Anda di halaman 1dari 105

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari

pembangunan nasional yang diarahkan untuk mempercepat kesadaran,

kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap individu agar

dapat mewujudkan derajat kesehatan secara optimal. Hal tersebut dapat

tercapai secara optimal apabila didukung oleh suatu sistem pelayanan

kesehatan yang baik, yang didalamnya mencakup berbagai upaya

kesehatan, dan salah satu diantaranya adalah pelayanan keperawatan,

(Depkes RI, 2005).

Tujuan umum pembangunan nasional di bidang kesehatan

sebagaimana dituangkan dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah

tercapainya kemampuan hidup sehat bagi pemduduk yang setinggi-

tingginya sebagai salah satu unsur kesejahteraan nasional dalam rangka

mencapai suatu kehidupan sosial ekonomi yang produktif, untuk itu

diperlukan suatu tatanan dalam menciptakan kemampuan, kesadaran

hidup sehat bagi setiap warga Indonesia. Untuk mencapai hal tersebut

talah ditetapkan gerakan pembangunan berwawasan kesehatan sebagai

strategi pembangunan nasional untuk mewujudkan visi pembangunan

kesehatan yaitu Indonesia Sehat 2010, (Depkes RI, 2004).

1
Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan tersebut di atas

maka perawat harus menekankan kegiatan peningkatan kesehatan dan

pencegahan penyakit sebagai bentuk-bentuk pelayanan kesehatan yang

penting untuk dilaksanakan. Pada kegiatan peningkatan kesehatan perawat

membantu klien untuk memelihara dan memperbaiki tingkat kesehatannya,

(Potter, 2005).

Seiring dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi,

Indonesia sebagai negara berkembang ikut juga merasakan berbagai

kemajuan di segala bidang, salah satunya adalah bidang transportasi. Dengan

majunya bidang transportasi, hal ini menimbulkan dampak yang positif yaitu

mobilitas penduduk jadi meningkat, tetapi di samping itu menimbulkan

dampak negatif yaitu semakin tingginya angka kecelakaan lalu lintas yang

sering menyebabkan terjadinya trauma kepala, (Silvia, 2006).

Trauma kepala sering mengakibatkan penyakit yang serius yaitu

penyakit neurologik, dan merupakan proporsi epidemik sebagai hasil

kecelakaan jalan raya. Selain banyak orang meninggal setiap tahunnya akibat

trauma kepala, banyak juga yang mengalami trauma cukup berat sehingga

memerlukan perawatan di rumah sakit. Adapun akibat trauma kepala ini

berdampak pada penurunan intelektual atau tingkah laku yang menghambat

kembalinya mereka pada kehidupan normal. Resiko utama pasien yang

mengalami trauma kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau

pembengkakan otak sebagai respon terhadap trauma dan menyebabkan

peningkatan tekanan intrakranial. Trauma kepala merupakan salah satu

2
penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan

sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas, (Yasmin, 2004).

Selain dapat menyebabkan kematian, salah satu dampak dari

trauma kepala adalah gangguan aktifitas gerak, diantaranya disebabkan oleh

trauma kepala berat yang menimbulkan penurunan kesadaran, gelisah, yang

mengganggu aktifitas motorik. Di samping itu trauma tidak hanya

menimbulkan berbagai masalah fisik, akan tetapi berdampak juga terhadap

masalah psikososial dan spiritual berupa gangguan konsep diri karena adanya

kecacatan, gejala sisa dan gangguan dalam hal peribadatan karena adanya

kelemahan fisik. Dengan demikian, klien yang mengalami trauma kepala

berat akan mengalami ketergantungan pada orang lain dalam memenuhi

kebutuhan dasarnya, (Yasmin, 2004).

Kecelakaan lalulintas merupakan masalah keseatan masyarakat

diseluruh dunia khususnya di Negara berkembang. Menurut World Health

Organization (WHO) pada tahun 2004 Case Fatality Rate (CFR) cedera

akibat kecelakaan lalulintas tertinggi dijumpai dibeberapa Negara seperti

Amerika Latin (41,7%), Korea Selatan (21,9%) dan Thailand (21,0%).

Menurut Gillyan yang di kutip oleh Ibrahim (1997) di Amerika Serikat

terdapat 500.000 kasus cedera kepala setiap tahunnya ± 18% - 30%

meninggal dalam 4 jam pertama sebelum sampai ke rumah sakit, (Silvia,

2006).

3
Kecelakaan lalulintas dapat menyebabkan berbagai cedera.

Cedera yang paling banyak terjadi pada saat kecelakaan lalulintas adalah

cedera kepala. Cedera kepala pada kecelakaan lalulintas merupakan

penyebab utama disabilitas dan mortalitas di Negara berkembang.

Kepolisian RI menyebutkan bahwa pada tahun 2003 di Indonesia jumlah

kecelakaan di jalan raya mencapai 13.399 kejadian dengan jumlah

kematian mencapai 9.865 orang, 6.142 orang mengalami luka berat dan

8.694 orang mengalami luka ringan. Dengan data itu rata-rata setiap hari

terjadi 40 kejadian kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan 30 orang

meninggal dunia. Sebagian besar kecelakaan dialami kaum laki-laki dari

kelompok usia produktif, yakni antara 15-40 tahun. Hal ini mengakibatkan

penurunan produktifitas secara massal, (Marjono & Sidharta, 2004).

Berdasarkan catatan Medical Record Rumah Sakit Umum Pusat

dr. Hasan Sadikin Bandung di Ruang Bedah Saraf Kemuning Lantai II

terdapat 10 jenis penyakit Sistem Saraf yang terdapat pada tabel berikut :

Tabel 1 : 10 Penyakit terbesar di Ruang Bedah Saraf Kemuning Lantai II di Rumah


Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung

No Nama Penyakit Jumlah Presentase


1 Mild Head Injuri 258 32,8%
2 Moderathe Head Injuri 178 22.61%
3 SOL 166 21,09%
4 Hidrosefalus 76 9,65%
5 SDH 26 3,3%
6 SCL 22 2,8%
7 Meningeal encepalokel 22 2,8%
8 Server Head Injuri 18 2,28%
9 Meningocel 12 1,52%
10 Abses Serebri 9 1,15%
jumlah 787 100%
Sumber : Catatan Recam Medis di Ruang Bedah Saraf Kemuning Lantai II Rumah
sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung

4
Berdasarkan hasil penjelasan diatas terlihat bahwa dari seluruh

klien yang mengalami Gangguan Sistem Persarafan yang dirawat di Ruang

Bedah Saraf Kemuning Lanati II Rumah Sakit Umum Pusat dr. Hasan

Sadikin Bandung dalam 4 bulan terakhir yaitu dari bulan Januari – April

2014 menunjukkan angka kejadian trauma kepala diantranya adalah Mild

Head Injuri 285 (32,8%) sementara Moderathe Head Injuri mencapai 178

(22,61%) dari 787 kasus yang dirawat di Ruang Bedah Saraf Kemuning

Lantai II dimana Moderathe Head Injuri menempati urutan ke – 2 dari

sepuluh besar penyakit di Ruang Bedah Saraf kemuning Lantai II.

Kejadian ini menunjukkan begitu tinggi bila dibandingkan dengan angka

kejadian penyakit bedah saraf lainnya.

Melihat keadaan tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk

menyusun karya tulis ilmiah yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada

Klien Tn. B dengan Gangguan Sistem Persarafan : Moderathe Head

Injuri di Ruang Bedah Saraf Kemuning Lantai II Rumah Sakit

Umum Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung”.

5
B. Ruang Lingkup Pembahasan

Dalam pelaksanaan studi kasus, penulis membatasi ruang lingkup

masalah yang dibahas yaitu “ Asuhan Keperawatan pada Klien Tn. B

dengan Gangguan Sistem Persarafan : Moderathe Head Injuri Di Ruang

Kemuning Lantai II Rumah Sakit dr. Hasan sadikin Bandung”.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Penulis dapat menerapkan pengetahuan dan keterampilan Asuhan

Keperawatan pada klien dengan Moderathe Head Injuri, secara

langsung pada situasi nyata dan komprehensif meliputi aspek bio,

psiko, sosial, kultural, dan spiritual yang didasarkan pada ilmu dan kiat

keperawatan.

2. Tujuan Khusus

a. Penulis mampu melaksanakan pengkajian secara komprehensif

pada klien dengan Gangguan Sistem Persarafan : Moderathe Head

Injuri.

b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien

dengan Gangguan Sistem Persarafan : Moderathe Head Injuri.

c. Penulis mampu menyusun rencana Asuhan Keperawatan pada

klien dengan Gangguan Sistem Persarafan : Moderathe head

injuri.

6
d. Penulis mampu melaksanakan tindakan keperawatan sesuai

dengan rencana Asuhan Keperawatan pada klien dengan

Gangguan Sistem Persarafan : Moderathe Head Injuri.

e. Penulis mampu mengevaluasi hasil tindakan yang telah dilakukan

pada klien dengan Gangguan Sistem Persarafan : Moderathe Head

Injuri.

f. Penulis mampu mendokumentasikan hasil Asuhan Keperawatan

pada klien dengan Gangguan Sistem Persarafan : Moderathe Head

Injuri.

D. Manfaat

1. Bagi Penulis

Merupakan pengalaman berharga bagi penulis dalam meningkatkan

wawasan dan dapat memberi dorongan semangat sebagai calon

tenaga keperawatan dimasa yang akan datang.

2. Bagi Rumah Sakit

Sebagai bahan informasi bagi rumah sakit dalam menentukan

kebijakan dan penyusunan perancangan program dalam rangka

peningkatan kualitas pelayanan keperawatan khususnya penanganan

klien dengan Gangguan Sistem Persarafan : Moderathe Head Injuri.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan bacaan ilmiah atau bahan perbandingan dalam

mengembangkan ilmu keperawatan di Akper Pemkab Muna

7
khususnya penulis Karya Tulis Ilmiah lebih lanjut dengan gangguan

sistem persarafan : Moderathe Head Injuri.

4. Bagi Profesi Keperawatan

Sebagai salah satu literatur bagi tenaga perawat yang bertugas

melaksanakan Asuhan Keperawatan khususnya pada klien dengan

Gangguan Sistem Persarafan : Moderathe Head Injuri.

E. Metode Telaahan

Metode yang digunakan penulis dalam menyusun Karya Tulis

Ilmiah ini yaitu metode analisis dekriptif melalui studi kasus berdasarkan

pendekatan proses keperawatan, yaitu Pengkajian, Diagnosa Keperawatan,

Perencanaan, Implementasi dan Evaluasi

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam

menyusun Karya Tulis Ilmiah ini adalah :

1. Wawancara, yaitu dengan mengadakan tanya jawab langsung dengan

klien dan keluarga klien serta tenaga kesehatan lain untuk memperoleh

informasi yang akurat.

2. Observasi, yaitu dengan mengamati keadaan klien secara langsung

meliputi bio, psiko, sosial, kultural dan spiritual.

3. Pemeriksaan Fisik, yaitu pengumpulan data dengan melakukan

pemeriksaan fisik pada klien dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi,

auskultasi.

8
4. Studi Dokumentasi, yaitu dengan melakukan pengumpulan data atau

informasi melalui catatan atau arsip dari medical record yang

berhubungan dengan perkembangan klien.

5. Studi Kepustakaan, yaitu mencari sumber melalui bahan bacaan atau

buku-buku literatur yang dapat dipercaya untuk mendapatkan

kejelasan teori yang berhubungan dengan masalah klien.

F. Waktu Pelaksanaan

Studi kasus ini dilaksanakan mulai tanggal 02 April – 05 April tahun 2014

G. Tempat Pelaksanaan

Studi kasus ini dilaksanakan di Ruang Bedah Saraf Kemuning Lantai II

Rumah Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung.

H. Sistematika Telaahan

Karya Tulis Ilmiah disusun secara sistematis yang dijabarkan dalam 4

BAB yaitu sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, ruang lingkup

pembahasan, tujuan, manfaat, metode telaahan, waktu

pelaksanaan, tempat pelaksanaan dan sistematika telaahan.

BAB II : Tujuan Teoritis Asuhan Keperawatan dengan Gangguan

Sistem Persarafan : Moderathe Head Injuri, yang membahas

konsep dasar terdiri dari defenisi, anatomi fisiologi,

9
etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala, komplikasi,

pemeriksaan penunjang dan penataksanaan medik,

perawatan dan tinjauan teoritis tentang Asuhan

Keperawatan yang terdiri dari Pengkajian, Diagnosa

Keperawatan, Perencanaan, Implementasi dan Evaluasi.

BAB III : Tinjauan Kasus dan Pembahasan, yang berisi laporan kasus

tentang Asuhan Keperawatan pada Klien Tn. B dengan

Gangguan Sistem Persarafan : Moderathe Head Injuri, di

Ruang Kemuning Lantai II Rumah Sakit Umum Pusat dr.

Hasan Sadikin Bandung , yang disusun berdasarkan Proses

Keperawatan. Sedangkan pembahasan berisikan

kesenjangan antara teori yang ada pada tinjauan studi kasus,

dibahas secara sistematis mulai dari pengkajian, diagnosa

keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

BAB IV : Kesimpulan dan Rekomendasi, dimana berisikan

kesimpulan dari pelaksanaan Asuhan Keperawatan dan

saran.

10
BAB II

TINJAUAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN

GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN : MODERATHE HEAD INJURI

A. Konsep Dasar

1. Pengertian

Trauma kepala merupakan jumlah deformitas jaringan di kepala

yang diakibatkan oleh suatu kekuatan mekanis. Trauma kepala adalah

trauma yang disebabkan oleh kekuatan fisik eksternal yang dapat

menimbulkan atau merubah tingkat kesadaran. Hal tersebut dapat berupa

kerusakan atau gangguan kegiatan sehari-hari, (Sloane, 2004).

Trauma kepala adalah kerusakan neurologis yang terjadi akibat

adanya trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun

efek sekunder dari trauma yang terjadi. Cedera kepala sedang adalah

kerusakan neurologis yang terjadi akibat adanya trauma pada jaringan otak

yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma yang

terjadi, (Effendi, 2006).

Cedera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan

bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan

perlambatan ( accelerasi – decelerasi ) yang merupakan perubahan bentuk.

Dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan

11
penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala

dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan

pencegahan, (Syaifuddin, 2006).

Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit

kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara

langsung maupun tidak langsung pada kepala, (Muttaqin, 2008).

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa trauma kepala

merupakan trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung yang

disebabkan oleh kekuatan mekanis atau kekuatan fisik eksternal yang

dapat mengakibatkan deformitas jaringan di kepala atau kerusakan

neurologis yang dapat merubah tingkat kesadaran serta gangguan

kegiatan sehari-hari.

2. Anatomi Fisiologi Sisitem Persarafan

a. Anatomi sistem persarafan

Dibawah ini adalah gambar dari penampang lateral lobus – lobus

otak dan gambar neuron motorik dan sensorik memperlihatkan struktur

dari suatu saraf perifer bermielin.

12
Gambar 1:Penampang lateral lobus – lobus otak, (Wilson, 2004).

Gambar 2 : Neuron motorik dan sensorik memperlihatkan dari struktur suatu saraf
perifer bermielin, (Wilson, 2004).

1) Sistem saraf pusat

Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan medula spinalis yang

dibungkus untuk melindungi meningen yang terdiri atas 3 lapisan

yaitu durameter, arachnoid dan piameter, diantara lapisan-lapisan

terdapat rongga (space) yaitu :

a) Rongga epidural

Berada diantara tulang tengkorak dan durameter, berisi

pembuluh darah dan jaringan lemak yang berfungsi sebagai

bantalan.

b) Rongga subdural

Berada diantara durameter dan arachnoid yang berisi cairan

serosa.

c) Rongga subarachnoid

13
Secara fisiologi sistem saraf pusat ini berfungsi untuk

interpretasi, integrasi, koordinasi dan inisiasi, berbagai impuls

saraf. Otak orang dewasa mempunyai berat kurang lebih 2%

dari berat badan dan mendapat sirkulasi darah lebih kurang

20% dari cardiac out put serta membutuhkan kalor lebih kurang

400 Kkal setiap hari. Otak merupakan jaringan yang paling

banyak menggunakan energi yang didukung oleh metabolisme

oksida glukosa. Kebutuhan oksigen dan glukosa relatif konstan,

hal ini disebabkan oleh metabolisme otak yang merupakan

proses yang terus menerus tanpa periode istirahat yang berarti

bila kadar oksigen dan glukosa kurang dalam jaringan otak

maka metabolisme menjadi terganggu dalam jaringan saraf

akan mengalami kerusakan, (Wilson, 2006).

