Anda di halaman 1dari 18

KOMUNIKASI TERAPEUTIK DAN NON

TERAPEUTIK

Dosen Pembimbing :

Sri Sudarsih S.Kep.Ns ,M.Kes

Penyusun:

Titik Zumaroh Maulidah Isnainia

Nur Kholifah Moni Miftakhul Hanifah

Dewi Arifah Helmi

Deddy Habib Irerika

Rosita Fenilasari Khuzaimatul Abidah

Ririn Prihatin Hanif

Siti Nur Khavilah Riska Virnanda


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha


Penyayang,kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah komunikasi keperawatan.Makalah ini kami susun
agar para pembaca dapat memperluas ilmunya mengenai teori keperawatan
tentang komunikasi terapeutik dan non terapeutik. Tidak lupa untuk teman-
teman sekalian kami mengucapkan terima kasih karena dukungan dari kalian
kami bisa bekerja sama dengan baik dalam kelompok ini.

Semoga makalah presentasi ini dapat berguna bagi siapa saja yang
memerlukannya terutama bagi penilaian untuk tugas pertama komunikasi.

Namun, kami menyadari bahwa makalah presentasi ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran guna untuk
perbaikan agar kami dapat menyusun karya yang leih baik lagi dan lebih
bermanfaat.
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ....................................................................................

KATA PENGANTAR......................................................................................

DAFTAR ISI....................................................................................................

BAB II PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah..........................................................................

1.2 Rumusan Masalah...................................................................................

1.3 Tujuan .....................................................................................................

BAB 11 PEMBAHASAN

1. Pengertian Komunikasi Terapeutik............................................................

2. Teknik-teknik komunikasi terapeutik.........................................................

3. Fase-fase Komunikasi Terapeutik...............................................................

4. Faktor Komunikasi Terapeutik................................................................

5. Proses Komunikasi Terapeutik................................................................

6. Komunikasi Non-Terapeutik.................................................................

BAB III PENUTUP

1. Kesimpulan..........................................................................................

2. Saran..................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Komunikasi mempunyai banyak sekali makna dan sangat bergantung
pada konteks pada saat komunikasi dilakukan. Bagi beberapa orang,
komunikasi merupakan pertukaran informasi diantara dua orang atau lebih,
atau dengan kata lain; pertukaran ide atau pemikiran. Metodenya antara lain: 
berbicara dan mendengarkan atau menulis dan membaca, melukis, menari,
bercerita dan lain sebagainya. Sehingga dapat dikatakan bahwa segala
bentuk upaya penyampaian pikiran kepada orang lain, tidak hanya secara
lisan (verbal) atau tulisan tetapi juga gerakan tubuh atau gesture (non-
verbal), adalah komunikasi.Komunikasi merupakan suatu proses karena
melalui komunikasi seseorang menyampaikan dan mendapatkan respon.
Komunikasi dalam hal ini mempunyai dua tujuan, yaitu: mempengaruhi
orang lain dan untuk mendapatkan informasi. Akan tetapi, komunikasi dapat
digambarkan sebagai komunikasi yang memiliki kegunaan atau berguna
(berbagi informasi, pemikiran, perasaan) dan komunikasi yang tidak
memiliki  kegunaan atau tidak berguna (menghambat/blok penyampaian
informasi atau perasaan). Keterampilan berkomunikasi merupakan
keterampilan yang dimiliki oleh seseorang untuk membangun suatu
hubungan, baik itu hubungan yang kompleks maupun hubungan yang
sederhana melalui sapaan atau hanya sekedar senyuman. Pesan verbal dan
non verbal yang dimiliki oleh seseorang menggambarkan secara utuh
dirinya, perasaannya dan apa yang ia sukai dan tidak sukai. Melalui
komunikasi seorang individu dapat bertahan hidup, membangun hubungan
dan merasakan kebahagiaan.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa yang dimaksud dengan komunikasi terapeutik?
2. Apa saja fase-fase dalam komunikasi terapeutik?
3. Apa teknik-teknik dari komunikasi terapeutik?
4. Bagaimana proses komunikasi terapeutik dalam keperawatan?

