oksigen apabila tidak
adanya suplai oksigen maka metabolisme di otak mengalami perubahan, kematian sel dan kerusakan
permanen dapat terjadi dalam waktu 3 sampai 10 menit. Iskemia dalam waktu lama menyebabkan sel
mati permanen dan berakibat menjadi infark otak yang disertai odem otak sedangkan bagian tubuh yang
terserang stroke secara permanen akan tergantung kepada daerah otak mana yang terkena. Stroke itu
sendiri disebabkan oleh adanya arteroskelorosis (Junaidi, 2011). Arteroskelorosis terjadi karena adanya
penimbunan lemak yang terdapat di dinding-dinding pembuluh darah sehingga menghambat aliran
darah kejaringan otak. Arterosklerosis juga dapat menyebabkan suplai darah kejaringan serebral tidak
adekuat sehingga menyebakan resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak (Nurarif et all, 2013)

5. Diabetes Melitus menurut WHO didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme
kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan
metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat dari insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi
insulin dapat disebabkan oleh gangguan produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas
atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (Depkes, 2008).

Patofisiologi DM dimulai dari adanya gangguan dengan gangguan pada metabolisme karbohidrat,
protein dan lemak karena insulin tidak dapat bekerja secara optimal, jumlah insulin yang tidak
memenuhi kebutuhan atau keduanya. Gangguan metabolisme tersebut dapat terjadi karena 3 hal yaitu
pertama karena kerusakan pada sel-sel beta pankreas karena pengaruh dari luar seperti zat kimia, virus
dan bakteri. Penyebab yang kedua adalah penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas dan yang
ketiga karena kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer (Fatimah, 2015). Insulin yang disekresi oleh
sel beta pankreas berfungsi untuk mengatur kadar glukosa darah dalam tubuh. Kadar glukosa darah
yang tinggi akan menstimulasi sel beta pankreas untuk mengsekresi insulin (Hanum, 2013). Sel beta
pankreas yang tidak berfungsi secara optimal sehingga berakibat pada kurangnya sekresi insulin
menjadi penyebab kadar glukosa darah tinggi. Gangguan respons metabolik terhadap kerja insulin
disebut dengan resistensi insulin. Keadaan ini dapat disebabkan oleh gangguan reseptor, pre reseptor
dan post reseptor sehingga dibutuhkan insulin yang lebih banyak dari biasanya untuk mempertahankan
kadar glukosa darah agar tetap normal. Sensitivitas insulin untuk menurunkan glukosa darah dengan
cara menstimulasi pemakaian glukosa di jaringan otot dan lemak serta menekan produksi glukosa oleh
hati menurun. Penurunan sensitivitas tersebut juga menyebabkan resistensi insulin sehingga kadar
glukosa dalam darah tinggi (Prabawati, 2012). Kadar glukosa darah yang tinggi selanjutnya berakibat
pada proses filtrasi yang melebihi transpor maksimum. Keadaan ini mengakibatkan glukosa dalam
darah masuk ke dalam urin (glukosuria) sehingga terjadi diuresis osmotik yang ditandai dengan
pengeluaran urin yang berlebihan (poliuria). Banyaknya cairan yang keluar menimbulkan sensasi rasa
haus (polidipsia). Glukosa yang hilang melalui urin dan resistensi insulin menyebabkan kurangnya
glukosa yang akan diubah menjadi energi sehingga menimbulkan rasa lapar yang meningkat (polifagia)
sebagai kompensasi terhadap kebutuhan energi. Penderita akan merasa mudah lelah dan mengantuk jika
tidak ada kompensasi terhadap kebutuhan energi tersebut (Hanum, 2013).

Diet pada DM ini bertujuan untuk Memberikan pasien makanan sesuai kebutuhan, Mempertahankan
kadar gula darah sampai normal/ mendekati normal, Mengubah berat badan menjadi normal, Mencegah
terjadinya kadar gula darah terlalu rendah yang dapat menyebabkan pingsan, Mengurangi/ mencegah
komplikasi dengan syarat Memberikan makanan sesuai kebutuhan, Mempertahankan kadar gula darah
sampai normal/ mendekati normal, Mempertahankan berat badan menjadi normal, Mencegah terjadinya
kadar gula darah terlalu rendah yang dapat menyebabkan pingsan, Mengurangi/ mencegah komplikasi
(Kemenkes RI, 2011)

