Anda di halaman 1dari 26

REFERAT

TATALAKSANA ASMA BERDASARKAN GLOBAL INITIAVE


FOR ASTHMA (GINA) TAHUN 2018

Disusun Oleh :

Abyantara Insan Firjatullah (1102014001)


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang senantiasa memberikan kekuatan dan kemampuan kepada
penyusun sehingga penyusunan Referat ini dapat diselesaikan. Referat ini disusun untuk memenuhi
syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan kepaniteraan klinik SMF Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Dr.
Slamet Garut. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya Referat ini tidak lepas dari bantuan dan
dorongan banyak pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. dr. Fikri Faisal, Sp.P

2. Para Dokter dan Perawat di Bagian Interna Dr. Slamet Garut.

3. Teman-teman sejawat dokter muda di lingkungan RSUD Dr. Slamet Garut.

Segala daya upaya telah di optimalkan untuk menghasilkan Referat yang baik dan
bermanfaat, dan terbatas sepenuhnya pada kemampuan dan wawasan berpikir penulis. Pada
akhirnya penulis menyadari bahwa Referat ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca agar dapat menghasilkan Referat yang lebih baik
di kemudian hari.

Garut, Januari 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

Asma adalah penyakit inflamasi dari saluran pernafasan yang melibatkan inflamasi

pada saluran pernafasan dan mengganggu aliran udara, dan dialami oleh 22 juta warga

Amerika. Inflamasi saluran nafas pada asma meliputi interaksi komplek dari sel, mediator-

1
mediator, sitokin, dan kemokin. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif

jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada

terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Episode tersebut

berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat

2
reversibel dengan atau tanpa pengobatan.

Di Indonesia, asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian. Hal

tersebut tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) diberbagai propinsi

di Indonesia. SKRT 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab

kesakitan (morbiditi) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan empisema. Pada SKRT

1992, asma, bronkitis kronik dan empisema sebagai penyebab kematian (mortaliti) ke-4 di

Indonesia atau sebesar 5,6%. Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar

2
13/1000 dibandingkan bronkitis kronik 11/1000 dan obstruksi paru 2/1000.
Epidemiologi Dan Etiologi Asma
Asma bronkial dapat terjadi pada semua umur namun sering dijumpai pada awal
kehidupan. Sekitar setengah dari seluruh kasus diawali sebelum berumur 10 tahun dan
sepertiga bagian lainnya terjadi sebelum umur 40 tahun. Pada usia anak-anak, terdapat
perbandingan 2:1 untuk laki-laki dibandingkan wanita, namun perbandingan ini menjadi
sama pada umur 30 tahun. Angka ini dapat berbeda antara satu kota dengan kota yang lain
3
dalam negara yang sama. Di Indonesia prevalensi asma berkisar antara 5 – 7 %.

Atopi merupakan faktor terbesar yang mempengaruhi perkembangan asma. Asma

alergi sering dihubungkan dengan riwayat penyakit alergi pribadi maupun keluarga seperti

rinitis, urtikaria, dan eksema. Keadaan ini dapat pula disertai dengan reaksi kulit terhadap

injeksi intradermal dari ekstrak antigen yang terdapat di udara, dan dapat pula disertai dengan

peningkatan kadar IgE dalam serum dan atau respon positif terhadap tes provokasi yang

melibatkan inhalasi antigen spesifik.4

Pada manusia alergen berupa debu rumah (tungau) marupakan pencetus tersering dari

eksaserbasi asma. Tungau-tungau tersebetut secara biologis dapat merusak struktur daripada

saluran nafas melalui aktifitas proteolitik, yang selanjutnya menghancurkan integritas dari

tight junction antara sel-sel epitel. Sekali fungsi dari epitel ini dihancurkan, maka alergen dan

partikel lain dapat dengan mudah masuk ke area yang lebih dalam yaitu di daerah lamina

propia. Penyusun daripada tungau-tungau pada debu rumah ini yang memiliki aktivitas

protease ini dapat memasuki daerah epitel dan mempenetrasi daerah yang lebih dalam di

saluran pernafasan. 4
Faktor lingkungan yang berhubungan dengan imune dan nonimunologi juga

merupakan pencetus daripada asma termasuk rokok dan perokok pasif. Kira-kira 25% sampai