1.3 TUJUAN
1.3.1 Membekali perawat pada saat akan melakukan tindakan kepada pasien
1.3.2 Agar perawat dan pasien menjalin komunikasi yang baik
1.3.3 Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan
dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang
ada
1.3.4 Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang
efektif
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Komunikasi dalam keperawatan disebut dengan komunikasi terapeutik,


dalam hal ini komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat pada saat
melakukan intervensi keperawatan harus mampu memberikan khasiat therapi
bagi proses penyembuhan  pasien. Oleh karenanya seorang perawat harus
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan aplikatif komunikasi terapeutik
agar kebutuhan dan kepuasan pasien dapat dipenuhi. Northouse (1998)
mendefinisikan komunikasi terapeutik sebagai kemampuan atau keterampilan
perawat untuk membantu klien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan
psikologis dan belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain. Stuart G.W
(1998) menyatakan bahwa komunikasi terapeutik merupakan hubungan
interpersonal antara  perawat dan klien, dalam hubungan ini perawat dan klien
memperoleh pengalaman belajar  bersama dalam rangka memperbaiki
pengalaman emosional klien. Sedangkan S.Sundeen (1990) menyatakan bahwa
hubungan terapeutik adalah hubungan kerjasama yang ditandai tukar menukar
perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman dalam membina hubungan yang
terapeutik.

Teori komunikasi sangat sesuai dalam praktek keperawatan (Stuart dan


Sundeen, 1987,) karena :

1. Komunikasi merupakan cara untuk membina hubungan yang terapeutik.


Dalam proses komunikasi terjadi penyampaian informasi dan pertukaran
perasaan dan pikiran.
2. Maksud komunikasi adalah mempengaruhi perilaku orang lain. Berarti,
keberhasilan intervensi keperawatan bergantung pada komunikasi karena
proses keperawatan ditujukan untuk merubah perilaku dalam mencapai
tingkat kesehatan yang normal.
3. Komunikasi adalah berhubungan. Hubungan perawat dan klien yang
terapeutik tidak mungkin dicapai tanpa komunikasi.

Dalam membina hubungan terpeutik dengan klien, perawat perlu mengetahui


proses komunikasi dan keterampilan berkomunikasi dalam membantu klien
memecahkan masalahnya.

Elemen yang harus ada pada proses komunikasi adalah pengirim pesan,
penerima pesan, media dan umpan balik. Semua perilaku individu pengirim dan
penerima adalah komunikasi yang akan member efek pada perilaku. Pesan yang
disampaikan dapat berupa verbal dan nonverbal. Bermain merupakan cara
berkomunikasi dan berhubungan yang baik dengan klien anak.

2.2 TEKNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK


Teknik komunikasi terapeutik merupakan respon spesifik yang mendorong
ekspresi perasaan dan ide,serta menyampaikan penerimaan dan
penghargaan.pembelajaran teknik ini membantu anda menimbulkan kesadaran
akan berbagai respons keperawatan pada berbagai situasi.teknik tersebut dapat
tampak dibuat-buat,tetapi dengan latihan anda akan semakin terampil dan
nyaman dalam mengerjakannya. Kepuasan besar akan timbul dari keberhasilan
membentuk hubungan terapiutik dan mencapaian hasil klien yang diinginkan.
Mendengarkan secara aktif. Berarti anda memusatkan perhatian kepada
pesan verbal dan non verbal yang disampaikan klien. Tehnik ini memfasilitasi
komunikasi klien (crouch 2002) mengemukakan bahwa kita menggunakan rasio
2:1 karena adanya dua telinga dan satu mulut. Tehnik ini akan meningkatkan
kepercayaan karena perawat menyampaikan keterbukaan dan penghormatan
kepada klien. Beberapa ketrampilan non verbal memfasilitasi teknik ini. Anda
mengenalnya dengan akronim SOLER (Townsend, 2003) :
 S = Sit facing the client (Duduk menghadap klien) postur ini memberikan
pesan bahwa perawat bersedia mendengarkan dan tertarik pada
pembicaraan klien.
 O = Observe an open posture (amati posture yang terbuka, seperti lengan
dan kaki yang tidak menyilang). Postur ini menandakan bahwa perawat
“terbuka” terhadap ucapan klien. Posisi “tertutup” menunjukkan sikap
yang defensif dan dapat menimbulkan respons yang sama dari klien.
 L = Lean toward the client (Condongkan tubuh kearah klien). Postur ini
berarti perawat terlibat dan tertarik untuk berinteraksi.
 E = Establish and maintain intermittent eye contact (Bentuk dan
pertahankan kontak mata). Perilaku ini menyampaikan keterlibatan dan
ketersediaan perawat untuk mendengarkan pembicaraan klien. Ketiadaan
kontak mata atau memindahkan pandangan berkali kali dapat
menimbulkan kesan bahwa perawat perawat tidak tertarik pada
pembicaraan klien.
 R = Relax (Rileks). Komunikasikan rasa tenang dan nyaman kepada
klien. Kegelisahan mengomunikasikan ketiadaan minat dan menimbulkan
rasa tidak nyaman pada klien.
2.3 FASE-FASE KOMUNIKASI TERAPEUTIK