6. Asam Urat merupakan produk akhir metabolisme purin di manusia, tetapi merupakan produk
perantara dalam kebanyakan mamalia lain. Hal ini dihasilkan terutama dalam hati dengan aksi xantin
oksidase, suatu enzim logam molibdenum yang dapat dihambat oleh farmakologi obat-obatan seperti
allopurinol dan febuxostat (Bobulescu, 2012). Kadar rata-rata asam urat di dalam darah dan serum
tergantung usia dan jenis kelamin. Sebagian besar anak memiliki kadar asam urat serum sebesar 180
sampai 240 µmol/L (3,0 sampai 4,0 mg/dL). Kadar ini mulai naik selama pubertas pada laki-laki tetapi
rendah pada perempuan sampai monopause. Meskipun penyebab variasi jenis kelamin ini belum
dipahami seluruhnya, sebagian disebabkan oleh ekskresi fungsional asam urat yang lebih tinggi pada
perempuan dan disebabkan oleh pengaruh hormonal. Nilai asam urat serum rata-rata untuk laki-laki
dewasa dan perempuan pramonopouse adalah 415 dan 360 µmol/L (6,8 dan 6,0 mg/dL). Pada
perempuan dewasa dibawah 6,0 mg/dL. Konsentrasi pada dewasa stabil naik menurut waktu dan
bervariasi menurut tinggi (Wortmann, 2010)
Patofisologi asam urat dimulai dari ketika konsentrasi asam urat dalam serum lebih besar dari 7 mg/dl
dapat menyebabkan penumpukan kristal monosodium urat. Serangan gout tampaknya berhubungan
dengan peningkatan atau penurunan secara mendadak kadar asam urat dalam serum. Jika kristal asam
urat mengendap dalam sendi, akan terjadi respon inflamasi dan diteruskan dengan terjadinya serangan
gout. Dengan adanya serangan yang berulang – ulang, penumpukan kristal monosodium urat yang
dinamakan thopi akan mengendap dibagian perifer tubuh seperti ibu jari kaki, tangan dan telinga. Akibat
penumpukan Nefrolitiasis urat (batu ginjal) dengan disertai penyakit ginjal kronis (Wang J.G., Staessen
J.A., Fagard RH et al, 2001)

Diet yang diberikan pada pasien asam urat adalah diet rendah purin yang bertujuan untuk Menurunkan
kadar asam urat dalam darah, Memperlancar pengeluaran asam urat dengan syarat energi diberikan
sesuai kebutuhan tubuh. Bila berat badan berlebih kebutuhan energi mengikuti pedoman diet energi
rendah, Protein : 1 – 1,2 g/kg BB atau 10-15% dari kebutuhan energi total. Hindari bahan makanan
sumber protein yang mempunyai kandungan purin >150 mg/100g, Lemak tidak lebih dari 30%, 10%
nya dari protein hewani, Karbohidrat : 65-75% dari kebutuhan energi total, berupa karbohidrat
kompleks, Vitamin dan mineral diberikan sesuai kebutuhan, Cairan disesuaikan dengan urin yang
dikeluarkan setiap hari. Banyak minum untuk membantu pengeluaran kelebihan asam urat, 2 sampai 3
liter/hari untuk mencegah terjadinya pengendapan asam urat dalam ginjal (batu ginjal), Apabila BB
lebih, dianjurkan untuk menurunkan BB karena akan membantu menurunkan kadar purin dalam darah.
(Kemenkes RI, 2011)

7. Batu Ginjal adalah gangguan klinis akibat adanya komponen batu kristal yang menyumbat dan
menghambat kerja ginjal pada kaliks atau pelvis ginjal yang disebabkan oleh gangguan keseimbangan
pada kelarutan dan pengendapan garam di saluran urin dan ginjal (Han Haewook, Adam M Segal, Julian
L.Seifter, and Johanna T.Dwyer.2015)

Patofisiologi dari batu ginjal dimulai dari zat yang membentuk batu mengendap di urine jika ambang
kelarutannya terlampaui. Pada rentang yang disebut rentang metastabil, pembentukan kristal mungkin
tidak terjadi sama sekali atau hanya berjalan dengan sangat lambat, meskipun larutan sangat
jenuh.Menurut Silbernagl (2007), senyawa yang paling sering ditemukan dalam batu ginjal adalah
kalsium oksalat (sekitar 70%), kalsium fosfat atau magnesium-aminium fosfat (sekitar 30%), asam urat
atau garam asam urat (sekitar 30%), serta xantin atau sistin (<5%). Beberapa zat bisa terdapat di dalam
satu batu karena kristal yang telah terbentuk sebelumnya berperan sebagai inti kristalisasi dan
memudahkan pengendapan bagi zat metastabil terlarut lainnya (oleh karena itu, totalnya adalah
>100%). Pada peningkatan filtrasi dan ekskresi zat penghasil batu akan membuat peningkatan
konsentrasi di dalam plasma. Hiperkalsiuria dan fosfaturia terjadi akibat peningkatan absorpsi di usus
dan mobilisasi dari tulang, contohnya jika terdapat kelebihan PTH atau kalsitriol. Hiperkalsalemia dapat
disebabkan oleh kelainan metabolik pada pemecahan asam amino atau melalui peningkatan absorpsinya
di usus. Hiperurisemia terjadi akibat suplai yang berlebih, sintesis batu yang meningkat, atau
peningkatan pemecahan purin

