Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN PBL

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 1

KONSEP DASAR TUBERCULOSIS

DOSEN PENDAMPING
Ns. Nurdiana Djamaluddin, M.Kep

OLEH

KELAS B
KELOMPOK 2

Nur Riskiana 841419053


Tanisya Anggun Forasta Lewo 841419058
Fatmawati Ishak 841419060
Nur wulan Putri Tendeyan 841419061
Siti Nur Mahfirah Tome 841419063
Wahyudin Saputra Hudjuala 841419073
Intan Julia Rupang 841419082
Rivandi Halid 841419085
Noor Andini Caesar Lutfianingrum Sanau 841419089

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka kami
dapat menyelesaikan penyusunan laporan PBL Keperawatan Medikal Bedah I ”KONSEP
DASAR TUBERCULOSIS”.
Dalam penulisan laporan ini kami menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang
membantu dalam menyelesaikan laporan ini khususnya kepada Ns. Nurdiana Djamaluddin,
M.Kep selaku dosen pendamping.
Dalam penulisan laporan ini kami merasa masih banak kekurangan-kekurangan baik pada
teknis penulisan maupun materi. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak kami harapkan.

Gorontalo, 16 Oktober 2020

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

Cover
KATA PENGANTAR................................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................ii
BAB I..........................................................................................................................................................1
KONSEP MEDIS......................................................................................................................................1
A. Definisi............................................................................................................................................1
B. Etiologi............................................................................................................................................1
C. Manifestasi Klinis............................................................................................................................2
D. Patofisiologi.....................................................................................................................................2
E. Klasifikasi........................................................................................................................................4
F. Prognosis.........................................................................................................................................7
G. Pemeriksaan Penunjang...................................................................................................................8
H. Penatalaksanaan...............................................................................................................................9
I. Komplikasi....................................................................................................................................14
J. Pencegahan....................................................................................................................................15
BAB II......................................................................................................................................................16
KONSEP KEPERAWATAN..................................................................................................................16
A. Pengkajian.....................................................................................................................................16
B. Pathway.........................................................................................................................................18
C. Diagnosa Keperawatan..................................................................................................................19
D. Rencana Intervensi.........................................................................................................................22
E. Implementasi dan Evaluasi............................................................................................................31
F. Dokumentasi..................................................................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................37

ii
BAB I

KONSEP MEDIS

A. Definisi
Tuberculosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi
bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Sumber penularan yaitu pasien TB BTA (bakteri
tahan asam) positif melalui percik renik dahak yang dikeluarkannya. TB dengan BTA
negatif juga masih memiliki kemungkinan menularkan penyakit TB meskipun dengan
tingkat penularan yang kecil (Kemenkes RI, 2015).
Tuberculosis (TB) adalah infeksius kronik yang biasanya mengenai paru-paru
yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Bakteri ini di tularkan oleh droplet
nucleus, droplet yang ditularkan melalui udara dihasilkan ketika orang terinfeksi batuk,
bersin, berbicara atau bernyanyi (Priscilla, 2012).

B. Etiologi
Tuberculosis disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini
dapat menyerang semua bagian tubuh manusia, dan yang paling sering terkena adalah
organ paru (Abd. Wahid, 2013). Proses terjadi infeksi oleh Mycobacterium. tuberculosis
biasanya secara inhalasi, sehingga TB paru merupakan manifestasi klinis yang paling
sering dibanding organ lainnya. Penularan penyakit ini sebagian besar melalui inhalasi
basil yang mengandung droplet. Nuclei, khususnya yang didapat dari pasien TB paru
dengan batuk berdarah atau berdahak yang mengandung basil tahan asam (BTA) (Amin
& Bahar, 2007).
Satu satunya yang diketahui menyebabkan tuberkulosis adalah infeksi
mycobacterium tuberculosis, dan ini dapat terjadi dengan menghirup droplet yang
ditularkan di udara yang mengandung nukleus organisme atau menghirup nukleus kering
yang di pindahkan melalui aliran udara. Ini dapat terjadi di tempat belanja ketika penjamu
berjalan melewati anda dan batuk atau bersin. Berbicara, tertawa, atau menyanyi dapat
mengeluarkan droplet yang terinfeksi ke udara. Tidak setiap orang akan terkena Tb,
karena organisme nukleus harus sampai ke bagian jalan napas yang berlebih untuk dapat
tersangkut di dalam alveoli tempaat nukleus tersebut berkembang biak (Hurst, 2015).

1
C. Manifestasi Klinis
a. Batuk/ Batuk darah
Gejala batuk timbul paling dini. Gejala ini benyak ditemukan. Batuk
terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang
produk-produk radang keluar. Keadaan yang lanjut adalah batuk darah
(hemoptoe) karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Berat ringannnya batuk
darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah. Darah yang
dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau
bercakbercak darah, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat
banyak (Abd. Wahid, 2013).
b. Sesak napas
Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana
infiltrasinya sudah setengah bagian dari paru-paru. Gejala ini ditemukan bila
kerusakan parenkim paru sudah luas karena ada hal-hal yang menyertai seperti
efusi pleura, pneumothoraks, anemia dan lain-lain (Abd. Wahid, 2013).
c. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini
timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena (Abd. Wahid, 2013).
d. Demam
Demam merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore
dan malam hari mirip demam influenza. Tapi kadang-kadang panas bahkan dapat
mencapai 40-41 ºC, keadaan ini sangat dipengaruhi daya tahan tubuh penderita
dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk (Abd. Wahid, 2013).
e. Malaise
Gejala malaise sering ditemukan berupa tidak ada nafsu makan, sakit
kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam (Abd. Wahid, 2013)

D. Patofisiologi
Ketika seorang pasien tuberkulosis paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara
tak sengaja keluarlah droplet nuclei dan jatuh ke tanah, lantai atau tempat lainnya. Akibat
terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, droplet nuclei tadi menguap.
Menguapnya droplet bakteri ke udara dibantu dengan pergerakan angin akan membuat