 TAHAP PERSIAPAN (ORIENTASI)


Tahap Persiapan atau prainteraksi sangat penting dilakukan sebelum
berinteraksi dengan klien (Christina, dkk, 2002). Pada tahap ini
perawat menggali perasaan dan mengidentifikasi kelebihan dan
kekurangannya. Pada tahap ini perawat juga mencari informasi
tentang klien. Kemudian perawat merancang strategi untuk
pertemuan pertama dengan klien. Tahap ini harus dilakukan oleh
seorang perawat untuk memahami dirinya, mengatasi kecemasannya,
dan meyakinkan dirinya bahwa dia siap untuk berinteraksi dengan
klien (Suryani, 2005).

TUGAS-TUGAS PERAWAT PADA TAHAP INI :


1. Mengeksplorasi perasaan, harapan, dan kecemasan. Sebelum
berinteraksi dengan klien, perawat perlu mengkaji perasaannya
sendiri (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Perasaan apa yang
muncul sehubungan dengan interaksi yang akan dilakukan.
Apakah ada perasaan cemas? Apa yang dicemaskan? (Suryani,
2005).
2. Menganalisis kekuatan dan kelemahan sendiri. Kegiatan ini
sangat penting dilakukan agar perawat mampu mengatasi
kelemahannya secara maksimal pada saat berinteraksi dengan
klien. Misalnya seorang perawat mungkin mempunyai
kekuatan mampu memulai pembicaraan dan sensitif terhadap
perasaan orang lain, keadaan ini mungkin bisa dimanfaatkan
perawat untuk memudahkannya dalam membuka pembicaraan
dengan klien dan membina hubungan saling percaya (Suryani,
2005).
3. Mengumpulkan data tentang klien. Kegiatan ini juga sangat
penting karena dengan mengetahui informasi tentang klien
perawat bisa memahami klien. Paling tidak perawat bisa
mengetahui identitas klien yang bisa digunakan pada saat
memulai interaksi (Suryani, 2005).
4. Merencanakan pertemuan yang pertama dengan klien. Perawat
perlu merencanakan pertemuan pertama dengan klien. Hal
yang direncanakan mencakup kapan, dimana, dan strategi apa
yang akan dilakukan untuk pertemuan pertama tersebut
(Suryani, 2005).

 TAHAP PERKENALAN
Perkenalan merupakan kegiatan yang dilakukan saat pertama kali
bertemu atau kontak dengan klien (Christina, dkk, 2002). Pada saat
berkenalan, perawat harus memperkenalkan dirinya terlebih dahulu
kepada klien (Brammer dalam Suryani, 2005). Dengan
memperkenalkan dirinya berarti perawat telah bersikap terbuka pada
klien dan ini diharapkan akan mendorong klien untuk membuka
dirinya (Suryani, 2005). Tujuan tahap ini adalah untuk memvalidasi
keakuratan data dan rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien
saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan yang lalu (Stuart, G.W
dalam Suryani, 2005).