2) Sistem saraf tepi

Secara anatomis, sistem saraf perifer dibagi menjadi 31

pasang saraf spinal dan 12 pasang saraf cranial. Saraf perifer terdiri

dari neuron-neuron yang menerima pesan-pesan neural sensorik

(aferen) yang menuju ke SSP atau menerima pesan-pesan neural

motorik (eferen) dari SSP atau keduanya. Saraf spinal

menghantarkan pesan-pesan aferen maupun pesan-pesan eferen dan

dengan demikian saraf-saraf spinal dinamakan saraf campuran.

Secara fungsional susunan saraf perifer dibagi menjadi sistem saraf

somatis dan sistem saraf otonom, (Wilson, 2006).

14
a) Sistem Saraf Somatis terdiri dari saraf campuran bagian aferen

membawa informasi sensorik yang disadari maupun informasi

sensorik yang tidak disadari (nyeri, suhu, raba, persepsi disadari

maupun yang tidak disadari, penglihatan, pengecapan,

pendengaran dan penciuman) dari kepala, dinding tubuh dan

ekstremitas. Saraf eferen terutama berhubungan dengan otot

rangka tubuh. Sistem saraf somatik menangani interaksi dan

respon terhadap lingkungan luar.

b) Sistem Saraf Autonom merupakan sistem saraf campuran.

Serabut-serabut aferennya membawa masukan dari organ-

organ visceral (menangani pengaturan denyut jantung, diameter

pembuluh darah, pernapasan, pencernaan makanan, rasa lapar,

mual, pembuangan dan sebagainya). Saraf eferen motorik,

sistem saraf otonom mensarafi otot polos, otot jantung dan

kelenjar-kelenjar viseral dan interaksinya dengan lingkungan

internal.

Sistem saraf otonom dibagi menjadi dua bagian yaitu :

(1) Sistem saraf otonom simpatis meninggalkan SSP dari

daerah torakal dan lumbal medulla spinalis. Fungsi simpatis

adalah peningkatan kecepatan denyut jantung dan

pernapasan serta penurunan aktif saluran cerna.

(2) Sistem saraf para simpatis keluarga dari otak (melalui

komponen-komponen saraf cranial) dan bagian sakral

15
medulla spinalis. Fungsi parasimpatis adalah menurunkan

kecepatan denyut jantung dan pernapasan serta

meningkatkan pergerakan saluran cerna sesuai dengan

kebutuhan pencernaan dan pembuangan, (Willson, 2006).

3) Anatomi Pembuluh Darah Otak

Jaringan otak mendapat suplai darah dari dua arteri besar yaitu :

a) Arteri karotis interna kanan dan kiri

Arteri karotis interna merupakan cabang arteri karotis

kommunis. Karotis kommunis kiri berasal dari arteri innominata.

Arteri karotis interna setelah masuk ke dalam rongga tengkorak

ia akan masuk sinus kavernersus untuk kemudian terus

menembus durameter di sebelah lateral chiasma optikum. Arteri

ini akan bercabang menjadi :

(1) Arteri komnicans posterior

Sebagai penghubung arteri karotis arteri interna dengan

arteri cerebri posterior.

(2) Arteri koroideus anterior

Yang nantinya akan membentuk plexus choroideus di

dalam ventrikulus lateralis.

(3) Arteri serebri anterior

16
Berjalan ke frontal di sebelah atas nervus optikus diantara

belahan otak kiri dan kanan. Ia kemudian facies medialis

lobus frontalis corteks cerebri.

(4) Arteri serebri medialis

Berjalan ke lateral melalui fossa sinovilac dan kemudian

bercabang untuk selanjutnya menuju daerah insula roili.

b) Arteri vertebralis kanan dan kiri

Arteri vertebralis dipercabangkan oleh arteri subclavian.

Arteri ini berjalan ke kranial melalaui foramen tranversus

vertebrae cervikalis ke enam sampai pertama. Kemudian

membentuk ke lateral masuk kedalam foramen tranversus menuju

cavum crani arteri ini kemudian berjalan ventral dari medulla

oblingata dorsal dari olivus, caudal dari tepi caudal pons varoli.

Arteri vertebralis kanan dan kiri akan brsatu menjadi arteri

basilaris yang kemudian berjalan ke frontal untuk akhirnya

bercabang menjadi dua yaitu arteri cerebri posterior kanan dan

kiri, (Sloane, 2004).

b. Fisiologi Sistem Persarafan

Otak merupakan jaringan yang konsistensinya kenyal

menyerupai agar-agar dan terletak di dalam ruangan yang tertutup oleh

tulang yaitu kranium (tengkorak), yang secara absolut tidak dapat

17
bertambah volumenya, terutama pada orang dewasa, (Asih & Effendi,

2003).

Jaringan otak dilindungi oleh beberapa pelindung, mulai dari

permukaan luar adalah kulit kepala yang mengandung rambut, lemak

dan jaringan lainnya, tulang tengkorak, meningens (selaput otak dan

liquor serebrospinalis), (Syaifuddin, 2006).

Otak dibagi dalam beberapa bagian diantaranya yaitu sebagai berikut :

1) Serebrum (Otak Besar)

Pada otak besar ditemukan beberapa lobus, yaitu :

a) Lobus frontalis

Lobus frontalis adalah bagian dari cerebrum yang terletak depan

sulkus sentralis, yang berfungsi dalam kemampuan bergerak

konseptual, kemampuan berbicara, pengambilan keputusan,

kemampuan melukiskan kata, (Sloane, 2004).

Lobus frontalis berfungsi aktifitas motoriknya diekspresikan

melalui : korteks somato-motorik primer (area Brodmann 4),

korteks premotor dan suplemen (area Brodmann 6), frontal eye

field (area Brodmann 8) dan pusat bicara Broca (area Brodmann

44), sedangkan kontrol ekspresif dari emosi dan moral

dilaksanakan oleh korteks pre frontal, (Yasmin, 2004).

b) Lobus parietalis

18
Terletak di depan sulkus sentralis, dimana lobus ini berfungsi

untuk mengkoordinasi dan mengintegrasi rangsangan kepusat

untuk intepretasi dan informasi sensorik kearah yang

berlawanan, (Sloane, 2004).

Lobus parietalis, untuk evaluasi sensorik umum dan rasa kecap,

dimana selanjutnya akan dintegrasi dan diproses untuk

menimbulkan kesiagaan tubuh terhadap lingkungan eksternal,

(Satyanegara, 2003).

c) Lobus temporalis

Terdapat di bawah lateral dan fisural serebralis didepan lobus

oksipitalis, yang berfungsi sebagai tempat memori dan

mengintegrasikan pendengaran, (Sloane, 2004).

Lobus temporalis, mempunyai peran fungsi yang berkaitan

dengan pendengaran, keseimbangan dan juga sebagian dari

emosi-memori, (Satyanegara, 2003).

d) Lobus oksipitalis

Berfungsi sebagai pusat penglihatan dan pemahaman akan

benda. Secara garis besar struktur cerebrum terbagi menjadi

korteks cerebri dan struktur-struktur subkortikal. Korteks

sensori berfungsi untuk mengenal, interpretasi impuls sensorik

yang diterima sehingga individu merasakan, menyadari adanya

suatu sensasi atau indra tertentu. Korteks sensorik juga

menyimpan sangat banyak data memori sebagai hasil rangsang

19
memori selama manusia hidup, baik korteks sensorik maupun

motorik mempunyai pemetaan tubuh yang disebut pemetaan

samatotropik.

Struktur subkortikal terdiri atas :

(1) Basal ganglia

Melaksanakan fungsi motorik dengan merinci dan

mengkordinir gerakan dasar, gerakan halus atau terampil dan

sikap tubuh.

(2) Thalamus

Berkenaan dengan penerimaan impuls sensorik yang dapat

ditafsirkan pada tingkat sub kortikal atau disalurkan pada

daerah sensorik korteks otak dengan tujuan mengatur perasaan

dan gerakan pada pusat-pusat tertinggi.

(3) Hypothalamus

Pusat tertinggi integrasi dan koordinasi sistem saraf otonom

dan terlibat dalam pengolahan perilaku insting (makan,

minum, seks, motivasi).

(4) Hipofise

Bersama dengan hipotalamus mengatur kegiatan sebagian

besar kelenjar endokrin, dalam sintesa dan pelepasan hormon,

(Sloane, 2004).

20
2) Batang Otak (Trunkus Serebri)

Sumber : Van de graff, Kent, M. (2000)


Gambar 3 : Muara Saraf – Saraf Cranial dan Olfactory Bulbi, (Van De Graff,
Kent. M, 2007.)

Batang otak adalah pangkal otak yang merilei pesan-pesan

antara medula spinalis dan otak.

Batang otak terdiri dari:

a) Diensefalon, bagian batang otak paling atas terdapat diantara

serebrum dengan mesensefalon. Kumpulan dari sel syaraf yang

terdapat di bagian depan lobus temporalis terdapat kapsula

interna dengan sudut menghadap ke samping.

Fungsi dari diensefalon:

(1) Vaso kontruktor, mengecilkan pembuluh darah

(2) Respiratori, membantu proses persyarafan

(3) Mengontrol kegiatan reflek

21
(4) Membantu pekerjaan jantung

Diensefalon tersusun atas struktur Hipothalamus

yang berfungsi sebagai pusat integrasi susunan saraf

otonom, regulasi temperatur, keseimbangan cairan dan

elektrolit, integrasi sirkuit siklus bangun-tidur, intake

makanan, respon tingkah laku terhadap emosi,

pengontrolan endokrin, dan respon seksual. Thalamus

berfungsi sebagai pusat persediaan dan integrasi bagi

semua jenis impuls sensorik, kecuali penciuman. Thalamus

memainkan peranan penting dalam transmisi impuls nyeri

(Satyanegara, 2003).

b) Mesensefalon, atap dari mesensefalon terdiri dari 4 bagian yang

menonjol ke atas, 2 di sebelah atas disebut korpus quadrigeminus

superior dan 2 di sebelah bawah disebut korpus quadrigeminus

inferior, serat saraf okulomotorius berjalan ke veritral di bagian

medial. Serat-serat saraf nervus troklearis berjalan ke arah dorsal

menyilang garis tengah ke sisi lain.

Fungsinya terdiri dari :

(1) Membantu pergerakan mata dan mengangkat kelopak mata

(2) Memutar mata dan pusat pergerakan mata

c) Pons varoli, brakium pontis yang menghubungkan mesensefalon

dengan pons varoli dengan serebelum, terletak didepan

serebelum di antara otak tengah dan medula oblongota, disini

22
terdapat premotoksid yang mengatur gerakan pernafasan dan

reflek.

Fungsi dari pons varoli terdiri dari :

(1) Penghubung antara kedua bagian serebelum dan juga antara

medula oblongata dengan serebelum

(2) Pusat syaraf nervus trigeminus

d) Medula oblongata, merupakan bagian dari batang otak yang

paling bawah yang menghubungkan pons varoli dengan medula

spinalis. Bagian bawah medula oblongata merupakan

persambungan medula spinalis ke atas dan bagian atas medula

oblongata disebut kanalis sentralis di daerah tengah bagian

ventral medula oblongata, (Effendy, 2004).

Fungsi medula oblongata merupakan organ yang menghantarkan

impuls dari medula spinalis dan otak yang terdiri dari :

(1) Mengontrol pekerjaan jantung

(2) Mengecilkan pembuluh darah (vasokonstruktor)

(3) Pusat pernafasan (respiratory centre)

(4) Mengontrol kegiatan reflek

23
Dari batang otak keluar 12 pasang saraf kranial yaitu:

(1) Nervus I (nervus olvaktorius)

Serabut saraf olfaktorius berasal dari neuron yang terdapat

dalam mukosa hidung yang terletak dibagian atas dari mukosa

hidung sebelah atas dari conca nasalis superior.

(2) Nervus II (Nervus optikus)

Saraf ini penting untuk fungsi penglihatan dan merupakan

saraf aferen sensorik khusus. Pada dasarnya saraf ini merupakan

penonjolan dari otak ke perifer.

(3) Nervus II Nervus oculamotorius)

Saraf ini mempunyai nucleus yang terdapat pada

mensenphalon. Saraf ini berfungsi sebagai saraf untuk mengangkat

bola mata.

(4) Nervus IV (Nervus trochlearis)

Pusat saraf ini terdapat pada mensephalon. Saraf ini

mensarafi Musculus obligue yang berfungsi memutar bola mata.

(5) Nervus V (Nervus trigeminus)

Saraf ini terdiri dari 3 buah saraf yaitu nervus optalmicus,

nervus maxilaris dan nervus mandibularis yang merupakan saraf

gabungan sensorik dan motorik. Ketiga saraf ini mengurus sensasi

umum pada wajah dan sebagian kepala, sebagian dalam hidung,

mulut, gigi dan meningen.

24
(6) Nervus VI (Nervus abducens)

Berpusat di pons bagian bawah. Saraf ini menyarafi

mulsculus rectus lateralis. Kerusakan saraf ini dapat menyebabkan

bola mata tidak dapat digerakkan ke lateral dan sikap bola mata

tertarik ke medial (strabismus konvergen).

(7) Nervus VII (Nervus vasialis)

Saraf ini merupakan gabungan saraf. Saraf ini berfungsi

untuk sensasi umum dan pengecapan, sedangkan saraf eferen untuk

otot wajah atau mimik.

(8) Nervus VIII (Nervus acusticus)

Terdiri dari 2 komponen yaitu saraf pendengaran dan saraf

keseimbangan.

(9) Nervus IX (Nervus glosofsringeus)

Saraf ini mengurus lidah dan faring. Komponen motorik

saraf ini mengandung serabut sensorik khusus. Komponen motorik

saraf ini mengurus otot-otot faring. Serabut sensorik khusus

mengurus pengucapan di lidah, disamping itu juga mengandung

serabut sensori umum dibagian belakang lidah, tuba eustacius dan

telinga tengah.

(10) Nervus X (Nervus vagus)

Saraf ini terdiri dari 3 komponen yaitu :

(a) Komponen motorik yang mensarafi otot-otot faring dan otot-

otot yang menggerakkan pita suara.

25
(b) Komponen sensori yang mengurus perasaan dibawah faring.

(c) Komponen saraf parasimpatis yang mensarafi sebagian alat-

alat dalam tubuh.

(11) Nervus XI (Nervus Accesorius)

Merupakan komponen saraf kranial yang berpusat pada

nukleus ambigus segmen C 1, 2, 3. saraf ini mengurus medula

trapezius dan medulla stemocleido mastoideus.

(12) Nervus XII (Nervus hypoglosus)

Saraf ini merupakan saraf eferen yang mengurus otot-otot

lidah. Nukleusnya terletak ada medula dasar ventrikularis IV dan

menonjol sebagian trigonum, (Sloane, 2004).

3) Serebelum (Otak Kecil)

Serebelum (otak kecil) terletak pada bagian bawah dan belakang

tengkorak dipisahkan dengan serebrum oleh fisura transversalis di

belakangi oleh pons varoli dan di atas medula oblongata. Bentuknya oval,

bagian yang mengecil pada sentral disebut vernis dan bagian yang melebar

pada lateral disebut hemisfer. Serebelum berhubungan batang dengan

batang otak melalui pendukulus serebri inferior. Permukaannya berlipat –

lipat menyerupai serebelum tetapi lipatannya lebih kecil dan teratur.

Permukaan serebelum ini mengandung zat kelabu. Fungsi serebelum :

a) Arkhioserebelum (Vestibuloserebelum), Serabut averen berasal dari

telinga dalam yang diteruskan oleh nervus VIII untuk keseimbangan

dan rangsangan pendengaran ke otak.

26
b) Paleaserebelum (Spinoserebelum), sebagai pusat penerima impuls

dari reseptor sensasi umum medula spinolis dan nervus vagus

kelopak mata, rahang atas dan bawah, serta otot penguyah.

c) Neoserebelum (pontoserebelum), korteks serebelum menerima

informasi tentang gerakan yang sedang dan yang akan dikerjakan

dan mengatur gerakan sisi badan (Syaifuddin, 2006).