30% dari penderita asma adalah seorang perokok. Hal ini menyimpulkan bahwa merokok

ataupun terkena asap rokok akan meningkatkan morbiditas dan keparahan penyakit dari

penderita asma. Terpapar asap rokok yang lama pada pasien asma akan berkontribusi

terhadap kerusakan fungsi hati dan paru, yaitu penurunan kira-kira 18% dari FEV 1 selama

10 tahun.Pasien asma yang memiliki kebiasaan merokok akan mempercepat terjadinya

emfisema.4
THE GLOBAL INITIATIVE FOR ASTHMA ( GINA )

The Global Initiative for Asthma (GINA) adalah suatu organisasi yang bergerak dalam

bidang kesehatan, terutama memperhatikan masalah Asthma, secara keseluruhan. Organisasi

ini muncul dan disahkan pada tahun 1993, berkolaborasi dengan National Heart, Lung, and

Blood Institute, National Institute of Health, dan World Health Organization (WHO).1

GINA mempunyai beberapa tujuan utama, diantaranya :

 Meningkatkan Kewasapadaan terhadap Asma dan konsekuensi fasilitas kesehatan

umum

 Meneliti dan Mengidentifikasi alasan meningkatnya prevalensi Asma

 Mempromosikan Penelitian tentang hubungan antara Asma dengan Lingkungan

 Mengurangi Morbiditas dan Mortalitas Asma

 Meningkatkan kualitas manajemen Asma

 Meningkatkan ketersediaan dan kemudahan mengakses terapi Asma yang efektif


BAB II

PENATALAKSANAAN ASMA

Menurut GINA, penatalaksanaan Asma dibagi menjadi 4 bagian, diantaranya :

 Part A, Prinsip umum manajemen Asma

 Part B, Pengobatan dan strategi untuk gejala Asma dan pengurangan Resiko :

a. Pengobatan

b. Mengontrol faktor resiko yang bisa diubah

c. Terapi non – farmako dan strategi.

 Part C, Manajemen – sendiri Asma dan pengasahan kemampuan yang dibimbing

 Part D, Memanage asma dengan komorbiditas dalam populasi yang spesial

PART A : Prinsip Umum Manajemen Asma

Kata Kunci :

- Tujuan Jangka Panjang manajemen asma adalah untuk mendapatkan kontrol yang

baik terhadap gejalanya, meminimalisir resiko ekserbasi kedepannya, memperbaiki

aliran udara yang terbatas dan efek samping obat.

- Manajemen Asma yang efektif membutuhkan kerjasama antara pasien dengan orang /

fasilitas kesehatannya yang baik


- Mengajarkan kemampuan berkomunikasi kepada fasilitas kesehatan dengan harapan

bisa meningkatkan kepuasan berobat pasien, hasil yang lebih baik, dan mengurangi

sumber daya fasilitas kesehatan

- Kemudahan pasien untuk dapat mengakses informasi mengenai penyakitnya ini agar

bisa mengambil keputusan medis yang tepat harus di perhitungkan

- Terapi dan tindakan disesuaikan dalam siklus asesmen, terapi, dan review dari respon

pasien yang berkelanjutan, baik dalam pengendalian gejala maupun resiko di masa

yang akan datang

- Untuk keputusan dalam level populasi mengenai tatalaksana asma, ”rekomendasi

pilihan” pada setiap langkah, menunjukkan pengelolaan terbaik untuk kebanyakan

pasien, berdasarkan data untuk efikasi, efisiensi, dan keselamatan dari penelitian

Randomized Controlled Trial, meta analisis dan hasil observasi.