2
bakteri tuberkulosis yang terkandung dalam droplet nuklei terbang ke udara. Droplet
kecil sekali dapat tetap beredar diudara selama beberapa jam. Droplet nuklei yang sedikit
mengandung satu hingga tiga basili yang menghindari sistem pertahanan jalan napas
untuk masuk paru tertanam pada alveolus atau bronkiolus pernapasan, biasanya pada
lobus atas. Karena kuman memperbanyak diri, mereka menyebabkan respons inflamasi
lokal. Respons inflamasi membawa neutrofil dan makrofag ke tempat tersebut.
Mycobacterium tuberculosis terus memperbanyak diri secara lambat beberapa masuk
sistem limfatik untuk menstimulasi respons imun. Neutrofil dan makrofag mengisolasi
bakteri, tetapi tidak dapat menghancurkannya. Lesi granulomatosa disebut tuberkel,
koloni basil yang terlindungi, terbentuk. Dalam tuberkel¸ jaringan terinfeksi mati,
membentuk pusat seperti keju, proses yang disebut nekrosis degenerasi jaringan mati.
Jika respons imun adekuat, terjadi jaringan parut sekitar tuberkel dan basil tetap
tertutup. Lesi ini pada akhirnya mengalami klasifikasi dan terlihat pada sinar-X. Pasien,
ketika terinfeksi oleh M. tuberculosis tidak terjadi penyakit TB. Jika respons tidak
adekuat untuk mengandung basili, penyakit TB akan terjadi. Terkadang, infeksi dapat
memburuk, menyebabkan destruksi jaringan paru yang luas.
Lesi TB yang telah sembuh sebelumnya dapat diaktivasikembali. Tuberkulosis
reaktivasi terjadi ketika sistem imun tertekan akibat usia, penyakit, atau penggunnaan
obat imunosupresif. Luas penyakit paru dapat beragam dari lesi kecil hingga kavitasi luas
jaringan paru. Tuberkel rupture, basili menyebar ke jalan napas untuk membentuk lesi
satelit dan menghasilkan pneumonia tuberculosis. Tanpa terapi, keterlibatan paru massif
dapat menyebabkan kematian, atau proses yang lebih kronik pembentukan tuberkel dan
kavitasi dapat terjadi.
Orang yang mengalami penyakit kronik terus menyebarkan M. tuberculosis ke
lingkungan, kemungkinan menginfeksi orang lain (Pricilla,2015). Reaksi
infeksi/inflamasi yang terjadi pada penderita tuberculosis paru akan membentuk kavitas
dan merusak parenkim paru lalu menimbulkan edema trakeal/faringeal, peningkatan
produksi sekret, pecahnya pembuluh darah jalan napas dan mengakibatkan batuk
produktif, batuk darah, sesak napas, penurunan kemampuan batuk efektif dan terjadi
masalah keperawatan yaitu ketidakefektifan bersihan jalan napas (Muttaqin, 2008).

3
E. Klasifikasi
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberculosis memerlukan suatu
“definisi kasus” yang meliputi empat hal , yaitu:
1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru;
2. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA positif atau BTA
negatif;
3. Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat.
4. Riwayat pengobatan TB sebelumnya: baru atau sudah pernah diobati
Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah:
1. Menentukan paduan pengobatan yang sesuai
2. Registrasi kasus secara benar
3. Menentukan prioritas pengobatan TB BTA positif
4. Analisis kohort hasil pengobatan
Beberapa istilah dalam definisi kasus:
1. Kasus TB : Pasien TB yang telah dibuktikan secara mikroskopis atau didiagnosis
oleh dokter.
2. Kasus TB pasti (definitif) : pasien dengan biakan positif untuk Mycobacterium
tuberculosis atau tidak ada fasilitas biakan, sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen
dahak SPS hasilnya BTA positif.
Kesesuaian paduan dan dosis pengobatan dengan kategori diagnostik
sangat diperlukan untuk:
1. Menghindari terapi yang tidak adekuat (undertreatment) sehingga mencegah
timbulnya resistensi
2. Menghindari pengobatan yang tidak perlu (overtreatment) sehingga meningkatkan
pemakaian sumber-daya lebih biaya efektif (cost-effective)
3. Mengurangi efek samping
A. Klasifikasi berdasarkan ORGAN tubuh yang terkena:
1) Tuberkulosis paru
Adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak
termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2) Tuberkulosis ekstra paru

4
Adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya
pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang,
persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
B. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan DAHAK mikroskopis, yaitu pada TB Paru:
1) Tuberkulosis paru BTA positif
a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif.
b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB
positif.
d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen
dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan
tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
2) Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria
diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
a) Minimal 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis
c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan
C. Klasifikasi berdasarkan tingkat kePARAHan penyakit.
1) TB paru BTA negatif foto toraks positif
Dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan
ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran
kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan
umum pasien buruk.
2) TB ekstra-paru
Dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
a) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis
eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan

5
kelenjar adrenal.
b) TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis
peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB
usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.
Catatan:
• Bila seorang pasien TB ekstra paru juga mempunyai TB paru, maka untuk
kepentingan pencatatan, pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien TB paru.
• Bila seorang pasien dengan TB ekstra paru pada beberapa organ, maka dicatat
sebagai TB ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat.
D. Klasifikasi berdasarkan RIWAYAT pengobatan sebelumnya
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe
pasien, yaitu:
1) Kasus Baru
Adalah pasien yang BELUM PERNAH diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2) Kasus Kambuh (Relaps)
Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
3) Kasus Putus Berobat (Default/Drop Out/DO)
Adalah pasien TB yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih
dengan BTA positif.
4) Kasus Gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5) Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain
untuk melanjutkan pengobatannya.
6) Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok
ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih

6
BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.

Catatan:
TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami kambuh,
gagal, default maupun menjadi kasus kronik. Meskipun sangat jarang, harus
dibuktikan secara patologik, bakteriologik (biakan), radiologik, dan
pertimbangan medis spesialistik.

F. Prognosis
Prognosis tuberkulosis (TB) tergantung pada diagnosis dini dan
pengobatan.  Tuberkulosis extra-pulmonary membawa prognosis yang lebih buruk.
Seorang yang terinfeksi kuman TB memiliki 10% risiko dalam hidupnya jatuh sakit
karena TB.  Namun penderita gangguan sistem kekebalan tubuh, seperti orang yang
terkena HIV, malnutrisi, diabetes, atau perokok, memiliki risiko lebih tinggi jatuh sakit
karena TB. Rekurensi pengidap TB yang mendapat terapi DOT (Directly Observed
Treatment) berkisar 0-14%. Di negara-negara dengan angka TB yang tinggi, rekurensi
biasanya terjadi setelah pengobatan tuntas, hal ini cenderung dikarenakan oleh reinfeksi
daripada relaps. Prognosis buruk terdapat pada penderita TB extra pulmonary, gangguan
kekebalan tubuh, lanjut usia, dan riwayat terkena TB sebelumnya.  Prognosis baik bila
diagnosis dan pengobatannya dilakukan sedini mungkin (Heise, 1921).