TUGAS PERAWAT PADA TAHAP INI ANTARA LAIN :


1. Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan, dan
komunikasi terbuka. Hubungan saling percaya merupakan
kunci dari keberhasilan hubungan terapeutik (Stuart, G.W
dalam Suryani, 2005), karena tanpa adanya rasa saling percaya
tidak mungkin akan terjadi keterbukaan antara kedua belah
pihak. Hubungan yang dibina tidak bersifat statis, bisa berubah
tergantung pada situasi dan kondisi (Rahmat, J dalam Suryani
2005). Karena itu, untuk mempertahankan atau membina
hubungan saling percaya perawat harus bersikap terbuka, jujur,
ikhlas, menerima klien apa adanya, menepati janji, dan
menghargai klien (Suryani, 2005).
2. Merumuskan kontrak pada klien (Christina, dkk, 2002).
Kontrak ini sangat penting untuk menjamin kelangsungan
sebuah interaksi (Barammer dalam Suryani, 2005). Pada saat
merumuskan kontrak perawat juga perlu menjelaskan atau
mengklarifikasi peran-peran perawat dan klien agar tidak
terjadi kesalah pahaman klien terhadap kehadiran perawat.
Disamping itu juga untuk menghindari adanya harapan yang
terlalu tinggi dari klien terhadap perawat karena karena klien
menganggap perawat seperti dewa penolong yang serba bisa
dan serba tahu (Gerald, D dalam Suryani, 2005). Perawat perlu
menekankan bahwa perawat hanya membantu, sedangkan
kekuatan dan keinginan untuk berubah ada pada diri klien
sendiri (Suryani, 2005).
3. Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah
klien. Pada tahap ini perawat mendorong klien untuk
mengekspresikan perasaannya. Dengan memberikan
pertanyaan terbuka, diharapkan perawat dapat mendorong
klien untuk mengekspresikan pikiran dan perasaannya
sehingga dapat mengidentifikasi masalah klien.
4. merumuskan tujuan dengan klien. Perawat perlu merumuskan
tujuan interaksi bersama klien karena tanpa keterlibatan klien
mungkin tujuan sulit dicapai. Tujuan ini dirumuskan setelah
klien diidentifikasi.

Fase orientasi, fase ini dilaksanakan pada awal setiap pertemuan kedua dan
seterusnya, tujuan fase ini adalah memvalidasi keakuratan data, rencana yang
telah dibuat dengan keadaan klien saat ini, dan mengevaluasi hasil tindakan
yang lalu. Umumnya dikaitkan dengan hal yang telah dilakukan bersama klien
(Cristina, dkk, 2002).

 TAHAP KERJA
Tahap kerja ini merupakan tahap inti dari keseluruhan proses
komunikasi terapeutik (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Pada
tahap ini perawat dan klien bekerja bersama-sama untuk mengatasi
masalah yang dihadapi klien. Pada tahap kerja ini dituntut
kemampuan perawat dalam mendorong klien mengungkap perasaan
dan pikirannya. Perawat juga dituntut untuk mempunyai kepekaan
dan tingkat analisis yang tinggi terhadap adanya perubahan dalam
respons verbal maupun nonverbal klien.
Pada tahap ini perawat perlu melakukan active listening karena
tugas perawat pada tahap kerja ini bertujuan untuk menyelesaikan
masalah klien. Melalui active listening, perawat membantu klien
untuk mendefinisikan masalah yang dihadapi, bagaimana cara
mengatasi masalahnya, dan mengevaluasi cara atau alternatif
pemecahan masalah yang telah dipilih.
Perawat juga diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya
dengan klien. Tehnik menyimpulkan ini merupakan usaha untuk
memadukan dan menegaskan hal-hal penting dalam percakapan, dan
membantu perawat-klien memiliki pikiran dan ide yang sama
(Murray, B & Judth dalam Suryani, 2005). Tujuan tehnik
menyimpulkan adalah membantu klien menggali hal-hal dan tema
emosional yang penting (Fontaine & Fletcner dalam Suryani, 2005)
 TAHAP TERMINASI
Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dengan klien
(Christina, dkk, 2002). Tahap ini dibagi dua yaitu terminasi
sementara dan terminasi akhir (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005).
Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat-
klien, setelah terminasi sementara, perawat akan bertemu kembali
dengan klien pada waktu yang telah ditentukan.
Terminasi akhir terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses
keperawatan

TUGAS PERAWAT PADA TAHAP INI :


1. Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah
dilaksanakan. Evaluasi ini juga disebut evaluasi objektif. Dalam
mengevaluasi, perawat tidak boleh terkesan menguji kemampuan
klien, akan tetapi sebaiknya terkesan sekedar mengulang atau
menyimpulkan.
2. Melakukan evaluasi subjektif. Evaluasi subjektif dilakukan dengan
menanyakan perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat.
Perawat perlu mengetahui bagaimana perasaan klien setelah
berinteraksi dengan perawat. Apakah klien merasa bahwa interaksi
itu dapat menurunkan kecemasannya? Apakah klien merasa bahwa
interaksi itu ada gunanya? Atau apakah interaksi itu justru
menimbulkan masalah baru bagi klien.
3. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan.
Tindakan ini juga disebut sebagai pekerjaan rumah untuk klien.
Tindak lanjut yang diberikan harus relevan dengan interaksi yang
akan dilakukan berikutnya. Misalnya pada akhir interaksi klien
sudah memahami tentang beberapa alternative mengatasi marah.
Maka untuk tindak lanjut perawat mungkin bisa meminta klien
untuk mencoba salah satu dari alternative tersebut.
4.  Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya. Kontrak ini
penting dibuat agar terdapat kesepakatan antara perawat dan klien
untuk pertemuan berikutnya. Kontrak yang dibuat termasuk
tempat, waktu, dan tujuan interaksi.
Stuart G.W. (1998) dalam Suryani (2005), menyatakan bahwa proses
terminasi perawat-klien merupakan aspek penting dalam asuhan keperawatan,
sehingga jika hal tersebut tidak dilakukan dengan baik oleh perawat, maka
regresi dan kecemasan dapat terjadi lagi pada klien. Timbulnya respon tersebut
sangat dipengaruhi oleh kemampuan perawat untuk terbuka, empati dan
responsif terhadap kebutuhan klien pada pelaksanaan tahap sebelumnya.
2.4   FAKTOR-FAKTOR KOMUNIKASI TERAPEUTIK
Faktor – faktor penghambat dalam proses komunikasi terpeutik adalah :
(Purwanto, Heri, 1994)
a.    Kemampuan pemahaman yang berbeda.
b.    Pengamatan/penafsiran yang berbeda karena pengalaman masa lalu.
c.    Komunikasi satu arah.
d.   Kepentingan yang berbeda
e.    Memberikan jaminan yang tidak mungkin
f.     Memberitahu apa yang harus dilakukan kepada penderita
g.    Membicarakan hal-hal yang bersifat pribadi
h.    Menuntut bukti, tantangan serta penjelasan dari pasien mengenai tindakannya
i.      Memberikan kritik mengenai perasaan penderita
j.      Menghentikan/mengalihkan topik pembicaraan
k.    Terlalu banyak bicara yang seharusnya mendengarkan.
l.      Memperlihatkan sifat jemu, pesimis.

Faktor penghambat komunikasi : (Kariyoso, 1994)


a.    Kecakapan yang kurang dalam berkomunikasi
b.    Sikap yang kurang tepat
c.    Kurang pengetahuan
d.   Kurang memahami sistem sosial
e.    Prasangka yang tidak beralasan
f.     Jarak fisik, komunikasi menjadi kurang lancar bila jarak antara komunikator
dengan reseptor berjauhan
g.    Tidak ada persamaan persepsi
h.    Indera yang rusak
i.      Berbicara yang berlebihan
j.      Mendominir pembicaraan, dan lain sebagainya

Faktor yang mempengaruhi komunikasi : (Suryani, 2005)


a)      Kredibilitas
Kredibilitas (credibility) terdapat dan berpengaruh pada sumber atau
komunikator. Kredibilitas komunikasi sangat mempengaruhi keberhasilan
proses komunikasi, karena hal ini mempengaruhi tingakat kepercayaan sasaran
atau komunikasi terhadap pesan yang disampaikan.
b)      Isi pesan
Pesan yang disampaikan hendaknya mengandung isi yang bermanfaat bagi
sasaran. Hasil komunikasi akan lebih baik jika isi pesan besar manfaatnya bagi
kepentingan sasaran.
c)      Kesesuaian dengan kepentingan sasaran
Kesesuaian dengan kepentingan sasaran (context) terdapat dan berperan pada
pesan. Pesan yang disampaikan harus berhubungan dengan kepentingan sasaran.
d)     Kejelasan
Kejelasan (clarity) terdapat dan berperan pada pesan. Kejelasan pesan yang
disampaikan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan komunikasi.
e)      Kesinambungan dan konsistensi
Kesinambungan dan konsistensi (continuity and consistency) terdapat pada
pesan. Pesan yang akan disampaikan harus konsistensi dan berkesinambungan.
f)       Saluran
Saluran (channel) terdapat dan berperan pada media. Media yang digunakan
harus disesuaikan dengan pesan yang ingin disampaikan.
g)      Kapabilitas sasaran
Kapabilitas sasaran (capability of the audience) terdapat pada komunikan.
Dalam menyampaikan pesan, komunikator harus memperhitungkan
kemampuan sasaran dalam menerima pesan.
h)      Psikologis (Rahmat, J dalam Suryani, 2005)
Seperti sikap, pengalaman hidup, motivasi, kepribadian, dan konsep.
i)        Sosial (Ellis, Gates & Kenwarthy dalam Suryani, 2005)
j)        Seperti usia, jenis kelamin, kelas sosial, suku, bahasa, kekuasaan, dan peran
sosial.

2.5    PROSES KOMUNIKASI TERAPEUTIK DALAM PERAWATAN


1.      Proses komunikasi : (Mubarak, Wahid Iqbal, dkk, 2007)
a.    Reference, stimulus yang memotifasi seseorang untuk berkomunikasi dengan
orang lain. Dapat berupa pengalaman, ide atau tindakan.
b.    Pengirim/ sumber/ encorder, disebut juga komunikator. Bisa perorangan atau
kelompok.
c.    Pesan/ berita, informasi yang dikirimkan. Dapat berupa kata-kata, gerakan
tubuh atau ekspresi wajah.
d.   Media/ saluran, alat atau sarana yang dipilih pengirim untuk menyampaikan
pesan pada penerima/ sasaran.
e.    Penerimaan/ sasaran/ decoder, kepada siapa pesan yang ingin disampaikan
tersebut dituju.
f.     Umpan balik/ feed back/ respons, reaksi dari sasaran terhadap pesan yang
disampaikan.

2.6     Komunikasi Terapeutik dalam Perawatan.


a.    Pengkajian (Purwanto, Heri, 1994)
1)   Menentukan kemampuan seseorang dalam proses informasi.
2)   Mengevaluasi data tentang status mental pasien untuk menentukan batas
intervensi.
3)   Mengevaluasi kemampuan pasien dalam berkomunikasi secara verbal.
4)   Mengobservasi apa yang terjadi pada pasien tersebut saat ini.
5)   Mengidentifikasi tingkat perkembangan pasien sehingga interaksi yang
diharapkan bisa realistik.
6)   Menentukan apakah pasien memperlihatkan sikap verbal dan nonverbal yang
sesuai.
7)   Mengkaji tingkat kecemasan pasien sehingga dapat mengantisifasi intervensi
yang dibutuhkan.

b.   Diagnosa keperawatan (Potter & Perry, 1999)


1)   Analisa tertulis dari penemuan pengkajian.
2)   Sesi perencanaan tim kesehatan.
3)   Diskusi dengan klien dan keluarga untuk menentukan metoda implementasi.
4)   Membuat rujukan.

c.    Rencana tujuan (Purwanto, Heri,1994)


1)   Rencana asuhan tertulis (Potter & Perry, 1999).
2)   Membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan sendiri.
3)   Membantu pasien agar dapat menerima pengalaman yang pernah dirasakan.
4)   Meningkatkan harga diri pasien.
5)   Memberikan support karena adanya perubahan lingkungan.
6)   Perawat dan pasien sepakat untuk berkomunikasi secara lebih terbuka.

d.   Implementasi (Purwanto, Heri, 1994)


1)   Memperkenalkan diri kepada pasien.
2)   Memulai interaksi dangan pasien.
3)   Membantu pasien untuk dapat menggambarkan pengalaman pribadinya.
4)   Menganjurkan kepada pasien untuk dapat mengungkapkan perasaan
kebutuhannya.
5)   Menggunakan komunikasi untuk meningkatkan harga diri pasien.

e.    Evaluasi (Purwanto, Heri, 1994)


1)   Pasien dapat mengembangkan kemampuan dalam mengkaji dan memenuhi
kebutuhan sendiri.
2)   Komunikasi menjadi lebih jelas, lebih terbuka dan berfokus pada masalah.
3)   Membantu menciptakan lingkungan yang dapat mengurangi tingkat
kecemasan.