TUJUAN JANGKA PANJANG DARI PENGELOLAAN ASMA

Tujuan jangka panjang dari pengelolaan asma antara lain :

- Untuk mencapai pengontrolan gejala asma yang baik dan dapat mempertahankan

aktivitas normal sehari – hari

- Untuk memperkecil resiko bertambah parah di masa depan, yaitu ekserbasi, jalan

udara yang menyempit dan tidak bisa diubah.1


KERJASAMA ANTARA PASIEN DAN FASILITAS KESEHATAN

Manajemen Asma yang efektif membutuhkan kerjasama yang baik antara pasien dan

fasilitas kesehatan, karena bagaimanapun, pasien adalah orang pertama yang bisa membantu

dirinya sendiri, dan dengan hubungan yang baik ini, pasien bisa dengan percaya diri, dengan

pengetahuan yang cukup, bisa menangani gejalanya sendiri.5

KOMUNIKASI YANG BAGUS

Komunikasi yang bagus oleh fasilitas kesehatan adalah salah satu bagian yang penting

untuk hasil yang baik. Mengajari fasilitas kesehatan untuk berkomunikasi yang baik bisa

menambah tingkat kepuasan pasien, hasil yang lebih baik, dan pengurangan sumber daya

fasilitas kesehatan.5

MAKALAH TENTANG ASMA DAN KESEHATAN

Terdapat peningkatan kesadaran tentang akibat dari kurangnya makalah tentang

kesehatan dalam tingkat kesehatan. Makalah tentang asma mempunyai makna lebih dari

sekedar mementingkan kemampuan orang – orang untuk membaca, yaitu bermakna

”tingkatan pada individu yang memang mempunyai kapasitas untuk mendapatkan, meproses,
dan memahami informasi kesehatan yang dasar untuk mempuat keputusan yang baik.6
PART B: PENGOBATAN DAN STRATEGI UNTUK MENGONTROL GEJALA

DAN MEMINIMALISIR RESIKO DI MASA DEPAN.

Kata Kunci :
PENGOBATAN

Kategori dari pengobatan Asma

Ketika membandingkan dengan pengobatan yang digunakan untuk penyakit kronis yang

lain, kebanyakan dari pengobatan Asma mempunyai keuntungan dalam rasio therapeutis.

Farmakologi untuk pengobatan Asma dibagi menjadi 3 golongan / kategori :

- Obat pengontrol : obat golongan ini digunakan untuk manajemen Asma sehari – hari.

Obat ini mengurangi inflamasi saluran nafas, mengurangi gejala, dan mengurangi

resiko komplikasi di masa depan seperti ekserbasi.

- Obat pelega : obat golongan ini digunakan untuk serangan asma akut, termasuk

ketika asmanya memburuk bahkan saat ekserbasi. Ini juga digunakan untuk

pengobatan jangka pendek dalam bronkokonstriksi yang disebabkan karena aktivitas.

Mengurangi, dan idealnya, meniadakan penggunaan obat jenis ini merupakan tujuan
yang harus dicapai, juga dapat digunakan sebagai tolak ukur keberhasilan

pengelolaan Asma.

- Obat tambahan : obat golongan ini digunakan kepada pasien dengan gejala yang

persisten dengan atau tanpa ekserbasi sekalipun dengan obat pelega dosis tinggi

( biasanya LABA / ICS dosis tinggi)

Pengobatan awal

Untuk hasil yang baik, konsumsi obat pengontrol harus rutin digunakan setiap hari

secepatnya katika sudah didiagnosis dengan penyakit Asma, bukti menunjukan bahwa :

- Inisiasi yang awal oleh ICS dosis rendah pada pasien dengan Asma menunjukan

kemajuan yang baik dalam fungsi paru dibandingkan dengan pasien yang baru mulai

pengobatan 2 – 4 tahun sesudah didiagnosis Asma. Salah satu studi juga menjelaskan

bahwa semakin tinggi dosis ICS, semakin rendah fungsi paru yang didapat.

- Pasien yang tidak mengonsumsi ICS yang telah mengalami ekserbasi mempunyai

peluang yang besar untuk fungsi parunya makin memburuk dibandingkan dengan

pasien yang langsung mengonsumsi ICS

- Untuk pasien dengan Asma yang hanya jika ia terpajan, penjauhan dari pajanan dan

terapi dini dengan ICS sangat membantu peluang pasien untuk pulih.
Dalam pengobatan, pilihan obat dan dosisnya harus sesuai dengan asesmen tentang

pengontrolan sistom, peluang untuk resiko di masa depan, pilihan pasien, dan masalah praktis

( biaya, kemampuan untuk menggunakan alat, dan lain lain).