Resolusi penuh umumnya diharapkan dalam kasus-kasus non-MDR-dan non-


XDR-TB, ketika pengobatan dengan obat anti TB telah selesai. Dari penelitian-
penelitian yang diterbitkan yang melibatkan DOT sebagai strategi pengobatan TB,
tingkat kekambuhan berkisar 0-14%. Di negara-negara dengan tingkat TB yang rendah,
kekambuhan biasanya terjadi dalam waktu 12 bulan setelah pengobatan TB selesai. Di
negara-negara dengan tingkat TB yang lebih tinggi, sebagian besar kambuh setelah
pengobatan yang tepat, yang terjadi lebih banyak adalah kasus reinfeksi daripada kasus
kekambuhan (Herchline, 2004).
Prognosis yang buruk ditandai dengan adanya keterlibatan TB ekstrapulmoner,
pada orang tua, dan riwayat pengobatan sebelumnya yang buruk. Untuk kasus dengan
resistensi obat, pasien dengan resistensi hanya rifampisin saja mempunyai prognosis

7
yang lebih baik daripada kasus MDR-TB tetapi mempunyai risiko yang lebih tinggi
terjadi kegagalan pengobatan (Herchline, 2004).

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan pada penderita TB paru adalah :
a. Pemeriksaan Diagnostik
b. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum sangat penting karena dengan di ketemukannya
kuman BTA diagnosis tuberculosis sudah dapat di pastikan. Pemeriksaan dahak
dilakukan 3 kali yaitu: dahak sewaktu datang, dahak pagi dan dahak sewaktu
kunjungan kedua. Bila didapatkan hasil dua kali positif maka dikatakan mikroskopik
BTA positif. Bila satu positif, dua kali negatif maka pemeriksaan perlu diulang
kembali. Pada pemeriksaan ulang akan didapatkan satu kali positif maka dikatakan
mikroskopik BTA negatif.
c. Ziehl-Neelsen (Pewarnaan terhadap sputum). Positif jika diketemukan bakteri taham
asam.
d. Skin test (PPD, Mantoux)
Hasil tes mantaoux dibagi menjadi :
1) indurasi 0-5 mm (diameternya ) maka mantoux negative atau hasil
negative
2) indurasi 6-9 mm ( diameternya) maka hasil meragukan
3) indurasi 10- 15 mm yang artinya hasil mantoux positif
4) indurasi lebih dari 16 mm hasil mantoux positif kuat
5) reaksi timbul 48- 72 jam setelah injeksi antigen intrakutan berupa indurasi
kemerahan yang terdiri dari infiltrasi limfosit yakni persenyawaan antara
antibody dan antigen tuberculin
e. Rontgen dada Menunjukkan adanya infiltrasi lesi pada paru-paru bagian atas,
timbunan kalsium dari lesi primer atau penumpukan cairan. Perubahan yang
menunjukkan perkembangan Tuberkulosis meliputi adanya kavitas dan area fibrosa.
f. Pemeriksaan histology / kultur jaringan Positif bila terdapat Mikobakterium
Tuberkulosis.
g. Biopsi jaringan paru Menampakkan adanya sel-sel yang besar yang

8
mengindikasikan terjadinya nekrosis.
h. Pemeriksaan elektrolit Mungkin abnormal tergantung lokasi dan beratnya infeksi.
i. Analisa gas darah (AGD) Mungkin abnormal tergantung lokasi, berat, dan adanya
sisa kerusakan jaringan paru.
j. Pemeriksaan fungsi paru Turunnya kapasitas vital, meningkatnya ruang fungsi,
meningkatnya rasio residu udara pada kapasitas total paru, dan menurunnya saturasi
oksigen sebagai akibat infiltrasi parenkim / fibrosa, hilangnya jaringan paru, dan
kelainan pleura (akibat dari tuberkulosis kronis)

H. Penatalaksanaan
1. Terapi Farmakologi
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (2006), membagi penatalaksanaan
tuberkulosisi menjadi tiga bagian yaitu pencegahan, pengobatan, dan penemuan
penderita (active case finding).
i. Pencegahan Tuberkulosis Beberapa pencegahan tuberkulosis pada Stranas TB
(Strategi Nasional TB) yang meliputi:
a) Pemeriksaan kontak, pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat
dengan penderita tuberkulosis paru BTA positif. Pemeriksaan meliputi tes
tuberkulin, klinis, dan radiologis atau bila tes tuberkulin positif, maka
pemeriksaan radiologis foto thoraks diulang 6 dan 12 bulan mendatang. Bila
hasil negatif, maka diberikan vaksin BCG. Bila positif berarti terjadi
konversi hasil tes tuberkulin dan diberikan kemoprofilaksasi.
b) Mass chest X-Ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompokkelompok
populasi tertentu, misalnya:
(1)Petugas kesehatan
(2)Penghuni rumah tahanan
(3)Pelajar pesantren
c) Vaksinasi BCG
Vaksin BCG merupakan vaksin hidup yang memberi perlindungan
terhadap penyakit TBC. Vaksin Tb tidak mencegah infeksi TB, tetapi
mencegah infeksi berat (menginitis TB dan TB milier), yang sangat
mengancam nyawa. Vaksin BCG dapat memakan waktu 6-12 minggu

9
untuk menghasilkan efek (perlindungan) kekebalannya. Vaksinasi BCG
memeberikan proteksi yang bervariasi antara 50-80% terhadap
tuberkulosis (Cahyono, 2010).
d) Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan
dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang
masih sedikit. Indikasi kemoprofilaksis primer atau utama yaitu bayi yang
menyusui dengan BTA positif, sedangkan kemoprofilaksis sekunder
diperlukan bagi kelompok berikut:
(1) Bayi dibawah lima tahun dengan hasil tes tuberkulin positif karena
resiko timbulnya TB milier dan meningitis TB.
(2) Anak dan remaja dibawah 20 tahun dengan hasil tes tuberkulin
positif yang bergaul erat dengan penderita TB yang menular.
(3) Individu yang menunjukkan konversi hasil tes tuberkulin dari negatif
menjadi positif.
(4) Penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat
imunosupresif jangka panjang.
(5) Penderita diabetes mellitus.
e) Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberkulosis
pada asyarakat di tingkat puskesmas maupun di tingkat rumah sakit oleh
petugas pemerintaah maupun petugas LSM.
2) Pengobatan Tuberkulosis
Pengobatan yang dilakukan pada pasien tuberkulosis menurut
Kementerian Kesehatan 2014:
Pengobatan TB harus selalu meliputi tahap awal dan tahan lanjutan. Tahap
awal, pengobatan diberikan setiap hari. Pengobatan pada tahap ini dimaksudtkan
untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien dan
meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang mungkin sudah resisten
sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan. Tahapan awal pada pasien yang
baru harus diberikan selama 2 bulan. Pada umumnya dengan pengobatan yang
teratur tanpa ada hambatan, daya penularan sudah sangat menurun setelah
pengobatan selama 2 minggu. Tahap lanjutan merupakan tahap yang penting

