Anda di halaman 1dari 63

Rhinitis Alergi dan Asma

Prof. Dr. Zullies Ikawati, Apt.


Introduction
• Rhinitis alergi merupakan masalah kesehatan global yang dialami
oleh 5 - 50 % populasi
• Prevalensinya meningkat dari waktu ke waktu
• Meskipun bukan penyakit mematikan, penyakit ini sangat
mengganggu aktivitas harian, produktivitas kerja, dan
kualitas hidup pasien
• Biaya total yang dikeluarkan akibat penyakit ini bisa
sangat besar, melibatkan biaya langsung dan tidak
langsung
• Rhinitis alergi sering terjadi secara bersamaan (komorbid)
dengan asma, atau merupakan faktor risiko terjadinya
asma
Klasifikasi rhinitis (ARIA, 2008)
 Infeksius  Hormonal
 Virus  Penyebab lain
 bakteri  Iritan
 Allergi  Food

 Intermiten Emosional
 persisten  Atropik

 Okupasional  Idiopatik (rhinitis


 Intermitten vasomotor)
 persisten  Perubahan suhu dan
kelembaban, bau
 Drug-induced (rhinitis menyengat, dll
medicamentosa)
 Aspirin Rhinitis = inflamasi
 Dekongestan topikal pada membran mukosa hidung
First description of hay fever
John Bostock, Med Chir Trans, 1819; 10: 161

"About the beginning or middle of


June in every year …..
…. A sensation of heat and
fulness is
experienced in the eyes ….

…. To this succeeds irritation of the


nose producing sneezing ….

…. To the sneezings are added a


further sensation of tightness of the
chest, and a difficulty of breathing"
Takrif/definisi

Rhinitis alergi

inflamasi pada membran


mukosa hidung yang disebabkan
oleh adanya alergen yang
terhirup yang dapat memicu
respon hipersensitivitas yang
diperantarai oleh IgE
Faktor pemicu
Allergic march : proses kejadian alergi pada
kehidupan seseorang
Klasifikasi berdasarkan waktu

Berdasarkan waktunya, ada 3 golongan rhinitis


alergi :
 Seasonal allergic rhinitis (SAR) terjadi pada
waktu
yang sama setiap tahunnya  musim bunga,
banyak
serbuk sari beterbangan
 Perrenial allergic rhinitis (PAR) terjadi
setiap saat
dalam setahun  penyebab utama: debu, animal
dander, jamur, kecoa
 Occupational allergic rhinitis  terkait
dengan pekerjaan
Based on ARIA 2008 :

The classification "seasonal" and "perennial"


allergic rhinitis

has been changed to

"intermittent" and "persistent"


allergic rhinitis

ARIA = Allergic Rhinitis and its Impact on


Asthma
Klasifikasi rhinitis alergi menurut guideline ARIA (2008)

Berdasarkan lamanya terjadi gejala


Klasifikasi Gejala dialami selama
Intermiten kurang dari 4 hari seminggu, atau kurang dari 4
minggu
setiap saat kambuh
persisten lebih dari 4 hari seminggu, atau lebih dari 4
minggu setiap
saat kambuh
Berdasarkan Keparahan dan kualitas hidup
ringan tidak mengganggu tidur, aktivitas harian,
olahraga, sekolah,
atau pekerjaan
tidak ada gejala yang mengganggu
sedang sampai terjadi satu atau lebih kejadian di bawah ini:
berat 1.gangguan tidur,
2.gangguan aktivitas harian, kesenangan atau
ARIA olahraga,
= Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma
3.gangguan pada sekolah atau pekerjaan, atau
Gejala dan tanda

 Bersin berulangkali
 Hidung berair
(rhinorrhea)
 Hidung tersumbat
 Tenggorokan, hidung,
kerongkongan
gatal
 Mata merah,
gatal, berair
 Post-nasal drip
Pattern of symptoms in intermittent and persistent
allergic rhinitis