Ketika sudah menemukan dosis yang tepat untuk mengontrol gejala Asma selama 3

bulan, maka ICS harus di arahkan ke dosis minimal, digunakan secara rutin, yang akan

menjaga agar gejala Asma tidak timbul dan meminimalisir akan kemungkinan ekserbasi,

selagi mengurangi efek samping pengobatan.


Step 1 : inhaler pelega sesuai dengan apa yang dibutuhkan

Direkomendasikan : Short – Acting – Beta Agonist (SABA)

Obat golongan SABA yang digunakan secara inhalasi ini sangatlah efektif untuk

mengatasi gejala asma secara cepat. Akantetapi, bukti tentang keamanan penggunaan obat

golongan ini secara tunggal sangatlah sedikit, jadi, pilihan obat golongan ini hanya untuk

pasien dengan serangan siang hari yang jarang terjadi ( kurang dari 2 kali serangan dalam

sebulan ) dengan durasi yang pendek ( hanya beberapa jam ), tanpa gangguan tidur dan fungsi

paru yang normal. Gejala yang lebih sering terjadi, atau adanya tanda tanda faktor resiko

untuk terjadi ekserbasi seperti FEV (Forced Expiratory Volume) dengan hasil < 80% atau

ekserbasi dalam waktu 12 bulan terakhir, mengindikasikan pengobatan pengontrol biasa

dibutuhkan.

PILIHAN LAIN

ICS inhalasi rutin harus mulai dipikirkan untuk digunakan, dengan tambahan SABA

sesuai dengan kebutuhan untuk mengurangi resiko ekserbasi.

PILIHAN LAIN YANG TIDAK DIREKOMENDASI KAN UNTUK DIGUNAKAN

SECARA RUTIN

Pada orang dewasa, antikolinergik inhalasi seperti ipratropium, SABA oral atau teofilin

aksi – pendek adalah salah satu alternatif untuk SABA inhalasi untuk meredakan gejala asma,

akantetapi, obat ini mempunyai onset yang lambat daripada SABA inhalasi, dan SABA oral

mempunyai efek samping yang lebih beresiko.

LABA onset – cepat , seperti formoterol, sama efektifnya dengan SABA sebagai obat

pelega pada orang dewasa dan anak – anak. Tapi penggunaan LABA secara rutin atau sering

tanpa ICS sangatlah tidak dianjurkan karena resiko ekserbasi.


STEP 2 : Obat Pengontrol Dosis Rendah ditambah obat pelega sesuai kebutuhan

Direkomendasikan : ICS dosis rendah ditambah SABA inhalasi sesuai dengan

kebutuhan

Pengobatan dengan ICS dosis rendah mengurangi gejala asma, menambah fungsi paru –

paru, menambah kualitas hidup, dan mengurangi resiko ekserbasi, dan juga resiko dirawat

karena penyakit yang berhubungan dengan asma juga kematian.

Pilihan lain

Leukotriene receptor antagonist ( LTRA ) kurang efektif dibandingkan dengan ICS.

Pilihan ini digunakan untuk pasien dengan alergi

STEP 3 : Satu atau dua obat pengontrol ditambah obat pelega sesuai kebutuhan.

Direkomendasikan : kombinasi dari ICS / LABA dosis rendah sebagai obat

maintenance ditambah SABA sesuai kebutuhan ATAU kombinasi dari ICS / formoterol

(budesonide atau beclometasone) sebagai obat maintenance dan obat pelega.

Catatan penting : sebelum melakukan step – up, alangkah baiknya memperahtikan masalah

yang umum terlebih dahulu, seperti : tehnik menggunakan inhaler yang salah, ketaatan

minum obat, dan lain lain, karena step – up ini harus dilakukan HANYA jika pengobatan

sebelumnya sudah benar dan penyebabnya memang karena hanya asmanya.