10
untuk membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada dalam tubuh sehingga pasien
dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan.
1. Observed Treatment Short Course (DOTSC)
Strategi penanggulangan TB dikenal sebagai Observed Treatment
Short Course (DOTSC). DOTSC yang direkomdasikan oleh WHO terdiri
atas lima komponen yaitu:
a. Adanya komitmen politis berupa dukungan para pengambil keputusan
dalam penanggulangan TB.
b. Diagnosis Tb melalui pemeriksaan sputum secara mikroskopis
langsung, sedangkan pemeriksaan yang memiliki sarana tersebut.
c. Pengobatan TB dengan panduan OAT jangka pendek dibawah
pengawasan langsung oleh pengawas menelan obat (PMO), khususnya
dua bulan pertama dimana penderita harus minum obat setiap hari.
d. Keseimbangan ketersediaan panduan OAT jangka pendek yang cukup.
e. Pencatatan dan pelaporan yang baku. b) OAT (Obat Anti
Tuberkulosis) OAT (Obat Anti Tuberkulosis) adalah komponen
terpenting dalam pengobatan TB. Pengobatan TB merupak salah satu
upaya paling efesien untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dari
kuman TB.
2. OAT (Obat Anti Tuberkulosis)
OAT (Obat Anti Tuberkulosis) adalah komponen terpenting dalam
pengobatan TB. Pengobatan TB merupak salah satu upaya paling efesien
untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dari kuman TB.
3. Program Pengobatan OAT Pemerintah Indonesia
Menurut Kementerian Kesehatan RI tahun 2014, panduan OAT
yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Teberkulosis di
Indonesia ada 2 kategori. OAT sedian pemerintah tersedia dalam dua
bentuk, yaitu bentuk KDT (kombinasi dosis tetap) dan kombipak. Tablet
OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet.
Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Namun untuk
penggunaan jenis KDT jarang digunakan.

11
Pemberian OAT KDT biasanya diperlukan untuk penderita yang
mengalami banyak efek samping yang tidak wajar seperti palpitasi setelah
komsumsi OAT bentuk kombipak. OAT kombipak merupakan paket obat
lepas yang terdiri dari Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid dan Ethambutol
yang dikemas dalam bentuk blister. Jenis OAT yang umum diberikan
untuk penderita adalah OAT bentuk kombipak. Jika penderita mengalami
ketidaksesuaian dengan konsumsi jenis OAT kombipak akibat berlebihan
dosis, maka akan diganti dengan OAT KDT.
a. Kategori-1 : 2(HRZE) / 4(HR)3
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru: pasien TB
paru terkonfirmasi bakteriologis, pasien TB paru terdiagnosis
klinis, pasien TB ekstra paru.
b. Kategori -2: 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang
pernah diobati sebelumnya (pengobatan ulang): pasien kambuh,
pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1
sebelumnya, pasien yang diobati kembali setelah putus berobat
(lost to follow-up).
3) Pemberian Ondansetron
Ondansetron merupakan obat selektif terhadap reseptor antagonis 5-
Hidroksi-Triptamin (5-HT3) di otak dan mungkin juga pada aferen vagal saluran
cerna. Di mana selektif dan kompetitif untuk mencegah mual dan muntah. (Putri,
2010).
(a) Indikasi
Indikasi pengobatan dengan ondansetron adalah pencegahan mual dan
muntah. Ondansetron biasa diberikan secara oral dan intravena atau
intramuskuler. Awal kerja diberi 0,1-0,2 mg/kgBB secara perlahanmelalui
intravena atau infus untuk 15 menit sebelum tindakan operasi. Dan disusul
pemberian oral dengan dosis 4-8 mg/kgBB tiap 12 jam selama 5 hari. (Putri,
2010).
(b) Kontaindikasi

12
Kontraindikasi pengobatan dengan ondansetron adalah keadaan
hipersensitivitas dan penyakit hati. (Putri, 2010).
2. Terapi Non Farmakologi
Tindakan yang dapat dilakukan pada pasien tuberkulosis dengan masalah
keperawatan bersihan jalan napas tidak efektif yaitu latihan batuk efektif, napas
dalam dan pengaturan posisi (semi atau high fowler).
1) Batuk Efektif
Batuk Efektif merupakan suatu upaya untuk mengeluarkan dahak dan
menjaga paru-paru agar tetap bersih, di samping dengan memberikan tindakkan
nebulizer dan postural drainage. Batuk efektif dapat dilakukan pada pasien
dengan cara diberikan posisi yang sesuai agar pengeluaran dahak dapat lancar.
Batuk efektif ini merupakan bagian tindakkan keperawatan untuk pasien dengan
gangguan pernapasan akut dan kronik (Alie & Rodiyah, 2013).
2) Tujuan Batuk Efektif
Batuk efektif dan napas dalam merupakan teknik batuk efektif yang
menekankan inspirasi maksimal yang dimulai dari ekspirasi, yang bertujuan
untuk (Alie & Rodiyah, 2013):
(a) Merangsang terbukanya sistem kolateral
(b) Meningkatkan distribusi ventilasi
(c) Meningkatkan volume paru
(d) Memfasilitasi pembersihan saluran napas
3) Manfaat Batuk Efektif
Pemberian latihan batuk efektif beserta teknik melakukannya akan
memberikan manfaat. Manfaat dari batuk efektif yaitu untuk melonggarkan dan
melegakan saluran pernapasan maupun mengatasi sesak akibat adanya lendir
yang memenuhi saluran pernapasan. Lendir, baik dalam bentuk dahak (sputum)
maupun sekret dalam hidung, timbul akibat adanya infeksi pada saluran
pernapasan maupun karena sejumlah penyakit yang di derita seseorang (Alie &
Rodiyah, 2013).
4) Prosedur Tindakkan Batuk Efektif
Prosedur tindakkan batuk efektif yaitu antara lain sebagai berikut (Alie &