Characteristic Intermittent Persistent


Obstruction Variable Always, predominant
Secretion Watery, common Seromucous, postnasal drip,
variable
Sneezing Always Variable

Smell Variable Common


disturbance
Eye symptoms Common Rare

Asthma Variable Common


Chronic Occasional Frequent
sinusitis
[van
Cauwenburge et
al, 2000]
Patogenesis alergi
Diagnosis

 Perlu pemeriksaan fisik, riwayat pengobatan, dan


riwayat keluarga
 Jika diperlukan, lakukan test : skin test/skin prick test
atau RAST (Radioallergosorbent test)
 Caranya skin test?
Menyuntikkan ekstrak alergen (senyawa test) secara
subkutan  tunggu reaksinya
 Skin prick test : kulit digores dengan jarum steril,
ditetesi senyawa alergen  tunggu reaksinya
Skin test untuk
mengetahui alergen
penyebab
Skin prick test

A drop of a solution containing a possible allergen is placed


on the skin. Then a series of scratches or needle pricks lets
the solution enter the skin. If the skin gets a red, raised
itchy area (called a wheal), it usually means that the
person is allergic to that allergen.
Tatalaksana terapi

Non-farmakologi:
Hindari pencetus (alergen)

Farmakologi :
 Jika tidak bisa menghindari pencetus, gunakan
obat-obat anti alergi baik OTC maupun ethical
 Jika tidak berhasil, atau obat-obatan tadi
menyebabkan efek samping yang tidak bisa
diterima, lakukan imunoterapi
Tata laksana terapi (1)

1. Menghindari pencetus (alergen)


 Amati benda-benda apa yang menjadi pencetus
(debu, serbuk sari, bulu binatang, dll)
 Jika perlu, pastikan dengan skin test
 Jaga kebersihan rumah, jendela ditutup, hindari
kegiatan berkebun. Jika harus berkebun,
gunakan masker wajah
Tatalaksana terapi (2)

2. Menggunakan obat untuk mengurangi gejala


 Antihistamin
 Dekongestan
 Kortikosteroid nasal
 Sodium kromolin
 Ipratropium bromida
 Leukotriene antagonis

3. Imunoterapi : terapi desensitisasi


Treatment of allergic rhinitis (ARIA)
Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma

moderate
mild severe
persistent persistent
moderate
severe
mild intermittent
intermittent intra-nasal steroid
local chromone
oral or local non-sedative H1-blocker
intra-nasal decongestant (<10 days) or oral decongestant
allergen and irritant
irri avoidance
immunotherapy
Treatment options for allergic rhinitis adapted from
ARIA, 2008
Type of allergic First-line Alternative or add-on
Comment
rhinitis treatments treatments*
Mild Oral Intranasal decongestants Allergen
avoidance may
intermittent antihistamines,
eliminate need for drugs.
Intranasal
antihistamines
Mild Oral Intranasal decongestants, Sodium
cromoglicate is a
persistent or antihistamines, Sodium cromoglicate useful
alternative to
moderate- Intranasal
antihistamines and
severe cor ticosteroids, cor
ticosteroids, especially
intermittent intranasal in
children.
antihistamines
Maps of rhinitis medication
O BAT- O BAT YA N
G D I G U NA K A
N
Anti Histamin H1

 Lini pertama pengobatan alergi, bentuk oral atau nasal


 Tidak selektif  efek antikolinergik
 Diabsorpsi baik dan dimetabolisme di hepar
 Generasi pertama : berefek sedatif, durasi aksi pendek
 Generasi kedua : tidak berefek sedatif, durasi aksi lebih
panjang
 Generasi ketiga?
Macam Anti Histamin