STEP 4 : Dua atau lebih obat pengontrol ditambah obat pelega sesuai kebutuhan

Rekomendasi : kombinasi dari ICS / formoterol dosis rendah sebagai obat maintenance

dan pelega, ATAU kombinasi dari dosis medium dari ICS / LABA ditambah SABA sesuai

kebutuhan.
Pilihan lain : Tiotropium ( long – acting muscarinic antagonist ) dalam sediaan inhaler

bisa digunakan sebagai terapi tambahan pada pasien dewasa dengan riwayat ekserbasi, ini

akan menambah sedikit fungsi paru.

STEP 5 : Perawatan tingkat tinggi dan / atau penanganan tambahan.

Rekomendasi : konsul untuk di investigasi lebih lanjut oleh dokter spesialis dan

perencanaan untuk penambahan terapi.

Pasien dengan gejala atau ekserbasi persisten meskipun sudah dengan penanganan step 4

dengan cara yang benar.

Selain mengonsulkan pasien ini kepada dokter spesialis, terapi tambahan yang tepat

diantaranya :

- Penambahan tiotropium dengan dosis 5 unit / hari

- Penambahan anti – Immunoglobulin E (anti – IGE)

- Penambahan anti – interleukin-5 ( mepolizumab secara subkutan untuk pasien > 12

tahun dan reslizumab untuk pasien >18 tahun ) atau penambahan anti – interleukin-5

receptor ( benralizumab untuk pasien >12 tahun ).

- Penanganan yang berdasarkan hasil sputum : untuk pasien dengan gejala persisten

dan / atau ekserbasi meskipun sudah mendapatkan terapi ICS dosis tinggi, terapi

harus disesuaikan berdasarkan dengan eosinophilia (>3%) dalam sputumnya. Pada

asma yang sudah parah, strategi ini bisa mengarahkan pada dosis ICS yang rendah

tapi lebih efektif daripada ICS dengan dosis tinggi.

- Penambahan penanganan dengan bronchial thermoplasty : sudah harus

diperhitungkan untuk pasien dewasa dengan asma yang parah, meskipun efek jangka

panjangnya masih belum teruji efektifitasnya.


- Penambahan kortikosteroid dosis rendah (<7,5mg/ hari dengan persamaan

prednison): mempunyai kemungkinan efektif untuk beberapa pasien dewasa dengan

asma yang sudah parah, akan tetapi seringkali dikaitkan dengan efek samping yang

lumayan serius. Penangan tambahan ini hanya digunakan pada pasien dengan riwayat

asma yang parah dengan pengobatan yang tidak rutin.

MENILAI RESPON DAN PENYESUAIAN TERAPI

Seberapa sering asma harus dinilai responya ?

Pasien dengan asma harus ditinjau ulang secara rutin untuk memonitor pengontrolan

gejala mereka, faktor resiko dan frekuensi serangan, serta dokumentasi jika ada perubahan

pada terapinya. Untuk kebanyakan obat pengontrol, perbaikan akan terlihat dalam beberapa

hari , tapi puncak ke efektifanya akan terasa setelah bulan 3 – 4. Dalam asma yang parah,

mungkin akan lebih lama.

Stepping – up terapi asma

Asma adalah kondisi yang termasuk variabel, dan penyesuaian dari waktu ke waktu oleh

klinisi sangat dibutuhkan.

- step – up yang tetap ( untuk waktu 2 – 3 bulan ) : beberapa pasien mungkin tidak

mengalami perubahan dengan penanganan awal, melakukan step – up terapi

merupakan rekomendasi yang tepat. Setiap step – up yang dilakukan adalah sebagai

terapi uji coba dan responya ada di lihat kembali setelah 2 – 3 bulan. Jika tidak ada

respon, maka rencana terapi harus kembali ke rencana terapi yang sebelumnya,

dengan penanganan alternatif atau referat.


- Step – up jangka pendek ( untuk waktu 1 – 2 minggu ) : penambahan yang sesekali

pada dosis ICS untuk 1 – 2 minggu merupakan salah satu step – up yang

direkomendasikan. Sebagai contoh, pada infeksi virus atau paparan alergen musiman.