13
Rodiyah, 2013):
(a) Beri tahu pasien, minta persetujuan klien dan anjurkan untuk cuci tangan
(b) Atur pasien dalam posisi duduk tegak atau duduk setengah memebungkuk
(Semi fowler atau high fowler)
(c) Letakkan handuk/alas pada leher klien, letakkan bengkok atau pot sputum
pada pangkuan dan anjurkan klien memegang tisu
(d) Ajarkan klien untuk menarik napas dalam secara perlahan, tahan 1-3 detik
dan hembuskan perlahan melalui mulut. Lakukan prosedur ini beberapa
kali
(e) Anjurkan untuk menarik napas, 1-3 detik batukkan dengan kuat
(f) Tarik napas kembali selama 1-2 kali dan ulangi prosedur diatas 2 hingga 6
kali
(g) Jika diperlukan, ulangi lagi prosedur di atas
(h) Bersihkan mulut klien, instruksikan klien untuk membuang sputum pada
pot sputum atau bengkok
(i) Beri penguatan, berskan alat dan cuci tangan
(j) Menjaga kebersihan dan mencegah kontaminasi terhadap sputum
(k) Tindakan batuk efektif perlu diulang beberapa kali bila diperlukan

I. Komplikasi
Tb paru apabila tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan komplikasi.
Komplikasi-komplikasi yang terjadi pada penderita Tb parudibedakan menjadi dua
(Sudoyo, 2009)
a. Komplikasi dini: plueuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis, usus Poncet’s
arthropathy
b. Komplikasi stadium lanjut:
1. Hemoptisis masif (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena sumbatan jalan nafas atau syok hipovolemik
2. Kolaps lobus akibat sumbatan duktus
3. Bronkietaksis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru
4. Pnemotoraks spontan, yaitu kolaps spontan karena bula/blep yang pecah

14
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, sendi, ginjal, dan
sebagainya

J. Pencegahan
Salah satu langkah untuk mencegah TBC(tuberculosis) adalah dengan menerima
vaksin BCG (Bacillus Calmette-Guerin). Di Indonesia, vaksin ini termasuk dalam daftar
imunisasi wajib dan diberikan sebelum nayi berusia 2 bulan. Bagi yang belum pernah
menerima vaksin BCG, dianjurkan untuk melakukan vaksin bila terdapat salah satu
anggota keluarga menderita TBC.
TBC juga dapat dicegah dengan cara yang sederhana, yaitu mengenakan masker
saat berada di tempat ramai dan jika berinteraksi dengan penderita TBC, serta sering
mencuci tangan.
Walaupun sudah menerima pengobatan, pada bulan-bulan awal pengobatan
(biasanya 2 bulan), penderita TBC juga masih dapat menularkan penyakit. Jika orang
terdekat menderita TBC anjurkan ia untuk :
 Tutupi mulut saat bersin, batuk, dan tertawa, atau apabila menggunakan tisu untuk
menutup mulut, buanglah segera setelah digunakan.
 Tidak membuang dahak atau meludah sembarangan.
 Pastikan rumah memiliki sirkulasi udara yang baik, misalnya dengan sering
membuka pintu dan jendela agar udara segar serta sinar matahari dapat masuk.
 Jangan tidur sekamar dengan orang lain, sampai dokter menyatakan TBC yang di
derita tidak lagi menular.

15
BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
I. Identitas klien : Tidak terkaji
Nama : Tidak terkaji
Usia : Tidak terkaji
Jenis kelamin : Tidak terkaji
Agama : Tidak terkaji
Alamat : Tidak terkaji
Pendidikan : Tidak terkaji
Pekerjaan : Tidak terkaji
Suku Bangsa : Tidak terkaji
Tanggal masuk : Tidak terkaji
Tanggal Keluar : Tidak terkaji
No. Registrasi : Tidak terkaji
Diagnosa Medis : TBC
II. Identitas Penganggung Jawab
Nama : Tidak terkaji
Umur : Tidak terkaji
Hubungan dengan Pasien : Tidak terkaji
Pekerjaan : Tidak terkaji
Alamat : Tidak terkaji
III. Keluhan Utama
IV. Riwayat Keperawatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
2) Riwayat kesehatan terdahulu
3) Riwayat kesehatan keluarga
V. Pola Kebutuhan Dasar
1) Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan : tidak terkaji
2) Pola Nutrisi Metabolik
Sebelum sakit : tidak terkaji
Sesudah sakit : tidak terkaji
3) Pola Eliminasi
BAB
Sebelum sakit : tidak terkaji
Sesudah sakit : tidak terkaji

16
BAK
Sebelum sakit :tidak terkaji
Sesudah sakit :tidak terkaji
4) Pola Aktivitas dan Latihan
Sebelum sakit :tidak terkaji
Sesudah sakit : tidak terkaji
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum :
b. Kesadaran :
Suhu badan :
Nadi :
RR :
TD :
c. Keadaan Fisik
1) Kepala :
2) Leher :
3) Dada
 Pemeriksaan Paru :Tidak terkaji
Inspeksi :
Palpasi :
Perkusi :
Auskultasi :
 Pemeriksaan Jantung : Tidak terkaji

Inspeksi :
Palpasi :
Perkusi :
Auskultasi :
4) Abdomen :
Inspeksi :
Palpasi :
Perkusi :
Auskultasi :
5) Integument : Tampak bersih dan elastic
6) Genetalia : Tidak ada gangguan
7) Ekstremitas :
a) Pola Persepsi dan Konsep Diri:
b) Pola Tidur dan istirahat
Sebelum Sakit :
Sesudah sakit :

17
B. Pathway

Sanitasi lingkungan tidak baik sinar ultraviolet kurang Udara tercemar Mycrobacterium Tuberculosis

Menempel di alveoli M.tb terhirup masuk ke saluran pernapasan

Produksi sputum meningkat Reaksi inflamasi/peradangan Lesi pada bagian paru

Respon batuk
Terjadi penumpukan sputum Kerusakan jaringan

Batuk produktif
Secret terakumulasi pada jalan napas Nekrosis
Pengeluaran droplet

Secret sukar dikeluarkan Jatuh kelanati, tanah & benda sekitarnya Mengalami perkejuan

