Anda di halaman 1dari 59

LAPORAN KASUS:

SPINAL ANESTESI PADA VARICOCELLE BILATERAL


Disusun oleh:
Muhammad Fahmi Syah Putra
1102015145

Pembimbing:
dr. Andri Julianto, Sp.An-KIC

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI


FAKULTAS KEDOKTERAN YARSI JAKARTA
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK. I R. SAID SUKANTO 2021
PERIODE 05 APRIL - 25 APRIL 2021
IDENTITAS PASIEN
• Nama : Tn. E
• Jenis Kelamin : Laki-laki
• Usia : 26 th
• Agama : Islam
• Pekerjaan : Swasta
• Status Perkawinan : Menikah
• Alamat : Condet, Jakarta Timur
• Tanggal masuk RS : 06 April 2021
ANAMNESIS
Anamnesis

Keluhan utama
Pasien datang ke poliklinik RS Bhayangkara Tingkat I Raden Said
Sukanto. Keluhan terdapat benjolan pada kedua buah zakar.

Keluhan tambahan
- tidak ada
RIWAYAT PENYAKIT KRONIS

Riwayat Penyakit Dahulu : Tidak ada


Riwayat Diabetes Melitus : Tidak ada
Riwayat Pengobatan : Tidak ada
Riwayat Hipertensi :Tidak ada
Riwayat Operasi :Tidak ada Riwayat Jantung :Tidak ada
Riwayat Alergi :Tidak ada Riwayat Keganasan :Tidak ada
EVALUASI PRE ANESTESI

B1 (Breath) B2 (Blood)
 Airway paten, nafas Spontan  TD : 124/82 mmHg, N : 82 x/menit, teraba
 RR : 19 kali permenit penuh, kuat, regular
 Inspeksi : Pergerakan dada simetris  Auskultasi S1&S2 regular, murmur (-),
 Auskultasi : Vesikuler (+/+), Wheezing (-/-), gallop (-)
ronki (-/-), stridor (-/-)  Akral : hangat, CRT <2s, edema (-/-/-/-)
 SpO2 : 99%
 Mallampati : I BB : 90 Kg
TB : 174 Kg
ASA :I
EVALUASI PRE ANESTESI

B3 (Brain) B4 (Bladder)

 Kesadaran :compos mentis, GCS :


 Tidak terpasang foley kateter
E4M6V5
 Pupil isokor 3mm/3mm, Refleks cahaya +/
+
 Kekuatan motorik 5/5/5/5
EVALUASI PRE ANESTESI

B5 (Bowel) B6 (Bone)

 Jejas/hematoma(-), abdomen supel, BU  Alignment tulang punggung baik,


(+) 6x/menit  Kekuatan motoric (5/5/5/5), ROM tidak
 Mual (-) terbatas
 Muntah (-)  Tidak terdapat fraktur/dislokasi/malformasi
PEMERIKSAAN
PENUNJANG

Hemoglobin : 14,4 g/dl


Leukosit : 10550/uL
Hematokrit : 44%
Trombosit : 257.000/Ul
BT : 2
CT : 12
GDS : 86 mg/dl
DIAGNOSIS
Varicocele bilateral

PLANNING
Varicocelectomy
PRE-OPERASI ( 03 Februari 2021)

 Pasien digolongkan dalam ASA I


 Diagnosis Pra Bedah : Varicocele bilateral
 Jenis Pembedahan : Varicocelectomy
 Jenis Anestesi : Anestesi regional-Spinal
 Posisi Pasien : Supine
 Anestesi : 06 April 2021 pukul 10.00
 Lama Operasi : 60 menit
Tindakan Anestesi Regional
 Pasien diposisikan duduk dan memastikan pasien dalam keadaan stabil
dan vital sign dalam batas normal

 Pasien diminta menundukan kepala menempel ke dagu dan melemaskan


Bagian punggung agar ruang intervetebra terbuka

 Identifikasi titik penusukan (Tuffier line, kemudian cari L3-L4, lalu Lakukan
prosedur septik aseptic menggunakan povidone iodine
Tindakan Anestesi Regional
 Melakukan penusukan pada level L3-L4 menggunakan jarum quincke 25G
hingga ruang subaraknoid (CSF) kemudian suntikan Bupivacaine 0,5% 15
mg