Otak dilindungi oleh selaput otak (meningen) yang terdiri dari 3 lapisan:

a) Duramater (lapisan sebelah luar)

Selaput keras pembungkus otak yang berasal dari jaringan ikat tebal

dan kuat, di bagian tengkorak terdiri dari selaput tulang tengkorak

dan duramater propia di bagian dalam. Di dalam kanal vertebralis

kedua lapisan ini terpisah. Duramater pada tempat tertentu

mengandung rongga yang mengalirkan arah vena dari otak, rongga

ini dinamakan sinus longitudinal superior, terletak di antara kedua

hemisfer otak.

b) Arakhnoid (lapisan tengah)

Arakhnoid merupakan selaput halus yang memisahkan durameter

dengan piameter membentuk sebuah kantong atau balon berisi cairan

otak yang meliputi seluruh susunan saraf sentral. Medula spinalis

terhenti setinggi dibawah lumbal I-II terdapat sebuah kantong berisi

cairan, berisi saraf perifer yang keluar dari medula spinalis dapat

27
dimanfaatkan untuk mengambil cairan otak yang disebut pungsi

lumbal.

c) Piamater (lapisan sebelah dalam)

Merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan jaringan

otak, piamater berhubungan dengan arakhnoid melalui struktur-

struktur jaringan ikat yang disebut trabekel. Tepi falks serebri

membentuk sinus longitudinal inferior dan sinus sagitalis inferior

yang mengeluarkan darah dari falks serebri. Tentorium memisahkan

serebri dengan sereblum (Syaifuddin, 2006).

3. Etiologi

Kebanyakan Moderathe Head Injuri merupakan akibat salah satu dari

kedua mekanisme dasar yaitu :

a. Kontak bentur, terjadi bila kepala membentur atau menabrak sesuatu

obyek atau sebaliknya.

b. Guncangan lanjut, merupakan akibat peristiwa guncangan kepala yang

hebat, baik yang disebabkan oleh pukulan maupun yang bukan karena

pukulan, ( Satyanegara, 2005).

4. Patofisiologi

Pada Moderathe Head Injuri terjadi dimana kepala mengalami

benturan yang kuat dan cepat akan menimbulkan pergerakan dan

penekanan pada otak dan jaringan sekitarnya secara mendadak serta

28
pengembangan gaya kompresi yang destruktif. Peristiwa ini dikenal dengan

sebutan cedera akselerasi-deselerasi. Dipandang dari aspek mekanis,

akselerasi dan deselerasi merupakan kejadian yang serupa, hanya berbeda

arahnya saja. Efek akselerasi kepala pada bidang sagital dari posterior ke

anterior adalah serupa dengan deselerasi kepala anterior-posterior,

(Satyanegara, 2003).

Cedera yang terjadi pada waktu benturan dapat menimbulkan lesi,

robekan atau memar pada permukaan otak, dengan adanya lesi, robekan,

memar tersebut akan mengakibatkan gejala defisit neurologis yang tanda-

tandanya adalah penurunan kesadaran yang progresif, reflek Babinski yang

positif, kelumpuhan dan bila kesadaran pulih kembali biasanya

menunjukkan adanya sindrom otak organik, (Satyanegara, 2003).

Pada trauma kepala sedang dapat juga menimbulkan edema otak,

dimana hal ini terjadi karena pada dinding kapiler mengalami kerusakan,

ataupun peregangan pada sel-sel endotelnya. Sehingga cairan akan keluar

dari pembuluh darah dan masuk ke jaringan otak karena adanya perbedaan

tekanan antara tekanan intravaskuler dengan tekanan interstisial,

(Huddak & Gallo, 2003).

Akibat cedera kepala, otak akan relatif bergeser terhadap tulang

tengkorak dan duramater, kemudian terjadi cedera pada permukaannya,

terutama pada vena-vena “gantung” (bridging veins). Robeknya vena yang

menyilang dari kortex ke sinus-sinus venosus dapat menyebabkan subdural

29
hematoma, karena terjadi pengisian cairan pada ruang subdural akibat dari

vena yang pecah. Selanjutnya pergeseran otak juga menimbulkan daerah-

daerah yang bertekanan rendah (cedera regangan) dan bila hebat sekali

dapat menimbulkan kontusi.

Akibat dari adanya edema, maka pembuluh darah otak akan

mengalami penekanan yang berakibat aliran darah ke otak berkurang,

sehingga akan hipoksia dan menimbulkan iskemia yang akhirnya gangguan

pernapasan asidosis respiratorik (Penurunan PH dan peningkatan PCO2 ).

Akibat lain dari adanya perdarahan otak dan edema serebri yang paling

berbahaya adalah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial yang timbul

karena adanya proses desak ruang sebagai akibat dari banyaknya cairan

yang bertumpuk di dalam otak. Peningkatan intra kranial yang terus

berlanjut hingga terjadi kematian sel dan edema yang bertambah secara

progresif, akan menyebabkan koma dengan tingginya tekanan intra kranial

yang terjadi karena kedua hemisfer otak atau batang otak sudah tidak

berfungsi, (Sloane, 2004).

5. Tanda dan Gejala

Penderita pingsan berjam – jam bahkan berhari – hari sampai

berminggu dan disertai amnesia retrograde yang lebih jelas. Bila

kontusio mengenai pusat vital terutama dasar ventrikel III maka

kematian akan datang tanpa pernah sadar kembali.

30
Ditemukan gejala – gejala neulogis seperti refleks babinski yang

positif serta kelumpuhan yang nyata. Pada keadaan berat didapatkan

denyut nadi yang cepat sekali, suhu badan meninggi, pernafasan dangkal

dan kesadaran menurun sampai koma. Bila kontusio terjadi karena

tekanan oleh insisura fentorial, terjadi gejala – gejala deserebrasi yaitu

koma yang dalam, pernafasan ngorok, pupil lebar, hiperestensi

ekstremitas kalau sudah sampai tingkat ini prognosisnya jelek.

Klasifikasi cedera kepala berdasarkan tingkat keparahan yaitu

sebagai berikut:

a. Cedera kepala ringan (mild HI)

Suatu keadaan dimana kepala mendapat trauma ringan dengan hasil

penilaian tingkat kesadaran (GCS) yaitu 13-15, klien sadar penuh,

atentif dan orientatif. Klien tidak mengalami kehilangan kesadaran,

bila hilang kesadaran misalnya konkusio, tidak ada intoksikasi

alkohol atau obat terlarang. Klien biasanya mengeluh nyeri kepala

dan pusing. Pasien dapat menderita abrasi, laserasi atau hematoma

kulit kepala.

b. Cedera kepala sedang (moderat HI)

Suatu keadaan cedera kepala dengan nilai tingkat kesadaran (GCS)

yaitu 9-12, tingkat kesadaran lethargi, obturded atau stupor . Gejala

lain berupa muntah, amnesia pasca trauma, rabun, hemotimpanum,

otorea atau rinorea cairan cerebrospinal dan biasanya terdapat kejang.

31
c. Cedera kepala berat (severe HI)

Cedera kepala dengan nilai tingkat kesadaran (GCS) yaitu 3-8,

tingkat kesadaran koma. Terjadi penurunan derajat kesadaran secara

progresif. Tanda neurologis fokal, cedera kepala penetrasi atau teraba

fraktur depresi kranium. Mengalami amnesia > 24 jam, juga meliputi

kontusio cerebral, laserasi atau hematoma intra kranial, (Sloane,

2004).

6. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi akibat dari Moderathe Head Injuri/

Trauma Kepala Sedang (MHI) yaitu :

a. Kebocoran cairan serebrospinal dapat disebabkan oleh rusaknya

leptomeningen dan terjadi pada 2-6% pasien dengan cedera kepala

tertutup. Hal ini beresiko terjadinya meningitis (biasanya

pneumokok).

b. Fistel karotis-kavernosus ditandai oleh trias gejala : eksolftalmos,

kemosis dan bruit orbita, dapat timbul segera atau beberapa hari

setelah cedera. Angiografi diperlukan untuk konfirmasi diagnosis

dan terapi dengan oklusi balon endovaskular merupakan cara yang

paling efektif dan dapat mencegah hilangnya penglihatan yang

permanen.

c. Diabetes insipidus dapat disebabkan oleh kerusakan traumatik

pada tangkai hipofisis, menyebabkan penghentian sekresi hormon

32
antidiuretik. Pasien mengekskresikan sejumlah besar volume urin

encer, menimbulkan hipernatremia dan deplesi volum.

d. Kejang pasca trauma dapat terjadi segera (dalam 24 jam pertama),

dini (minggu pertama) atau lanjut (setelah satu minggu). Kejang

segera tidak merupakan predisposisi untuk kejang lanjut ; kejang

dini menunjukkan resiko yang meningkat untuk kejang lanjut, dan

pasien ini harus dipertahankan dengan antikonvulsan. Insidens

keseluruhan epilepsi pascatrauma lanjut (berulang, tanpa

provokasi) setelah cedera kepala tertutup adalah 5% ; resiko

mendekati 20% pada pasien dengan perdarahan intrakranial atau

fraktur depresi, (Arif, 2003).

Dampak lain dari trauma kepala terhadap sistem tubuh lainnya

adalah adanya gangguan sistem persyarafan akibat trauma kepala akan

mengganggu sistem tubuh lainnya. Adapun gangguannya yaitu sebagai

berikut :

a. Sistem kardiovaskuler

Trauma kepala yang disertai dengan Subdural hematoma,

akan terjadi perdarahan dan edema serebri sehingga terjadi

peningkatan tekanan intrakranial. Kondisi ini akan menyebabkan

peningkatan tekanan darah, tachikardi kemudian bradikardi dan

iramanya tidak teratur sebagai kompresi kerja jantung.

Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung

mencakup aktifitas atipikal miokardiar, perubahan tekanan

33
vaskuler dan edema paru. Akibat adanya perdarahan otak akan

mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan

vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi.

Pengaruh persyarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh

darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.

Aktifitas miokard berubah termasuk peningkatan frekuensi

jantung dan menurunnya stroke work dimana pembacaan CVP

abnormal, tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis

mempengaruhi penurunan kontraktilitas ventrikel. Hal ini

menyebabkan penurunan curah jantung dan meningkatkan tekanan

atrium kiri. Akibatnya tubuh berkompensasi dengan meningkatkan

tekanan sistolik. Pengaruh dari adanya peningkatan tekanan atrium

kiri adalah terjadinya edema paru.

b. Sistem pernafasan

Adanya edema paru pada trauma kepala dan vasokontriksi

paru atau hipertensi paru, menyebabkan hipernoe dan

bronkhokonstriksi. Pernafasan cheyne stokes dihubungkan dengan

sensitifitas yang meningkat pada mekanisme terhadap

karbondioksida dan episode pasca hiperventilasi apnea.

Konsentrasi oksigen dan karbondioksida dalam darah arteri

mempengaruhi aliran darah. Bila PO2 rendah, aliran darah

bertambah karena terjadi vasodilatasi. Penurunan PCO2 akan

terjadi alkalosis yang menyebabkan vasokonstriksi (arteri kecil)

34
dan penurunan CBF (Serebral Blood Fluid). Bila PCO2 bertambah

akibat gangguan sistem pernafasan akan menyebabkan acidosis

dan vasodilatasi. Hal ini menyebabkan pertambahan CBF, yang

kemudian menyebabkan terjadinya penambahan Tingginya

Tekanan Intra Kranial (TTIK) edema otak karena trauma adalah

bentuk vasogenik. Pada kontusio otak, terjadi robekan pada

pembuluh kapiler atau cairan traumatik yang mengandung protein

eksudat yang berisi albumin. Albumin pada cairan interstisial otak

normal tidak didapatkan edema otak terjadi karena penekanan

terhadap pembuluh darah dan jaringan sekitarnya. Edema otak

dapat menyebabkan herniasi dan penekanan batang otak atau

medula oblongata. Akibat penekanan daerah medula oblongata

dapat menyebabkan pernafasan ataksia dimana ditandai dengan

irama nafas tidak teratur atau pola nafas tidak efektif.

Trauma kepala dapat mengakibatkan penurunan kesadaran

yang dapat menyebabkan terakumulasinya sekret pada

trakheobronkhiolus, sehingga akan terjadi obstruksi pada saluran

pernapasan.

c. Sistem pencernaan

Trauma kepala juga mempengaruhi sistem pencernaan. Pada

klien Moderathe Head Injuri pada hari pertama akan didapatkan

bising usus yang menurun karena efek narkose. Setelah trauma

kepala (3 hari) terdapat respon tubuh dengan merangsang aktifitas

35
hipotalamus dan stimulus gagal. Hal ini merangsang anterior

hipofisis menjadi hiperasiditas. Hipotalamus merangsang anterior

hipofisis untuk mengeluarkan steroid adrenal. Hal ini adalah

kompensasi tubuh untuk menangani edema serebral. Namun,

pengaruhnya terhadap lambung adalah peningkatan ekskresi asam

lambung yang menyebabkan hiperasiditas. Selain itu hiperasiditas

terjadi karena adanya peningkatan pengeluaran katekolamin dalam

menangani stres yang mempengaruhi produksi lambung.

Hiperasiditas yang tidak ditangani akan menyebabkan perdarahan

lambung, sedangkan peningkatan asam lambung akan

mengakibatkan klien mual dan muntah. Klien dengan peningkatan

tekanan intra kranial akibat trauma kepala ditandai dengan muntah

yang seringkali proyektil.

d. Sistem endokrin dan perkemihan

Pada trauma kepala terjadi perubahan metabolisme yaitu

kecenderungannya retensi natrium dan air serta hilangnya

sejumlah nitrogen. Retensi natrium disebutkan karena adanya

stimulus terhadap hipotalamus yang menyebabkan pelepasan

ACTH dan sekresi aldosteron. Pada pasien dengan trauma kepala

khususnya fraktur tengkorak. Kerusakan pada kelenjar hipofisis

atau hipotalamus atau TTIK. Gambaran klinis dapat dikomplikasi

oleh diabetes insipidus. Pada keadaan ini terdapat disfungsi ADH.

Dengan penurunan jumlah ADH yang ada pada darah, ginjal

36
mengekskresikan terlalu banyak air, menimbulkan dehidrasi. Pada

klien dengan penurunan kesadaran dapat menyebabkan

inkontinensia urine karena lemahnya kontrol otot spinkter uretra

eksterna.

e. Sistem muskuloskeletal

Pada disfungsi hemisfer bilateral atau disfungsi pada tingkat

batang otak, terdapat kehilangan penghambatan serebral dari

gerakan involunter. Terdapat gangguan tonus otot dan penampilan

postur abnormal, yang dapat membuat komplikasi seperti

peningkatan spastisitas dan kontraktur. Klien dengan penurunan

kesadaran akan gelisah serta gerakan kaki dan tangannya yang

tidak terkontrol.

f. Sistem integumen

Pada klien yang dilakukan craniotomy tampak luka operasi

pada kepala bila penyembuhan luka tidak baik akan didapatkan

tanda-tanda rubor, tumor, dolor, kalor dan fungsiolaesa dan bila

infeksi akan didapatkan gangguan integritas kulit selain itu juga

dapat terjadi peningkatan suhu tubuh sehingga pada anggota badan

akan tampak banyak keringat, (Effendy, 2006).

37
7. Pemeriksaan Penunjang

a. Spinal X ray

Membantu menentukan lokasi terjadinya trauma dan efek yang

terjadi (perdarahan atau ruptur atau fraktur).

b. CT Scan

Memeperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,

adanya jaringan otak yang infark atau iskemia serta posisinya

secara pasti.

c. Myelogram

Dilakukan untuk menunjukan vertebrae dan adanya bendungan dari

spinal aracknoid jika dicurigai.

d. MRI (magnetic imaging resonance)

Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan

posisi serta besar/ luas terjadinya perdarahan otak.

e. Thorax X ray

Untuk mengidentifikasi keadaan pulmo.

f. Pemeriksaan fungsi pernafasan

Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan ekspirasi yang

penting diketahui bagi penderita dengan cidera kepala dan pusat

pernafasan (medulla oblongata).

g. Analisa Gas Darah

Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha pernafasan,

(Effendy, 2006).