Jalan napas terganggu Droplet menguap dibantu oleh sinar matahari


Difusi O2 menurun

Terhirup orang sehat


Bersihan Jalan Napas Tidak Sesak napas
Efektif
Pertahanan sistem imun melemah

Gangguan Pertukaran
Resiko Infeksi Gas

1
C. Diagnosa Keperawatan
a. Tabel PES
PROBLEM: DS/DO ETIOLOGI SYMTHOM

Gejala Tanda Mayor Sanitasi lingkungan tidak baik Bersihan

Ds : Jalan Nafas
Sinar ultraviolet kurang
(Tidak tersedia) Tidak Efektif
Do : Udara Tercemar
1. Batuk tidak efektif atau tidak (D.0001)
Mycrobacterium Tuberculosis
mampu batuk
2. Sputum berlebih/obstruksi di jalan
Mycrobacterium tuberculosis
napas/mekonium di jalan napas
terhirup masuk ke saluran
(pada neonatus)
pernafasan
3. Mengi, wheezing dan/atau ronkhi
kering
Menempel di Alveoli
Gejala Tanda Minor
Reaksi inflamasi/peradangan
Ds :
1. Dispnea Produksi sputum meningkat
2. Sulit bicara
3. Ortopnea Terjadi penumpukan sputum
Do :
1. Gelisah
Secret terakumulasi pada
2. Sianosis
jalan napas
3. Bunyi napas menurun
4. Frekuensi napas berubah
5. Pola napas berubah Secret sukar dikeluarkan

Jalan nafas terganggu

Bersihan Jalan Nafas Tidak


Efektif
Gejala dan Tanda Mayor Sanitasi lingkungan tidak baik
Ds : Gangguan
1. Dispnea Udara Tercemar
Mycrobacterium Tuberculosis Pertukaran
Do :
1. PCO2 meningkat/menurun Gas
2. PO2 menurun Mycrobacterium tuberculosis
terhirup masuk ke saluran (D.0003)
3. Takikardia

2
4. pH arteri meningkat/menurun pernafasan
5. Bunyi napas tambahan
Menempel di Alveoli
Gejala dan Tanda Minor
Reaksi inflamasi/peradangan
Ds :
1. Pusing Lesi pada bagian paru
2. Penglihatan kabur
Do : Kerusakan jaringan
1. Sianosis
Nekrosis
2. Diaforesis
3. Gelisah Mengalami perkejuan
4. Napas cuping hidung
Difuse O2 menurun
5. Pola napas abnormal (cepat/lambat,
regular/ireguler, dalam/dangkal) Sesak napas
6. Warna kulit abnormal (mis. Pucat,
Gangguan Pertukaran Gas
kebiruan)
7. Kesadaran menurun
Sanitasi lingkungan tidak baik
Risiko Infeksi
Udara Tercemar
Mycrobacterium Tuberculosis (D.0142)

Mycrobacterium tuberculosis
terhirup masuk ke saluran
pernafasan

Menempel di Alveoli

Reaksi infalmasi/ peradangan

Produksi sputum meningkat

Terjadi penumpukan sputum

Sputum terakumulasi pada


jalan napas

3
Respon batuk

Batuk produktif

Pengeluaran droplet

Jatuh ketanah, lantai & benda


disekitarnya

Droplet menguap dibantu


oleh sinar matahari

Terhirup orang sehat

Pertahanan sistem imun


melemah

Risiko Infeksi

b. Diagnosa
a. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif (D.0001)
Kategori : Fisiologis
Subkategori : Respirasi
b. Gangguan Pertukaran Gas (D.0003)
Kategori : Fisiologis
Subkategori : Respirasi
c. Resiko Infeksi (D.0142)
Kategori : Lingkungan
Subkategori : Keamanan dan Proteksi

4
D. Rencana Intervensi

No DIAGNOSA KEPERAWATAN SLKI SIKI RASIONAL


.
Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif Bersihan Jalan Napas Latihan Batuk Observasi :
1.
(D.0001) (L. 01001) Efektif(1.01006) − Membantu pasien
Kategori : Fisiologis Setelah dilakukan untuk batuk secara
Subkategori : Respirasi tindakan Tindakan : efektif
keperawatan selama Observasi − Membantu pasien
Definisi : 3x24 jam maka - Identifikasi untuk membersihkan
Ketidakmampuan membersihkan sekret bersihan jalan napas kemampuan batuk sekret
atau obstruksi jalan napas untuk pada pasien dapat - Monitor adanya − Meminimalisir
mempertahankan jalan napas tetap paten meningkat, dengan retensi sputum terjadinya infeksi

kriteria hasil: - Monitor tanda dan pada jalan napas


Penyebab : 1. Batuk efektif gejala infeksi saluran − Untuk mengetahui
Fisiologis cukup meningkat napas jumlah dan
1.Spasme jalan napas (4) - Monitor input dan karakteristik cairan

5
2. Hipersekresi jalan napas 2. Produksi sputum output cairan (mis. dari dalam tubuh
3. Disfugsi neuromuskuler cukup menurun Jumlah dan Terapeutik :
4. Benda asing dalam jalan napas (4) karakteristik) − Membantu
5. Adanya jalan napas buatan 3. Wheezing cukup Terapeutik mengurangi sesak
6. Sekresi yang tertahan menurun (4) - Atur posisi semi- nafas pada pasien
7. Hiperplasia dindingjalan napas 4. Dispnea cukup Fowler atau Fowler − Membantu pasien
8. Proses infeksi menurun (4) - Pasang perlak dan untuk batuk secara
9. Respon alergi 5. Frekuensi napas bengkok di pangkuan efektif dengan SOP
10. Efek agen farmakologis cukup membaik pasien yang sesuai
(mis.anastesi) (4) - Buang sekret pada − Untuk memudahkan
tempat sputum tindakan
Situasional Edukasi laboratorium, jika
1.Merokok aktif - Jelaskan tujuan dan diperlukan
2. Merokok pasif prosedur batuk Edukasi :
3. Terpajan polutan efektif − Agar perawat dapat
- Anjurkan tarik napas mengetahui apakah
Gejala Tanda Mayor dalam melalui tindakan yang

6
Ds : hidung selama 4 diberikan berhasil
(Tidak tersedia) detik, ditahan atau tidak
Do : selama 2 detik,
1. Batuk tidak efektif atau tidak mampu kemudian keluarkan
batuk dari mulut dengan
2. Sputum berlebih/obstruksi di jalan bibir
napas/mekonium di jalan napas mencucu(dibilatkan)
(pada neonatus) selama 7 detik
3. Mengi, wheezing dan/atau ronkhi - Anjurkan mengulangi
kering tarik napas dalam
hinggan 3 kali
Gejala Tanda Minor - Anjurkan batuk
Ds : dengan kuat
1. Dispnea langsung setelah
2. Sulit bicara tarik napas dalam
3. Ortopnea yang k-3 kolaborasi
Do : - Kolaborasi