- Penyesuaian dari hari ke hari : untuk pasien yang mengonsumsi kombinasi dari

budesonide / formoterol atau beclometasone / formoterol sebagai maintenance dan

terapi pelega, pasien harus menyesuaikan angka dari dosis ICS / formoterol dari hari

ke hari berdasarkan gejalanya, sembari meneruskan dosis maintenancenya.

Stepping – down terapi ketika asma sudah terkontrol dengan baik

Saat asma sudah terkontrol dengan baik dan bertahan selama 3 bulan dan fungsi paru

– paru sudah mencapai batas stabil, terapi seringkali bisa diturunkan dengan sukses,

tanpa mengurangi pengontrolan gejala asma. Tujuan dari Stepping – down adalah :

- Untuk menemukan dosis minimal yang efektif, yaitu untuk menjaga pengontrolan

gejala asma dan ekserbasi, serta meminimalisir pengeluaran biaya terapi dan potensi

efek samping.

- Untuk menambah semangat pasien melanjutkan terapi pengontrolnya. Akan sangat

membantu jika kita memberi tahu pasien jika pasien meminum obatnya secara rutin,

ada kemungkinan jika dosisnya bisa berkurang dari hari ke hari.


TERAPI YANG LAIN

Allergen immunotheraphy

Allergen – specific immunotheraphy mungkin jadi sebuah pilihan jika alergi memainkan

peran yang besar dalam asma pasien. Ada 2 cara : dengan subcutaneous immono theraphy

(SCIT) dan sublingual immunotherapy (SLIT).

SCIT diasosiasikan dengan pengurangan skor gejala dan kebutuhan terapi, dan perbaikan

dari hipersensitivitas saluran nafas.

SLIT menunjukan keuntungan yang cukup signifikan jika dikombinasikan dengan ICS

dosis rendah.

Vaksinasi

Influenza berkontribusi pada beberapa asma ekserbasi akut, dan pasien dengan asma

sedang – berat dianjurkan untuk menerima vaksinasi influenza setiap tahun agar faktor ini

tidak menambah parah asma yang di derita pasien. Hingga saat ini, belum ada studi yang

menunjukan bahwa vaksinasi influenza ini berkontribusi pada peningkatan angka serangan

pada asma.

Bronchial Thermoplasty

Bronchial thermoplasty tetap menjadi pilihan terapi pada step 5 pada beberapa negara

untuk pasien dewasa yang mengidap asma yang parah, yang terapinya tetap tidak terkontrol

meskipun ada pilihan yang terapi yang lain. Bronchial thermoplasty menggunakan getaran

frekuensi radio. Terapi ini juga menggunakan efek plasebo. Akan tetapi, pada pasien yang

mengonsumsi ICS/LABA dosis tinggi, bronchial thermoplasty ini banyak menimbulkan

ekserbasi dalam jangka waktu 3 bulan, dan akan berkurang sedikit demi sedikit setelahnya.
Vitamin D

Beberapa studi Cross – Sectional menunjukan bahwa serum vitamin D yang rendah

berhubungan dengan fungsi paru yang berkurang, angka ekserbasi yang tinggi dan

menurunkan respon kortikosteroid. Akan tetapi, sampai saat ini belum ada bukti yang kuat

bahwa mengonsumsi vitamin D akan menurunkan angka ekserbasi pada asma.

Terapi non – farmakologi


Ada juga beberapa perlakuan yang bisa membantu mengurangi gejala asma.
DAFTAR PUSTAKA

1. https://ginasthma.org/wp-content/uploads/2018/04/wms-GINA-2018-report-

tracked_v1.3.pdf . diakses pada 29 januari 2019 pukul : 18:26 WIB

2. https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/1528e39fecb8852f233cd5

915c6f220c.pdf . diakses pada 29 januari 2019 pukul : 18:26 WIB

3. http://www.pdpersi.co.id/peraturan/kepmenkes/kmk10232008.pdf diakses pada

11 februari 2019 pukul

4. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK213/ chapter 11 Dyspnea, Orthopnea,

and Paroxysmal Nocturnal Dyspnea

5. http://www.depkes.go.id/download.php?

file=download/pusdatin/infodatin/infodatin-asma.pdf

6. https://www.who.int/respiratory/asthma/en/

Anda mungkin juga menyukai