38
8. Penatalaksanaan

a. Pengertian

Kraniotomi adalah jenis operasi atau pembedahan otak yang

dilakukan dengan anastesi umum yang bertujuan untuk

menghilangkan bekuan darah ( hematoma ) di otak, untuk

mengontrol perdarahan, kebocoran pembuluh darah, untuk

memperbaiki kelainan arteriovenosa, untuk mengeringkan abses

otak, meringankan tekanan didalam tengkorak, untuk melakukan

biopsi atau untuk memeriksa otak, (Doengoes, 2002).

b. Indikasi

1) Trauma kepala ringan

2) Trauma kepala sedang

3) Trauma kepala berat

c. Prosedur

Adapun prosedur pembedahan craniatomy :

1) Kulit dan galia diinsisi dan dihemostatis dicapai dengan

pembedahan listrik dan pemasangan klip kulit kepala.

2) Jaringan lunak diangkat dari periosteum dan dilakukan

retraksi flap kulit kepala.

39
3) Apabila dibuat sebuah flap tulang bebas, maka otot dan

periosteum disisikan dari tulang dibuat lubang bur

dikranium, dengan menggunakan bur otomatis atau yang

dipegang dengan tangan dengan perforator.

4) Tulang dipisahkan antara lubang-lubang bur dengan gergaji

gigli atau bur otomatis. Flap tulang diangkat menjauhi dura

dengan elevator periosteum dan tepi-tepinya dihaluskan

dengan rongeur dan flap diretraksi atau diangkat.

5) Dura dibuka sebuah pengait dura dan gunting serta

diekstensi dengan gunting dipasang jahitan traksi ditepi

dura. Vena-vana dura dilegasi dengan menggunakan kauter

dipolar disusun spons kotonoid sesuai ukuran pada

permukaan resistensi cairan dan ditaruh didalam lapangan

pandang ahli bedah.

6) Dilakukan diseksi otak sampai kedaerah pembedahan dan

retraktor dipasang.

7) Lesi diterapi

8) Sebelum ditutup hemostatis harus benar-benar tercapai

karena rongga tengkorak yang tertutup tidak dapat

mengakomodasi hematom bahkan yang kecil sekalipun.

Dapat dilakukan pemasangan drain secara subdural.

9) Dura dapat ditutup secara primer atau digunakan sebuah

tandur sintetik.

40
10) Flap tulang di letakan kembali dan di ikat dengan benang

atau kawat pembedahan dengan bantuan proktetor dura.

Dapat digunakan metilmetakrilat untuk mengisi defek

lubang bur. Apabila di perkirakan terjadi pembengkakan

yang ekstensif maka flap mungkin tidak di pasang kembali.

11) Periosteum dan otot-otot kembali didekatkan

12) Dilakukan penutupan kulit dan dipasang balutan

d. Pengobatan

1) Anti kejang : kejang konvulsif dapat terjadi setelah cedera

kepala dan harus diobati. Mula-mula berikan diazepam 10

mg intravena perlahan-lahan dan dapat diulangi sampai 3

kali bila masih kejang. Bila tidak berhasil dapat diberikan

fenitoin 15 mg/ kgBB diberikan intravena perlahan-lahan

dengan kecepatan tidak melebihi 50 mg/ menit. Pada cedera

kepala berat, Antikejang fenitoin diberikan 15-20 mg/kgBB

bolus intravena, kemudian 300 mg/hari intravena

mengurangi frekuensi kejang pascatrauma dini (minggu

pertama) dari 14% menjadi 4% pada pasien dengan

perdarahan intrakranial traumatik. Pemberian fenitoin tidak

mencegah timbulnya epilepsi pascatrauma di kemudian

hari. Jika pasien tidak menderita kejang, fenitoin harus

dihentikan setelah 7-10 hari. Kadar fenitoin harus dipantau

41
ketat karena kadar subterapi sering disebabkan

hipermetabolisme fenitoin.

2) Temperatur badan : demam (temperatur > 101oF)

mengeksaserbasi cedera otak dan harus diobati secara

agresif dengan asetaminofen atau kompres dingin.

Pengobatan penyebab (antibiotik) diberikan bila perlu.

3) Steroid : steroid tidak terbukti mengubah hasil pengobatan

pasien dengan cedera kepala dan dapat meningkatkan

resiko infeksi, hiperglikemia dan komplikasi lain. Untuk

itu, steroid hanya dipakai sebagai pengobatan terakhir pada

herniasi serebri akut (deksametason 10 mg intravena setiap

4-6 jam selama 48-72 jam)

4) Profilaksis ulkus peptic : pasien dengan ventilasi mekanis

atau koagulopati memiliki resiko ulserasi stres gastrik yang

meningkat dan harus mendapat ranitidin 50 mg intravena

setiap 8 jam atau sukralfat 1 g per oral setiap 6 jam atau H2

antagonis lain atau inhibitor proton.

5) Antibiotik : penggunaan antibiotik rutin untuk profilaksis

pada pasien dengan cedera kepala terbuka masih

kontroversial. Golongan penisilin dapat mengurangi resiko

meningitis penumokok pada pasien dengan otorea, rinorea

cairan serebrospinal atau udara intrakranial tetapi dapat

42
meningkatkan resiko infeksi dengan organisme yang lebih

virulen.

6) Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk

mengurangi vasodilatasi

7) Pengobatan antiedema dengan larutan hipertonis yaitu

manitol 20% atau glukosa 40% atau gliserol 10%

8) Makanan atau cairan, pada trauma ringan bila muntah-

muntah tidak dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus

5%, aminofusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya

kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak.

e. Perawatan

1) Pemberian cairan elektrolit sebagai berikut

Delapan jam pertama cairan belum diperlukan kecuali

untuk mengatasi syok, hari pertama cairan 100-1500 ml

terdiri dari 100 ml glukosa 5 % dan NaCl 0,9 % sebanyak

500 ml, hari kedua berikan cairan 1500 sampai 2003 ml

berupa glukosa dan NaCl dengan perbandingan 3;1.

2) Pemberian makanan

Makanan sesudah 48 jam kalau klien belum sadar berikan

makanan melalui sonde, jumlah makanan diperhitungkan

sesuai dengan cairan elektrolit dan kalori yang dibutuhkan

dihitung bersama-sama dengan cairan infus.

43
3) Perawatan luka

Perawatan luka dengan menggunakan :

a) Alat dan bahan yaitu :

(1) Pinset anatomis

(2) Pinset sirurgis

(3) Kom steril

(4) Bengkok

(5) Gunting

(6) Plester

(7) Kasa steril dan non steril

(8) Cairan Nacl

(9) Betadhine

b) Pelaksanaan

(1) Bersihkan area luka dengan menggunakan

kassa non steril dengan larutan Nacl 0,9%

menggunakan pinset anatomis.

(2) Satelah luka dibersihkan kemudian oleskan

betadhine

(3) Kassa steril diberi betadhine kemudian

ditutupkan pada area luka yang telah

dibersihkan tadi

(4) Lapisi kassa kering lalu plester sekeliling

kassa, (Effendi, 2004).

44
B. Konsep Dasar Tentang Asuhan Keperawatan

Proses keperawatan adalah merupakan suatu pelaksanaan sistem

dalam melaksanakan pelayanan keperawatan, artinya dalam memberikan

pelayanan keperawatan terdiri atas beberapa kegiatan, dimana kegiatan

pertama dengan yang lainnya saling berkaitan. Proses keperawatan

diperkenalkan pada tahun 1950-an yang terdiri dari 3 (tiga) tahap yaitu :

pengkajian, perencanaan dan evaluasi yang didasarkan pada metode ilmiah

pengamatan, pengukuran, pengumpulan data dan penganalisaan temuan.

Kajian selama bertahun – tahun, masalah - masalah serta kebutuhan –

kebutuhan klien, biasanya menggunakan anamnese atau wawancara,

observasi, pemeriksaan fisik, studi dokumentasi. Data dapat diperoleh dari

klien sendiri, keluarga klien atau orang lain yang ada hubungannya dengan

klien, catatan medik serta tim kesehatan lainnya, (Priharjo, 2005).

1. Pengkajian

Pengkajian adalah langkah awal dari tahapan proses keperawatan

yang dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi dari pasien,

membuat data dasar tentang klien dan membuat catatan tentang respon

kesehatan klien.

a. Pengumpulan Data

Pengumpulan data menggunakan berbagai metode seperti

observasi (data yang dikumpulkan berasal dari pengamatan),

wawancara (bertujuan untuk mendapatkan respon dari klien dengan

45
cara bertatap muka), konsultasi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

laboratorium ataupun pemeriksaan tambahan, (Hidayat A, 2011).

Adapun data yang dikumpulkan adalah :

1) Biodata

a) Identitas klien

Hal yang diperoleh meliputi nama, umur, jenis kelamin,

agama, suku atau bangsa, pendidikan terakhir, pekerjaan,

tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, nomor registrasi,

diagnosa medik dan alamat.

b) Identitas penanggung jawab

Hal yang perlu ditanyakaan meliputi nama, umur, jenis

kelamin, agama, suku atau bangsa, pekerjaan, alamat dan

hubungan dengan klien.

2) Riwayat Kesehatan

a) Keluhan utama

Merupakan keluhan yang dirasakan klien saat dilakukan

pengkajian sehingga klien minta pertolongan. Keluhan

utama dikumpulkan untuk menetapkan prioritas intervensi

keperawatan dan untuk mengkaji tingkat pemahaman klien

tentang kondisi kesehatannya saat ini.

b) Riwayat kesehatan sekarang

Menggambarkan keluhan saat dilakukan pengkajian yang

mencakup pengumpulan informasi tentang gejala – gejala

46
terakhir juga menifestasi penyakit sebelumnya

dikembangkan dengan menggunakan konsep PQRST.

Adapun analisa symptom metode PQRST adalah sebagai

berikut :

(1) Paliative/ provokatif (P) :

Apa yang menyebabkan timbulnya keluhan dan

bertambah atau berkurangnya keluhan. Pada

penderita Mederathe Head Injuri.

(2) Qualitatif/ Quantitas (Q) :

Bagaimana bentuk atau gambaran keluhan dan sejauh

mana tingkat keluhan. Pada pasien Moderathe Head

Injuri keluhan yang dirasakan terus – menerus dan

hilang timbul.

(3) Region/ radiasi (R) :

Lokasi keluhan dirasakan dan penyebarannya. Pada

pasien Moderathe Head Injuri keluhan dirasakan pada

perut bagian kanan bawah kibat pembedahan.

(4) Skala/ severity (S) :

Intensitas keluhan apakah sampai mengganggu atau tidak.

Skala tergantung dari kualitas nyeri yang dirasakan (skala 0-

10).

(5) Timing (T) :

47
Kapan waktu mulai terjadi keluhan dan berapa lama

kejadian ini berlangsung, pada saat apa serangan terjadi pada

Moderathe Head Injuri.

c) Riwayat kesehatan dahulu

Pada riwayat kesehatan dahulu, pernakah klien menderita

penyakit yang berat atau suatu kebiasaan tertentu yang

memungkinkan akan berpengaruh pada kesehatanya sekarang.

d) Riwayat kesehatan keluarga

Dengan menggunakan genogram tiga generasi, apakah dalam

keluarga klien ada yang pernah menderita penyakit yang sama

dengan klien atau penyakit keturunan.

3) Pemeriksaan Fisik

a) Keadaan umum

Yang perlu diperhatikan pada keadaan umum pasien meliputi

penampilan, postur tubuh dan gaya bicara. Pada pasien dengan

Moderathe Head Injuri umumnya lemah.

b) Kesadaran

Apakah klien sadar sepenuhnya (composmentis), apatis,

samnolen, delirium dan koma. Pada penderita Moderathe Head

Injuri dengan nilai tingkat kesadaran (GCS) yaitu 9-12 kesadaran

lethargi, stupor.

48
c) Tanda-tanda vital

Biasanya terjadi peningkatan tanda-tanda vital, seperti tekanan

darah meningkat, peningkatan pernapasan karena kompensasi

tubuh terhadap nyeri, suhu meningkat dan nadi meningkat.

d) Sistem penginderaan

Alat-alat pengideraan seperti mata, telinga dan lidah terpengaruh

pada kondisi

e) Sistem pernapasan

Didapatkan adanya perubahan pola nafas baik irama, kedalaman

maupun frekuensi yaitu cepat dan dangkal, irama tidak teratur

(cheyne stokes, ataxia breathing).

f) Sistem kardiovaskuler

Dalam pemeriksaan didapatkan perubahan tekanan darah

menurun kecuali apabila terjadi peningkatan tekanan intra

kranial maka tekanan darah meningkat, denyut nadi tachikardi,

kemudian bradikardi atau iramanya tidak teratur sebagai

kompresi kerja jantung untuk membantu mengurangi tekanan

intra kranial

g) Sistem pencernaan

Pada klien Moderathe Head Injuri biasanya didapatkan bising

usus yang normal atau bisa juga menurun apabila masih ada

pengaruh anestesi, perut kembung, bibir dan mukosa mulut

tampak kering, klien dapat mual dan muntah. kadang-kadang

49
konstipasi karena klien tidak boleh mengedan atau inkontinensia

karena klien tidak sadar. Pada perkusi abdomen terdengar

timpani, nyeri tekan pada daerah epigastrium, penurunan berat

badan.

h) Sistem perkemihan

Pada pengkajian akan didapatkan retensi urine pada klien sadar,

sedangkan pada klien tidak sadar akan didapatkan inkontinensia

urine dan fekal, jumlah urine output biasanya berkurang.

Terdapat ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, dimana

terdapat hiponatremia atau hipokalemia.

i) Sistem reproduksi

Pada pasien Moderathe Head Injuri akan mengalami penurunan

seksualitas.

j) Sistem integumen

Pada klien Moderathe Head Injuri apabila terdapat luka pada

daerah kepala, suhu tubuh mungkin di atas normal, banyak

keringat. Pada hari ketiga dari operasi biasanya luka belum

sembuh karena masih agak basah / belum kering. biasanya

masih terdapat hematoma pada klien dengan perdarahan di

meningen. Data fisik yang lain adalah mungkin didapatkan luka

lecet dan perdarahan pada bagian tubuh lainnya. Bentuk muka

mungkin asimetris.

k) Sistem muskuloskeletal

50
Pada klien Moderathe Head Injuri biasanya ditemukan gelisah,

paralisis dan kontraktur, kekuatan otot mungkin menurun atau

normal.

l) Sistem neurosensori

a) Test fungsi serebral

(1) Klien mengalami penurunan kesadaran maka dalam

orientasi, daya ingat, perhatian dan perhitungan

serta fungsi bicara klien sehingga hasil pemeriksaan

status mentalnya kurang dari normal atau kurang

dari 20 ditandai dengan amnesia, gangguan kognitif,

dll.

(2) Tingkat kesadaran

Biasanya tingkat kesadaran berkisar antara lethargi

dengan kuantitas : nilai GCS : 9-12.

b) Pengkajian bicara

(1) Proses reseptif

Biasanya didapatkan kesulitan mengucapkan kata-

kata yang lebih dari satu kata misalnya “sakit

kepala” atau “rumah sakit”.

(2) Proses ekspresif

51
Biasanya didapatkan bicara kurang lancar, tidak

spontan dan tidak jelas

c) Test nervus kranial

(1) Nervus I (olfaktorius)

Memperlihatkan gejala penurunan daya penciuman

dan anosmia bilateral yang disebabkan karena

terputusnya serabut olfaktorius selain karena trauma

kepala juga bisa disebabkan oleh infeksi.

(2) Nervus II (optikus)

Pada trauma oksipitalis, memperlihatkan gejala

berupa penurunan daya penglihatan, penurunan

lapang pandang.

(3) Nervus III, IV, VI (okulomotorius, troklearis,

abdusen)

Pada trauma kepala yang disertai dengan perdarahan

intrakranial akan menyebabkan gangguan reaksi

pupil yang lambat/ midriasis karena tekanan pada

bagian pinggir nervus III yang mengandung serabut

parasimpatis. Gangguan kelumpuhan N IV, namun

jarang terjadi. Kelumpuhan N IV menyebabkan

terjadinya diplopia, gejala lainnya berupa refek

cahaya menurun, anisokor.

(4) Nervus V (trigeminus)

52
Gangguan ditandai adanya pembengkakan pada area

kepala yang terbentur.

(5) Nervus VII (fasialis)

Pada trauma kepala yang mengenai neuron motorik

atas unilateral dapat menurunkan fungsinya,

melemahnya penutupan kelopak mata dan hilangnya

rasa pada 2/3 bagian lidah anterior.