7
1. Gelisah pemberian mukolitik
2. Sianosis atau ekspektoran,
3. Bunyi napas menurun jika perlu
4. Frekuensi napas berubah
5. Pola napas berubah

Kondisi Klinik Terkait


1.Gullian barre syndrome
2. Sklerosis multiple
3. Myasthenia gravis
4. Prosedur diagnostic (mis.
Bronkoskopi,
transesophagealechocardiography
[TEE])
5. Depresi system saraf pusat
6. Cedera kepala
7. Stroke

8
8. Kuadriplegia
9. Sindrom
10. Infeksi
11. Asma
2. Gangguan Pertukaran Gas (D.0003) Pertukaran Gas Pemantauan Respirasi Observasi :
Kategori : Fisiologis (L.01003) (1.01014) − Untuk mengukur
Subkategori : Respirasi Setelah dilakukan frekuensi,irama,keda
tindakan Tindakan : laman dan upaya
Definisi : keperawatan selama Obserfasi nafas pasien.
Kelebihan atau kekurangan oksigenasi 3x24 jam maka - Monitor frekuensi, − Untuk mengurangi
dan/atau eliminasi karbondioksida pada pertukaran gas pada irama, kedalaman terjadinya
membran alveolus-kapiler pasien dapat dan upaya napas perubahan pola
meningkat, dengan - Monitor pola napas ( napas
Penyebab : Kriteria Hasil: seperti bradipnea, − Membantu pasien
1. Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi 1. Takikardia cukup akipnea, untuk batuk secara
2. Perubaahan membran alveolus- menurun (4) hiperventilasi, efektif
kapiler 2. Bunyi napas kussmaul,cheyne;sto − Untuk melihat
tambahan cukup kes,biot, ataksik) apakah terdapat

9
Gejala dan Tanda Mayor menurun (4) - Monitor kemampuan produksi sputum
Ds : 3. Nafas cuping batuk efektif pada pasien
1. Dispnea hidung cukup - Monitor adanya − Untuk melihat
Do : menurun (4) pruduksi sputum apakah terdapat
1. PCO2 meningkat/menurun - Monitor adanya sumbatan jalan nafas
2. PO2 menurun sumbatan jalan pada pasien
3. Takikardia napas − Untuk meraba dan
4. pH arteri meningkat/menurun - Palpasi kesimetrisan mengetahui
5. Bunyi napas tambahan ekspansi paru kesimetrisan dan
- Auskultasi bunyi ekspansi paru pada
Gejala dan Tanda Minor napas pasien
Ds : - Monitor saturasi − Untuk mendengar
1. Pusing oksigen bunyi nafas pada
2. Penglihatan kabur - Monitor nilai AGD pasien.
Do : - Monitor hasil x-ray − Untuk mengontrol
1. Sianosis toraks saturasi oksigen
2. Diaforesis Terapeutik pada pasien.

10
3. Gelisah - Atur interval − Untuk mengukur
4. Napas cuping hidung pemantauan jumlah O2 dan CO2
5. Pola napas abnormal respirasi sesuai di dalam darah
(cepat/lambat, regular/ireguler, kondisi pasien − Untuk melihat
dalam/dangkal) - Dokumtasikan hasil saluran nafas di
6. Warna kulit abnormal (mis. pemantauan bagian toraks.
Pucat, kebiruan) Edukasi Terapeutik :
7. Kesadaran menurun - Jelaskan tujuan dan − Untuk memantau
prosedur fungsi pernafasan
Kondisi Klinis Terkait pemantauan pada pasien
1.Penyakit paru obstruktif - Informasikan hasil − Sebagai bentuk arsip
kronis (PPOK) pemantauan, jika dan bukti telah
2. Gagal jantung kongestif perlu melakukan tindakan
3. Asma yang sesuai.
4. Pneumonia Edukasi :
5. Tuberkulosis paru
− Agar perawat dapat
6. Penyakit membranhialin
mengetahui apakah

11
7. Asfiksia tindakan yang
8. Persitent pulmonary hypertension diberikan berhasil
of newborn (PPHN) atau tidak
9. Prematuritas
10. Infeksi saluran napas
3. Risiko Infeksi (D.0142) Tingkat Infeksi Pencegahan Infeksi Observasi :
Kategori : Lingkungan (L.14137) (L.14539) − Untuk mengetahui
Subkategori : Keamanan dan Proteksi Setelah dilakukan gejala umum yang
tindakan Tindakan muncul akibat infeksi
Definisi: keperawatan selama Observasi : Terapeutik :
Beresiko mengalami penigkatan terserang 3x24 jam maka − Monitor tanda dan − Untuk mengurangi
organisme patogenik tingkat infeksi pada gejala infeksi lokal dan penyebaran dan

pasien dapat sistemik terpaparnya infeksi


Faktor Risiko meningkat, dengan Terapeutik kepada pengunjung
1. Penyakit kronis (mis. Diabetes mellitus) Kriteria Hasil: − Batasi jumlah − Untuk
2. Efek prosedur invasif 1.Demam cukup pengunjung menghilangkan
3.Mealnutrusi menurun (4) − Cuci tangan sebelum mikroorganisme dan
4. Peningkatan paparan organism patogen 2.Nyeri cukup dan sesudah kontak mengurangi risiko

12
lingkungan menurun (4) dengan pasien dan infeksi pasca
5. Ketidakadekuatan pertahan tubuh 3.Sputum lingkungan pasien prosedur layanan
primer: berwarna hijau − Pertahankan teknik kesehatan dilakukan
1) Gangguan peristaltik cukup menurun aseptik pada pasien − Untuk mencegah
2) Kerusakan integritas kulit (4) beresiko tinggi terjadinya infeksi
3) Peruahan sekresi PH Edukasi yang baru
4) Penurunan kerja siliaris − Jelaskan tanda dan Edukasi :
5) Ketuban pecah lama gejala infeksi − Agar perawat dapat
6) Ketuban pecah sebelum − Ajarkan cara mencuci mengetahui apakah
waktunya tangan dengan benar tindakan yang
7) Merokok − Ajarkan etika batuk diberikan berhasil
8) Statis Cairan tubuh − Ajarkan meningkatkan atau tidak
6.Ketidak adekutan pertahanan tubuh asupan cairan
sekunder : Kolaborasi
1) Penurunan hemoglobin − Kolaborasi pemberian
2) Imununosupresi imunisasi, jika perlu
3) Leokopenia