 Keluarkan jarum, bersihkan luka menggunakan kasa dan Povidone Iodine

 Segera posisikan pasien pada posisi supine, kemudian memastikan pasien


dalam keadaan stabil
Tindakan Anestesi Regional

 Periksa pencapaian blok dengan pin prick test, menanyakan


baal/kesemutan, dan juga meminta pasien untuk mengangkat kaki secara
bergantian
Tindakan Anestesi Regional
 Infromasikan dan edukasi pasien bahwa anestesi ini bersifat reversible, dan
pasien dapat menggerakan kakinya Kembali dalam waktu 3-4 jam

 Tekanan darah, nadi dan saturasi oksigen di observasi setiap 15 menit


INTRA OPERATIF

Medikamentosa:
• Bupivacaine 15 mg Intratecal
• Ondancetron 4mg IV
• Ketorolac 30 mg IV
:-
EVALUASI POST OPERATIF

B1 (Breath) B2 (Blood)

 Airway paten, nafas Spontan


 TD : 101/60 mmHg, N : 75 x/menit,, teraba
 RR : 20 kali permenit
penuh, kuat, regular
 Inspeksi : Pergerakan dada simetris
 Auskultasi S1&S2 regular, murmur (-),
 Auskultasi : Vesikuler (+/+), Wheezing (-/-),
gallop (-)
ronki (-/-), stridor (-/-)  Akral : hangat, CRT <2s, edema (-/-/-/-)
 SpO2 : 98%
EVALUASI POST OPERATIF

B3 (Brain) B4 (Bladder)

 Kesadaran :compos mentis, GCS :


 Tidak terpasang foley kateter
E3M4V5
 Pupil isokor 3mm/3mm, Refleks cahaya +/
+
EVALUASI POST OPERATIF

B6 (Bone)
B5 (Bowel)
 Kekuatan motoric (5/5/3/3), ROM tidak
 BU (+) 6x/menit
 Mual (-) terbatas
 Tidak terdapat fraktur/dislokasi/malformasi
 Muntah (-)
INTRUKSI POST OPERASI
 Pasien dipindahkan ke ruang pemulihan pukul 11.30 WIB dengan posisi
supine

 Pantau tanda vital dan skoring Bromage setiap 15 menit


TINJAUAN PUSTAKA
ANESTESI SPINAL
Anestesi spinal atau yang sering disebut juga analgesi/blok spinal intradural atau blok
intratekal adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat anestetik lokal ke
dalam ruang subaraknoid (cairan serebrospinal).
Memblokir persarafan somatik berupa simpatis dan autonom berupa somatorm, sensorik
dan motorik area sekitar dilakukannya anestesi.
Pasien tetap sadar sehingga patensi jalan nafas dapat terjaga.
ANESTESI SPINAL
Prinsip anestesi spinal menggunakan
obat analgetik lokal untuk menghambat
hantaran saraf sensorik dan motorik
yang bersifat reversible, dimana pada
saat tindakan berlangsung, pasien akan
tetap sadar

Anestesi Spinal (blok subarakhnoid)


 anestesi regional dengan penyuntikan
obat anestesi lokal ke dalam ruang
subarakhnoid
ANESTESI SPINAL
Anestesi spinal disebut blok subarachnoid karena disuntikan secara intratekal
Melalui ruang subarachnoid  menghambat konduksi akar saraf  menembus
sumsum tulang belakang  berinteraksi dengan target organ.

tulang belakang memanjang dari foramen magnum ke :


• S2 ​pada orang dewasa
• S3 pada anak-anak
• Ujung medula spinalis pada dewasa
L1, anak-anak L3.
• Ruang subarachnoid berakhir pada
pinggir bawah corpus vertebra S2.
• Tempat anestesi spinal paling aman
pada posisi di bawah L2.
Lapisan yang harus dilalui oleh jarum pada saat
tindakan anestesi spinal:
1. Kulit
2. Jaringan subkutan
3. Lig. Supraspinosum
4. Lig. Interspinosum
5. Lig. Flavum
6. Epidural space
7. Duramater
8. Subarachnoid
Persiapan Alat
• Umumnya mengunakan jarum panjang 9cm (pada pasien obesitas dapat digunakan
18cm)
• Tiga macam jarum spinal dan pembagian menjadi 2 golongan  tajam dan runcing
(Quince-Babcock atau Greene atau Cutting needle) , tumpul seperti ujung pensil
(Whitacre/ Pencil point needle) dan ujung tidak tajam (Sprotte)
JENIS JARUM DALAM
ANESTESI SPINAL
Spinal needles
Jarum spinal tersedia berbagai ukuran, tip dan bevel. Secara
umum, dibagi menjadi jarum ujung tajam (Quincke) dan jarum
ujung tumpul (Whitacre dan Sprotte).