(6) Nervus VIII (akustikus)

Pada pasien sadar gejalanya berupa menurunnya

daya pendengaran dan keseimbangan tubuh.

(7) Nervus IX, X, XI (glosofaringeus, vagus, assesoris)

Gejala jarang ditemukan karena klien akan

meninggal apabila trauma mengenai syaraf tersebut.

Adanya hiccuping (cegukan) karena kompresi pada

nervus vagus yang menyebabkan spasmodik dan

diafragma. Hal ini terjadi karena kompresi batang

otak. Cegukan yang terjadi biasanya beresiko

peningkatan tekanan intrakranial.

(8) Nervus XII (hipoglosus)

Hal ini menyebabkan adanya kesulitan menelan,

(Pearce E. C, 2006).

4) Pola Aktifitas Sehari-hari

a) Nutrisi dan cairan

53
Pada pasien Moderathe Head Injuri kemampuan usus untuk

mencerna makanan mengalami gangguan, biasanya jenis

makanan yang diberikan cairan atau lunak,

b) Pola eliminasi

Pada pasien Moderathe Head Injuri proses eliminasi urine

lancar.

c) Istrahat dan tidur

Tidur terganggu akibat penyakit yang dirasakan.

d) Personal hygiene

Klien dengan Moderathe Head Injuri biasanya belum dapat

melakukan aktivitas personal hygiene seperti biasa, sehingga

memerlukan bantuan dari orang lain.

e) Aktivitas

Kemampuan klien dengan Moderathe Head Injuri belum dapat

beraktifiat dan aktifitas terbetas dalam mempercepat proses

penyembuhan.

f) Riwayat Psikososial

Suatu interaksi antara sesama manusia atau individu yang

terjadi dilingkungan masyarakat. Untuk mempererat suatu

hubungan sosial dan hubungan antara keluarga.

g) Data Sosial

Data yang diperlukan adalah bagaimana pasien berhubungan

dengan orang-orang terdekat dan yang lainnya. Kemampuan

54
berkomunikasi dan peranannya dalam keluarga. Pada klien yang

mengalami penurunan kesadaran data sosial tidak dapat dikaji.

Sedangkan pada klien yang tingkat kesadarannya normal, pada

klien trauma kepala akan didapatkan kesulitan berkomunikasi.

h) Riwayat Spiritual

Biasanya akan lebih berserah diri dan berdoa akan kesembuhan

penyakitnya.

i) Riwayat Hosspitalisasi

Meliputi pemahaman klien tentang riwayat inap dan pola

personal higyene.

j) Pemeriksaan Penunjang

Meliputi hasil pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan lain

pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan foto rontgen dan Ct-

Scan.

k) Pengobatan

Pemberian obat yang diberikan pada klien pada saat dilakukan

pengkajian sesuai dengn program pengobatan.

b. Pengelompokan Data

Pengelompokkan data adalah data-dat klien atau keadaan

tertentu dimana klien mengalami permasalahan kesehatan atau

keperawatan berdasarkan kriteria permasalahannya. Setelah data

55
dikelompokkan maka perawat dapat mengidentifikasi masalah

keperawatan klien dengan merumuskannya, (Nursalam, 2005).

c. Analisa Data

Analisa data adalah proses intelektual yaitu kegiatan

mentabulasi, menyelidiki, mengklasifikasi dan mengelompokkan

data serta mangaitkannya untuk menentukan kesimpulan dalam

bentuk diagnosa keperawatan, biasanya ditemukan data subjektif

dan data objektif, (Carpenito, 2002).

Analisa data terdiri dari :

1) Problem yaitu suatu masalah yang muncul dalam keperawatan.

2) Etiologi yaitu penyebab dari timbulnya suatu masalah

keperawatan.

3) Symptom yaitu gejala yang menyebabkan timbulnya suatu

masalah.

Serta masalah dianalisa diprioritaskan sesuai dengan kriteri prioritas

masalah untuk menentukan masalah yang harus segera diatasi

yaitu :

1) Masalah yang dapat mengancam jiwa klien.

2) Masalah aktual.

3) Masalah potensial atau resiko.

56
d. Prioritas Masalah

Prioritas masalah dalam dituliskan dalam urutan tertentu

untuk memudahkan pengurutan diagnosa keperawatan berkaitan

yang dipilih, yang tersaji dalam pedoman perawatan, (Doengoes,

2002).
s

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi,

memfokuskan dan mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta respon

terhadap masalah aktual dan resiko tinggi.

Adapun diagnosa yang timbul pada penyakit Moderathe Head Injuri

(Doengoes, 2002) antara lain :

a. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan akibat

benturan yang dialami

b. Kerusakan intergritas kulit berhubungan dengan adanya perlukaan

jaringan.

c. Aktual atau resiko terjadi gangguan pemenuhan nutrisi, kurang dari

kebutuhan yang berhubungan dengan berkurangnya kemampuan

menerima nutrisi

d. Kecemasan (uraian tingkatannya) berhubungan dengan faktor

psikologis (ancaman perubahan status kesehatan, status sosio-

ekonomi, fungsi-peran, pola interaksi).

57
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan

pengobatan berhubungan dengan pemaparan dan atau kesalahan

interpretasi informasi.

Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan dan

mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta respon terhadap masalah

aktual dan resiko tinggi.

Adapun diagnosa yang timbul pada penyakit Moderathe Head Injuri

(Doengoes, 2002) antara lain :

Tujuan adalah hasil yang diharapkan dari setiap asuhan

keperawatan yang dapat dicapai dalam menanggulangi masalah klien

yang telah diidentifikasi dalam pengkajian keperawatan. Dalam

merumuskan tujuan harus jelas dengan kriteria yang dapat diukur.

Setelah informasi dan data mengenai klien tersebut melalui

perencanaan. Diagnosa keperawatan diatas dapat dibuat suatu

perencanaan keperawatan dengan susunan sebagai berikut (Doengoes,

2002) :

a. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan akibat

benturan yang dialami

Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan selama

beberapa hari diharapkan nyeri teratasi

Kriteria hasil : Klien tidak merasa Nyeri lagi

58
Intervensi :

1) Berikan posisi yang nyaman

2) Gunakan distraksi

3) Berikan analgetik sesuai program

Rasional :

1) Posisi yang nyaman dapat merespon nyeri berkurang

2) Distraksi mengalihkan perhatian sehingga menurunkan ambang

terhadap nyeri

3) Analgetik bekerja menurunkan rasa nyeri

b. Kerusakan intergritas kulit berhubungan dengan adanya perlukaan

jaringan.

Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan selama

beberapa hari, kerusakan intergritas kulit

berangsur-angsur membaik

Kriteria hasil : Tidak terjadi tanda-tanda infeksi

Intervensi :

1) Inspeksi warna ukuran luka

2) Bersihkan permukaan kulit dengan menggunakan hydrogen atau

air hangat dan cairan Nacl

3) Gunakan balutan teknik aseptic

Rasional :

1) Kemerahan, bengkak dapat mengidentifikasi adanya kerusakan

intergritas kulit

59
2) Dapat membersihkan area luka

3) Menurunkan iritasi kulit

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

gangguan absorbsi nutrien, status hipermetabolik sekunder terhadap

proses perforasi usus.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama

beberapa hari diharapkan nutrisi teratasi

Kriteria hasil : Nutrisi adekuat

Intervensi :

1) Monitor kemampuan mengunyah dan menelan

2) Auskultasi bising usus dan catat bila terjadi penurunan bising

usus

3) Timbang berat badan

4) Berikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering

5) Tinggikan kepala pasien dari badan ketika makan dan buat

posisi miring dan netral/ lurus setelah makan

6) Lakukan kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya dalam

pemberian nutrisi

60
Rasional :

1) Dapat menentukan pilihan cara pemberian jenis makanan,


karena pasien harus dilindungi dari bahaya aspirasi

2) Fungsi gastro-intestinal harus tetap dipertahankan pada


penderita trauma kepala. Perdarahan lambung akan menurunkan
peristaltik (bising usus lemah). Bising usus perlu diketahui
untuk menentukan pemberian makanan dan mencegah
komplikasi

3) Penimbangan berat badan dapat mendeteksi perkembangan


berat badan

4) Membantu mencukupi nutrisi yang dibutuhkan klien

5) Mencegah regurgitasi dan aspirasi

6) Kolaborasi dapat membantu klien dalam memenuhi kebutuhan


nutrisinya

d. Kecemasan (uraian tingkatannya) berhubungan dengan faktor

psikologis (ancaman perubahan status kesehatan, status sosio-

ekonomi, fungsi-peran, pola interaksi).

Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan

diharapkan kecemasan teratasi

Kriteria Hasil : Klien tidak cemas lagi

Intervensi :

1) Eksplorasi kecemasan klien dan berikan umpan balik

2) Tekankan bahwa kecemasan adalah masalah yang lazim

dialami oleh banyak orang dalam situsi klien saat ini

61
3) Ijinkan klien ditemani keluarga selama fase kecemasan dan

pertahankan situasi klien saat ini

4) Pantau dan catat respon verbal dan non verbal klien yang

menunjukkan kecemasan

Rasional :

1) Mengidentifikasi faktor pencetus masalah kecemasan dan

menawarkan solusi yang dapat dilakukan klien

2) Menunjukkan bahwa kecemasan adalah wajar dan tidak hanya

dialami oleh klien dengan harapan klien dapat memahami dan

menerima keadaannya

3) Memobilisasi sistem pendukung, mencegah perasaan terisolasi

dan menurunkan kecemasan

4) Menilai perkembangan masalah klien

e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan

pengobatan berhubungan dengan pemaparan dan atau kesalahan

interpretasi informasi.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan

diharapkan dapat memahami tentang

penyakitnya

Kriteria hasil : Klien paham dengan penyankitnya

Intervensi :

1) Kaji tingakat pengetahuan klien atau orang terdekat dan

kemampuan atau kesiapan belajar klien

62
2) Jelaskan tentang proses penyakit, penyebab, faktor resiko dan

dampak penyakit terhadap perubahan status kesehatan – sosio

- ekonomi, fungsi - peran dan pola interaksi sosial klien

3) Tekankan pentingnya mempertahankan asupan nutrisi dan

cairan yang adekuat

Rasional :

1) Proses pembeljaran sangat dipengaruhi oleh kesiapan fisik

dan mental klien

2) Meningkatkan pengetahuan klien tentang masalah yang

dialaminya

3) Penderita Moderathe Head injuri yang mengikuti program

terapi yang tepat dengan status gizi yang adekuat akan

meningkatkan kualitas hidupnya

3. Implementasi

Implementasi adalah pengolahan dan perwujudan dari

rencana keperawatan meliputi tindakan-tindakan yang telah

direncanakan, melaksanakan anjuran – anjuran dokter dan

menjalankan ketentuan - ketentuan Rumah Sakit. Melaksanakan

tindakan keperawatan sesuai rencana yang telah ditetapkan dengan

harapan mengatasi masalah yang dihadapi klien. Catatan yang dibuat

dalam implementasi merupakan sumber yang ditujukan untuk

evaluasi keberhasilan tindakan perawatan yang telah direncanakan

sebelumnya, (Effendi, 2006).

63
4. Evaluasi

Evaluasi adalah tahapan akhir dari proses keperwatan.

Eveluasi menyediakan nilai informasi mngenai pengaruh intervensi

yang telah direncanakan dan merupakan perbandingan dari hasil

yang diamati dengan kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap

perencanaan. Dalam evaluasi, proses perkembangan klien dinilai

selama 24 jam terus-menerus yang ditulis dalam bentuk catatan atau

laporan keperawatan yang ditulis oleh perawat jaga sebelum

mengakhiri jam dinasnya, (Hidayat, 2004).

Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan

SOAP sebagai pola pikir yaitu sebagai berikut :

S : Respon subjektif klien terhadap intervensi yang

dilaksanakan.

O : Respon objektif klien terhadap intervensi yang

dilaksanakan.

A : analisa ulang atas data subjektif dan data objektif untuk

menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau ada

masalah baru.

P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa

data pada respon, (Hidayat, 2004)

64
BAB III

TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Laporan Kasus

1. Pengkajian

a. Pengumpulan data

1. Biodata

a) Identitas Klien

Nama : Tn. B

Umur : 16 Tahun

Jenis Kelamin : laki - laki

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Alamat : Kartasari, Kab. Purwakarta

Suku/ Bangsa : Sunda/ Indonesia

Pekerjaan : Pelajar

Dx. Medis : Moderate Head Injuri ( MHI )

No. RM : 0001356129

Tanggal Masuk : 30 – 03 - 2014

Tanggal Pengkajian : 01 – 04 - 2014

b) Identitas Penanggung Jawab

Nama : Tn. M

Umur : 43 Tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

65
Pendidikan : SD

Pekerjaan : Tani

Hubungan Dengan Klien : Ayah Klien

Alamat : Kartasari, Kab. Purwakarta

1) Riwayat Kesehatan

a) Riwayat Kesehatan Sekarang

(1) Keluhan utama : Nyeri

(2) Riwayat keluhan utama :

Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 01

April 2014, Klien mengatakan sebelum masuk rumah sakit,

klien mengalami kecelakaan lalu lintas mengendarai motor

di daerah Purwakarta dan klien tidak menggunakan helm.

Sebelumnya klien sempat pingsan akibat kepala klien

membentur aspal. Klien kemudian dirujuk di Rumah Sakit

Umum Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung. Klien juga

mengatakan nyeri pada bagian kepala karena terbentur

aspal. Nyeri seperti ditusuk-tusuk oleh benda tajam yang

dirasakan hilang timbul dengan skala nyeri 4 (0 – 10), nyeri

bertambah berat apabila klien bergerak atau beraktifitas dan

berhenti jika klien tidak beraktifitas. Keluhan yang

menyertai adalah klien mengatakan terdapat luka pada

muka bagian kanan, tangan bagian kiri dan kaki bagiaan

kanan.

66
b) Riwayat Kesehatan Dahulu

Klien mengatakan sebelumnya tidak pernah mengalami

kecelakaan seperti yang di alaminya saat ini. Klien tidak alergi

terhadap makanan maupun obat – obatan.

c) Riwayat Kesehatan Keluarga

Klien mengatakan tidak ada anggota keluarganya yang

mengalami riwayat yang sama dengan klien. Keluarga klien

tidak ada yang menderita penyakit DM, hipertensi, TBC dan

penyakit menular.

2. Pemeriksaan Fisik

a) Keadaan umum : Lemah

b) Kesadaran : Compos mentis, GCS 15 (E4,V5,M6)

c) Tanda-tanda vital :

TD : 120/70 mmHg

ND : 80 x/ menit

P : 22 x/ menit

S : 36,8º C

d) Sistem Pengindraan

Ekspresi wajah meringis saat nyeri, pada palpebra bagian

kanan nampak lebam, nampak bola mata menonjol, sklera

tidak ikterus, konjungtiva anemis, pupil isokor. Pergerakan

bola mata ke kanan dan kiri baik. Telinga simetris kiri dan

67
kanan. Klien tidak menggunakan alat bantu pendengaran, tidak

dan ada nyeri tekan.

e) Sistem Pernapasan

Bentuk hidung simetris kiri dan kanan, mukosa hidung lembab

dan berwarna merah muda, tidak terdapat nyeri tekan pada

hidung, bentuk dada simetris kiri dan kanan, tidak ada retraksi

interkostal, irama pernapasan ireguler, sianosis (-).

f) Sistem Kardiovasculer

Konjungtiva tampak pucat, tidak terdapat peningkatan JVP

(junggularis vena pressure), palpasi denyut nasi teraba kuat

dengan irama regular dengan frekuensi 80 kali/ menit, tekanan

darah 120/70 mmHg, CRT (cafillary refilling time) kembali

dalam waktu ± 3 detik, ictus cordi teraba pada ICS V garis mid

klavikula kiri, bunyi S¹ dan S² murni dengan irama reguler.

g) Sistem Pencernaan

Bentuk bibir simetris kiri dan kanan, bibir pucat, gigi klien

tidak ada yang tanggal, lidah bergerak dengan bebas, bentuk

abdomen datar dan tidak ada pembesaran tonsil, tidak teraba

pembesaran hepar dan limpa.

h) Sistem Perkemihan

Tidak ada pembesaran ginjal, tidak ada udema pada daerah

preorbital, tidak ada nyeri tekan, tidak ada distensi pada

kandung kemih, klien tidak terpasang kateter.

68
i) Sistem Reproduksi

Penurunan libido seksual

j) Sistem Integumen

Kulit kepala kotor, warna kulit kuning langsat, kuku panjang

dan kotor. Nampak luka lecet yang tidak beraturan pada

baagian muka, kaki dan tangan.

k) Sistem Muskuloskeletal

(1) Ekstremitas atas

(a) Kekuatan otot

5 5

(b) Tidak ada udema pada tungkai atas

(c) Terpasang infus pada tangan kiri

(2) Ekstremitas bawah

(a)Tungkai bawah dapat difleksikan

(b)Jari kaki dapat digerakkan

(c) Kekuatan otot

5 5

(d) Aktifitas klien dibantu oleh keluarga

(e) Tidak ada udem pada tungkai bawah

69
l) Sistem Neurosensori

(1) Tes Fungsi Serebral

(a) Fungsi kesadaran

Saat dilakukan pengkajian kesadaran klien Compos Mentis,

GCS 15 (E4 M6 V5).

(b) Status mental

- Orientasi

Klien terhadap orang, tempat dan waktu tidak terganggu

dibuktikan klien mengenal ayah dan ibunya dan klien

mampu menyebutkan tanggal masuk rumah sakit.

- Daya ingat

Long term memory

Memori jangka panjang klien baik dibuktikan dengan klien

dapat menyebutkan tahun kelahirannya.

Short term memory

Memori jangka pendek klien baik, dibuktikan dengan klien

dapat menyebutkan menu makanan yang baru saja

dimakannya dengan benar.

- Perhatian dan perhitungan

Kemampuan perhatian dan perhitungan klien baik,

dibuktikan dengan klien dapat menjawab dengan benar

hitungan yang diberikan 1-10.

(c) Bicara dan bahasa

70
Fungsi bicara dan bahasa klien baik, dibuktikan dengan klien

dapat berkomunikasi dengan perawat.

(2) Tes Fungsi Kranial

(a) Nervus I (olvaktorius) : klien mampu membedakan dan

mencium bau

(b) Nervus II (optikus) : klien mampu membaca papan nama

perawat dengan jarak 30 cm

(c) Nervus III, IV, dan V (okulomotorius, tochlearis dan

abdusen)

- Klien mampu menggerakkan bola mata ke atas, ke bawah

dan ke samping

- Klien dapat berkedip dengan spontan

Akomodasi pupil negatif

(d) Nervus V (trigeminus) : klien dapat menggerakan rahangya

(e) Nervus VII (fasialis) : klien dapat mengkrutkan dahinya,

membedakan rasa pahit dan manis pada lidahnya

(f) Nervus VIII (austikus) : klien dapat mendengar dengan

baik, tetapi keseimbangan terganggu karena klien tidak

mampu mempertahankan keseimbangan karena adanya luka

pada kaki kanan

(g) Nervus IX dan X (glasofaringeus dan vagus) : suara klien

nampak jelas dan klien menelan tanpa rasa nyeri

71
(h) Nervus XI (aksesorius) : klien dapat menggerakan lehernya

kekiri dan kekanan

(i) Nervus XII (hipoglosus) : letak lidah simetris dan pergerakan

baik

(3) Pemeriksaan Motorik

(a) Massa otot

Tidak terdapat atropi dan hipertropi, ukuran otot LLA kanan

: 19 cm, LLA kiri : 19 cm

(b) Tonus otot

Tidak terdapat tahanan

(c) Reflek

Reflek fisiologi

Biseps : +/+, trisep : +/+, patella : +/+, achiles : +/+,

superfisial : +/+

Reflek patologis

Babinski : -/-, Caddock : -/-

2) Pola Aktivitas Sehari-hari

Tabel. 1 : kegiatan sehari-hari


No Jenis Aktivitas Di Rumah Di Rumah Sakit

72
1. Nutisri
a. Makan BB : 45 kg BB : 43 kg
Frekuensi 3x / hari Nafsu makan berkurang
Porsi makan 1 porsi dihabiskan ½ porsi makanan saja yang
dihabiskan
Jenis makanan Nasi, lauk, sayur Bubur, sayur, dan lauk
Makanan pantangan - -
b. Minum
Frekuensi 6-8 gelas/ hari Tidak menentu
Jenis minuman Air mineral, susu, Air mineral, teh dan susu
kopi dan teh
Minuman pantangan Alkohol dan Alkohol dan minuman yang
cofein mengandung cofein

2. Eliminasi
a. BAB
Frekuensi 1-2x / hari Belum BAB selama dirawat di
Warna Kuning Rumah sakit
kecoklatan
Konsistensi Lembek
Keluhan

b. BAK
Frekuensi 4-5x / hari 4-6x/hari
Jumlah - -
Warna Kuning Kuning pekat
3. Istrahat
Tidur siang 13.00-15.000 Kurang tidur
Tidur malam 22.00-05.00 Kurang tidur

4. Personal hygiene
Mandi 2x sehari Mandi 1x menggunakan waslap
Sikat gigi 2x sehari Belum pernah sikat gigi
Mencuci rambut 2x seminggu Belum pernah mencuci rambut
Menggunting kuku 1x seminggu Belum pernah memotong kuku

5. Aktifitas Klien setiap Klien tidak bisa banyak


harinya bergerak. Aktifitas klien dibantu
bersekolah dan oleh keluarga dan perawat
sering mengikuti
kegiatan sekolah

3) Data Psikologi

a) Identitas klien

Klien mengatakan bahwa ia seorang laki - laki, kini berusia 16

tahun

73
b) Gambaran diri

Klien mengatakan malu dengan adanya luka pada wajah dan

kakinya.

c) Ideal diri

Klien berharap cepat sembuh sehingga klien bisa berkumpul

kembali dengan keluarganya dan kembali bersekolah lagi.

d) Harga diri

Klien tidak mengalami harga diri rendah (HDR).

e) Aktualisasi diri

Klien mengatakan ia anak pertama dari 3 orang bersaudara.

f) Penampilan diri

Klien mengatakan lemah. Klien juga mengatakan badannya

semakin kurus.

g) Status emosi

Klien mengatakan takut dengan kondisinya saat ini dan sering

bertanya tentang penyakitnya.

4) Data Sosial

Orang yang terdekat klien adalah orang tuanya. Klien membina

hubungan baik dengan teman – temannya yang datang menjenguknya.

5) Data Spiritual

Klien beragama islam. Klien mengatakan selalu berdoa agar cepat

sembuh.

74
6) Pemeriksaan Penunjang

Tabel. 2 : hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 31-03-2014


Jenis pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
TCO2 36 - 8 22 - 29 Mmol/ L
Base Excess -3,2 (-2-(+3)) mEq/ L
Saturasi O2 96 – 9 95-98 %

7) Pengobatan

a) Terapi obat

(1) IVFD NaCl 0.9% 20 tetes/ menit IV

(2) Ceftriaxon 1x1000 mg 2x1 IV

(3) Ranitidin 2x50 mg 2x1 IV

(4) Tramadol 3x100 mg 2x1 IV

(5) Kalnex 3x500 mg 2x1 IV

(6) Vit K 3x10 mg 3x1 IV

b) Perawatam luka operasi illeustomi

(1) Alat dan Bahan

(a) Pinset anatomis

(b) Kassa

(c) Bengkok

(d) Com kecil

(e) Betadhine

(f) Cairan Nacl 0,9%

75
(2) Tindakan

(a) Bersihkan luka dengan menggunakan Nacl 0,9%

(b) Keringkan dengan menggunakan kassa

(c) Kassa yang telah diberi betadhine kemudian di oleskan

pada bagian luka

b. Pengelompokan Data

1) Data Subjektif
a) Klien mengeluh nyeri pada bagian kepala yang terbentur aspal

b) Klien mengatakan nyeri pada bagian luka yang ada pada kaki, tangan

dan mukanya

c) Klien mengeluh kurang nafsu makan

d) Klien mengatakan berat badanya turun

e) Klien mengatakan tidak bisa terlalu banyak bergerak

f) Klien mengatakan mandi hanya 1x dengan menggunakan waslap

g) Klien mengatakan cemas dengan kondisinya saat ini

h) Klien mengatakan tidurnya terganggu


2) Data Objektif
a) Keadaan umum lemah

b) Ekspresi wajah nampak meringis saat nyeri

c) Skala nyeri 4 (0-10)

d) Hanya ½ porsi makanan saja yang dihabiskan

76
e) BB sebelum sakit 45 kg dan selama sakit 43 kg

f) Aktifitas klien dibantu oleh keluarga dan perawat

g) Klien sering bertanya tentang kondisinya

h) Nampak terdapat luka pada kaki kanan, tangan kiri dan muka bagian

kanan

i) Konjungtiva nampak anemis

j) TTV :

TD = 120/70 mmHg

N = 80x/ menit

R = 22x/ menit

S = 36,8º C

c. Analisa Data

Tabel 3: Analisa data


No. Symptom Etiologi Problem
1. DS : Trauma kepala Nyeri
- Klien mengeluh nyeri pada
daerah kepala Pengeluaran reseptor
- Klien mengatakan nyeri nyeri (bradikini,
pada bagian luka yang ada histamine dan serotonin)
pada kaki, tangan dan
mukanya Merangsang nocireseptor
DO :
- Ekspresi wajah meringis Medulla spinalis
saat nyeri
- Skala nyeri 4 (0-10) Cortex cerebri

Nyeri
2. DS : Trauma kepala Gangguan
- Klien mengatakan integritas kulit
- Klien mengatakan berat Terputusnya kontinuitas
badanya turun jaringan
DO :
- Hanya ½ porsi makanan
saja yang dihabiskan Gangguan integritas kulit
- Sebelum masuk RS BB : 45

77
kg selam dirawat di rumah
sakit BB : 43 kg

3. DS : Trauma kepala Gangguan


- Klien mengatakan kurang pemenuhan nutrisi
nafsu makan Rasa nyeri
- Klien mengatakan berat
badanya turun mendominasi rangsang
DO : di cortex cerebri
- Hanya ½ porsi makanan
saja yang dihabiskan Transport nutrisi ke
- Sebelum masuk RS BB : 45 jaringan menurun
kg selam dirawat di rumah
sakit BB : 43 kg Gangguan pemenuhan
nutrisi

4. DS : Trauma kepala Gangguan


- Klien mengatakan nyeri pemenuhan ADL
pada daerah kepala jika Sakit pada daerah
terlalu banyak bergerak kepala, luka pada muka,
- Klien mengatakan nyeri tangan dan kaki
pada bagian luka yang
terdapat pada kaki, tangaan Tidak dapat melakukan
dan muka jika terlalu aktifitas
banyak bergerak
- Aktifitas klien dibantu oleh Gangguan pemenuhan
keluarga dan peraawat ADL
DO :
- Nampak luka pada kaki,
tangan dan muka

5. DS : Kurangnya pengetahuan Ansietas


Klien mengatakan cemas dengan tentang penyakit MHI
kondisinya saat ini
DO : Faktor pencetus stresor
Klien sering bertanya tentang psikologis
kondisinya
Menimbulkan perasaan
takut

Ansietas

d. Prioritas Masalah Keperawatan

1) Nyeri

78
2) Gangguan pemenuhan nutrisi

3) Gangguan integritas jaringan kulit

4) Gangguan pemenuhan ADL

5) Ansietas

2. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri b/d akibat terbenturnya daerah kepala dengan benda keras (aspal),

ditandai dengan :

Data Subjektif :

1. Klien mengeluh nyeri pada daerah kepala.

2. Klien mengatakan nyeri pada bagian luka yang ada pada kaki,

tangan dan mukanya.

Data Objektif :

1) Ekspresi wajah meringis saat nyeri.

2) Skala nyeri 4 (0-10).

b. Gangguan pemenuhan nutrisi b/d intake nutrisi yang tidak adekuat

akibat trauma kepala, ditandai dengan :

Data Subjektif :

1) Klien mengatakan kurang nafsu makan.

2) Klien mengatakan berat badannya turun.

Data Objektif :

1) Hanya ½ porsi makanan saja yang dihabiskan

2) Sebelum masuk RS BB : 45 kg dan sesudah masuk RS BB : 43 kg

79
c. Gangguan integritas jaringan kulit b/d adaanya luka pada bagian muka,

tangan daan kaki, ditandai dengan :

Data Sujektif :

Klien mengatakan terdapat luka pada bagian tangan, kaki dan muka

Data Objektif :

1) Nampak adanya luka lecet pada bagian muka

2) Nampak adanya luka pada kaki dan tangan

d. Gangguan pemenuhan ADL b/d adanya luka pada bagian tangan dan kaki

ditandai dengan :

Data Subjektif :

Klien mengatakan mandi hanya 1x dan hanya menggunakan waslap.

Data Objektif :

1) Klien tidak bisa terlalu banyak bergerak

2) Aktifitas klien dibantu oleh keluarga dan perawat.

3) Keadaan umum klien lemah.

e. Ansietas b/d kurang pengetahuan tentang penyakitnya

Data Subjekti :

Klien mengatakan cemas dengan kondisinya saat ini.

Data Objektif :

Klien sering bertanya tentang penyakitnya.

80
3. Rencana Asuhan Keperawatan

Nama : Tn. B Tanggal Masuk RS : 30 April 2014

Umur : 16 tahun Tanggal Pengkajian : 01-03 April 2014

Alamat : Kartasari, Kab. Purwakarta Ruang : Bedah Saraf Kemuning Lantai II

No. RM : 0001356129 Diagnosa Medis : Moderathe Head Injuri (MHI)

Tabel 4 : Rencana Asuhan Keperawatan


Rencana Asuhan Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan
Tujuan Intervensi Rasional
1. Nyeri berhubungan dengan akibat terbenturnya kepala Setelah dilakukan tidakan a. Kaji tingkat nyeri a. Respon nyeri merupakan
dengan beda keras (aspal), ditandai dengan : keperawatan selama 5 hari, rasa langkah perawat daalam
DS : nyeri hilang. tindakan keperawatan
a. Klien mengeluh nyri pada bagian kepala Kriteria hasil : b. Pantau tanda-tanda b. Kenaikan tanda-tanda vital
b. Klien mengatakan nyeri pada bagian luka a. Wajah klien tidak meringis vital mengidentifikasi peningkatan
yang ada pada kaki, tangan dan mukanya kesakitan lagi nyeri
DO : b. Skala nyeri 0 c. Melakukan c. Untuk memfokuskan
a. Ekspresi wajah meringis saat nyeri penyluhan tentang kemampuan klien dalam
b. Skala nyeri 4 (0-10) manajemen nyeri koping terhadap nyeri dan
(teknik distraksi, masase dapat mengurangi rasa
relaksasi dan masase) nyeri
kepada klien dan
keluarga

81
d. Memberikan posisi d. Agar klien nyaman dan nyeri
yang nyaman berkurang

e. Kolaborasi dalam e. Obat sesuai indikasi dapat


pemberian obat sesuai menurunkan nyeri
indikasi

2. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengaan Setelah dilakukan tindakan a. Pantau kebutuhan a. Pemberian asupan nutrisi
intake nutrisi yang tidak adekuat akibat trauma kepala, keperawatan selama 5 hari nutrisi sangat penting dalam proses
ditandai dengan : diharapkan kebutuhan nutrisi penyembuhan
DS : dapat terpenuhi. b. Beri asupan nutrisi b. Untuk memperbaiki
a. Klien mengatakan kurang nafsu makan Kriteria hasil : sesuai kebutuhan kebutuhaan nutrisi sesuai
b. Klien mengatakan berat badanya turun a. Pola makan kembali normal kebutuhan tubuh
DO : b. Kebutuhan nutrisi terpenuhi c. Pantau intake dan c. Untuk menentukan intervensi
a. Hanya ½ porsi makanan saja yaang output selanjutnya
dihabiskan d. Anjurkan klien untuk d. Makanan dengan porsi sedikit
b. Sebelum masuk RS BB : 45kg, sesudah makan dengan porsi tetapi sering dapat mencukupi
masuk RS BB : 43kg sedikit tetapi sering asupan nutrisi klien
e. Kolaborasi dalam e. Obat sesuai indikasi dapat
pemberian obat mencegah meningkatkan HCL
sesuai indikasi dan dan makanan sesuai
Pemenuhan nutrisi kebutuhan tubuh dapat
klien membantu proses
penyembuhan

a. Mengantisipasi adanya
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya Setelah dilakukan tindakan a. Pantau tanda-tanda penyebaran infeki pada luka
luka lecet pada daerah muka, kaki dan tangan, ditandai keperawatan selam 5 hari infeksi pada luka b. Untuk menentuka intervensi
dengan : diharapkan luka operasi b. Kaji kondisi lukanya selanjutnya
DS : sembuh. c. Bersihkan area luka c. Agar luka bersih dan cepat
Klien mengatakan terdapat luka pada muka, Kriteria hasil : setiap pagi kering
tangan dan kaki a. Luka di muka bagian kanan d. Beri informasi d. Membantu keluargan

82
DO : sembuh tentang perawatan melakukan tindakan mandiri
a. Nampak luka lecet pada bagian muka b. Luka di tangan dan luka perawatan luka
b. Nampak adanya luka pada bagian muka, kaki kering e. Beri antibiotik sesuai e. Pemberian antibioti dapat
tangan dan kaki instruksi dokter menghambat sintesis dinding
bakteri

4. Gangguan pemenuhan ADL berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan a. Observasi sejauh a. Untuk menilai kemampuan
adanya luka pda bagian tangan dan kaki, ditandai keperawatan selam 5 hari mana kemampuan atau sejauh mana aktivitas
dengan : diharapkan kebutuhan ADL dan klien untuk yang bisa dilakukan oleh
DS : personal hygiene terpenuhi. melakukan aktivitas klien
Klien mengatakan belum pernah mandi selama Kriteria hasil : b. Bantu pasien dalam b. Memenuhi kebutuhan dasar
dirawat a. Badan klien bersih pemenuhan ADL klien
DO : c. Beri bantuan klien c. Untuk memenuhi personal
a. Klien tidak bisa terlalu banyak bergerak dalam memenuhi hygiene klien
b. Aktivitas klien dibantu oleh keluarga dan personal hygienenya
perawat d. Libatkan keluarga d. Agar keluarga mengetahui
klien untuk pentingnya bantuan dalam
memenuhi kebutuhan aktifitas bagi proses
ADL klien penyembuhan

5. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan Setelah dilakukan tindaakan Kaji tingkat a. Dapat mengetahui sejauh
tentang penyakitnya, ditandai dengan : keperawatan selama 1 hari kecemasan klien mana cemas yang dialami
DS : diharapkan cemas teratasi b. Ciptakan lingkungan klien
a. Klien mengatakan cemas dengan kondisinya Kriteria hasil : yang nyaman dan b. Lingkungan yang nyaman dan
saat ini a. Klien tidak lagi mengatakan tenang tenang dapat menguragi
DO : cemas dengaan kondisinya c. Beri support mental cemas klien
a. Klien sering bertanya tentang penyakitnya dan motifasi klien c. Dengan support dan motifasi
untuk klien dapat menerima dan
mengungkapkan mengerti penyakitnya
perasaanya d. Memberi pemahaman pada
d. Beri pendidikan klien tentang proses
kesehatan perawatan penyakitnya sehingga dapat
luka diajak kerjasama
e. Beri informasi e. Dapat meningkatkan

83
kepada klien dan pemahaman klien dan
keluarga tentang keluarga
Moderathe Head
Injuri (MHI)

2. Implementasi Dan Evaluasi

Tabel 5 :Implementasi dan Evaluasi


No. DX Hari/ Tgl Jam Implementasi Hari/ Tgl Jam Evaluasi

1. Kamis, 07.30 a. Mengkaji tingkat nyeri Kamis, 14.00 S:


03-04-2014 Hasil : 03-04-2014 Klien mengatakan masih nyeri
- Skala nyeri 4 (0-10) pada bagian kepalanya
07.35 b. Memantau tanda-tanda vital O:
Hasil : a. Ekspresi wajah meringis
- TD : 120/70 mmHg b. Skala nyeri 4 (0-10)
- ND : 80x/ menit A:

84
- P : 22x/ menit Tujuan belum tercapai
- S : 36, 8 ºC P:
07.50 c. Melakukan penyuluhan tentang manajemen nyeri Lanjutkan intervesi a, b, c dan d
yaitu teknik distrkasi, dengan mengajak klien
mengobrol, teknik relaksasi dengan menarik nafas
dalam dan masasse pijatan atau elusan pada daerah
yang nyeri secara perlahan
Hasil :
08.00 - Klien merasa nyaman dengan mengikuti ajaran
perawat
d. Memberikan posisi yang nyaman bagi klian
Hasil :
- Klien merasa nyaman dengan posisi berbaring
e. Melanjutkan pemberian obat analgetik
Hasil :
- Tramadol 3x500 mg 2x1 IV
- Vit K 3x10 mg IV
- Kalnex 3x500 mg IV

85
2. Kamis, 08.10 a. Memantau kebutuhan nutrisi Kamis, 14.00 S:
02-04-2014 Hasil : 03-04-2014 Klien mengatakan kurang nafsu
- Klien lebih suka makan bubur lunak bersama makan
lauknya O:
08.45 b. Memberikan asupan nutrisi sesuai kebutuhan ½ porsi makanan saja yang
Hasil : dihabiskan
- Bubur lunak dan lauk pauk A:
09.07 c. Memantau intake dan output Tujuan belum tercapai
Hasil : P:
- Klien makan tetapi porsi makannya sangat Lanjutkan intervensi a, b, c dan
sedikit d
09.15 d. Menganjurkan klien untuk makan dalam porsi sedikit
tetapi sering
Hasil :
- Klien dan keluarga kooperatif
e. Melanjutkan pemberian obat
Hasil :
- Ranitidin 2x50 mg 2 x 1 IV

3. Kamis, 09.30 a. Memantau adanya tanda-tanda infeksi Kamis, 14.00 S:


02-04-2014 Hasil : 03-04-2014 Klien mengatakan lukanya
- Tidak ada tanda-tanda infeksi mulai mengering
09.45 b. Menkaji kondisi luka O:
Hasil : a. Luka nampak masih
- Luka nampak bersih lembab
c. Membersikan area luka b. Kulit sekitar pemasangan
10.00 Hasil : illeustomi dan kolostomi
- Menggunakan antiseptik kemerahan
11.00 A:
d. Memberikan informasi tentang perawatan luka Tujuan belum tercapai
- Klien dan keluarga kooperatif P:
e. Memberi antibiotik Lanjutkan intervensi a, b, c dan

86
Hasil : d
- Ceftriaxone 1x1000 mg IV

4. Kamis, 11.15 a. Mengobservasi sejauh mana kemampuan klien untuk Kamis, 14.00 S:
03-04-2014 melakukan aktivitas 03-04-2014 Klien mengatakan belum bisa
Hasil : banyak bergerak
- Aktivitas klien masih dibantu oleh keluarga dan O:
11.30 perawat Aktivitas dibantu keluarga dan
b. membantu pasien memenuhi kebutuhan ADL perawat
Hasih : A:
Memandikan pasien diatas tempat tidur dengan Tujuan belum tercapai
11.45 menggunakan waslap, memotong kuku P:
c.Memberi bantuan klien dalam memnuhi personal Lanjutkan Intervesi a, b, c dan d
hygiennya
12.00 Hasil :
- Badan klien bersih, kuku bersih dan rambut bersih
d.Melibatkan keluarga klien untuk memenuhi kebutuhan
ADL klien
Hasil :
- Keluarga selalu membantu aktivitas dan kebutuhan
klien

5. Kamis, 12.09 a. Mengkaji tingkat kecemasan klien Kamis, 14.00 S:


03-04-2014 Hasil : 03-04-2014 Klien mengatakan mengerti
- Klien masih takut dan khawatir dengan kondisinya dengan kondisinya saat ini
saat ini O:
12.15 b.Menciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang Klien nampk lebih tenang
Hasil : A:
- Klien merasa lebih tenang dengan lingkungan yang Tujuan telah tercapai
tenang dan nyaman P:
12.30 c.Memberi suppor mental dan motivasi pada klien untuk Pertahankan intervensi
mengungkapkan perasaanya
Hasil :

87
klien mulai mengerti
d.Memberi penjelasan tentang penyakitya
Hasil :
Klien mulai mengerti tentang penyakitnya
e.Memberi informasi kepada keluarga dan klien tentang
moderathe head injuri (MHI)S
Hasil :
- Klien dan keluarga kooperatif

88
3. Catatan Perkembangan

Tabel 6 : Catatan Perkembangan


No Dx.Kep Hari/ Tgl Jam Catatan Perkembangan
1. I Kamis, 14.00 S:
03-04-2014 - Klien mengatakan nyeri pada daerah
kepalanya
O:
- Ekspresi wajah meringis
- Skala nyeri 4 (0-10)
A:
- Tujuan belum tercapai
P:
- Lanjutkan intervensi a, b, c dan d
I:
07.30 - Kaji tingkat nyeri
07.35 - Pantau tanda-tanda vital
07.50 - Ajarkan teknik distraksi, relaksasi dan
masasse
08.00 - Beri posisi yang nyaman
09.15 - Pemberian obat analgetik
E:
- Skala nyeri 3 (0-5)
- TD : 120/70 mmHg
ND : 80 x/ menit
P : 22 x/ menit
S : 36, 8 ºC
- Klien merasa nyaman dengan teknik
masasse
- Klien merasa nyaman dengan posisi
berbaring
- Tramatol 13x500 mg 1 x 2 IV
- Vit K 3x10 mg IV
- Kalnex 3x500 mg IV

2. II Kamis, 14.00 S:
03-04-2014 - Klien mengatakan kurang nafsu makan
O:
- ½ porsi makanan saja yang dihabiskan
A:
- Tujuan belum tercapai
P:
- Lanjutkan intervensi a, b, c dan d
I:
08.10 - Memantau kebutuhan nutrisi
08.15 - Memberikan asupan nutrisi sesuai
08.45 kebutuhan
09.00 - Memantau inteke dan output
09.07 - Menganjurkan klien untuk menghindari
makanan yang pedas dan keras
09.15 - Pemberian obat sesuai indikasi
E:
- Klien lebih suka makan bubur lunak
bersama lauknya

89
- Bubur lunak dan lauk pauk
- Klien makan tetapi porsi makannya sangat
sedikit
- Klien dan keluarga kooperatif
- Ranitidin 2x50 mg IV

3. III Kamis, 14.00 S:


03-04-2014 O:
- Luka nampak bersih
- Kulit yang ada pada muka, tangan dan
kaki mulai mengering
A:
- Tujuan belum tercapai
P:
- Lanjutkan intervensi a, b, c dan d
I:
09.30 - Mengobservasi tanda-tanda vital
09.45 - membersihkan area luka
- Penyuluhan perawatan illeustomi
10.00 - Memberikan antibiotik
11.00 E:
- S : 36,8 ºC
- Luka klien dibersihkan dengan
menggunakan NaCL 0,9 %
- Klien dan keluarga kooperatif
- Ceftriaxon 1x100 mg IV

4. IV Kamis, 14.00 S:
03-04-2014 - Klien mengatakan belum bisa banyak
bergerak
O:
- Aktivitas dibantu oleh keluarga dan
perawat
A:
- Tujuan belum tercapai
P:
- Lanjutkan intervensi a, b, c dan d
I:
11.15 - Mengobservasi sejauh mana kemampuan
klien untuk melakukan aktivitas
11.30 - Memberi bantuan kepada klien dalam
memenuhi personal hygienenya
12.00 - Melibatkan keluarga klien untuk
memenuhi kebutuhan ADL klien
E:
- Aktivitas klien masih dibantu oleh
keluarga daan perawat
- Badan klien bersih, kuku bersih dan
rambut bersih
- Keluarga selalu membantu aktivitas
klien

90
5. V Kamis, 14.00 S:
03-04-2014 - Klien mengatakan mengerti dengan
kondisinya saat ini
O:
- Klien nampak lebih tenang
A:
- Tujuan tercapai
P:
- Pertahankan intervensi
I:
12.09 - Mengkaji tingkat kecemasan klien
12.15 - Menciptakan lingkungan yang nyaman
dan tenang
12.30 - Memberi informasi kepada klien dan
keluarga tentang illeustomi
E:
- Klien masih takut dan khawatir dengan
kondisinya saat ini
- Klien merasa tenang dengan lingkungan
yang tenang dan nyaman
- Klien dan keluarga kooperatif

6. I Jumat, 14.00 S:
04-04-2014 - Klien mengatakan nyeri pada daerah
kepalanya
O:
- Ekspresi wajah meringis
- Skala nyeri 4 (0-10)
A:
- Tujuan belum tercapai
P:
- Lanjutkan intervensi a, b, c dan d
I:
07.30 - Kaji tingkat nyeri
07.35 - Pantau tanda-tanda vital
07.50 - Ajarkan teknik distraksi, relaksasi dan
masasse
08.00 - Beri posisi yang nyaman
09.15 - Pemberian obat analgetik
E:
- Skala nyeri 3 (0-5)
- TD : 120/70 mmHg
ND : 80 x/ menit
P : 22 x/ menit
S : 36, 8 ºC
- Klien merasa nyaman dengan teknik
masasse
- Klien merasa nyaman dengan posisi
berbaring
- Tramatol 13x500 mg 1 x 2 IV
- Vit K 3x10 mg IV
- Kalnex 3x500 mg IV

91
7. II Jumat, 14.00 S:
04-04-2014 - Klien mengatakan kurang nafsu makan
O:
- ½ porsi makanan saja yang dihabiskan
A:
- Tujuan belum tercapai
P:
- Lanjutkan intervensi a, b, c dan d
I:
08.10 - Memantau kebutuhan nutrisi
08.15 - Memberikan asupan nutrisi sesuai
08.45 kebutuhan
09.00 - Memantau inteke dan output
09.07 - Menganjurkan klien untuk menghindari
makanan yang pedas dan keras
09.15 - Pemberian obat sesuai indikasi
E:
- Klien lebih suka makan bubur lunak
bersama lauknya
- Bubur lunak dan lauk pauk
- Klien makan tetapi porsi makannya sangat
sedikit
- Klien dan keluarga kooperatif
- Ranitidin 2x50 mg IV

8. III Jumat, 14.00 S:


04-04-2014 O:
- Luka nampak bersih
- Kulit yang ada pada muka, tangan dan
kaki mulai mengering
A:
- Tujuan belum tercapai
P:
- Lanjutkan intervensi a, b, c dan d
I:
09.30 - Mengobservasi tanda-tanda vital
09.45 - membersihkan area luka
- Penyuluhan perawatan illeustomi
10.00 - Memberikan antibiotik
11.00 E:
- S : 36,8 ºC
- Luka klien dibersihkan dengan
menggunakan NaCL 0,9 %
- Klien dan keluarga kooperatif
- Ceftriaxon 1x100 mg IV

9. IV Jumat, 14.00 S:
04-04-2014 - Klien mengatakan belum bisa banyak
bergerak
O:
- Aktivitas dibantu oleh keluarga dan
perawat

92
A:
- Tujuan belum tercapai
P:
- Lanjutkan intervensi a, b dan c
I:
11.15 - Mengobservasi sejauh mana kemampuan
klien untuk melakukan aktivitas
11.30 - Memberi bantuan kepada klien dalam
memenuhi personal hygienenya
12.00 - Melibatkan keluarga klien untuk
memenuhi kebutuhan ADL klien
E:
- Aktivitas klien masih dibantu oleh
keluarga daan perawat
- Badan klien bersih, kuku bersih dan
rambut bersih
- Keluarga selalu membantu aktivitas
klien

10. V Jumat, 14.00 S:


04-04-2014 - Klien mengatakan mengerti dengan
kondisinya saat ini
O:
- Klien nampak lebih tenang
A:
- Tujuan tercapai
P:
- Pertahankan intervensi
I:
12.09 - Mengkaji tingkat kecemasan klien
12.15 - Menciptakan lingkungan yang nyaman
dan tenang
12.30 - Memberi informasi kepada klien dan
keluarga tentang illeustomi
E:
- Klien masih takut dan khawatir dengan
kondisinya saat ini
- Klien merasa tenang dengan lingkungan
yang tenang dan nyaman
- Klien dan keluarga kooperatif

11. I Saptu, 14.00 S:


05-04-2014 - Klien mengatakan nyeri pada daerah
kepalanya
O:
- Ekspresi wajah meringis
- Skala nyeri 4 (0-10)
A:
- Tujuan belum tercapai
P:
- Lanjutkan intervensi a, b, c dan d
I:
07.30 - Kaji tingkat nyeri

93
07.35 - Pantau tanda-tanda vital
07.50 - Ajarkan teknik distraksi, relaksasi dan
masasse
08.00 - Beri posisi yang nyaman
09.15 - Pemberian obat analgetik
E:
- Skala nyeri 3 (0-5)
- TD : 120/70 mmHg
ND : 80 x/ menit
P : 22 x/ menit
S : 36, 8 ºC
- Klien merasa nyaman dengan teknik
masasse
- Klien merasa nyaman dengan posisi
berbaring
- Tramatol 13x500 mg 1 x 2 IV
- Vit K 3x10 mg IV
- Kalnex 3x500 mg IV

12. II Saptu, 14.00 S:


05-04-2014 - Klien mengatakan kurang nafsu makan
O:
- ½ porsi makanan saja yang dihabiskan
A:
- Tujuan belum tercapai
P:
- Lanjutkan intervensi a, b, c dan d
I :
08.10 - Memantau kebutuhan nutrisi
08.15 - Memberikan asupan nutrisi sesuai
08.45 kebutuhan
09.00 - Memantau inteke dan output
09.07 - Menganjurkan klien untuk menghindari
makanan yang pedas dan keras
09.15 - Pemberian obat sesuai indikasi
E:
- Klien lebih suka makan bubur lunak
bersama lauknya
- Bubur lunak dan lauk pauk
- Klien makan tetapi porsi makannya sangat
sedikit
- Klien dan keluarga kooperatif
- Ranitidin 2x50 mg IV

94
13. III Saptu, 14.00 S:
05-04-2014 O:
- Luka nampak bersih
- Kulit yang ada pada muka, tangan dan
kaki mulai mengering
A:
- Tujuan belum tercapai
P:
- Lanjutkan intervensi a, b, c dan d
I:
09.30 - Mengobservasi tanda-tanda vital
09.45 - membersihkan area luka
- Penyuluhan perawatan illeustomi
10.00 - Memberikan antibiotik
11.00 E:
- S : 36,8 ºC
- Luka klien dibersihkan dengan
menggunakan NaCL 0,9 %
- Klien dan keluarga kooperatif
- Ceftriaxon 1x100 mg IV

14. IV Saptu, 14.00 S:


05-04-2014 - Klien mengatakan belum bisa banyak
bergerak
O:
- Aktivitas dibantu oleh keluarga dan
perawat
A:
- Tujuan belum tercapai
P:
- Lanjutkan intervensi a, b c dan d
I:
11.15 - Mengobservasi sejauh mana kemampuan
klien untuk melakukan aktivitas
11.30 - Memberi bantuan kepada klien dalam
memenuhi personal hygienenya
12.00 - Melibatkan keluarga klien untuk
memenuhi kebutuhan ADL klien
E:
- Aktivitas klien masih dibantu oleh
keluarga daan perawat
- Badan klien bersih, kuku bersih dan
rambut bersih
- Keluarga selalu membantu aktivitas
klien

15. V Saptu, 14.00 S:


04-04-2014 - Klien mengatakan mengerti dengan
kondisinya saat ini
O:

95
- Klien nampak lebih tenang
A:
- Tujuan tercapai
P:
- Pertahankan intervensi
I:
12.09 - Mengkaji tingkat kecemasan klien
12.15 - Menciptakan lingkungan yang nyaman
dan tenang
12.30 - Memberi informasi kepada klien dan
keluarga tentang illeustomi
E:
- Klien masih takut dan khawatir dengan
kondisinya saat ini
- Klien merasa tenang dengan lingkungan
yang tenang dan nyaman
- Klien dan keluarga kooperatif

B. Pembahasan

Pada pembahasan ini, penulis menguraikan kesenjangan antara

tinjauan teori dan tinjauan khasus yang ditemukan pada klien Tn.B dengan

Gangguan Sistem Persarafan : Moderathe Head Injuri (MHI) dengan tijauan

teori dari berbagai literatur yang berhubungan dengan penyakit tersebut.

Dalam praktek klinik keperawatan pada klien Tn. B dengan

Gangguan Sistem Persarafan telah diterapkan Pendekatan Proses

Keperawatan sesuai teori yang ada, yakni Pengkajian, Diagnosa,

Perencanaan, Implementasi, dan Evaluasi untuk lebih memudahkan dalam

memahami kesenjangan antara tinjauan teori dan tinjauan khusus. Penulis

menggunakan urutan proses keperawatan.

96
1. Pengkajian

Tahap awal proses keperawatan adalah pengkajian yang meliputi

pengumpulan data, klasifikasi data dan anlisa data yang kemudian

dirumuskan menjadi diagnosa keperawatan. Teknik pengumpulan data

yang dilkukn adalah wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, studi

dokumentasi dan studi kepustakaan, (Potter, 2005).

Data-data pengkajin pada tinjauan teoritis dengan Gangguan

Sistem Persarfan : Moderathe Head Injuri antara lain, terjadi peningkatan

tanda-tanda vital, seperti tekanan darah meningkat, peningkatan

pernapasan karena kompensasi tubuh terhadap nyeri, suhu tubuh

meningkat dan nadi meningkat, peristaltik usus menurun dan nyeri tekan

pada daerah luka yang ada pada muka bagian kanan, tangan kiri dan kaki

kanan.

Data-data yang ada pada tinjauan kasus dengan Gangguan Sistem

Persarafan : Moderathe Head Injuri (MHI) yang merupakan hasil

pengkajian tanggal 01 April 2014 antara lain klien mengeluh nyeri pada

daerah kepala akibat terbentur aspal, tidak bisa melakukan aktifitasnya

sendiri, selama dirawat, mandi hanya dilap dengan menggunakan waslap,

nampak lemah, ekspresi wajah meringis saat nyeri, nyeri skala 4 (0-10),

hanya ¼ porsi makan saja yaang dihabiskan, aktivitas dibantu oleh

keluarga, ADL klien dibantu perawat dan keluarga, kulit kepala kotor,

kuku panjang dan kotor, nafsu makan kurang.

97
Data yang ada pada tijauan teoritis tidak ada pada tinjauan khusus

dengan Gangguan Sistem Persarafan : Moderathe Head Injuri antara lain

tekanan darah meningkat, peningkatan pernapasan karena kompensaasi

tubuh terhadap nyeri, nadi meningkat, karena merupakan respon tubuh

terhadap nyeri.

Adanya kesenjangan di pengkajian diatas dapaat disebabkan

manusia merupakan mahluk yang unik dimana dapat memberikan respon

bio-psiko-sosial dan spritual berbeda-beda dan juga pengaruh pengobatan

yang telah diberikan serta berat ringannya penyakit yang dialami.

2. Diagnosa Keperwatan

Dalam penetapan diagnosa keperawatan terdapat pula kesenjangan

antara tinjauan teori dan tinjauan kasus, dimana dalam tinjauan teori

masalah keperawatan yang ditemukan atau mungkin ada pada Gangguan

Sistem Persarafan : Moderathe Head Injuri (MHI), (Doengoes, 2002).

a. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan akibat

benturan yang dialami

b. Kerusakan intergritas kulit berhubungan dengan adanya perlukaan

jaringan.

c. Aktual atau resiko terjadi gangguan pemenuhan nutrisi, kurang dari

kebutuhan yang berhubungan dengan berkurangnya kemampuan

menerima nutrisi

98
d. Kecemasan (uraian tingkatannya) berhubungan dengan faktor

psikologis (ancaman perubahan status kesehatan, status sosio-

ekonomi, fungsi-peran, pola interaksi).

e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan

pengobatan berhubungan dengan pemaparan dan atau kesalahan

interpretasi informasi.

Sedangkan diagnosa keperawatan yang ditemukan dalam studi

kasus sebagai hasil analisa dan penetapan masalah keperawatan

ditemukan 5 diagnosa keperawatan, yaitu sebagai berikut :

a. Nyeri b/d akibat terbenturnya daerah kepala dengan benda keras

(aspal)

b. Gangguan pemenuhan nutrisi b/d intake nutrisi yang tidak adekuat

akibat trauma kepala.

c. Gangguan integritas jaringan kulit b/d adaanya luka pada bagian

muka, tangan dan kaki.

d. Gangguan pemenuhan ADL b/d adanya luka pada bagian tangan dan

kaki.

e. Ansietas b/d kurang pengetahuan tentang penyakitnya

99
3. Perencanaan

Pada tahap ini, penulis bersama klien dan keluarga klien menyusun

rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan sesuai dengan

masalah yang muncul. Perencanaan ini disesuaikan dengan kemampuan,

situasi dan kondisi serta sarana dan prasarana yang ada diruangan.

Dalam penyusunan perencanaan, hal-hal yang mendukung adalah :

a. Adanya kerja sama yang baik antara perawat, klien dan keluarga klien

sehingga memudahkan dalam perencanaan tindakan keperawatan.

b. Dukungan dan bimbingan dari perawat ruangan yang dapat

memperlancar dalam penyusunan perencanaan.

Perencanaan yang penulis lakukan pada klien Tn.B pada dasarnya

ada kesenjangan antara teori dan kasus, hal ini terjadi karena tidak semua

diagnosa keperawatan dan perencanaan yang ada dalam teori ada dalam

kasus. Tetapi untuk diagnosa yang ada pada teori dan muncul pada kasus

prinsipnya tidak ada perbedaan karena perencanaan pada kasus penulis

berpatokan atau mengacu pada tinjauan teoritis, sedangkan diagnosa yang

muncul pada kasus dan tidak ada pada teori, penulis bersama klien dan

keluarga klien membuat intervensi berdasarkan ilmu pengetahuan dan

keterampilan yang dimiliki.

100
4. Implementasi

Tahap ini merupakan realisasi dari perencanaan yang telah disusun

sehingga dalam pelaksanaan ini mengacu pada perencanaan. Yang

merupakan faktor pendukung berjalannya tahap pelaksanaan adalah kerja

sama yang baik antara perawat, klien dan keluarga klien sehingga

memudahkan dalam setiap tindakan. Adapun yang menjadi faktor

penghambat dalam proses pelaksanaan adalah kurangnya sarana dan

prasarana yang terdapat diruangan. Meskipun dengan keterbatasan sarana

dan prasarana, namun setiap intervensi yang telah disusun dapat

dimplementasikan kepada klien.

5. Evaluasi

Setelah mengimplementasiakan Asuhan Keperawatan yang telah

direncanakan selama 5 hari, yang dimulai tanggal 01-04-2014

maka seluruh tujuan yang telah ditetapkan diharapkan dapat tercapai. Dalam

studi kasus ini terdapat 5 diagnosa yang mana 1 diagnosa tercapai dan 4

diagnosa lainnya belum tercapai namun sudah ada kemajuan. Hal tersebut

menunjukan bahwa dalam mengimplementasi semua perencanaan yang telah

disusun akan berpengaruh besar terhadap kesembuhan klien.

101
BAB IV

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Setelah penulis melaksanakan studi kasus melalui pendekatan

proses keperawatan pada Tn. B yang penulis melaksanakan di Ruang Saraf

Kemuning Lantai II Rumah Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin

Bandung dari tangggal 01-04-2013 sampai tanggal 05-04-2013 dengan

mengacu pada tujuan yang ingin dicapai, maka penulis mengambil

keputusan :

1. Tahap awal Proses Keperawatan adalah Pengkajian, yang meliputi

pengumpulan data, klasifikasi data dan analisa data yang kemudian

dirumuskan menjadi Diagnnosa Keperawatan. Teknik pengumpulan

data yang dilakukan adalah wawancara, observasi partisipasi,

pemeriksaan fisik, studi dokumentasi, studi literatur dan kepustakaan.

2. Tidak semua Diagnosa Keperawatan yang ada dalam teori ada dalam

kasus, begitu pula sebaliknya. Di mana Diagnosa Keperawatan yang

ada dalam teori tidak ada dalam kasus pada dasarnya penulis

berpatokan pada teoritis sedangkan Diagnosa yang muncul dalam

kasus tidak ada dalam teori penulis berpatokan pada data yang

didapatkan saat pengkajian langsung terhadap klien.

3. Tidak semua Intervensi yang ada dalam teori terdapat dalam kasus.

Tetapi untuk Intervensi yang ada pada teori dan muncul pada kasus

102
pada prinsipnya tidak ada perbedaan karena Perencanaan pada

dasarnya penulis berpatokan pada tinjauan teoritis, sedangakan

intervensi yang muncul pada kasus tidak ada pada teori, penulis

bersama klien dan keluarga klien membuat intervensi berdasarkan ilmu

pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.

4. Implementasi merupakan realisasi dari Perencanaan yang telah disusun

sehingga dalam Implementasi ini mengacu pada Perencanaan yang

merupakan pendukung berjalannya tahap pelaksanaan diantaranya

kerja sama yang baik antara perawat, klien dan keluarga klien sehingga

memudahkan dalam setiap tindakan, selain itu adanya dukungan serta

bimbingan dari perawat pembimbing.

5. Evaluasi merupakan Proses Keperawatan dimana untuk menilai suatu

keberhasilan Pelaksanaan keperawatan dengan mengacu pada

tercapainya tujuan yang ditetapkan. Setelah diberikan Asuhan

Keperawatan selama 5 hari, 1 diagnosa teratasi dan 4 diagnosa tidak

teratasi tetapi sudah menunjukkan perubahan yang cukup besar pada

klien.

6. Dokumentasi merupakan hasil akhir dari pelaksanaan Asuhan

Keperawatan dengan mendokumentasikan melalui catatan dari hasil

yang telah dilaksanakan pada sebuah proses perawatan. Dari hasil

pencatatan tersebut telah dilakukan perawatan pada pasien Tn. B

dengan Gangguan Sistem Persarafan : Moderathe Head Injuri yang

berlangsung selama 3 hari. Selama proses tersebut telah ada kemajuan

103
dari kondisi klien namun masih membutuhkan perawatan yang

optimal.

B. Rekomendasi

Dalam melaksanakan Asuhan Keperawatan melalui pendekatan

proses keperawatan pada klien dengan Gangguan Sistem Persarafan :

Moderathe Head Injuri, penulis menyarankan :

1. Untuk Pihak Rumah Sakit

Rumah sakit diharapkan agar meningkatkan pemberian pelayanan

yang komperhensif yaitu bio, psiko, sosial dan spritual kepada

klien dengan menambah peralatan dan fasilitas yang memadai

untuk menujang pelaksanaan Asuhan Keperawatan. Selain itu juga

perlu tambahan tenaga perawat terampil yang dapat membimbing

para mahasiswa yang akan melakukan praktek keperawatan di

rumah sakit. Perawat agar selalu menerapkan konsep Asuhan

Keperawatan yang komperhensif dan meningkatkan frekwensi

kontak dengan klien dalam melaksanakan Asuhan Keperawatan

serta adanya pendokumentasian yang lengkap dan akurat pada

status kesehatan klien. Juga diperlukan adanya kerja sama yang

baik dengan tim kesehatan lainnya untuk mempercepat proses

kesembuhan klien.

104
2. Untuk Institusi Pendidikan

Institusi dan penyelenggara diharapkan menyediakan buku-buku

referensi yang memadai, yang menyangkut hal-hal terbaru tentang

penatalaksanaan perawatan klien dengan Sistem Perencanaan

khususnya Moderathe Head Injuri (MHI) menyediakan waktu yang

cukup untuk pelaksanaan praktek keperawatan di Rumah Sakit dan

studi kasus untuk penyusunan karya tulis dimasa yang akan datang.

3. Bagi Profesi

Sebagai bahan masukan bagi rekan-rekan sejawat dalam melakukan

penelitian lebih lanjut dengan permasalahan yang sama yaitu

Gangguan Sistem Persarafan: Moderathe Head Injuri.

4. Bagi Penulis Sendiri

Semoga karya tulis yang sederhan ini dapat menjadi bacaan dan acuan

untuk meningkatkan pengetahuan dan kreaktifitas dalam pemberian

Asuhan Keperawatan pada klien dengan Gangguan Sistem Persarafan

: Moderathe Head Injuri. Penulis jangan pernah puas dengan apa yang

telah dicapai dalam pelaksanaan Asuhan Keperawatan tetapi belajar

lebih giat lagi agar memiliki pengetahuan dan keterampilan yang

memadai untuk pelaksanaan Asuhan Keperawatan dimasa yang akan

datang.

105

Anda mungkin juga menyukai