13
4) Supresi respon inflamasi
5) Vaksinasi tidak adekuat

Kondisi KlinisTerkait
1.AIDS
2.Luka bakar
3. Penyakit paru obstryktif
kronis
4. Diabetes mellitus
5. Tindakan invasif
6. Kondisi penggunaan terapi
steroid
7. Penyalahgunaan obat
8. Ketuban pecah sebelum waktunya
(KPSW)
9. Kanker
10. Gagal ginjal

14
11. Imunosupresi
12. Lymphedema
13. Leukositopenia
14. Gangguan fungsi hati

E. Implementasi dan Evaluasi


Hari/tgl/jam No Dx Implementasi Keperawatan Evaluasi
Latihan Batuk Efektif(1.01006) S : Klien mengatakan keluhan
Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif telah teratasi
Definisi :
(D.0001) Melatih pasien yang tidak memiliki kemampuan O: Tanda dan gejala yang
batuk secara ekektif untuk untuk membersihkan
dialami pasien sudah
laring, trakea dan bronkiolus dari secret atau
benda asing di jalan napas. kembali normal
A: Masalah keperawatan
Tindakan :
Observasi telah teratasi
- Mengidentifikasi kemampuan batuk
P: Intervensi dihentikan

15
- Memonitor adanya retensi sputum
- Memonitor tanda dan gejala infeksi
saluran napas
- Memonitor input dan output cairan (mis.
Jumlah dan karakteristik)

Terapeutik
- Mengatur posisi semi-Fowler atau Fowler
- Memasang perlak dan bengkok di
pangkuan pasien
- Membuang sekret pada tempat sputum

Edukasi
- Menjelaskan tujuan dan prosedur batuk
efektif
- Menganjurkan tarik napas dalam melalui
hidung selama 4 detik, ditahan selama 2
detik, kemudian keluarkan dari mulut
dengan bibir mencucu(dibulatkan) selama
7 detik
- Menganjurkan mengulangi tarik napas
dalam hinggan 3 kali
- Menganjurkan batuk dengan kuat
langsung setelah tarik napas dalam yang
k-3 kolaborasi

16
- mengkolaborasi pemberian mukolitik atau
ekspektoran, jika perlu

Pemantauan Respirasi (1.01014) S : Klien mengatakan keluhan


Gangguan Pertukaran Gas (D.0003) telah teratasi
Definisi :
Mengumpulkan dan menganalisis data untuk O: Tanda dan gejala yang
memastikan kepatenan jalan napas dan
dialami pasien sudah
keekfektifan pertukaran gas
kembali normal
Tindakan :
A: Masalah keperawatan
Observasi
- Memonitor frekuensi, irama, kedalaman telah teratasi
dan upaya napas
P: Intervensi dihentikan
- Memonitor pola napas ( seperti
bradipnea, akipnea, hiperventilasi,
kussmaul,cheyne;stokes,biot, ataksik)
- Memonitor kemampuan batuk efektif
- Memonitor adanya pruduksi sputum
- Memonitor adanya sumbatan jalan napas
- Melakukan palpasi kesimetrisan ekspansi
paru
- Melakukan auskultasi bunyi napas
- Memonitor saturasi oksigen
- Memonitor nilai AGD

17
- Memonitor hasil x-ray toraks

Terapeutik
- Mengatur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
- Mendokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi
- Menjelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
- Menginformasikan hasil pemantauan.

Pencegahan Infeksi (L.14539) S : Klien mengatakan


Risiko Infeksi (D.0142) keluhan telah teratasi
Definisi: O: Tanda dan gejala yang
Mengidentifikasi dan menurunkan risiko dialami pasien sudah
terserang organisme patogenik. kembali
A: Masalah keperawatan
Tindakan : telah teratasi
Observasi P: Intervensi dihentikan
− Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal

18
dan sistemik
Terapeutik
−Membatasi jumlah pengunjung
−Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien dan lingkungan pasien
−Mempertahankan teknik aseptik pada pasien
beresiko tinggi
Edukasi
−Menjelaskan tanda dan gejala infeksi
−Mengajarkan cara mencuci tangan dengan
benar
−Mengajarkan etika batuk
−Mengajarkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
− Mengkolaborasi pemberian imunisasi, jika
perlu

19
F. Dokumentasi

20
DAFTAR PUSTAKA

PPNI (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1, Cetakan III. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1, Cetakan II. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawtaan, Edisi 1, Cetakan II. Jakarta: DPP PPNI
Abd. Wahid, I. S. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem Respirasi. Jakarta:
TIM.
Alie, Y., & Rodiyah. (2013). Pengaruh Batuk Efektif Terhadap Pengeluaran Sputum Pada
Pasien Tuberkulosis Di Puskesmas Peterongan Kabupaten Jombang. Pengaruh Batuk
EfektifTerhadap Pengeluaran Sputum Pada Pasien Tuberkulosis Di Puskesmas
PeteronganKabupaten Jombang , 15-21.
Alodokter.2019.Pencegahan Tuberkulosis TBC(Tuberculosis). Diakses Jumat, 16 Oktober
2020pukul 13.45
Depkes RI., 2010. Pedoman Nasional penanggulangan Tuberculosis. Jakarta : Gerdunas
TB. Edisi 2 hal 4-6
Bachtiar, A. (2015). Pelaksanaan Pemberian Terapi Oksigen Pada Pasien Gangguan Sistem
Pernapasan. Jurnal Keperawatan Terapan , 12.
Hurst, M. (2015). Belajar Mudah Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
https://staff.ui.ac.id/system/files/users/retmo.asti/material/patodiagklas.pdf diakses Jumat, 16
Oktober 2020 pukul 11.00
Kemenkes RI. (2015). Profil Kesehatan Indonesia . Jakarta: Kemenkes RI
Priscillia LeMone, K. M. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Pricilla LeMone, K. M. (2015). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Chandra B, 2012. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Herchline, TE. Tuberculosis. [online]. [cited Apr 04]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/230802-overview#aw2aab6b2b6.
Centers for Disease Control and Prevention. Treatment of Tuberculosis. American Thoracic

21
Society, CDC, and Infectious Diseases Society of America. MMWR 2003;52(No. RR-
11): p.12.
Heise, F.H., Prognosis of Pulmonary Tuberculosis. Canadian Medical Association Journal,
1921. 11(5): p. 314-318.

22

Anda mungkin juga menyukai