8. Kanker menurut Sunaryati merupakan penyakit yang ditandai pembelahan sel tidak terkendali dan
kemampuan selsel tersebut menyerang jaringan biologis lainnya, baik dengan pertumbuhan langsung
di jaringan yang bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel ke tempat yang jauh (metastasis).
Pertumbuhan sel kanker tidak terkendali disebabkan kerusakan deoxyribose nucleic acid (DNA),
sehingga menyebabkan mutasi gen vital yang mengontrol pembelahan sel. Beberapa mutasi dapat
mengubah sel normal menjadi sel kanker. Mutasi-mutasi tersebut diakibatkan agen kimia maupun fisik
yang edisebut karsinogen. Mutasi dapat terjadi secara spontan maupun diwariskan (Sunaryati, 2011:
12).

Patofisiologi kanker terjadi karena kerusakan struktur genetik yang menyebabkan pertumbuhan sel
menjadi tidak terkontrol. Pola insiden kanker bervariasi sesuai jenis kelamin, ras, dan letak geografik.
Beberapa kanker dapat dipengaruhi faktor genetik keluarga, namun yang paling sering terjadi karena
faktor lingkungan dan gaya hidup. Promotor kanker, yang disebut karsinogen seperti bahan kimia, virus
serta faktor lingkungan dan gaya hidup (Mendelsohn 2000 dan Duyff 2006).

9. Osteoporosis merupakan penyakit tulang sistemik mikroarsitektur tulang, sehingga tulang menjadi
rapuh dan mudah patah (Sudoyo, 2007). Osteoporosis dapat didefinisikan sebagai keropos tulang yaitu
gangguan metabolik penurunan massa tulang, meningkatnya kerapuhan tulang, dan meningkatnya
risiko terjadi fraktur tulang. Dari dua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa osteoporosis
merupakan penyakit tulang yang ditandai dengan penurunan massa tulang dan perburukan
mikroarsitektur tulang sehingga tulang rapuh dan meningkatkan risiko terjadinya fraktur. Sebenarnya
sebelum terjadi osteoporosis tulang secara perlahan mengalami penurunan masa tulang. Kondisi
penurunan masa tulang ini disebut dengan osteopenia. Kondisi ini biasanya tidak memberikan
manifestasi sebelum terjadinya osteoporosis (Lemon, 2008)

Patofisiologi dari osteoporosis biasanya diawali dengan tulang yang sudah tua dan telah / pernah
mengalami keretakan dan dibentuk kembali, lalu tulang yang sudah rusak tersebut akan diidentifikasi
oleh sel osteosit (Cosman,2009). Lalu kemudian terjadi penyerapan lagi yang dilakukan oleh osteoblas
dan nanti akan menghancurkan kolagen yang nantinya akan mengeluarkan asam (Tandra, 2009).
Kemudian tulang yang telah diserap oleh osteoblast yang berasal dari sel prekusor di sumsum tulang
belakang setelah sel osteoklas hilang. (Cosmas, 2009)

10. Anemia merupakan suatu keadaan dimana rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin
atau hematokrit di bawah normal (Brunner & Suddarth, 2000:22). Anemia adalah suatu keadaan dimana
kadar Hb dan atau hitung eritrosit lebih rendah dari harga normal yaitu bila Hb < 14 g/dL dan Ht < 41%,
pada pria atau Hb < 12 g/dL dan Ht < 37% pada wanita (Mansjoer, 1999:547). Klasifikasi anemia dibagi
menjadi 5 yaitu Anemia mikrositik hipokrom (anemia defisiensi besi, anemia penyakit kronis), Anemia
makrositik (defisiensi vitamin B12, defisiensi asam folat), Anemia karena perdarahan, Anemia
hemolitik, Anemia aplastik (Mansjoer, 1999:547)

Patofisiologi anemia defisiensi besi akan melalui 3 stadium yaitu: (1) stadium I: Ditandai oleh
kekurangan persediaan besi di dalam depot. Keadaan ini dinamakan stadium deplesi besi, pada stadium
ini baik kadar besi di dalam serum maupun kadar hemoglobin masih normal. Kadar besi di dalam depot
dapat ditentukan dengan pemeriksaan sitokimia jaringan hati atau sumsum tulang. Kadar feritin/saturasi
transferin di dalam serumpun dapat mencerminkan kadar besi di dalam depot. (2) stadium II: Mulai
timbul bila persediaan besi hampir habis. Kadar besi di dalam serum mulai menurun tetapi kadar
hemoglobin di dalam darah masih normal. Keadaan ini disebut stadium defisiensi besi. (3) stadium III:
Keadaan ini disebut anemia defisiensi besi. Stadium ini ditandai oleh penurunan kadar hemoglobin
MCV, MCH, MCHC disamping penurunan kadar feritin dan kadar besi di dalam serum. (Allen & Sabel,
2001)

Anda mungkin juga menyukai