Secara umum, semakin kecil jarum, semakin rendah kejadian sakit


kepala. (postdural puncture headache)

Keterangan Jarum Ujung Tajam Jarum Ujung Tumpul

Keuntungan Tekanan lebih kecil saat Tingginya insiden post dural


penusukan puncture headache (PPDH)

Kerugian Rendahnya insiden post Tekanan Lebih besar saat


dural puncture penusukan
headache (PPDH)
Spinal Anesthetic Agents
Penambahan vasokonstriktor (agonis a-adrenergik, epinefrin (0,1-0,2 mg)) dan opioid meningkatkan
kualitas dan / atau memperpanjang durasi anestesi spinal. Opioid dan clonidine juga dapat ditambahkan ke
anestesi spinal untuk meningkatkan kualitas dan durasi blok subarachnoid.

Bupivacaine dan tetracaine hiperbarik adalah dua agen yang paling umum digunakan untuk anestesi
spinal.
• Onset (5-10 menit)
• Durasi yang lama (90-120 menit)
Kedua obat memiliki fungsi blokade level sensorik yang sama, namun Tetracaine memiliki blokade motorik
lebih secara konsisten dibandingkan dengan bupivacaine dengan dosis yang sama.
SPINAL ANESTHETIC AGENTS
Lidocaine dan prokain
• Onset yang relatif cepat (3-5 menit)
• Durasi aksi yang pendek (60-90 menit) diperpanjang dengan vasokonstriktor.
Meskipun anestesi spinal lidokain telah digunakan di seluruh dunia, beberapa ahli tidak
lagi menggunakan agen ini karena fenomena gejala neurologis sementara dan sindrom
cauda equina (CES).
• CSF memiliki berat jenis 1,003–
1,008 pada 37 ° C. Tabel 45–3
mencantumkan berat jenis solusi
anestesi. Solusi hiperbarik lokal
anestesi lebih padat (lebih berat)
dari CSF, sedangkan larutan
hipobarik kurang padat (lebih
ringan) dari CSF.
• Solusi isobarik cenderung tetap
ditingkat injeksi. Agen anestesi
dicampur dengan CSF (setidaknya 1:
1) untuk membuat solusi mereka
isobarik.
Obat-Obat yang Digunakan dalam
Anestesi Spinal
Efek Samping

1. Hipotensi (8,2 - 33%), akibat blok simpatis terjadi


venous pooling
2. Bradikardia (8,9 – 13%), terjadi akibat depresinya sistem simpatis
3. Sakit kepala post-spinal (Post dural puncture headache
/ PDPH)
4. Trauma pembuluh saraf / Transient Radicular Syndrome
/ Transient Neurological Syndrome (TNS)
5. Mual-muntah / post operative nausea vomiting (PONV)
Efek Obat Anestesi Lokal terhadap
Tubuh
Sistem Kardiovaskular
• Penurunan denyut jantung
• Penurunan kontraktilitas jantung
• Penurunan curah jantung
• Disritmia (bila diberikan dosis besar)
• Reaksi kardiotoksik seperti AV-block, VT, VF (bupivacaine IV)
Efek Fisiologis Neuroaxial-Block
Efek Kardiovaskuler:
• Akibat dari blok simpatis, akan terjadi penurunan tekanan darah (hipotensi).
• Efek simpatektomi tergantung dari tinggi blok.
• Hipotensi dapat dicegah dengan pemberian cairan (pre- loading) untuk mengurangi hipovolemia
relatif akibat vasodilatasi sebelum dilakukan spinal/epidural anestesi,
• Apabila telah terjadi hipotensi, dapat diterapi dengan pemberian cairan dan vasopressor
seperti efedrin.
• Bila terjadi spinal tinggi atau high spinal (blok pada cardio-accelerator fiber di T1-T4), dapat
menyebabkan bardikardi sampai cardiac arrest.
Efek Fisiologis Neuroaxial-
Block
Efek Respirasi :
• Bila terjadi spinal tinggi atau high spinal (blok lebih dari dermatom T3)
mengakibatkan hipoperfusi dari pusat nafas di batang otak dan
menyebabkan terjadinya respiratory arrest.
• Bisa juga terjadi blok pada nervus phrenikus sehingga 
ganguan otot pernafasan
Efek Gastrointestinal:
• Hiperperistaltik gastrointestinal akibat aktivitas parasimpatis
dikarenakan oleh simpatis yg terblok.
• Hal ini menguntungkan pada operasi abdomen karena kontraksi usus
dapat menyebabkan kondisi operasi maksimal
SISTEM PERNAPASAN SISTEM PENCERNAA
 Relaksasi otot polos bronkus Peningkatan kerja saraf
 Penurunan aktivitas otot interkostalis parasimpatis:
 Penurunan kapasitas vital paru  Sekresi >>
 Relaksasi sfingter
 Konstriksi usus
Peningkatan aktivitas vagal:
 Mual
 Muntah
GINJAL DAN HEPAR