2.6 KOMUNIKASI NON TERAPEUTIK


Komunikasi non terapeutik merupakan komunikasi yang dapat merintangi
atau merusak profesionalisme hubungan
1. Menanyakan pertanyaan pribadi
Mengajukan pertanyaan yang tidak relevan merupakan hal yang tidak
tepat dalam komunikasi profesional.

2. Memberi pendapat pribadi


Ketika perawat memberi suatu pendapat pribadi,pengambilan keputusan
jauh dari klien. Pendapat pribadi berbeda dengan pendapat profesional

3. Mengganti subyek
Mengganti pokok materi ketika oranglain sedang berusaha untuk
mengkomunikasikan sesuatu yang penting adalah tidak sopan dan
menunjukkan sikap kurang empati sehingga dapat menghalangi
komunikasi lebih lanjut
4. Respon spontan
Bahwa perawat harus berkomunikasi atau menjawab pertanyaan pasien
dengan penuh pertimbangan

5. Jaminan palsu
Saat klien menghadapi penyakit atau keadaan yang menekan, anda
terkadang tergoda untuk memberikan harapan dengan pernyataan seperti
“Anda baik-baik saja” atau “Tidak ada yang perlu dikhawatirkan”.
Jaminan palsu tersebut hanya akan menghambat komunikasi terbuka.
Pemberian dukungan tanpa jaminan fakta hanya akan memberikan
kerugian

6. Simpati
Simpati adalah perasaan khawatir,sedih.atau kasihan terhadap klien yang
dihasilkan oleh identifikasi pribadi perawat dengan kebutuhan klien
(Grover,2005). Simpati merupakan tinjauan subjektif pada dunia oranglain
yang menghambat perspektif jelas terhadap masalah tersebut. Jika perawat
terlalu bersimpati,ia akan kehilangan objektivitas dan tidak mampu
membantu klien menghadapi situasinya (Arnold dan Boggs,2003)
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

1.    Kemampuan menerapkan teknik komunikasi terapeutik memerlukan latihan


dan kepekaan serta ketajaman perasaan, karena komunikasi terjadi tidak dalam
kemampuan tetapi dalam dimensi nilai, waktu dan ruang yang turut
mempengaruhi keberhasilan komunikasi yang terlihat melalui dampak
terapeutiknya bagi klien dan juga kepuasan bagi perawat.
2.   Komunikasi juga akan memberikan dampak terapeutik bila dalam
penggunaanya diperhatikan sikap dan tehnik komunikasi terapeutik. Hal lain
yang cukup penting diperhatikan adalah dimensi hubungan. Dimensi ini
merupakan factor penunjang yang sangat berpengaruh dalam mengembangkan
kemampuan berhubungan terapeutik.

SARAN

1. Dalam melayani klien hendaknya perawat selalu berkomunikasi dengan klien


untuk mendapatkan persetujuan tindakan yang akan di lakukan.
2. Dalam berkomunikasi dengan klien hendaknya perawat menggunakan bahasa
yang mudah di mengerti oleh klien sehingga tidak terjadi kesalah pahaman
komunikasi.
3. Dalam menjalankan profesinya hendaknya perawat selalu memegang teguh
etika keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA

Arnold,E., Boggs, K.U.2003, Interpersonal Relationship:Professional


Communication Skill For Nurses. Edisi 4.St.Louis: Saunder.

Balzey, Riley, J.2004. Comunication In Nursing. Edisi 4.St.Louis:Mosby.

Beebe, S.A.,Beebe, S.J., Redmond, M.V. 2005. Interpersonal Communication:


Relating To The Other. Edisi 4. Boston: Allyn & Bacon.

Chitty, K.K. 2005. Proffesional Nursing Concept and Challenge. Edisi 4.


St.Louis:Saunders.

Sully, P., Dallas,J. 2005. Essential Communication Skill For Nursing. St.Louis:
Mosby.

Anda mungkin juga menyukai