Nama Obat Penggunaan umum Efek samping Durasi


Rinitis Alergi Sedasi Preme- Mual/ Sedasi Antikoli aksi
kulit dikasi muntah (jam)
nergik
Klorfeniramin   sedang minimal 6-12
Bromfeniramin   sedang minimal 4-6
Deksklofeniramin   sedang minimal 4-6
Difenhidramin   kuat sedang 4-6
Dimenhidrinat  sedang sedang 4-6
Prometazin     kuat sedang 4-6
Astemizol   minimal minimal > 12
Cetirizin   minimal minimal > 12
Loratadin   minimal minimal > 12
Terfenadin   minimal minimal > 12
Triprolidin   sedang minimal 6-12
Fexofenadin   minimal minimal > 12
Desloratadin   minimal minimal > 12
Levocetirizin   minimal minimal > 12
Dekongestan

 golongan simpatomimetik  beraksi pada reseptor adrenergik


pada
mukosa hidung untuk menyebabkan vasokonstriksi, menciutkan
mukosa
yang membengkak, dan memperbaiki pernafasan
 Penggunaan dekongestan topikal tidak menyebabkan atau sedikit
sekali menyebabkan absorpsi sistemik
 Penggunaan agen topikal yang lama (lebih dari 3-5 hari) dapat
menyebabkan rinitis medikamentosa (rebound rhinitis), di mana
hidung
kembali tersumbat akibat vasodilatasi perifer  batasi penggunaan
Obat dekongestan topikal dan durasi aksinya

Obat Durasi aksi


Aksi pendek Sampai 4 jam
Fenilefrin HCl
Aksi sedang 4 – 6 jam
Nafazolin HCl
Tetrahidrozolin HCl
Aksi panjang Sampai 12 jam
Oksimetazolin HCl
xylometazolin
Xylometazolin HCl
(Schwinghammer, 2001)
Dekongestan oral

 Onset lambat, tapi efek lebih lama dan kurang


menyebabkan
iritasi lokal  tidak menimbulkan resiko rhinitis
medikamentosa
 Contoh :
 Fenilefrin
 Fenilpropanilamin
 Pseudo efedrin
 Efedrin
Intranasal corticosteroids (INCS)

 Obat lini pertama untuk rhinitis alergi persisten


 Kekuatiran thd efek sistemik seperti penghambatan
pertumbuhan
tidak terbukti
 Efek samping lokal juga minimal
 Berbagai jenis steroid intranasal memiliki efektivitas yang serupa
 Berbagai jenis yang tersedia : beclometasone,
betamethasone,
budesonide, flunisolide, fluticasone, mometasone, and
triamcinolone.
 Bisa berbentuk spray atau drop/tetes, pilihan tergantung
kecocokan
pasien dan harganya
Mekanisme :

 menghambat respon alergi fase awal


maupun fase lambat.
 Efek utama pada mukosa
hidung :
 mengurangi inflamasi dengan
memblok pelepasan mediator,
 menekan kemotaksis neutrofil,

 mengurangi edema intrasel,

 menyebabkan vasokonstriksi ringan,


dan
 menghambat reaksi fase lambat yang
diperantarai oleh sel mast
Sodium kromolin

 suatu penstabil sel mast  mencegah


degranulasi sel mast dan pelepasan
mediator,
termasuk histamin.
 tersedia dalam bentuk semprotan hidung
untuk
mencegah dan mengobati rinitis alergi.
 Efek sampingnya : iritasi lokal (bersin dan
rasa
perih pada membran mukosa hidung
 Dosisnya untuk pasien di atas 6 tahun
adalah 1
Ipratropium bromida

 Merupakan agen antikolinergik berbentuk


semprotan hidung
 bermanfaat pada rinitis alergi yang persisten
atau perenial
 memiliki sifat antisekretori jika digunakan
secara lokal dan bermanfaat untuk
mengurangi
hidung berair yang terjadi pada rinitis alergi.
 tersedia dalam bentuk larutan dengan kadar
0,03%, diberikan dalam 2 semprotan (42 mg)
2-
3 kali sehari.
 Efek sampingnya ringan, meliputi sakit
kepala,
Comparison of standard drugs used in allergic rhinitis

Oral Nasal Nasal Nasal Nasal Nasal


antihist. antihist. steroids decong. ipratropium
cromoglicate
Runny ++ ++ +++ 0 ++ +
nose
Sneezing ++ ++ +++ 0 0 +
Itching ++ ++ +++ 0 0 +
Blockage + + +++ ++++ 0 +
Eye ++ 0 ++ 0 0 +
symptoms
Onset of 1h 15 min 12 h 5–15 min 15–30 min Variable
action
Duration 12–24 h 6–12 h 12–48 h 3–6 h 4–12 h Variable
Parameter efikasi

 kondisi subyektif subyek uji berupa gejala hidung tersumbat,

hidung berair, bersin-bersin, dan hidung gatal, yang diukur


menggunakan TNSS (Total nasal symptom score), dengan
skoring sbb:
 0 = tidak ada gejala
 1 = gejala ada, tapi ringan, dapat ditoleransi dengan mudah
 2 = gejala sedang, cukup mengganggu, tapi masih bisa
ditoleransi
3 = gejala berat, sulit ditoleransi, menganggu aktivitas harian
dan atau tidur
 Hasil lab: swab eosinofil, kadar IgE spesifik
Imunoterapi (allergy shot) : terapi desensitisasi

 Bersifat kausatif

 Imunoterapi merupakan proses yang lambat


dan bertahap dengan menginjeksikan
alergen yang diketahui memicu reaksi alergi
pada pasien dengan dosis yang semakin
meningkat.
 Tujuannya adalah agar pasien mencapai
peningkatan toleransi terhadap alergen,
sampai dia tidak lagi menunjukkan reaksi
alergi jika terpapar oleh senyawa tersebut.
Caranya ?

 Larutan alergen yang sangat encer


(1:100.000 sampai 1:1000.000.000 b/v)
diberikan 1 – 2 kali seminggu.
 Konsentrasi kemudian ditingkatkan
sampai tercapai dosis yang dapat
ditoleransi.
 Dosis ini kemudian dipertahankan setiap
2-6 minggu, tergantung pada respon klinik.
 Terapi dilakukan sampai pasien dapat
mentoleransi alergen pada dosis yang
umumnya dijumpai pada paparan alergen.
Parameter efektifitas ?
ditunjukkan dengan :
 berkurangnya produksi IgE,
 meningkatnya produksi IgG,
 perubahan pada limfosit T,
 berkurangnya pelepasan
mediator dari sel yang
tersensitisasi, dan
 berkurangnya sensitivitas
jaringan terhadap alergen.
Namun :
 imunoterapi terbilang mahal
dan butuh waktu lama,
 membutuhkan komitmen
yang
besar dari pasien
Asma
Definisi dan deskripsi

Asthma is a heterogeneous disease, usually characterized by


chronic airway inflammation. It is defined by the history of
respiratory symptoms such as wheeze, shortness of breath,
chest tightness and cough that vary over time and in intensity,
together with variable expiratory airflow limitation [GINA 2014]
Deskripsi :
 Gejala asma dapat membaik secara spontan atau dengan

pengobatan, dan mungkin tidak terjadi dalam beberapa


minggu atau bulan
 Sebaliknya, pasien juga mungkin mengalami serangan akut

yang berat dan mengancam jiwa


Faktor pemicu asma

 ISPA (rhinovirus,
influenza,
pneumonia, dll)
 Alergen (debu, serbuk sari
bunga,
tengu, kecoa, jamur, dll)
 Lingkungan (udara dingin, gas SO2,
NO2, asap rokok, dll)
 Emosi : cemas, stress
 Olahraga: terutama pada suhu
dingin
dan kering
 Obat/pengawet : Aspirin,
NSAID,
sulfit, benzalkonium klorida,
Asthma Pathophysiology
Smooth Muscle Airway
Dysfunction Inflammation

Bronchoconstriction Inflammatory cell


infiltration/activation
Bronchial hyperreactivity
 Mucosal edema
Hypertrophy/hyperplasia
 Cellular proliferation
Inflammatory mediator release  Epithelial proliferation

Symptoms/Exacerbations
http://www.laucke.com.au/health/images/asthma.jpg
Patofisiologi lanjutan
 Inflamasi  kata kunci untuk menjelaskan perubahan patologis yang
terjadi pada asma
 Inflamasi: reaksi pertahanan diri terhadap invasi organisme
asing
dengan tujuan perbaikan jaringan  respon yang
menguntungkan
…………. tetapi,
 Pada asma : inflammatory response terjadi secara tidak tepat

adverse effects
 Inflamasi pada asma dikarakterisir oleh infiltrasi eosinofil
dan limfosit
ke jaringan saluran nafas
 Terjadi pengelupasan (shedding) epithelial cells bronkus
Specimen of Bronchial Mucosa from a Subject without Asthma (Panel A) and
a
Patient with Mild Asthma (Panel B) (Hematoxylin and Eosin).
• In the subject without asthma, the epithelium is intact; there is no
thickening
of the sub-basement membrane, and there is no cellular infiltrate.
• In the patient with mild asthma, there is evidence of goblet-cell
hyperplasia in
the epithelial-cell lining. The sub-basement membrane is thickened,
with
Asthma Inflammation: Cells and Mediators
Fig. 1
Allergen
Dendritic cell ~,........·
Macrophagel / ' M t II
(!ti as ce

Th2cel U~ \ /

Neutrophil

Eosinophil

~ fibrosis

~~~~~~§1~§~~§§~~~~~§:_
{ Edema ,
1
activation
Subepithelial
hypersecretion Vasodilatatio~ ....,...,,....----- Cholinerg,ic
hyperplasia New vessels (angiogenesis)
Plasma leak
Se·nso~
nerve

Mucus.
reflex
Source: Peter J. Barnes, MD
Bronchoconstriction
GEJALA DAN TANDA

Penanda utama untuk mendiagnosis adanya asma a.l.:


 mengi pada saat menghirup nafas,

 riwayat batuk yang memburuk pada malam hari, dada

sesak yang terjadi berulang, dan nafas tersengal-


sengal,
 hambatan pernafasan yang reversibel secara

bervariasi selama siang hari,


 adanya peningkatan gejala pada saat olahraga, infeksi

virus, paparan terhadap alergen, dan perubahan


musim, dan
 terbangun malam-malam dengan gejala-gejala seperti
di atas.
Gejala ASMA: hanya puncak dari
gunung es1
• Batuk

GEJALA ASMA • Sesak

napas
• Mengi (wheezing)
• Dada rasa tertekan

Obstruksi saluran napas •• Edema bronkus


Bronkokonstriksi

• Hiper-sekresi mukus
Hiper-responsif bronkus • inflamasi – eosinofil,
Keterlibatan sel-sel dll

Inflamasi saluran napas

1. Warner O. Am J Resp Crit Care Med 2003; 167: 1465–1466.


Menilai keparahan asma
 How?

 Keparahan asma dinilai secara retrospektif dari tingkat pengobatan yang


dibutuhkan untuk mengontrol gejala dan kekambuhan
 When?

 Penilaian keparahan asma dilakukan setelah pasien menggunakan obat


pengontrol selama beberapa bulan (3 – 6 bulan)
 Keparahan asma tidak bersifat statis  dapat berubah dalam hitungan bulan
atau tahun dan dapat dipengaruhi oleh ketersediaan pengobatan
 Categories of asthma severity
 Mild asthma: terkontrol dengan baik dengan terapi Steps 1 atau 2 (SABA
prn atau low dose ICS)
 Moderate asthma: terkontrol dengan baik dengan terapi Step 3 (low-dose
ICS/LABA)

 Severe asthma: membutuhkan terapi Step 4/5 (moderate or high dose


ICS/LABA ± add-on), atau tetap tidak terkontrol walaupun mendapatkan
GINA 2014
Tujuan Terapi

Tujuan : memungkinkan pasien menjalani hidup yang normal


dengan hanya sedikit gangguan atau tanpa gejala

Beberapa tujuan yang lebih rinci antara lain adalah :


 Mencegah timbulnya gejala yang kronis dan menganggu,
seperti batuk, sesak nafas
 mengurangi penggunaan beta agonis aksi pendek
 Menjaga fungsi paru “mendekati” normal
 Menjaga aktivitas pada tingkat normal (bekerja, sekolah,
olah raga, dll)
lanjutan

 Mencegah kekambuhan dan meminimalisasi


kunjungan darurat ke RS
 Mencegah progresivitas berkurangnya fungsi paru,
dan untuk anak-anak mencegah berkurangnya
pertumbuhan paru-paru
 Menyediakan farmakoterapi yang optimal dengan
sesedikit mungkin efek samping
Pharmacological therapy

Reliever/acute Controller/maintenance

mengatasi inflamasi dan


merelaksasi otot polos bronkus
mencegah gejala asma (harus
dan mengatasi dipakai secara rutin)
bronkokonstriksi  Corticosteroids inhalation
(beclomethasone dipropionate ,
 short-acting ß2-agonists
budesonide, fluticasone, etc)
inhalation (salbutamol, terbutalin)
 Long-acting ß2-agonists inhalation
 Systemic corticosteroids (salmeterol, formoterol)
 Anticholinergics (ipratropium
 cromolyn sodium/nedocromil
bromide)  leukotriene modifiers
 Epinefrin injection  Imunomodulator (anti-IgE)
 Aminofilin injection
Bentuk sediaan obat asma
 Oral
 Inhalasi
 Injeksi
Perbandingan bentuk sediaan inhalasi dan oral

Inhalasi Oral
Dosis Kecil
Besar
Efek Samping Sedikit
Banyak
Mula kerja obat Cepat
Lambat
Tempat kerja obat
Langsung Tidak
Lama kerja obat sama
Sama
Mencegah EIA* Baik
Tidak
Farmakokinetik dari obat-obat inhalasi

Metered Delivered dose Pulmonary


dose to patient availability

Liver
At inhalation, Portal
vein
systemic
availability is the
sum of the
pulmonary and
the oral GUT Systemic
component
Metabolis

Pedersen & O’Byrne, 1997


Prinsip terapi serangan akut

 short-acting ß2-agonists (salbutamol, terbutalin)  merupakan terapi


pilihan untuk
meredakan gejala serangan akut dan pencegahan bronkospasmus akibat
exercise
 Anticholinergics (ipratropium bromide)  memberi manfaat klinis
sebagai
tambahan inhalasi beta agonis pada serangan akut yang berat,
merupakan
bronkodilator alternatif bagi pasien yang tidak bisa mentoleransi beta
agonis
 Systemic corticosteroids  digunakan jangka pendek untuk mengatasi
eksaserbasi
yang sedang sampai berat untuk mempercepat penyembuhan dan mencegah
eksaserbasi berulang
 Oksigen  diberikan via kanula hidung atau masker utk menjaga SaO2 >90
Obat untuk terapi pemeliharaan
jangka panjang

 Corticosteroids inhalasi (beclomethasone dipropionate , budesonide,


fluticasone propionate)  merupakan obat antiinflamasi yang paling
poten dan efektif yang tersedia sampai saat ini.
 cromolyn sodium dan nedocromil  alternatif anti inflamasi untuk
asma ringan – sedang untuk anak-anak, digunakan untuk terapi
prevensi terhadap OR atau paparan alergen yang sulit dihindarkan
 long-acting ß2-agonists (salmeterol, formoterol)  digunakan
bersamaan dengan anti inflamasi steroid untuk kontrol jangka
panjang
 Methylxanthines (aminofilin, teofilin)  sebagai adjuvan bagi inhalasi
kortikosteroid
 leukotriene modifiers (montelukast, pranlukast, zafirlukast)  mrpk
alternatif terapi bagi pasien asma persisten ringan umur > 12 tahun
Prinsip terapi jangka panjang

 Obat anti inflamasi (kortikosteroid) merupakan treatment yang

esensial utk asma


 Mengajari dan memantau teknik inhalasi obat kepada pasien

sangat penting
 Treatment harus disusun untuk setiap pasien sesuai dengan

keparahan penyakitnya dan dimodifikasi secara fleksibel tahap


demi tahap
 Penggunaan kortikosteroid oral jangka pendek kadang-kadang

diperlukan
 Aspirin dan NSAID harus digunakan dengan hati-hati karena 10-
20% pasien asma alergi terhadap obat ini
 Beta bloker sering memicu kekambuhan gejala asma
 Terapi desensitisasi bermanfaat bagi sebagian pasien
The control-based asthma management cycle

NEW
!

GINA 2014, Box 3-2 © Global Initiative for Asthma


Stepwise management - pharmacotherapy

*For children 6-11


years, theophylline
is not recommended,
and preferred Step 3
is medium dose ICS
**For patients
prescribed
BDP/formoterol or
BUD/ formoterol
maintenance and
reliever therapy

GINA 2014, Box 3-5 (upper part) © Global Initiative for Asthma
Levels of Asthma Control
(Assess patient impairment)
Controlled Partly controlled
Characteristic (All of the following) (Any present in any week)
Uncontrolled

Twice or less More than


Daytime symptoms
per week twice per week

Limitations of activities None Any 3 or more


features of
Nocturnal symptoms /
None Any partly
awakening
controlled
Need for rescue / Twice or less More than
“reliever” treatment twice per week
asthma
per week
< 80% predicted or
present in any
Lung function
Normal personal best (if week
(PEF or FEV1)
known) on any day
Assessment of Future Risk (risk of exacerbations, instability, rapid decline in
lung function, side effects)
Terapi pada penderita khusus
Wanita hamil

 Pencegahan asma pada wanita hamil sama dengan pada pasien lainnya
 misalnya dgn beklomethason inhalasi aman digunakan dalam
kehamilan
 Sodium kromoglikat juga digunakan sebagai profilaksis asma  dgn
inhalasi, cukup aman pada kehamilan
 Treatment: salbutamol, terbutalin  jika digunakan scr inhalasi, tidak
mempengaruhi uterus
 Kortikosteroid oral jangka pendek, spt prednisolon 20-50 mg sehari utk
4-7 hari cukup aman
 Jika perlu, sebelum proses melahirkan: injeksi hidrokortison i.m. atau
i.v
100 mg setiap 8 jam selama 24 jam cukup menjamin tersedianya
kortikosteroid eksogen
 teofilin sebaiknya tidak digunakan pada masa akhir kehamilan
efek stimulant : irritability, jitteriness, dan takikardi pada
neonatus
Memantau respon dan penyesuaian terapi

 How often should asthma be reviewed?

1-3 bulan setelah terapi dimulai, kemudian setiap 3-12 bulan



 Selama kehamilan : setiap 4-6 minggu
 Setelah suatu serangan : dalam 1 minggu pertama
 Stepping up asthma treatment
 Sustained step-up, untuk sedikitnya 2-3 bulan jika asma tidak terkontrol
(poorly controlled)
 Penting : cek penyebab yg umum, inhaler technique, kepatuhan
 Short-term step-up, selama 1-2 minggu, misalnya ada inefeksi virus atau
paparan alergen
 Day-to-day adjustment
 Untuk pasien yang mendapat low-dose ICS/formoterol untuk
pemeliharaan dan pelega
 Stepping down asthma treatment
 Pertimbangkan step-down jika asma terkontrol baik dalam 3 bulan
 Usahakan
*Approved memperoleh
only for dosis minimal efektif pasien
low dose beclometasone/formoterol anduntuk kontrol
low dose dan
budesonide/formoterol
mencegah
GINA 2014 serangan
Selesai

Anda mungkin juga menyukai