1. Penurunan aliran darah ke ginjal


 Hipotensi arterial
 Bila tidak terjadi hipotensi berat, maka aliran darah ginjal serta urine output akan
tetap berada dalam batas normal sampai tekanan arteri rata-rata mencapai <
50mmHg
2. Penurunan aliran darah ke hepar
SISTEM NEUROENDOKRIN

Produksi mediator inflamasi lokal sehingga meningkatkan aktivitas:


 Adrenocortocotropic
 Kortisol
 Epinefrin
 Norepinefrin
 Vasopresin
 Renin-angiotensin-aldosteron
SISTEM SARAF PUSAT

 Kebas
 Parestesi lidah
 Pusing
 Tinnitus
 Pandangan kabur
 Tanda eksitasi (agitasi, gelisah, paranoid)
 Depresi sistem saraf pusat (bicara tidak jelas, mudah mengantuk, kejang, depresi
pernapasan, hingga koma)
SISTEM TERMOREGULASI

Menghambat sistem termoregulasi normal dengan vasodilatasi perifer sehingga


menyebabkan meningkatnya proses kehilangan panas
Kontraindikasi
Anestesi Spinal
Indikasi Anestesi Spinal
• Tindakan pembedahan pada ekstremitas inferior
• Bedah panggul
• Tindakan pembedahan di daerah rektum dan
perineum
• Bedah urologi
• Tindakan pembedahan obstetri dan ginekologi
• Tindakan pembedahan abdomen bagian bawah
Persiapan Anestesi
1. Informed consent dan persetujuan anestesi
2. Pemeriksaan fisik  kelainan jantung atau tulang punggung
3. Pemeriksaan lab anjuran (Hb,Ht,pT,aPTT, trombosit,leukosit)
4. Persiapan anestesi umum dan persiapan anestesi spinal
5. Peralatan analgesia spinal (Monitor,resusitasi, jarum spinal 24-26 gauge,syringe
5ml dan 1ml, bahan-bahan antiseptik, anestetik lokal)
6. Memposisikan pasien dengan posisi duduk, lateral decubitus dexra/sinistra, dan
prone
7. Mencari celah interspace dengan meraba prosesus spinosus, celah akan semakin
mudah diraba bila pasien semakin fleksi. Bila tidak teraba pada kasus tertentu.
Dapat dibantu dengan ultrasound
Specific Technique for Spinal Anesthesia
Secara midline atau paramedian, dengan pasien diposisikan dalam dekubitus lateral, posisi duduk, atau
prone, dapat digunakan untuk anestesi spinal.

Jarum dimajukan dari kulit melalui struktur yang lebih dalam sampai dua "pops" terasa.
• Penetrasi ligamentum flavum
• Penetrasi membran dura-arachnoid.

Konfirmasi tusukan pada dura dengan menarik stylet untuk memverifikasi adanya aliran CSF yang bebas.
Dengan jarum pengukur kecil (<25 g), aspirasi mungkin diperlukan untuk mendeteksi CSF.

Jika aliran bebas terjadi awal, tetapi CSF tidak dapat disedot setelah menusukkan jarum, jarum
kemungkinan harus di gerakkan. Parestesia yang persisten atau nyeri dengan injeksi obat harusnya
mengingatkan dokter untuk menarik dan mengarahkan kembali jarum
POSISI PASIEN
POSISI DUDUK

Posisi duduk dilakukan dengan cara memeluk bantal/ meletakkan siku tangan di paha,
sambil fleksi tulang belakang

Posisi duduk tidak cocok dilakukan pada pasien


yang tersedasi dan dapat menyebabkan Vasovagal
Syncope
POSISI LATERAL DEKUBITUS
Lebih nyaman pada pasien yang kesakitan jika diposisikan duduk, pasien yang lemah, dan
pasien yang tersedasi berat.

Pada posisi ini, pasien tidur miring, dengan lutut fleksi, paha
ditarik ke arah abdomen atau dada seperti posisi fetal.
POSISI PRONE
Digunakan pada operasi anorectal dengann menggunakan obat isobaric atau hipobbarik.

Keuntungan :
Posisi blok neuraksial sama dengan posisi operasi sehingga
pasien tidak perlu bergerak setelah injeksi

Kekurangan :
Fleksi menyebabkan Teknik anestesi kebih sulit karena
sulitnya mencari celah
Teknik Anestesi Spinal
Midline approach

• Teknik yang paling


sering digunakan
• Jarum diposisikan di
tengah (midline), tegak
lurus dengan prosesus
spinosus, mengarah
sedikit ke arah cephalad
(10-15 derajat)
Paramedian approach

• Diindikasikan pada pasien


yang tidak dapat
memfleksikan tubuhnya
atau pada pasien dengan
kalsifikasi ligamen
• Jarum dimasukkan sekitar
1-2cm ke lateral dari lokasi
yang ditentukan dan
diarahkan menuju bagian
tengah dari sela tulang
dengan sudut 45 derajat ke
arah cephalad dan angulasi
medial (sekitar 15 derajat)
untuk mengompensasi
insersi dari sisi lateral
Lumbosacral approach
(Taylor)

• Merupakan pendekatan
paramedian yang
diarahkan pada celah
antara L5-S1
• Jarum diinsersikan pada
1cm medial dan 1cm ke
inferior dari spina iliaca
posterior superior,
diarahkan ke cephalad
dengan sudut 45-55
derajat, dan cukup
medial untuk mencapai
prosesus spinosus L5
PERSIAPAN OPERASI
 Anamnesis Lengkap (TTV, Airway Assesment, Riwayat penyakit sekarang, Riwayat
penyakit dahulu, Riwayat pengobatan alergi)
 Lab (Hb, Ht, Leuko, Trombo, SGOT, SGPT, Ur, Cr)
 Pertimbangan Jenis Anestesi
Pertimbangan Preoperatif
 Edukasi pasien tentang Teknik anestesi dan resiko anestesi  informed consent
 Pemakain baju operasi, cap dan masker
 Akses IV line
 Pemasangan monitor, Manset dewasa, Pulse Oximetry
 Jenis jarum dan posisi pemberian obat
 Obat – obatan yang dgunakan
 Premedikasi : Ondansentron
 Pemasangan kateter
Monitoring Intraoperatif

• Tanda tanda penting dari turunnya tekanan darah adalah pucat, berkeringat,
mual atau merasakan badan yang tidak enak secara keseluruhan
• Jika pasien merasa baik dan tekanan darah dapat dipertahankan,
maka tidak dibutuhkan pemberian atropine
• Jika denyut nadi turun dibawah 50 kali per menit atau ada hipotensi maka
atropine 300-600 mcg diberikan secara intravena
• Jika denyut nadi tidak juga meningkat maka dapat diberikan efedrin
Pertimbangan post-operatif
 Monitoring tekanan darah dan saturasi oksigen
 Pemberian antiemetic ondansentron apabila pasien merasa mual
 Pemberian analgesic ketorolac 30 mcg bila pasien mengeluh nyeri post op
Daftar Pustaka

Hamid HMA. Combined low-dose clonidine with fentanyl as an adjuant to spinal bupivacaine 0,5% for anal surgery. Ain Shams Journal
of Anesthesiology 2009 [cited 2014 Jun 19];2;35-39. Available from: http://www.asja-eg.com/articles/45.pdf
Thakur A, Bhardwaj M, Kaur K, Dureja J, Hooda S, Taxak S. Intrathecal clonidine as an adjuvant to hyperbaric bupivacaine in patients
undergoing inguinal herniorrhaphy: A randomized double-blinded study. J Anaesthesiol Clin Pharmacol [serial online] 2013 [cited 2014
Jun 19];29:66-70. Available from: http://www.joacp.org/text.asp?2013/29/1/66/105804
Bab 4 & 5 Anestetik Lokal dan Analgesia Regional. Dalam: Latief Said A., Kartini A. Suryadi, M. Ruswan Dachlan. Petunjuk Praktis
Anestesiologi edisi kedua. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010. Hal 119-
97.
Baldini G, Butterworth JF, Carli F, et al. Spinal, Epidural, and Caudal Block. Dalam: Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Clinical
Anesthesiology 5th Edition. United States of America: Lange Medical Books/McGraw-Hill. 2013. Hal. 937-74.
Sukmono RB. Anestesia Regional. Dalam: Soenarto RF, Chandra S. Buku Ajar Anestesiologi. Jakarta: Departemen Anestesiologi dan
Intensive Care Fakultas Kedokteran Universitas Kedokteran. 2012. Hal 451-67.
Chapter 16 : Local Anesthetics. Dalam: Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Clinical Anesthesiology 5th Edition. United States of
America: Lange Medical Books/McGraw-Hill. 2013. Hal. 276 – 263.

14.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai